49Pagi hari Aira terbangun dengan tubuh lemas efek hanya tidur beberapa jam saja. Selebihnya, matanya tak dapat terpejam karena memikirkan banyak hal. Sakit hati dengan perlakuan Alexander. Ingin pergi sejauh mungkin, tetapi tak tega meninggalkan Alister yang masih sangat tergantung dengan dirinya. Belum lagi menjelaskan kepada Abi yang pasti melihat apa yang terjadi semalam. Aira takut sikap Abi akan berubah terhadap Raka setelah kejadian ini. Kasihan Raka kalau harus kehilangan sosok yang selama ini mencurahkan segenap perhatian dan kasih sayang padanya. Semua salah Alexander. Lelaki egois yang hanya mengedepankan napsu dan kekuasaannya sendiri. Entah sikap seperti apa yang pantas ia perlihatkan di depan Alexander nanti. Aira keluar kamar karena rasa haus dan lapar yang mendera. Di kamarnya memang tidak disediakan air minum karena ia jarang memakai kamar itu. Kesehariannya lebih banyak dihabiskan di kamar Alister. Matanya memicing begitu pintu kamar terbuka, terlihat sosok yan
50"Saya mau Tuan dipenjara!" desis Aira kesal. Alexander terhenyak. Matanya berkedip-kedip. Lelaki itu tidak menyangka Aira akan berkata seperti itu. Sebegitu marahkah wanita itu? "Kau ingin aku dipenjara untuk mempertanggung jawabkan perbuatan semalam?" tanya Alexander dengan mata memicing. "Ya!""Dan semua orang yang menggantungkan hidup padaku akan kelaparan?" Kini wajah Alexander yang terlihat sinis. Ditatapnya Aira yang kini terhenyak. Alexander mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru dapur. Ia bukan tidak tahu kalau para pelayan sejak tadi mengintip dan menguping mereka. Lalu kembali menatap Aira yang masih terpaku di tempatnya. Wajah wanita itu terlihat tegang, dan di mata Alexander, itu terlihat lucu. "Apa kau tahu berapa banyak pelayan di sini? Yang kalau aku dipenjara akan kehilangan pekerjaan mereka dalam sekejap?" tanya lelaki itu lagi dengan senyum semakin sinis. "Aku akan memecat mereka semua karena kalau aku dipenjara, tidak akan sanggup lagi membayar mereka. J
51Aira terpana. Begitu juga dua babysitter, dan dua bayi di dalam yang bangun karena terganggu. Sungguh, suara Hasna sangat menggelegar. Wanita itu marah. Wajahnya bahkan memerah dengan matanya yang menatap nyalang. Selama bekerja, baru kali ini Aira melihat pekerja senior itu semarah ini. Kepada dirinya pula. Padahal Aira merasa tidak bersalah. Hanya bertanya. Apa pertanyaannya salah? Atau apa Hasna berada dalam masalah karena pertanyaannya? Apa benar yang dikatakan Hasna, kalau semua orang berada dalam masalah karena pembangkangannya selama ini? Abi, Hasna, mungkin juga dua babysitter. Aira memejamkan matanya. Kenapa begitu berat tugas seorang ibu susu seperti dirinya? Yang bila menolak perintah boss, ternyata bukan hanya dirinya dalam masalah, tetapi juga orang lain. ***Akhirnya, dengan berat hati Aira menuruti perintah Alexander menemaninya pergi ke pesta, padahal, tidak ada poin seperti itu dalam kontrak. Tidak ada pilihan. Daripada semua orang kena masalah. Hanya saja w
