Adel tiba tiba tertawa. Tatapan Ethan semakin dingin melihat Adel tertawa. Ucapan Ethan seolah lelucon bagi Adel. Adel tampak tidak karuan, sikap anggun yang sering diperlihatkannya seakan menghilang.“Kamu tidak bisa memecatku Ethan, hanya ayahku dan ayahmu yang bisa,” kata Adel setelah menguasai diri, ia masih terkekeh menertawakan Ethan seolah dia Komisaris Besar.“Aku bisa,” kata Ethan dingin sehingga tatapan Adel kembali fokus ke arahnya namun senyum Adel masih terpampang di bibirnya seakan mengejeknya. “Aku sudah menghubungi ayahku, aku yakin ayahku sudah menghubungi ayahmu untuk memecatmu, dan aku juga sudah memberitahu ayahmu kalau kamu ada di Bali, mungkin ayahmu sudah terbang ke sini.” Seketika senyum Adel menghilang mendengar ucapan Ethan. Kemarahannya kembali muncul.“Kamu jahat Ethan!” seru Adel marah. “Kenapa kamu lakukan itu kepadaku?!”Ethan tidak menjawab, tatapan dinginnya tidak berubah, ia membiarkan Adel menjawab sendiri pertanyaannya. Seakan tahu Adel tiba tiba m
Nadya duduk di kursi belajar sambil menatap keluar jendela, jarinya memainkan gelang coklat dengan ukiran Tegalalang yang dipakai di tangan kirinya. Pandangannya tidak fokus ke arah pemandangan di luar jendela karena ia tidak berkeinginan untuk memandang apapun di depannya, ia juga tidak ingin melakukan apapun. Sejak kejadian itu, ia tidak bisa menulis seakan kemampuan menulisnya menghilang. Kerjaannya hanya melamun dan menangis. Kedua orang tuanya tentu tahu ia berubah menjadi seperti itu tapi mereka tidak tahu apa penyebab ia seperti itu dan mereka tidak bisa berbuat banyak, mereka hanya mengantarkan makanan dan minuman untuknya. Nadya tidak tahu pandangan sedih yang tampak dari wajah mereka saat melihatnya seakan tidak ingin hidup. Neneknya yang cerewet pun kali ini terdiam melihat cucunya. Neneknya sengaja membuat masakan kesukaannya tapi sia sia saja karena ia tidak memakannya bahkan tidak mencicipinya. Hari pertama sejak kejadian itu Nadya tidak nafsu makan. Namun neneknya dan k
“Adel bukan tunangan Ethan, Nad, dia sudah pergi ke Australia, Ethan sekarang sendirian di Bali.”“Dari mana kamu tahu Adel bukan tunangan Ethan, ayah Ethan sudah menyetujui pertunangannya."“Itu semua bohong, Nad,” ucap Mita tegas, ia tidak percaya temannya masih mempercayai ucapan Adel.“Aku tahu dari Kak Panji,” lanjut Mita.Mita melihat Nadya menggelengkan kepalanya seakan tidak mempercayai ucapannya dan Kakaknya.“Kak Panji lihat sendiri, Adel mengaku tunangan Ethan dan Ethan marah karena itu tidak benar, dan Kak Panji menolong Ethan dengan memberitahu Adel kalau ada perempuan yang disukai Ethan karena Adel selalu mengganggu Ethan.”“Nad, kamu masih ingat kan Kak Panji melarangku untuk menyukai Ethan karena Ethan menyukaimu.”Nadya mengangguk.“Jadi kenapa kamu tidak percaya pada Ethan, kenapa kamu percaya pada Adel?”Nadya terdiam, air matanya sudah mengering lalu ia menggeleng.“Karena Ethan tidak mencintaiku, dia hanya menyukaiku, Mit.”“Ya ampun Nad….”Mita terduduk di atas p
Dengan pikiran kacau, Nadya berlari di lorong rumah sakit mencari kamar yang ditempati Ethan, ia membiarkan air mata keluar dari kedua matanya. Dari Jakarta ia menahan air matanya dan sesekali menghapus air mata yang keluar ketika di pesawat dan ketika di mobil taxi yang menuju ke rumah sakit. Tiba di rumah sakit, ia langsung menuju kamar yang ditempati Ethan karena Mita sudah memberitahunya.Nadya belum menemukan kamar yang ditempati Ethan, ia masih berlari mencarinya. Ia tidak memperdulikan orang orang yang melihat ke arahnya. Kedua matanya beruraian air mata mencari nama kamar yang ditempati Ethan di rumah sakit ini. Ia tidak sabar ingin melihat Ethan namun rumah sakit ini sangat luas dan ia tidak mengenalnya sehingga agak lama ia mencari kamar yang di tempati Ethan. Tidak mungkin ia salah lantai karena di lift ia sudah membacanya kalau kamar rawat inap VIP ada di lantai empat. Nadya juga sempat bertanya pada petugas keamanan tentang kamar rawat inap VIP sebelum ia membaca di lift.
