506“Kalau dia tidak mau menikahi gadis itu dengah alasan sudah menikah dengan wanita lain, kenapa kau tidak menggunakan alasan yang sama untuk tidak menikahinya?” Anyelir benar-benar berteriak.Aldo mengusap kasar wajahnya entah untuk ke berapa kali. Satu embusan napas kasar meluncur dari mulutnya.“Karena aku bukan Andika yang selain tidak bertanggung jawab, juga tidak punya hati dan otak. Aku masih punya hati yang tidak tega melihat gadis seperti Gita terpuruk sendiri. Bahkan beberapa kali hampir menghilangkan nyawanya sendiri karena depresi. Aku punya hati yang tidak tega melihat seorang wanita putus asa, Anye.” Suara Aldo melemah. Ia tak ingin membalas intonasi tinggi sang istri dengan sama beteriak. Berharap Anyelir mau mengerti.Hening untuk beberapa saat. Anyelir menatap kosong ke depan dengan mata merah. Dadanya masih bergerak sangat cepat, pertanda gemuruh di dalamnya masih sangat hebat. Berkali-kali wanita itu menarik napas dalam. Mencoba menanangkan dirinya agar tak terlal
507[Ayah Gita meninggal, aku akan mengantarnya pulang.][Mungkin sedikit lama. Menunggu sampai semua proses pemakamannya selesai.][Kamu belum makan, Sayang. Makan, ya. Jangan menyiksa diri.][Percayalah, semua akan baik-baik saja.][I really love you. I want a lifetime with you.]Anyelir membaca serentetan pesan dari Aldo yang membuat hatinya semakin perih. Entah sudah berapa banyak air matanya yang tumpah. Padahal ia bukan wanita cengeng. Namun, kali ini ia benar-benar tak bisa melawan rasa itu. Sudah berulang kali meyakinkan dirinya jika ia wanita tegar yang tidak akan kalah oleh cinta dan laki-laki. Seandaianya pun harus melepas Aldo karena ia wanita yang tidak akan sanggup didua hati. Namun, tetap saja perhatian sang suami terhadap wanita lain melukai hatinya.Ia adalah Anyelir Puspita, si dosen yang bahkan pernah membuat seluruh penghuni kampus membenci dan memusuhinya. Nyatanya, ia tetap berdiri teguh tanpa merasa terintimidasi. Ia Anyelir Puspita, anak hilang yang tak diangga
508Dua insan kini saling bertatapan dalam diam. Kedua kepala dan hati ramai dengan berbagai pemikiran berbeda. Untuk beberapa lama tak ada yang buka suara. Hanya tatapan saling bertemu dengan arti masing-masing. Hingga akhirnya Anyelir memutus kontak lebih dulu. Mengalihkan pandangan tanpa berkata-kata.“Sayang, kau mau ke mana?” Aldo mendekat begitu kesadarannya terkumpul. Ditatapnya sang istri dan koper yang diseretnya bergantian. Sesuatu mengganggu hatinya. Ditandai dengan dadanya yang bergerak cepat.Aldo menggeleng, ketakutan seketika menghantui.“Sayang, kenapa harus seperti ini? Semua masih bisa dibicarakan, bukan?”Kening Anyelir berkerut. Seketika ingin tertawa, tetapi kondisi hatinya yang kacau, mengurungkannya. Mungkin Aldo mengira dirinya akan kabur. Lelaki itu lupa ini rumah siapa.“Aku ada tugas ke luar kota dari kampus,” ujar Anyelir datar dan dingin.Kini kening Aldo yang berkerut. “Ke luar kota? Kenapa mendadak? Kau tidak memberi tahuku?”“Aku sudah meletakkan suratn