52Entah sudah berapa puluh kali Aira menarik napas panjang. Rasanya asupan oksigen selalu kurang. Dadanya selalu terasa penuh dengan sesuatu sejak tadi. Padahal, saat mampir di kamar hotel, ia melepas dulu gaunnya untuk menyusui dua bayi. Ya, kedua bayi dan babysitternya menunggu di salah satu kamar hotel yang sudah dipesan Alexander. Aira meninggalkan mereka setelah keduanya tertidur. Kini, di sini ia berada. Di dalam sebuah lift yang entah akan menuju ke mana. Yang pasti, ia hanya menuruti instruksi sang boss tanpa banyak bicara atau bertanya. Terlanjur basah. Walaupun sangat kaget bahkan hampir shock, karena ternyata ia harus menghadiri acara ulang tahun perusahaan Alexander. Terlebih harus berpura-pura jadi pendampingnya. Namun, Aira tak punya pilihan lain. Ia tak ingin bermasalah dengan lelaki egois, arogan, pemaksa, dan entah apa lagi gelar yang pantas disandang lelaki itu. Berkali-kali Aira meyakinkan dirinya, kalau ini hanya berpura-pura. Seperti perintah lelaki itu, ia c
53"Dia … ibu sambungnya Alister." Alexander terkekeh. Semua mata kini tertuju ke arah Aira seorang. Berbagai macam arti dari tatapan orang-orang itu dapat Aira tangkap. Ada yang menatap takjub, kagum, salut, biasa saja, bahkan tak sedikit yang menatap iri dan nyinyir, terlebih dari kaum Hawa yang mendampingi suami mereka, atau memang pemilik bisnisnya sendiri. Aira tidak peduli. Toh, tidak mengenal mereka semua. Ia tak ingin ambil pusing. Tetap memasang senyum manis seperti perintah awal Alexander. "Jadi, ini yang berhasil membuat Daddy Alister move on dari Mommy Al? Wah, selamat, ya.""Hebat, bisa menggeser posisi model terkenal di hati Daddy Alister, ya.""Tapi mending yang ini, sih. Keibuaan. Pasti pinter ngurus baby, eh, ngurus Daddy-nya juga.""Tapi, kok, jauh ya dibanding yang dulu."Berbagai komentar dilontarkan rekan-rekan atau siapa pun yang berkerumun di sana. Sekali lagi, Aira tidak peduli. Apa pun yang mereka ucapkan tidak akan mempengaruhi apa pun. Yang dilakukan Aira
54"Kemarilah …." Dengan senyum terus mengembang di wajahnya, Alexander mengulurkan tangan. Telapak tangannya terbuka dan mengarah ke atas, pertanda meminta tangan Aira datang padanya. Sungguh, hati wanita mana tidak akan meleleh bila yang dilakukan Alexander adalah tulus dari hatinya. Namun, sayangnya Aira tahu kalau Alexander melakukan itu semua hanya untuk pencintraan. Wanita itu yakin kalau Alexander mendengar obrolannya dengan wanita penghancur rumah tangganya dengan Randi. Karena itu sang boss ingin menolong dirinya dengan membuat cerita seolah-olah benar dirinya istri dari pemilik hajat ini. Untuk menekan mental wanita bernama Wita, yang mengira Aira pun sama seperti dirinya, seorang gundik. Aira akan mengikuti saja alur ceritanya. Sudah terlanjur nyemplung juga. Sekalian membuat wanita di sampingnya kelojotan. Siapa suruh menuduhnya gundik. Dengan sama tersenyum, Aira mengulurkan juga tangannya yang langsung ditangkap Alexander, digenggam dan dibimbing agar berjalan bersam
55"Memangnya ada gundik berkelas, Tuan? Apa menjadi gundik pun ada sekolahnya?"Mata Alexander melebar mendengar pertanyaan Aira. "Untuk apa bertanya hal seperti itu? Apa kau berminat ….""Amit-amit! Saya lebih baik mati!" potong Aira cepat, membuat Alexander membuang muka seraya mendengkus. Kedua tangannya bertolak di pinggang. "Ya sudah. Sebentar lagi ada pengawal mengantar baju untukmu. Aku akan kembali ke sana untuk penutupan acara." Lelaki itu keluar setelah menghubungi dulu seseorang. Meninggalkan Aira yang menatap punggung tegapnya yang hanya terbalut kemeja tanpa jas. Tak terasa tangan Aira meraba jas Alexander yang masih membelit pinggangnya. Lalu meremas jas itu dengan kuat. Dua babysitter yang sejak kedatangan Alexander membopong Aira sudah mengintip dan menguping, berlomba-lomba berlari mendekati Aira yang masih duduk dengan jas Alexander membelit pinggangnya. Aira yang sempat kaget dengan kedatangan dua gadis itu, hanya mendengkus kasar. Ia yakin kalau keduanya tadi
