MAAF YA TEMAN2, BARU BISA UPDATE LAGI, KARENA ANAK SAYA SAKIT DAN OPNAME. MOHON DOA UNTUK KESEMBUHANNYA. TERIMA KASIH.
496Tak terasa tiga bulan sudah Anyelir dan Aldo menjalani pernikahan mereka.Aldo sudah sembuh. Ia bahkan sudah mulai bekerja di perusahaan sang ayah selepas mereka pulang berbulan madu hadiah dari Aira dan Alexander.Demi menghargai sang ayah, ia putuskan membantunya di sana. Walaupun hobi menggambar dan melukis tidak ia tinggalkan. Setiap waktu luang, Aldo akan menggoreskan pensilnya di atas kertas, hingga tercipta karya tangannya yang khas. Wajah sang istri tentu masih menjadi model pavoritnya. Tak bosan ia menorehkan pensil untuk mengungkapkan pemujaan terhadap istri tercinta.Bahkan dinding apartemen hampir penuh dengan lukisan wajah Anyelir hasil karyanya.Rasanya sempurna sudah perkawinan mereka kini. Restu orang tua yang sudah didapat, hati yang sama-sama terpaut, juga Aldo yang sudah bisa menunaikan kewajibannya menafkahi sang istri baik lahir maupun batin.Bahkan mereka yakin jika merekalah pasangan suami istri yang paling bahagia saat ini.Jalan hidup memang tidak bisa dit
495“Aldo.”Suara panggilan lirih dari arah belakang, membuat lelaki tegap itu mematikan sambungan telepon sebelum membalikkan tubuhnya. Dimasukkan benda pipih di tangannya ke dalam saku celana, sebelum berjalan mendekati ranjang pasien.“Aldo.” Lagi, suara panggilan lirih keluar dari mulut pasien yang terbaring lemah dengan seutas selang kecil terhubung ke salah satu tangannya. Tatapan sayu pasien wanita itu tak lepas dari wajah tampan lelaki yang kini berdiri dekat ranjangnya. Tatapan sayu yang walaupun sangat lemah tetapi kentara bercampur dengan rasa bahagia.“Kamu sudah sadar, Git?” Lelaki tampan yang tidak lain Aldo, menatap lekat wajah pucat nan lemah itu. Ia membawa Gita ke rumah sakit paska melihat gadis itu tergolek lemah di dekat pintu parkir kampus.Kondisi Gita yang sangat mengkhawatirkan, membuat empati Aldo terketuk. Ia tidak mungkin lepas tangan dan pura-pura tidak melihatnya. Bagaimana pun mereka pernah dekat. Terlebih tidak ada yang berinisiatif membawa gadis it uke
496Aldo gegas memasukkan ponsel ke dalam saku celana saat sang ayah duduk di sampingnya. Pemuda itu tak ingin mendapat masalah.“Apa yang tengah mengganggu pikiranmu?”Aldo memejam sebentar, sudah diduga pertanyaan itu akan meluncur dari mulut sang ayah. Sejak tadi ia tidak fokus. Bahkan saat mengikuti meeting, pikirannya terus saja bercabang ke mana-mana.Kondisi Gita yang mengkhawatirkan dan pengakuannya jika Andika merenggut kesuciannya sebelum menghilang, tak ayal mengganggu pikirannya.“Andika mengambil paksa dariku Aldo. Padahal aku ingin memberikannya hanya untukmu saat kita sudah menikah nanti.” Pengakuan Gita dengan suara serak di antara tangisnya, membuat dada Aldo sesak.Berkali-kali Aldo menarik napas panjang. Tak urung ia ikut kesal dan marah. Bagaimana bisa laki-laki itu melakukan hal terkutuk seperti itu? Bagaimana bisa ia tega merusak gadis polos seperti Gita yang sudah lama menjadi sahabat mereka?“Di mana Andika sekarang?” tanya Aldo dengan menahan kemarahan.Gita m
