Seorang laki laki asing berjalan tergopoh gopoh dengan riang sambil membawa secangkir kopi hitam pekat panas yang asapnya mengepul membumbung tinggi, di mulutnya penuh dengan sandwitch, sehingga ia mengunyahnya pelan pelan. Masih berupa bongkahan besar, ia menarik sandwitch itu dengan paksa ke dalam tenggorokannya, dan menaruh kopi itu di atas meja lampu di samping tempat tidur. Ia kembali menekuri laptopnya yang menyala terang di atas tempat tidur itu. Ia tersenyum senang melihat hasil foto foto yang ia dapat.Akhirnya ia mendapatkan apa yang selama ini ia inginkan, dan ia yakin dari hasil kerja kerasnya ia akan mendapatkan uang yang banyak dan menjadikannya kaya raya. Terlintas nilai uang yang akan ia raup di benaknya sehingga ia tersenyum lebar. Untung saja ia tidak takut dengan gertakan yang dilayangkan kepadanya, ia bukan orang yang takut dan menurut begitu saja karena firasatnya mengatakan kali ini sangkaannya benar.Ia mengambil kopi pahitnya lalu meneguk kopi itu setelah ditiup
Ratna Clarissa berlarian di dalam rumah sambil berteriak memanggil suaminya. Ia bisa merasakan hatinya campur aduk, antara senang, bahagia, dan penasaran. Anak semata wayangnya tampak tersenyum bahagia, dan keceriaan yang biasa selalu terpancar dari wajah anaknya telah kembali. Tapi siapa laki laki asing yang bersama dengan anaknya itu. Apakah mungkin laki laki asing itu yang menyebabkan anaknya berubah beberapa hari yang lalu. Ia tidak tahu. Tidak ada yang memberitahu ia dan suaminya. Bahkan Mita, teman dekat anaknya, tidak memberitahunya setelah kemarin datang dan mendadak mengajak Nadya ke bandara. Mita hanya meminta izin mengajak Nadya ke bandara untuk kembali ke Bali, dan tanpa kata ia hanya mengangguk, begitu juga suaminya hanya terdiam. Ia dan suaminya mengambil sikap diam karena mungkin saja Mita bisa mengembalikan keceriaan anaknya seperti dulu, dan permasalahan yang dihadapi anaknya sepertinya hanya antara anaknya dan temannya. Anaknya tidak menceritakan apa yang telah terja
Nadya berdiri di depan pintu rumahnya bersama Ethan di sampingnya, ia menunggu ayah dan ibunya membuka pintu, ia yakin ayah dan ibunya akan terkejut, mereka juga pasti akan bertanya tentang kejadian yang dialaminya beberapa hari yang lalu, dan mengapa ia tidak memberi kabar setelah sampai di Bali. Ia tentu lupa untuk memberi kabar kepada kedua orang tuanya karena begitu banyak hal yang terjadi dan pikirannya hanya terfokus pada Ethan. Pintu itu terbuka dan benar dugaannya, ayah dan ibunya terkejut melihat Ethan. Tapi sebelum Nadya memperkenalkan Ethan kepada kedua orang tuanya, ia mengajak Ethan untuk masuk ke dalam rumah.“Ethan, ayo masuk,” kata Nadya seraya tersenyum, ia masuk sambil memegang tangan ibunya di depannya agar memberi jalan kepada Ethan, ayahnya menyingkir dan sengaja berdiri di ruang tamu.“Ibu…ayah…ini Ethan,” kata Nadya lagi setelah berada di dalam rumah.“Halo Mrs. Ratna.” Ethan menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan seraya tersenyum. Tanpa kata Ratna menyamb