509“Kau baru bangun?” Wanita yang masih tampak cantik dan terawat di usia yang tidak lagi muda bertanya heran. Tatapan memindai tak lepas dari lelaki muda dengan muka bantal yang sangat kuyu. Aroma tak sedap bahkan menguar dari tubuh dan pakaiannya yang tak kalah kusut dengan wajahnya.Lelaki muda hanya mengangguk dengan raut kaget. Tak menyangka jika sepagi ini sudah kedatangan tamu istimewa yang yakin tidak akan meloloskannya begitu saja dari banyak pertanyaan kritis.Wanita paruh baya yang tidak lain Aira, menggerakkan tangan sebagai kode agar lelaki muda yang tak lain anak bungsunya menyingkir dari jalanan.Aldo menggaruk kepala. Ia terpaksa menyingkir dari pintu, memberi jalan sang ibu untuk masuk walaupun sangat berat.“Kenapa Mama bertamu sepagi ini?” tanyanya dengan suara parau sambil mengekori sang ibu.Tubuh yang diekori Aldo serta-merta berbalik, hingga terlihat jelas raut heran di wajahnya.“Pagi katamu? Apa semua jam di rumah ini mati?”Aldo mengerutkan kening.“Kau liha
510Bugh.Sebuah pukulan mendarat di wajah lelaki muda hingga wajah itu menengadah. Pria paruh baya bergaris wajah serupa pria muda adalah pelakunya.Lelaki muda tidak melawan. Ia hanya menggeleng untuk membuang rasa pusing akibat pukulan tersebut. Matanya yang sempat berkunang-kunang perlahan kembali jelas, hingga kembali dapat melihat wajah merah di hadapannya. Wajah merah dengan otot-otot pelipis berkedut itu, tampak ingin melayangkan lagi pukulan, tetapi suara wanita bernapas berat menahannya.“Sudah, Pa. Jangan lakukan kekerasan. Anak kita hanya sedang tersesat pemikiran saja.” Wanita paruh baya menatap nanar dua laki-laki beda generasi berwajah serupa di hadapannya. Hidungnya terus menghidu benda kecil di tangannya agar dadanya yang terasa longgar.Pria paruh baya memejam. Ia sebenarnya tidak mau melakukan ini. Terlebih kepada putra bungsunya. Ini adalah kali pertama ia melakukan kekerasan kepada anaknya. Bahkan dua anak laki-lakinya yang lain tidak pernah menerima pukulan seper
511"Yang terpenting kenapa Mama dan Papa tidak setuju caramu menolong, Aldo. Kau tahu apa itu?” Alexander bertanya lagi. Kali ini dengan lebih lembut.“Selain akan menyakiti istrimu, kamu akan mempermainkan arti dan tujuan pernikahan itu sendiri dalam agama kita. Kamu tentu tahu jika menikah itu ibadah, bukan? Ibadah terlama manusia karena inginnya dilakukan selama nyawa masih bersarang dalam raga. Nah, dengan kamu menikahi Gita hanya untuk pura-pura, itu artinya kamu mempermainkan pernikahan, Nak. Sementara pernikahan itu dilakukan dengan menyebut nama Tuhan. Saat kamu menikahi seorang wanita, itu artinya kamu berjanji kepada Tuhan akan menjadi penanggung jawabnya dunia akhirat. Kamu bertanggung jawab atas nafkah lahir bathinnya. Hak dan kewajiban sebagai suami istri harus dijalankan. Posisi Gita nantinya harus sama seperti Anyelir. Kamu harus bisa berbuat Adil. Apa yang kamu berikan untuk Anyelir, harus kamu berikan juga untuk Gita. Jika kamu lalai, maka kelak di akhirat Tuhan akan
512Lelaki muda menunduk dalam. Wajahnya terlihat kusut. Kedua tangan sejak tadi memijit kepalanya. Sesekali mengusap wajah kasar. Dua laki-laki lebih dewasa menatapnya sambil tak henti menggelengkan kepala. Salah satunya duduk di pinggiran sofa dekat jendela. Sementara yang lainnya berdiri bersandar dinding tepat di belakang kursi kebesaran pria paruh baya.Satu kesaamaan dari empat laki-laki yang berada di dalam ruangan itu. Wajah mereka merengut dan bingung. Terlebih pria paruh baya yang beberapa saat lalu berteriak menginterogasi lelaki muda.Kini, hening menyelimuti paska berondongan pertanyaan dari pria paruh baya dana dua laki-laki lainnya.Ya, di sini mereka sekarang. Alexander dan kedua putranya tengah menginterogasi si bungsu yang didera masalah serius. Ketiganya sengaja dikumpulkan di sini, di ruang kerja Alexander paska berita miring tentang Aldo tersebar di mana-mana.“Apa Mama tahu tentang ini, Pa?” Aldo menyempatkan mendongak, menatap sekilas wajah sang ayah yang tidak