497“Kenapa dia menghubungimu lagi?” Anyelir menatap heran.“Apa kalian masih berkomunikasi selama ini?” lanjutnya.Aldo meniupkan napas kasar dengan tatapan lurus ke depan. Tak ingin menoleh ke arah wanita yang menunggu jawabannya.“Coba saja kau angkat, sayang. Lalu tanya apa maunya.” Aldo berusaha bersikap tenang. Tidak ada pilihan lain untuk saat ini selain jawaban itu. Ia lupa mematikan telepon dan malah menaruhnya di dashboard mobil. Tidak menyangka Gita akan menghubunginya. Padahal Aldo sudah wanti-wanti jangan menghubunginya sebelum ia yang datang sendiri membawa Andika ke hadapan gadis itu.Anyelir menurut. Wanita itu mengangkat panggilan dari nama kontak Gita. Namun, mungkin karena terlalu lama panggilan itu terabaikan, akhirnya mati.Satu embusan napas kasar keluar dari mulut wanita itu. “Kalian masih intens berkomunikasi?” Ia mengulang pertanyaan.“Tidak. Hanya saja belakangan terjadi lagi komunikasi antara kami.” Aldo menjawab apa adanya. Mereka memang tidak intens berkom
498“Maaf, Al. Aku terpaksa membantu Dika memasukkan tikus-tikus itu karena dia mengancam akan melaporkanku kepada Bu Anyelir jika aku pernah membuat kempes ban mobilnya.”Kedua tangan Aldo mengepal dan memukul handel stir. Rahangnya bahkan mengeras hingga suara giginya terdengar gemeletuk. Pemuda itu memejam sebentar sebelum melajukan mobil dari halaman kostan Tommy.Ia tidak menyangka jika memiliki teman-teman yang terlewat jahil. Bahkan hingga di luar batas. Aldo mengakui jika dirinya juga jahil, tetapi tidak sampai berakibat fatal dan merugikan orang lain.Entah berapa kali pukulannya tadi mendarat di wajah Tommy, pemuda berperawakan tinggi kecil itu tidak melawan sama sekali. Ia hanya diam menerima semua pukulan Aldo hingga darah mengucur dari hidung dan bibirnya.“Ampun, Al. Kenapa lu terus mukulin gue? Gue emang ngaku salah udah bantu Dika ngerjain Bu Anyelir? Tapi bukankah dengan begitu lu jadi bisa nikahin dia?” Pemuda yang meringkuk di pojok kamar dengan wajah babak belur it
499“Gita, aku harus pulang.” Aldo ingin berbalik, tetapi suara Gita kembali membuatnya urung melangkah.“Aldo, bukankah kau datang untuk menemaniku?”Aldo mengerjap lemah, tak tega sebenarnya melihat kondisi gadis itu, terlebih saat sudah membuka mata seperti ini. Tatapan redup penuh permohonan sukses membuatnya iba.“Aku hanya ingin melihat kondisimu. Dan kau lebih baik setelah di sini. Aku yakin kesehatanmu akan semakin membaik jika kau mengikuti semua arahan dokter dan perawat.”Gita menggeleng lemah sebelum membalikkan wajah menghadap ke atas.“Apa gunanya aku sembuh, jika tetap saja sendiri.” Kali ini bahkan meratap.“Kau tidak akan sendiri, aku berjanji mencari Andika sampai dapat dan akan membawanya ke hadapanmu.”“Ke mana kau akan mencari dia, Aldo? Bahkan semua akses komunikasi dia tutup.”“Ke mana pun, Gita. Aku sudah berjanji akan mencarinya untukmu.”Lagi-lagi Gita menggeleng. Kini bahkan sudut matanya meneteskan air hangat yang mengaliri pipi.“Percuma, Al. Kalaupun kau
500 Aldo menggeleng berkali-kali. Tangan dan kakinya memang mengendalikan kemudi, tetapi pikirannya terus saja terusik permintaan tidak masuk akal Gita. Sudah berkali-kali Aldo meyakinkan dirinya jika Gita tengah mengigau, atau mungkin dibawah pengaruh obat-obatan yang membuatnya setengah sadar. Namun, jika mengingat betapa mata itu begitu serius dan penuh harap, rasanya gadis itu mengucapkan dengan sadar. Bahkan saat ia hendak pergi, gadis itu terus menahannya dengan berteriak-teriak tidak mau ditinggalkan. Bukan hanya itu, Gita mencoba turun dari ranjangnya dan berteriak histeris. Belum lagi barang-barang yang dapat diraihnya sebelum dilemparkan ke arah Aldo. Aldo pergi setelah beberapa lama mematung. Tak percaya rasanya jika gadis yang ceria, polos, dan sangat manis itu, kini berubah kalap seperti orang gila. Pemuda itu memanggil perawat untuk menenangkan Gita. Ia sendiri segera pulang. Aldo menggeleng lagi. Pemuda itu bahkan membawa mobil dengan pelan dan hati-hati. Kondisi hat