Malam itu, Nadya menatap dirinya di cermin, ia sudah mandi dan ganti baju dengan piyama yang berbahan satin berwarna coklat susu. Rambutnya yang wangi shampo Ethan masih harum. Ia berbalik seraya melihat ke sekeliling kamarnya. Dua hari yang lalu ia terpuruk dengan kesedihan yang dalam di kamarnya yang kecil seakan tak bersemangat untuk menjalani kehidupan, bahkan novelnya terlupakan. Ia melihat ke arah meja belajar. Laptop yang ia beri nama Vixie sudah tidak ada di sana, Vixie tentu sudah hancur, dan Ethan menggantikannya dengan Vixie baru yang lebih canggih, tapi ia menaruh laptop itu dalam kotak di lemarinya.Nadya melangkah menuju lemari. Ia mengeluarkan kotak dan membukanya. Laptop dan benda benda yang diberikan Ethan untuknya masih tersimpan di sana. Ia mengeluarkan laptop itu dari kotak dan mengambil kacamata pemberian Ethan. Ia memakai kacamata itu di matanya sebelum mengembalikan kotak itu ke dalam lemari. Nanti saja ia membereskan benda benda lain dalam kotak itu. Keinginan
“Itu tidak baik, kamu akan mempermalukan Ethan,” ujar Ratna pada suaminya yang terlalu impulsif.“Benar ayah, kejadian itu sudah lama berlalu, aku yakin Ethan memberikan hukuman yang membuat Adel menyesal.” Nadya menyetujui ucapan ibunya, ia mengerti kalau ayahnya marah seperti itu, untung saja ia tidak memberitahu ucapan Adel yang bisa membuat ayahnya marah besar, bahkan ibunya juga pasti akan marah.“Aku tidak suka jika ada yang melukaimu, sayang,” ucap Rian pada putrinya. “Tapi ibumu benar, jika aku balas dendam pada Adel, aku pasti mempermalukan Ethan yang sudah memberikan hukuman pada Adel,” lanjutnya.Nadya tiba tiba memeluk ayahnya mendengar ucapan ayahnya yang bijak, ia juga bersyukur ayahnya tidak marah lagi. Rian balas memeluk putri tercintanya seraya tersenyum.“Baiklah, sekarang semua sudah jelas dan sudah diselesaikan, Nadya juga sudah tidak apa apa,” kata Ratna senang melihat putri dan suaminya saling menyayangi, ia melanjutkan. “Sekarang katakan pada ibu dan ayah, apa y
Nadya melangkah menuju satu satunya kamar tamu di rumahnya. Kamar itu lebih kecil ukurannya dengan kamarnya, tetapi dilengkapi kamar mandi, seperti kamar miliknya dan kedua orang tuanya, masing masing memiliki kamar mandi. Nadya sebenarnya tidak enak, Ethan harus tidur di situ, tapi apa boleh buat tidak ada kamar lagi di sini. Rumah ini hanya ada 3 kamar tidur. Tiba tiba Nadya ingat kamar Ethan di Bali. Nadya semakin tidak enak. Ia akan mencari tahu apakah Ethan betah di kamar tamunya atau tidak. Ia akan mengajak Ethan menginap di hotel jika Ethan tidak betah. Nadya berhenti di depan kamar, ia mengetuk pintu dua kali. Tidak lama Ethan membuka pintu.“Nadya,” ucap Ethan.Nadya melihat Ethan masih memakai baju yang sama, namun jasnya sudah dibuka, lengan kemejanya digulung, dasinya sudah dicopot, dan kancing kemejanya yang bagian atas dibuka. Di telinga kiri Ethan terpasang earphone hitam. Tiba tiba tubuh Nadya berdesir, hasratnya pun tergugah melihat penampilan Ethan yang berbeda, ia b
Nadya dan Ethan melangkah menuju kedua orang tua Nadya berada. Sebelum Nadya melangkah ke arah kamarnya, ia melihat kedua orang tuanya duduk di depan TV yang sedang menyala. Kedua orang tuanya menunggu di ruang keluarga bukan di kamarnya lagi. Nadya berhenti dan berpaling ke arah Ethan. Ketika Ethan ikut berhenti dan berpaling ke arah Nadya, Nadya tersenyum dan Ethan ikut tersenyum.Ethan tahu tatapan yang terpancar dari kedua mata Nadya. Tatapan bahagia. Begitu juga dengan dirinya, meski ia merasakan jantungnya berdegup kencang karena gugup. Tunggu. Tidak mungkin ia gugup. Ya ampun. Ethan menarik napas dalam dalam menenangkan rasa gugup yang dirasakannya. Seperti tadi ketika pertama datang ke rumah Nadya. Jantungnya berdegup kencang. Apakah itu rasa gugup?Nadya melihatnya, ia mengerutkan keningnya, tatapan bertanya tanya terpancar dari kedua matanya. Ethan tidak mengatakan apa apa, ia hanya tersenyum pada Nadya, dan mulai melangkah ke arah kedua orang tua Nadya yang sedang duduk di