56Aira merebahkan dirinya di ranjang. Hari ini begitu melelahkan. Dari tiba-tiba diberi tahu harus ikut ke pesta yang ia tidak tahu pesta apa, persiapan pesta yang ribet, lalu kejadian memalukan di sana. Terakhir drama picisan tikus kecil di luar area parkir. Semua membuat kepalanya pusing. Untung saja Alexander tegas. Lelaki itu cepat mengatasi dengan uangnya. Ya, walaupun sebenarnya Aira tidak menyukai cara Alexander itu, tetapi itu jalan terbaik. Sangat ampuh. Karena setelah itu, Wita pergi entah ke mana. Tak terbayang bila wanita itu dibawa masuk ke dalam mobil atau bahkan hingga ke rumah ini. Aira tak dapat membayangkan. Aira memejamkan mata. Pertemuan kembali dengan wanita yang berhasil memporak-porandakan rumah tangganya dengan Randi itu, tak urung seperti membuka luka lama akibat pengkhianatan lelaki itu. Rasa sakit saat Randi kedapatan berada di kamar mereka bersama wanita itu adalah hal terburuk dalam hidupnya. Bagaimana ia akhirnya nekat meninggalkan rumah dan terdampar
Extra partKepanikannya semakin menjadi saat nomor Aira tak kunjung diangkat. Sementara Anyelir menjerit-jerit merasakan rasa mulas di perutnya yang seolah diperas.Wanita paruh baya asisten rumah tangga mereka yang melihat kepanikan itu gegas menyuruh Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit. Sebagai wanita yang sudah berpengalaman melahirkan, ia tahu jika Anyelir akan segera melahirkan.Tanpa pikir panjang, Aldo mengangkat tubuh Anyelir yang beratnya sudah mencapai dua kali lipat dari berat normalnya karena kehamilan ini. Terlebih ada dua bayi kembar dalam perutnya. Untunglah rumah mereka kini bukan apartemen bertingkat. Hingga ia dengan mudah mengevakuasi sang istri.Berdua saja, Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit yang sudah mereka tunjuk untuk tempat bersalin. Sang asisten ia minta untuk terus menghubungi kelurganya, dan menyusul ke rumah sakit setelah urusan di rumah selesai.Selama perjalanan, Anyelir terus mencengkeram lengan Aldo karena merasakan mulas tak terkira. Belum lagi sese
Extra part“Kenapa, sayang?” Aldo yang baru memasuki rumah, menatap sang istri yang bibirnya maju.Anyelir tidak menjawab. Ia meraih tangan sang suami dan menciumnya takzim. Walaupun usia Aldo lebih muda, tetapi posisinya tetap kepala keluarga. Anyelir tetap menghormati dan memperlakukan bagaimana seharusnya memperlakukan suami.Aldo menarik tubuh sang istri tetapi dengan hati-hati agar tak mengganggu perut besarnya. Sebuah kecupan mendarat di kening berpoles bedak tipis. Kemudian beralih kedua pipi dan terakhir menghisap bibir majunya dengan gemas hingga si empunya bibir meronta minta dilepaskan.“Kau membuatku sesak napas.” Anyelir mendorong dada Aldo. “Ciuman macam apa itu?” lanjutnya dengan bibir semakin maju, ditambah tangan yang dilipat di dada.“Itu ciuman penawar marah. Juga penawar rasa lelah di kantor.”Anyelir menoleh. Ia tahu Aldo lelah bekerja seharian di kantor tetapi pulang langsung disuguhi sikap manja dan sensitifnya yang semakin menjadi sejak hamil. Namun, ia tak dap