513Anyelir menutup benda lipat di hadapannya. Kepalanya menunduk dengan kedua tangan menutup wajah. Sesekali memijat pelipis yang terasa berdenyut. Berkali-kali menarik napas panjang. Ia harus tetap tenang dan waras.Ia bukan tidak tahu jika ramai pemberitaan tentang AF yang dituduh menghamili teman kuliahnya yang juga mantan kekasihnya sudah tersebar luas. Ia juga bukan tidak tahu jika AF adalah Aldiano Ferdinand, laki-laki yang menikahinya beberapa bulan lalu dan telah menanamkan benih di rahimnya.Ia bukan tidak tahu apa yang tengah menimpa Aldo saat ini. Hanya saja ia terpaksa menulikan telinga dan menutup mata rapat-rapat. Pekerjaan yang tengah menjadi fokusnya saat ini, juga bayi yang tengah dikandungnya. Sungguh, ia tak ingin terjadi sesuatu dengan kandungannya. Meskipun mungkin akan terlahir dan tumbuh dalam keluarga yang tidak lagi utuh, ia ingin sang anak tetap lahir ke dunia. Ia sudah sangat bahagia saat mengetahui akan memiliki keturunan yang akan menjadi penerusnya kelak
Extra partKepanikannya semakin menjadi saat nomor Aira tak kunjung diangkat. Sementara Anyelir menjerit-jerit merasakan rasa mulas di perutnya yang seolah diperas.Wanita paruh baya asisten rumah tangga mereka yang melihat kepanikan itu gegas menyuruh Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit. Sebagai wanita yang sudah berpengalaman melahirkan, ia tahu jika Anyelir akan segera melahirkan.Tanpa pikir panjang, Aldo mengangkat tubuh Anyelir yang beratnya sudah mencapai dua kali lipat dari berat normalnya karena kehamilan ini. Terlebih ada dua bayi kembar dalam perutnya. Untunglah rumah mereka kini bukan apartemen bertingkat. Hingga ia dengan mudah mengevakuasi sang istri.Berdua saja, Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit yang sudah mereka tunjuk untuk tempat bersalin. Sang asisten ia minta untuk terus menghubungi kelurganya, dan menyusul ke rumah sakit setelah urusan di rumah selesai.Selama perjalanan, Anyelir terus mencengkeram lengan Aldo karena merasakan mulas tak terkira. Belum lagi sese
Extra part“Kenapa, sayang?” Aldo yang baru memasuki rumah, menatap sang istri yang bibirnya maju.Anyelir tidak menjawab. Ia meraih tangan sang suami dan menciumnya takzim. Walaupun usia Aldo lebih muda, tetapi posisinya tetap kepala keluarga. Anyelir tetap menghormati dan memperlakukan bagaimana seharusnya memperlakukan suami.Aldo menarik tubuh sang istri tetapi dengan hati-hati agar tak mengganggu perut besarnya. Sebuah kecupan mendarat di kening berpoles bedak tipis. Kemudian beralih kedua pipi dan terakhir menghisap bibir majunya dengan gemas hingga si empunya bibir meronta minta dilepaskan.“Kau membuatku sesak napas.” Anyelir mendorong dada Aldo. “Ciuman macam apa itu?” lanjutnya dengan bibir semakin maju, ditambah tangan yang dilipat di dada.“Itu ciuman penawar marah. Juga penawar rasa lelah di kantor.”Anyelir menoleh. Ia tahu Aldo lelah bekerja seharian di kantor tetapi pulang langsung disuguhi sikap manja dan sensitifnya yang semakin menjadi sejak hamil. Namun, ia tak dap