“Katakan apa alasanmu ingin menikahi Nadya?” tanya Rian setelah istri dan anaknya sudah tidak terlihat, tatapannya serius ke arah Ethan.“Saya mencintai Nadya, Sir,” sahut Ethan.“Kamu serius mencintai Nadya?” “Iya, Sir.”Rian terdiam sesaat seraya menatap Ethan. Laki laki asing itu tidak terlalu banyak bicara. Apakah ada yang disembunyikannya. Ia akan memancing sedikit.“Aku tahu siapa kamu, Ethan.” Rian sengaja berhenti, tatapannya berubah dingin. “Dan jangan main main denganku, Nadya adalah anak semata wayangku, Nadya adalah mutiara bagiku, jika kamu hanya memanfaatkan Nadya apapun alasanmu, aku tidak akan tinggal diam.” Ethan tidak mengatakan apa apa. Ternyata ayah Nadya sudah tahu siapa dirinya dan Ethan tahu apa yang dimaksud dari ucapan ayah Nadya. Ethan mengerti ayah Nadya seperti itu. Ayahnya Nadya tidak mau Nadya berakhir disakiti setelah apa yang terjadi kepada Nadya. Tidak mudah memang untuk mendapatkan kepercayaan ayahnya Nadya, ia harus sabar.“Aku tanya sekali lagi, a
Mita berpacu dengan kecepatan tinggi, ia melewati gerbang tinggi lalu belok dengan mulus ke arah jalan tanpa menghentikan kecepatannya. Nadya berpaling ke belakang. Gerbang tinggi rumah Ethan menutup secara otomatis. Dalam hati ia tahu ia mengingkari janjinya untuk kembali sebelum pelayan rumah Ethan datang ke kamarnya. Nadya berpaling ke arah Mita. Mita belum mengatakan sepatah katapun, ia tidak sabar ingin tahu apa yang terjadi."Apakah Ethan tahu?" tanya Nadya mengabaikan ucapan Mita tadi."Tidak," jawab Mita singkat, pandangannya tetap lurus ke depan. Dari kejauhan Mita melihat mobil yang dikendarai Kakaknya, ia segera mengurangi kecepatannya."Tapi Ethan tahu kemana Kakakku pergi."Nadya tampak terkejut, ia penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Namun sebelum ia bertanya, Mita lebih dulu bertanya padanya."Apa yang kamu lakukan di luar pagi pagi, Nad?" Nadya tidak langsung menjawab, ia tahu Mita pasti menanyakan soal itu, namun ia akan terus terang. Nadya berpaling ke arah jalan
Nadya terbangun jam 5 pagi, tenggorokkannya terasa kering. Ia terbatuk seraya membuka bedcover dan melangkah ke arah sofa. Ia duduk di atas sofa lalu menuangkan air mineral ke dalam gelas berkaki, bekas tadi malam ia minum bersama Ethan. Air mineral itu sangat segar melewati tenggorokkannya. Nadya meneguk air itu hingga habis, kedua matanya melirik ke arah kaca lebar yang menuju balkon. Kaca itu tidak ditutup gorden karena terbuat dari kaca riben hingga suasana malam tampak terlihat jelas dari dalam. Ethan yang memberitahu bahwa semua kaca di sini tidak memakai gorden ketika Nadya akan menutup jendela. Jam segini di Brisbane masih gelap, sama seperti di Indonesia. Waktu di Brisbane sama seperti waktu di Indonesia. Nadya tahu karena melihat jam ketika di pesawat, dan jam di samping tempat tidurnya. Nadya menaruh gelas itu kembali di atas meja, ia melihat gelas Ethan di sana. Di atas meja itu masih ada gelas Ethan dan gelasnya, juga teko bening berisi air yang sengaja ditaruh untuk keb