501Waktu masih menunjukkan jam tujuh pagi dan Anyelir tengah mengaduk sup daging buatannya, saat sepasang tangan besar melingkari perutnya. Ia hanya tersenyum tipis sembari menatap sekilas tangan itu, lalu melanjutkan acara masaknya.Weekend waktunya memanjakan lidah suami. Karenanya Anyelir sudah sibuk memasak sejak pagi. Terlebih kondisi Aldo yang semalam tiba-tiba demam, pasti butuh asupan gizi lebih baik. Untunglah pagi ini demamnya sudah reda. Bahkan kini tengah memeluknya dari belakang. Seperti yang biasa dilakukannya setiap melihat dirinya memasak.“Sudah baikan?” tanya Anyelir seraya melirik sedikit wajah yang menyandar di pundaknya.Bukan menjawab, Aldo malah melepaskan pelukan untuk kemudian berlari ke kamar mandi dengan tergesa. Dengan kening berkerut, Anyelir menatap kepergian Aldo yang langsung terdengar suara orang muntah-muntah.Wanita itu meletakkan sendok sayur sebelum menyusulnya ke kamar mandi. Terlihat Aldo tengah memuntahkan isi perutnya ke dalam kloset.“Aldo, k
Extra partKepanikannya semakin menjadi saat nomor Aira tak kunjung diangkat. Sementara Anyelir menjerit-jerit merasakan rasa mulas di perutnya yang seolah diperas.Wanita paruh baya asisten rumah tangga mereka yang melihat kepanikan itu gegas menyuruh Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit. Sebagai wanita yang sudah berpengalaman melahirkan, ia tahu jika Anyelir akan segera melahirkan.Tanpa pikir panjang, Aldo mengangkat tubuh Anyelir yang beratnya sudah mencapai dua kali lipat dari berat normalnya karena kehamilan ini. Terlebih ada dua bayi kembar dalam perutnya. Untunglah rumah mereka kini bukan apartemen bertingkat. Hingga ia dengan mudah mengevakuasi sang istri.Berdua saja, Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit yang sudah mereka tunjuk untuk tempat bersalin. Sang asisten ia minta untuk terus menghubungi kelurganya, dan menyusul ke rumah sakit setelah urusan di rumah selesai.Selama perjalanan, Anyelir terus mencengkeram lengan Aldo karena merasakan mulas tak terkira. Belum lagi sese
Extra part“Kenapa, sayang?” Aldo yang baru memasuki rumah, menatap sang istri yang bibirnya maju.Anyelir tidak menjawab. Ia meraih tangan sang suami dan menciumnya takzim. Walaupun usia Aldo lebih muda, tetapi posisinya tetap kepala keluarga. Anyelir tetap menghormati dan memperlakukan bagaimana seharusnya memperlakukan suami.Aldo menarik tubuh sang istri tetapi dengan hati-hati agar tak mengganggu perut besarnya. Sebuah kecupan mendarat di kening berpoles bedak tipis. Kemudian beralih kedua pipi dan terakhir menghisap bibir majunya dengan gemas hingga si empunya bibir meronta minta dilepaskan.“Kau membuatku sesak napas.” Anyelir mendorong dada Aldo. “Ciuman macam apa itu?” lanjutnya dengan bibir semakin maju, ditambah tangan yang dilipat di dada.“Itu ciuman penawar marah. Juga penawar rasa lelah di kantor.”Anyelir menoleh. Ia tahu Aldo lelah bekerja seharian di kantor tetapi pulang langsung disuguhi sikap manja dan sensitifnya yang semakin menjadi sejak hamil. Namun, ia tak dap