528 “Tetaplah di sisiku sampai salah satu di antara kita menutup mata. Aku bahkan ingin kebersamaan ini berlanjut hingga kehidupan kekal kita kelak. Jangan pernah tinggalkan aku. Terus dampingi dan bantu aku dalam memperbaiki diri agar menjadi suami yang bisa membimbingmu dan anak-anak kita menjalani kehidupan ini dalam koridor yang lurus. Aku ingin menjadi imam dambaanmu, sayang.” Anyelir mendongak. Hatinya trenyuh. Sejak kejadian itu, Aldo memang banyak berubah. Ia membuktikan dirinya layak mendapatkan maaf dan kesempatan kedua. Anyelir sendiri membuktikan memaafkan dengan tidak pernah membahas masalah yang sama. Jika Aldo mulai mellow, meminta maaf dan terindikasi membahas hal sama, Anyelir sendiri yang mengingatkan dan mengajak melupakan semuanya dengan menatap ke depan. Ia sadar dirinya pun bukan manusia tanpa dosa. Ia bahkan bersikap kekanakan dalam menghadapi masalah ini. Saling memaafkan, saling sadar dan terus berbenah diri, itu yang mereka lakukan saat ini. Terlebih sebent
527Semua orang terdiam mendengar ucapan Sandra. Semua orang tahu jika Gita dirawat di RSJ karena saat ditahan sering mengamuk dan beberapa kali mencoba bunuh diri lagi, bahkan bayi dalam kandungannya sampai gugur karena perilakunya sendiri. Gita akhirnya dirawat di RSJ.Keluarga Aldo menganggap semua telah selesai, karena akhirnya Gita dinyatakan bersalah. Semua bukti dan saksi menunjukkan jika Aldo tidak bersalah. Andika dan istrinya kembali ke Kalimantan. Gita tidak menuntut apa pun kepada Andika, mungkin karena melihat kondisi laki-laki itu yang mengenaskan.Justru perseteruan dengan Aldo yang ia pertahankan walaupun pada akhirnya Gita harus merasakan kehidupan di balik jeruji besi dalam kondisi hamil.Publik juga sudah mulai melupakan kasus ini, hingga Aldo dan keluarga bebas bergerak tanpa banyak yang memperhatikan.Semua sudah berjalan normal dan baik-baik saja. Aldo dan Anyelir menjalani pernikahan dengan bahagia. Terlebih mereka akan memiliki anak. Hubungan mereka bahkan sema
526 “Aku mau poliandri, apa kau setuju?” Anyelir menatap serius. Hening. Binar penuh harap di mata Aldo seketika pudar dan meredup. Senyum yang tadi sempat tersungging, raib dalam waktu singkat. Dada pemuda itu mendadak sesak. Diteguknya ludah dengan susah payah karena kerongkongan yang mendadak kemarau. Napasnya tersengal seolah telah berlari puluhan kilo meter. Bibirnya bergetar. “Mana ada seperti itu, sayang?” tanyanya dengan senyum miris. Anyelir tersenyum. “Ada, ini bukan sungguhan. Jadi, aku hanya pura-pura saja.” “Maksudnya?” Mata Aldo memicing. Anyelir menarik napas panjang. “Begini, orang tua Haris menuntutnya untuk segera menikah. Sementara ia belum menemukan wanita yang cocok. Tapi ia menolak jika harus dijodohkan dengan gadis pilihan orang tuanya. Jadi, ia memintaku untuk berpura-pura menjadi….” “Tidak!” Dengan napas yang semakin tersengal dan dada makin sesak, Aldo memotong ucapan Anyelir. “Apa kau sudah gila, sayang?” “Kenapa?” Anyelir memiringkan kepala. Tawan
525“Makanya jangan petakilan. Sudah mau jadi ayah kelakukan masih bocah.” Anyelir berkata ketus seraya melipat tangan di dada. Sementara Aldo terus meringis merasakan sakit di pinggangnya. Terpaksa harus dipijat lagi. Harus menahan lagi sakit yang lebih dari sebelumnya. Namun, di balik itu semua hatinya bahagia tiada tara. Sang istri sudah kembali seperti dulu. Hanya ketus karena kesal. Baginya tak apa diberi wajah ketus seperti itu, daripada harus mendapati wajah dingin yang membuatnya putus asa.Kini, bahkan Anyelir tengah menyuapinya. Ia yang untuk sementara hanya bisa tengkurap dengan kepala hanya bisa mendongak, kesulitan untuk sekadar menyuap. Praktis makan pun harus disuapi. Anyelir geleng-geleng kepala. Ini piring ketiga yang Aldo tandaskan. Pemuda itu seperti kelaparan. Memakan apa pun yang Anyelir suapkan dengan sangat rakus. Bahkan saat piring ketiga tandas pun, lelaki itu masih meminta tambah.“Berapa hari kau tidak makan?” tanya Anyelir heran saat menyuapi dari piring k