528 “Tetaplah di sisiku sampai salah satu di antara kita menutup mata. Aku bahkan ingin kebersamaan ini berlanjut hingga kehidupan kekal kita kelak. Jangan pernah tinggalkan aku. Terus dampingi dan bantu aku dalam memperbaiki diri agar menjadi suami yang bisa membimbingmu dan anak-anak kita menjalani kehidupan ini dalam koridor yang lurus. Aku ingin menjadi imam dambaanmu, sayang.” Anyelir mendongak. Hatinya trenyuh. Sejak kejadian itu, Aldo memang banyak berubah. Ia membuktikan dirinya layak mendapatkan maaf dan kesempatan kedua. Anyelir sendiri membuktikan memaafkan dengan tidak pernah membahas masalah yang sama. Jika Aldo mulai mellow, meminta maaf dan terindikasi membahas hal sama, Anyelir sendiri yang mengingatkan dan mengajak melupakan semuanya dengan menatap ke depan. Ia sadar dirinya pun bukan manusia tanpa dosa. Ia bahkan bersikap kekanakan dalam menghadapi masalah ini. Saling memaafkan, saling sadar dan terus berbenah diri, itu yang mereka lakukan saat ini. Terlebih sebent
527Semua orang terdiam mendengar ucapan Sandra. Semua orang tahu jika Gita dirawat di RSJ karena saat ditahan sering mengamuk dan beberapa kali mencoba bunuh diri lagi, bahkan bayi dalam kandungannya sampai gugur karena perilakunya sendiri. Gita akhirnya dirawat di RSJ.Keluarga Aldo menganggap semua telah selesai, karena akhirnya Gita dinyatakan bersalah. Semua bukti dan saksi menunjukkan jika Aldo tidak bersalah. Andika dan istrinya kembali ke Kalimantan. Gita tidak menuntut apa pun kepada Andika, mungkin karena melihat kondisi laki-laki itu yang mengenaskan.Justru perseteruan dengan Aldo yang ia pertahankan walaupun pada akhirnya Gita harus merasakan kehidupan di balik jeruji besi dalam kondisi hamil.Publik juga sudah mulai melupakan kasus ini, hingga Aldo dan keluarga bebas bergerak tanpa banyak yang memperhatikan.Semua sudah berjalan normal dan baik-baik saja. Aldo dan Anyelir menjalani pernikahan dengan bahagia. Terlebih mereka akan memiliki anak. Hubungan mereka bahkan sema
526 “Aku mau poliandri, apa kau setuju?” Anyelir menatap serius. Hening. Binar penuh harap di mata Aldo seketika pudar dan meredup. Senyum yang tadi sempat tersungging, raib dalam waktu singkat. Dada pemuda itu mendadak sesak. Diteguknya ludah dengan susah payah karena kerongkongan yang mendadak kemarau. Napasnya tersengal seolah telah berlari puluhan kilo meter. Bibirnya bergetar. “Mana ada seperti itu, sayang?” tanyanya dengan senyum miris. Anyelir tersenyum. “Ada, ini bukan sungguhan. Jadi, aku hanya pura-pura saja.” “Maksudnya?” Mata Aldo memicing. Anyelir menarik napas panjang. “Begini, orang tua Haris menuntutnya untuk segera menikah. Sementara ia belum menemukan wanita yang cocok. Tapi ia menolak jika harus dijodohkan dengan gadis pilihan orang tuanya. Jadi, ia memintaku untuk berpura-pura menjadi….” “Tidak!” Dengan napas yang semakin tersengal dan dada makin sesak, Aldo memotong ucapan Anyelir. “Apa kau sudah gila, sayang?” “Kenapa?” Anyelir memiringkan kepala. Tawan
525“Makanya jangan petakilan. Sudah mau jadi ayah kelakukan masih bocah.” Anyelir berkata ketus seraya melipat tangan di dada. Sementara Aldo terus meringis merasakan sakit di pinggangnya. Terpaksa harus dipijat lagi. Harus menahan lagi sakit yang lebih dari sebelumnya. Namun, di balik itu semua hatinya bahagia tiada tara. Sang istri sudah kembali seperti dulu. Hanya ketus karena kesal. Baginya tak apa diberi wajah ketus seperti itu, daripada harus mendapati wajah dingin yang membuatnya putus asa.Kini, bahkan Anyelir tengah menyuapinya. Ia yang untuk sementara hanya bisa tengkurap dengan kepala hanya bisa mendongak, kesulitan untuk sekadar menyuap. Praktis makan pun harus disuapi. Anyelir geleng-geleng kepala. Ini piring ketiga yang Aldo tandaskan. Pemuda itu seperti kelaparan. Memakan apa pun yang Anyelir suapkan dengan sangat rakus. Bahkan saat piring ketiga tandas pun, lelaki itu masih meminta tambah.“Berapa hari kau tidak makan?” tanya Anyelir heran saat menyuapi dari piring k