528 “Tetaplah di sisiku sampai salah satu di antara kita menutup mata. Aku bahkan ingin kebersamaan ini berlanjut hingga kehidupan kekal kita kelak. Jangan pernah tinggalkan aku. Terus dampingi dan bantu aku dalam memperbaiki diri agar menjadi suami yang bisa membimbingmu dan anak-anak kita menjalani kehidupan ini dalam koridor yang lurus. Aku ingin menjadi imam dambaanmu, sayang.” Anyelir mendongak. Hatinya trenyuh. Sejak kejadian itu, Aldo memang banyak berubah. Ia membuktikan dirinya layak mendapatkan maaf dan kesempatan kedua. Anyelir sendiri membuktikan memaafkan dengan tidak pernah membahas masalah yang sama. Jika Aldo mulai mellow, meminta maaf dan terindikasi membahas hal sama, Anyelir sendiri yang mengingatkan dan mengajak melupakan semuanya dengan menatap ke depan. Ia sadar dirinya pun bukan manusia tanpa dosa. Ia bahkan bersikap kekanakan dalam menghadapi masalah ini. Saling memaafkan, saling sadar dan terus berbenah diri, itu yang mereka lakukan saat ini. Terlebih sebent
527Semua orang terdiam mendengar ucapan Sandra. Semua orang tahu jika Gita dirawat di RSJ karena saat ditahan sering mengamuk dan beberapa kali mencoba bunuh diri lagi, bahkan bayi dalam kandungannya sampai gugur karena perilakunya sendiri. Gita akhirnya dirawat di RSJ.Keluarga Aldo menganggap semua telah selesai, karena akhirnya Gita dinyatakan bersalah. Semua bukti dan saksi menunjukkan jika Aldo tidak bersalah. Andika dan istrinya kembali ke Kalimantan. Gita tidak menuntut apa pun kepada Andika, mungkin karena melihat kondisi laki-laki itu yang mengenaskan.Justru perseteruan dengan Aldo yang ia pertahankan walaupun pada akhirnya Gita harus merasakan kehidupan di balik jeruji besi dalam kondisi hamil.Publik juga sudah mulai melupakan kasus ini, hingga Aldo dan keluarga bebas bergerak tanpa banyak yang memperhatikan.Semua sudah berjalan normal dan baik-baik saja. Aldo dan Anyelir menjalani pernikahan dengan bahagia. Terlebih mereka akan memiliki anak. Hubungan mereka bahkan sema
526 “Aku mau poliandri, apa kau setuju?” Anyelir menatap serius. Hening. Binar penuh harap di mata Aldo seketika pudar dan meredup. Senyum yang tadi sempat tersungging, raib dalam waktu singkat. Dada pemuda itu mendadak sesak. Diteguknya ludah dengan susah payah karena kerongkongan yang mendadak kemarau. Napasnya tersengal seolah telah berlari puluhan kilo meter. Bibirnya bergetar. “Mana ada seperti itu, sayang?” tanyanya dengan senyum miris. Anyelir tersenyum. “Ada, ini bukan sungguhan. Jadi, aku hanya pura-pura saja.” “Maksudnya?” Mata Aldo memicing. Anyelir menarik napas panjang. “Begini, orang tua Haris menuntutnya untuk segera menikah. Sementara ia belum menemukan wanita yang cocok. Tapi ia menolak jika harus dijodohkan dengan gadis pilihan orang tuanya. Jadi, ia memintaku untuk berpura-pura menjadi….” “Tidak!” Dengan napas yang semakin tersengal dan dada makin sesak, Aldo memotong ucapan Anyelir. “Apa kau sudah gila, sayang?” “Kenapa?” Anyelir memiringkan kepala. Tawan
525“Makanya jangan petakilan. Sudah mau jadi ayah kelakukan masih bocah.” Anyelir berkata ketus seraya melipat tangan di dada. Sementara Aldo terus meringis merasakan sakit di pinggangnya. Terpaksa harus dipijat lagi. Harus menahan lagi sakit yang lebih dari sebelumnya. Namun, di balik itu semua hatinya bahagia tiada tara. Sang istri sudah kembali seperti dulu. Hanya ketus karena kesal. Baginya tak apa diberi wajah ketus seperti itu, daripada harus mendapati wajah dingin yang membuatnya putus asa.Kini, bahkan Anyelir tengah menyuapinya. Ia yang untuk sementara hanya bisa tengkurap dengan kepala hanya bisa mendongak, kesulitan untuk sekadar menyuap. Praktis makan pun harus disuapi. Anyelir geleng-geleng kepala. Ini piring ketiga yang Aldo tandaskan. Pemuda itu seperti kelaparan. Memakan apa pun yang Anyelir suapkan dengan sangat rakus. Bahkan saat piring ketiga tandas pun, lelaki itu masih meminta tambah.“Berapa hari kau tidak makan?” tanya Anyelir heran saat menyuapi dari piring k