524“Sakit ….” Aldo merengek manja dengan wajah menengadah. Tangannya memeluk erat pinggang Anyelir yang pangkuannya ia jadikan bantal.Wajah lelaki itu terlihat berkeringat. Ringisan masih sesekali menghiasi wajahnya. Pemuda itu baru saja berteriak-teriak merasakan sakit akibat pijatan bapak tua penjaga villa.Akibat terlalu bersemangat dan terlampau bahagia karena melihat wanita yang dirindukannya selama ini ada di depan mata, ia berlari hingga tak memperhatikan apa pun lagi. Tangannya menyenggol keranjang buah di atas meja, hingga isinya jatuh ke lantai dan terinjak. Aldo terpeleset karena menginjak buah apel yang jatuh menggelinding, hingga tak terelakkan tubuhnya melayang jatuh. Namun, sebelumnya pinggangnya terbentur tepian meja hingga sakitnya menjadi berlipat-lipat.Beruntunglah bapak penjaga villa bisa memijat urat keseleo. Hingga ia langsung mendapat penanganan.Anyelir yang tengah memasak dibantu istri penjaga villa, kaget karena suara benturan keras. Wanita itu langsung me
524Aldo mengeratkan pelukan demi mendengar nasihat Aira. Kalau boleh memilih, ia ingin pernikahannya lanjut. Tak ingin tercerai berai karena anak yang akan menjadi korban. Kalau boleh ia ingin bertemu Anyelir dulu agar bisa bicara dari hati ke hati. Sayangnya, bahkan di mana keberadaan wanita itu, ia tidak tahu. “Jika Tuhan masih memberimu kesempatan, ingat gunakan sebaik-baiknya. Namun, jika semuanya hanya sampai di sini karena manusia hanya punya keinginan dan usaha, kau tetap harus bisa mengambil hikmahnya, Nak. Mungkin ini takdir kalian. Takdirmu. Jangan menyalahkan Tuhan. Apa yang terjadi sudah digariskan. Jika kalian harus bercerai, itu pasti takdir karena kau sudah berusaha memperbaiki semuanya. Yakin akan ada pelangi setelah hujan, Nak. Jika Tuhan memberi ujian ini, pasti disertai jalan keluar dan hikmah di baliknya.”Aldo hanya diam meresapi setiap kalimat sang ibu. Sungguh, ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan Anyelir. Namun, jika wanita itu tetap memaksa, ia bisa
523“Anye, kamu di mana?” Aldo duduk lesu di lobi hotel. Kepalanya menunduk dalam. Tangannya meremas rambut dengan kuat. Berkali-kali mengembus napas kasar. Beban di dadanya terasa ingin meledak. Setelah menunggu berminggu-minggu dengan setumpuk rindu dan penyesalan, kini hanya mendapati Anyelir yang sudah tidak berada di tempat.Aldo menyandar lemah seraya merogoh ponsel dalam saku. Mencoba keberuntungan. Menghubungi lagi Anyelir. Namun hingga berkali-kali dilakukannya, tetap hanya dijawab operator.Pemuda itu memejam sebelum bangkit dan berjalan keluar. Para pengawal berwajah datar sigap mengiringi.“Putari kota ini, Pak. Siapa tahu aku melihat keberadaan istriku,” titahnya kepada sopir setelah duduk di dalam mobil. Sang sopir hanya mengangguk sebelum menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Mengitari kota Surabaya seperti perintah sang majikan.Hampir seharian Aldo dan rombongan berputar-putar di sana. Semua jalan disusuri bahkan hingga jalan-jalan kecil hanya agar mendapat keber