Nadya sudah tahu arti kata itu, jadi ia menuntut jawaban dari Ethan, tapi mungkin saja Ethan tidak tahu kalau ia sudah bisa berbahasa Inggris. Ethan menatap Nadya, seperti ketika di bandara, Ethan ingin bertanya apakah Nadya sudah bisa bahasa Inggris."Kamu mengerti ucapanku?" "Iya." Ethan terdiam seraya menatap Nadya lagi. Setahunya, kata itu belum ia berikan pada Nadya. Apa mungkin Nadya belajar sendiri. Seperti tadi di bandara, ia sengaja berbicara bahasa Inggris dengan Panji, dan Nadya seolah mengerti apa yang ia dan Panji ucapkan."Apakah ayahmu ada di sini?" tanya Nadya tiba tiba, kedua matanya terbuka lebar. Rasa gugup mulai menghampirinya, ia menengok ke kanan dan ke kiri, bahkan ke seluruh ruangan itu untuk mencari keberadaan ayah Ethan."Aku harus bersiap diri menyambut kedatangan Mr. Darren Sullivan," kata Mr. Darren menyebut namanya sendiri. Ia berdiri dan pura pura merapikan diri.Ethan mengerling ke arah ayahnya, ia menggeleng melihat ayahnya yang masih memainkan drama
Nadya melangkah dengan cepat ke arah ruangan yang tampaknya merupakan ruang bersantai dengan TV flat screen besar dan lebar yang menyala."Misteeeeer, kenapa kamu di sini?" tanya Nadya dengan nada tinggi mengalahkan suara televisi.Mr. Darren berpaling dan melihat Nadya yang tampak terkejut melihat dirinya. Nadya sangat cantik, ia mengagumi gaya berpakaian calon menantunya yang elegan."Oh Nadya, I....""Tunggu." Nadya mengangkat tangannya untuk menghentikan Mr. Darren melanjutkan ucapannya. Ia menengok ke telinga kanan dan kiri Mr. Darren."Kamu tidak memakai alat penerjemah yah?" "Well, I.....""Don't worry I can speak english little bit," ucap Nadya menyengir.Mr. Darren menganga tidak percaya mendengar Nadya bisa berbahasa Inggris, pengucapannya juga seolah Nadya sudah terbiasa berbicara bahasa Inggris."Don't gape so wide, mister, it's like you're seeing a ghost," kata Nadya, ia terkekeh."Yeah, I'm seeing a ghost," ucap Mr. Darren, seulas senyum tersungging di bibirnya. Ia sena
Nadya tidak sabar untuk segera menuju ke ruang makan. Meskipun ia tidak tahu Ethan dan ayahnya sudah datang atau belum, tapi ia berharap Ethan dan ayahnya sudah datang. Ia sudah menyiapkan pakaian yang akan ia kenakan untuk bertemu dengan ayah Ethan. Celana panjang lebar warna putih berbahan chiffon dipadukan dengan blouse warna putih polos berlengan panjang, leher blouse itu membentuk V dengan beberapa lipatan rapih yang senada, blus itu juga berbahan chiffon. Nadya terlihat elegan memakai baju itu. Kali ini rambut Nadya diikat. Ia memakai softlens warna coklatnya, dan mendandani wajahnya dengan eye liner dan pelentik bulu mata. Bibirnya hanya menggunakan lip gloss yang mempertajam warna bibirnya yang pink dan membuat bibirnya basah. Ia sudah mahir bermake up namun tidak semahir Mita. Nadya melihat sekali lagi penampilannya di depan cermin. Ia mengangguk puas dengan hasil make overnya. Ia melihat alat penerjemah yang ia taruh di atas meja rias. Ia seakan menimbang untuk memakai alat
Ethan tiba di gedung Greetline news dengan waktu setengah jam dari bandara. Ia menyuruh pengawalnya untuk mengebut, tapi tetap saja pengawalnya kurang ngebut menurut Ethan. Ia memperkirakan tiba di sini seperempat jam, jika ia yang menyetir. Ia sudah menduga ayahnya pasti melarangnya membawa mobil sport sendiri pada saat situasi seperti ini. Padahal ia sengaja menyuruh pengawalnya membawa mobil sportnya agar ia cepat sampai ke kantor Greetline news. Ia tidak sabar untuk menginterogasi penjahat yang memanfaatkan pemberitaannya untuk meraup keuntungan, dan mengganggu ketenangan hidup orang lain. Tentu saja berkat ayahnya yang gerak cepat mencari laki laki itu setelah pemberitaan itu muncul. Laki laki itu pasti lupa siapa yang ia hadapi. Ia bersyukur ayahnya menangkap laki laki itu sehingga ia tidak perlu mencarinya. Laki laki itu juga yang menyebarkan kedatangannya ke Australia hari ini, sehingga bandara dan gedung Greetline news penuh wartawan dan orang orang yang penasaran. Dasar pen