524“Sakit ….” Aldo merengek manja dengan wajah menengadah. Tangannya memeluk erat pinggang Anyelir yang pangkuannya ia jadikan bantal.Wajah lelaki itu terlihat berkeringat. Ringisan masih sesekali menghiasi wajahnya. Pemuda itu baru saja berteriak-teriak merasakan sakit akibat pijatan bapak tua penjaga villa.Akibat terlalu bersemangat dan terlampau bahagia karena melihat wanita yang dirindukannya selama ini ada di depan mata, ia berlari hingga tak memperhatikan apa pun lagi. Tangannya menyenggol keranjang buah di atas meja, hingga isinya jatuh ke lantai dan terinjak. Aldo terpeleset karena menginjak buah apel yang jatuh menggelinding, hingga tak terelakkan tubuhnya melayang jatuh. Namun, sebelumnya pinggangnya terbentur tepian meja hingga sakitnya menjadi berlipat-lipat.Beruntunglah bapak penjaga villa bisa memijat urat keseleo. Hingga ia langsung mendapat penanganan.Anyelir yang tengah memasak dibantu istri penjaga villa, kaget karena suara benturan keras. Wanita itu langsung me
524Aldo mengeratkan pelukan demi mendengar nasihat Aira. Kalau boleh memilih, ia ingin pernikahannya lanjut. Tak ingin tercerai berai karena anak yang akan menjadi korban. Kalau boleh ia ingin bertemu Anyelir dulu agar bisa bicara dari hati ke hati. Sayangnya, bahkan di mana keberadaan wanita itu, ia tidak tahu. “Jika Tuhan masih memberimu kesempatan, ingat gunakan sebaik-baiknya. Namun, jika semuanya hanya sampai di sini karena manusia hanya punya keinginan dan usaha, kau tetap harus bisa mengambil hikmahnya, Nak. Mungkin ini takdir kalian. Takdirmu. Jangan menyalahkan Tuhan. Apa yang terjadi sudah digariskan. Jika kalian harus bercerai, itu pasti takdir karena kau sudah berusaha memperbaiki semuanya. Yakin akan ada pelangi setelah hujan, Nak. Jika Tuhan memberi ujian ini, pasti disertai jalan keluar dan hikmah di baliknya.”Aldo hanya diam meresapi setiap kalimat sang ibu. Sungguh, ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan Anyelir. Namun, jika wanita itu tetap memaksa, ia bisa
523“Anye, kamu di mana?” Aldo duduk lesu di lobi hotel. Kepalanya menunduk dalam. Tangannya meremas rambut dengan kuat. Berkali-kali mengembus napas kasar. Beban di dadanya terasa ingin meledak. Setelah menunggu berminggu-minggu dengan setumpuk rindu dan penyesalan, kini hanya mendapati Anyelir yang sudah tidak berada di tempat.Aldo menyandar lemah seraya merogoh ponsel dalam saku. Mencoba keberuntungan. Menghubungi lagi Anyelir. Namun hingga berkali-kali dilakukannya, tetap hanya dijawab operator.Pemuda itu memejam sebelum bangkit dan berjalan keluar. Para pengawal berwajah datar sigap mengiringi.“Putari kota ini, Pak. Siapa tahu aku melihat keberadaan istriku,” titahnya kepada sopir setelah duduk di dalam mobil. Sang sopir hanya mengangguk sebelum menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Mengitari kota Surabaya seperti perintah sang majikan.Hampir seharian Aldo dan rombongan berputar-putar di sana. Semua jalan disusuri bahkan hingga jalan-jalan kecil hanya agar mendapat keber