524“Sakit ….” Aldo merengek manja dengan wajah menengadah. Tangannya memeluk erat pinggang Anyelir yang pangkuannya ia jadikan bantal.Wajah lelaki itu terlihat berkeringat. Ringisan masih sesekali menghiasi wajahnya. Pemuda itu baru saja berteriak-teriak merasakan sakit akibat pijatan bapak tua penjaga villa.Akibat terlalu bersemangat dan terlampau bahagia karena melihat wanita yang dirindukannya selama ini ada di depan mata, ia berlari hingga tak memperhatikan apa pun lagi. Tangannya menyenggol keranjang buah di atas meja, hingga isinya jatuh ke lantai dan terinjak. Aldo terpeleset karena menginjak buah apel yang jatuh menggelinding, hingga tak terelakkan tubuhnya melayang jatuh. Namun, sebelumnya pinggangnya terbentur tepian meja hingga sakitnya menjadi berlipat-lipat.Beruntunglah bapak penjaga villa bisa memijat urat keseleo. Hingga ia langsung mendapat penanganan.Anyelir yang tengah memasak dibantu istri penjaga villa, kaget karena suara benturan keras. Wanita itu langsung me
524Aldo mengeratkan pelukan demi mendengar nasihat Aira. Kalau boleh memilih, ia ingin pernikahannya lanjut. Tak ingin tercerai berai karena anak yang akan menjadi korban. Kalau boleh ia ingin bertemu Anyelir dulu agar bisa bicara dari hati ke hati. Sayangnya, bahkan di mana keberadaan wanita itu, ia tidak tahu. “Jika Tuhan masih memberimu kesempatan, ingat gunakan sebaik-baiknya. Namun, jika semuanya hanya sampai di sini karena manusia hanya punya keinginan dan usaha, kau tetap harus bisa mengambil hikmahnya, Nak. Mungkin ini takdir kalian. Takdirmu. Jangan menyalahkan Tuhan. Apa yang terjadi sudah digariskan. Jika kalian harus bercerai, itu pasti takdir karena kau sudah berusaha memperbaiki semuanya. Yakin akan ada pelangi setelah hujan, Nak. Jika Tuhan memberi ujian ini, pasti disertai jalan keluar dan hikmah di baliknya.”Aldo hanya diam meresapi setiap kalimat sang ibu. Sungguh, ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan Anyelir. Namun, jika wanita itu tetap memaksa, ia bisa
523“Anye, kamu di mana?” Aldo duduk lesu di lobi hotel. Kepalanya menunduk dalam. Tangannya meremas rambut dengan kuat. Berkali-kali mengembus napas kasar. Beban di dadanya terasa ingin meledak. Setelah menunggu berminggu-minggu dengan setumpuk rindu dan penyesalan, kini hanya mendapati Anyelir yang sudah tidak berada di tempat.Aldo menyandar lemah seraya merogoh ponsel dalam saku. Mencoba keberuntungan. Menghubungi lagi Anyelir. Namun hingga berkali-kali dilakukannya, tetap hanya dijawab operator.Pemuda itu memejam sebelum bangkit dan berjalan keluar. Para pengawal berwajah datar sigap mengiringi.“Putari kota ini, Pak. Siapa tahu aku melihat keberadaan istriku,” titahnya kepada sopir setelah duduk di dalam mobil. Sang sopir hanya mengangguk sebelum menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Mengitari kota Surabaya seperti perintah sang majikan.Hampir seharian Aldo dan rombongan berputar-putar di sana. Semua jalan disusuri bahkan hingga jalan-jalan kecil hanya agar mendapat keber