Seperti yang dikatakan Ethan, para pengawal Ethan sudah berdiri berjaga di lapangan bandara. Ethan turun terlebih dahulu dan mengarahkan keluarga Nadya ke dalam mobil yang pintunya sudah dibukakan oleh salah satu pengawal Ethan. Lalu Ethan berbicara kepada Panji dalam bahasa Inggris untuk menghubunginya kalau sudah sampai rumah. Panji mengangguk dan mengatakan pada Ethan agar berhati hati dalam bahasa Inggris juga. Ethan dan Panji sengaja memakai bahasa Inggris agar Nadya tidak mengerti dan tidak membuat Nadya khawatir. Tapi Ethan dan Panji salah, Nadya sudah mengerti apa yang mereka ucapkan, sehingga ia berpaling ke arah Ethan, tampak kedua matanya bertanya tanya. Ethan menatap Nadya seakan ia tahu jika Nadya mengerti apa yang diucapkannya bersama Panji, namun ia tidak mau mencaritahunya di sini, nanti saja kalau ia sudah di rumah. Ethan tidak menjawab pertanyaan yang terpancar dari kedua mata Nadya, ia membuka pintu mobil untuk Nadya dan mencium pipi Nadya seraya mengucapkan I love
Ethan duduk di atas sofa di ruangan berkumpul, ia menyentuh layar iPadnya untuk membaca komen komen di bawah artikel itu. Ia bersyukur Nadya dan keluarganya sudah pergi tidur. Ia tidak mau membuat Nadya dan keluarganya khawatir dengan pemberitaan itu. Ia yakin wajahnya sekarang tampak tidak bersahabat.Tiba tiba ia mengernyit dan mendesah kesal. Ia segera keluar dari ruang berita yang memuat pemberitaan tentang dirinya dan Nadya. Bersamaan dengan itu Panji menghampiri sambil membawa dua cangkir kopi buatannya. Bukan tidak percaya dengan rasa kopi buatan pramugari Ethan tapi ia lebih senang jika soal kopi, ia yang membuatnya. Lagi pula ia tidak mau memberitahu pramugari kopi seperti apa yang ia inginkan, itu akan merepotkan mereka. Jadi lebih baik ia yang turun tangan sendiri. Ia juga yakin Ethan menyukai kopi buatannya. Untuk itulah ia membuat dua cangkir kopi. Melihat wajah Ethan tampak kesal, Panji bertanya sambil menyerahkan cangkir kopi untuk Ethan.“Ada apa, man?”“Thanks,” ucap
Nadya terpana melihat pesawat jet pribadi keluarga Sullivan, begitu juga dengan Mita, tak terkecuali keluarga Nadya. Mereka menganga dengan interior pesawat pribadi itu bergaya modern yang di cat perpaduan warna putih dan emas. Ruangannya luas dan tidak terlihat seperti di dalam pesawat, malah pesawat ini seperti layaknya hotel berbintang lima.Ruangan luas itu juga terbagi beberapa ruangan yang dipisahkan oleh dinding dinding berlapis emas. Pesawat ini terbagi dua lantai, lantai atas untuk ruang kokpit, tampak terlihat dua orang pilot sedang menaiki tangga mewah setelah mereka menyambut Ethan dan keluarga Nadya beserta Panji dan Mita. Kedua pilot itu ditemani tiga orang pramugari dan tiga orang pramugara, dan mereka tentu bukan orang Indonesia. Delapan jam perjalanan ke Australia bukanlah waktu yang sebentar, namun jika pesawatnya seperti ini tidak akan mungkin bosan bahkan tidak akan terasa berada di dalam pesawat yang sedang terbang tinggi di atas lautan biru. Nadya tersenyum di d