Nadya terdiam seakan mengingat kembali ke masa ketika pertama kali mereka bertemu di cafe Mita. Tiba tiba Nadya ingat, buku itu isinya bahasa Inggris semua dan Nadya tidak mengerti.“Aku ingat pengarangnya E.S.Eyed.” “Iya.”“Tapi tidak ada namamu di sana?” tanya Nadya sambil mengerutkan keningnya seakan mengingat nama Ethan di dalam buku itu.“Memang tidak ada,” sahut Ethan, seulas senyum geli tersungging di bibirnya. Nadya salah lagi dalam pengucapan E.S.Eyed dalam bahasa Inggrisnya. Tapi ia membiarkan soal itu dan tidak menggubrisnya.Nadya melihat senyum geli di wajah Ethan dan ia tahu kalau Ethan menertawakannya, pasti ada yang salah kenapa Ethan menertawakannya dan ia sok tahu lagi seperti waktu itu.“Jangan tertawa.” Nadya berdecak manja.“Aku tidak percaya kamu tidak mengenali namaku di buku itu,” kata Ethan, senyumnya malah semakin lebar. “E.S.Eyed itu singkatan dari namaku.”Mendengar ucapan Ethan menyebut E.S.Eyed, Nadya sadar ia salah lagi dalam pengucapan nama itu dalam b
Nadya memejamkan matanya ketika angin malam bertiup ke arahnya, lalu ia membuka matanya lagi dan tersenyum seraya melihat pemandangan sawah yang terbentang indah di depannya. Malam ini ia menginap di rumah Ethan karena ia tidak membawa apapun selain tas dan gaun pesta yang dikenakannya juga sepatu high heelsnya. Sepatu itu masih dipakai sekarang namun gaunnya ganti. Ia memakai gaun yang dibelikan Ethan saat di perjalanan ke sini. Ia sebenarnya hanya ingin membeli sepatu sneaker dan baju kasual untuk mengganti gaun pestanya namun Ethan membelikannya sepatu sneaker dan dua baju, baju kasual dan gaun pesta. Nadya bisa merasakan kelembutan gaun pesta di kulit tubuhnya. Gaun ini berwarna mocca dan terbuat dari sutra, bagian atasnya agak terbuka dengan hanya dua tali tipis di atas bahu dan gaun ini panjangnya melebar sampai di atas lutut Nadya, namun gaun ini ada selendangnya, selendangnya juga terbuat dari sutra dan Nadya memakai selendangnya di sekitar bahu dan lehernya untuk menutupi ba
Seorang laki laki asing berjalan tergopoh gopoh dengan riang sambil membawa secangkir kopi hitam pekat panas yang asapnya mengepul membumbung tinggi, di mulutnya penuh dengan sandwitch, sehingga ia mengunyahnya pelan pelan. Masih berupa bongkahan besar, ia menarik sandwitch itu dengan paksa ke dalam tenggorokannya, dan menaruh kopi itu di atas meja lampu di samping tempat tidur. Ia kembali menekuri laptopnya yang menyala terang di atas tempat tidur itu. Ia tersenyum senang melihat hasil foto foto yang ia dapat.Akhirnya ia mendapatkan apa yang selama ini ia inginkan, dan ia yakin dari hasil kerja kerasnya ia akan mendapatkan uang yang banyak dan menjadikannya kaya raya. Terlintas nilai uang yang akan ia raup di benaknya sehingga ia tersenyum lebar. Untung saja ia tidak takut dengan gertakan yang dilayangkan kepadanya, ia bukan orang yang takut dan menurut begitu saja karena firasatnya mengatakan kali ini sangkaannya benar.Ia mengambil kopi pahitnya lalu meneguk kopi itu setelah ditiup
Ratna Clarissa berlarian di dalam rumah sambil berteriak memanggil suaminya. Ia bisa merasakan hatinya campur aduk, antara senang, bahagia, dan penasaran. Anak semata wayangnya tampak tersenyum bahagia, dan keceriaan yang biasa selalu terpancar dari wajah anaknya telah kembali. Tapi siapa laki laki asing yang bersama dengan anaknya itu. Apakah mungkin laki laki asing itu yang menyebabkan anaknya berubah beberapa hari yang lalu. Ia tidak tahu. Tidak ada yang memberitahu ia dan suaminya. Bahkan Mita, teman dekat anaknya, tidak memberitahunya setelah kemarin datang dan mendadak mengajak Nadya ke bandara. Mita hanya meminta izin mengajak Nadya ke bandara untuk kembali ke Bali, dan tanpa kata ia hanya mengangguk, begitu juga suaminya hanya terdiam. Ia dan suaminya mengambil sikap diam karena mungkin saja Mita bisa mengembalikan keceriaan anaknya seperti dulu, dan permasalahan yang dihadapi anaknya sepertinya hanya antara anaknya dan temannya. Anaknya tidak menceritakan apa yang telah terja
Mita berpacu dengan kecepatan tinggi, ia melewati gerbang tinggi lalu belok dengan mulus ke arah jalan tanpa menghentikan kecepatannya. Nadya berpaling ke belakang. Gerbang tinggi rumah Ethan menutup secara otomatis. Dalam hati ia tahu ia mengingkari janjinya untuk kembali sebelum pelayan rumah Ethan datang ke kamarnya. Nadya berpaling ke arah Mita. Mita belum mengatakan sepatah katapun, ia tidak sabar ingin tahu apa yang terjadi."Apakah Ethan tahu?" tanya Nadya mengabaikan ucapan Mita tadi."Tidak," jawab Mita singkat, pandangannya tetap lurus ke depan. Dari kejauhan Mita melihat mobil yang dikendarai Kakaknya, ia segera mengurangi kecepatannya."Tapi Ethan tahu kemana Kakakku pergi."Nadya tampak terkejut, ia penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Namun sebelum ia bertanya, Mita lebih dulu bertanya padanya."Apa yang kamu lakukan di luar pagi pagi, Nad?" Nadya tidak langsung menjawab, ia tahu Mita pasti menanyakan soal itu, namun ia akan terus terang. Nadya berpaling ke arah jalan
Nadya terbangun jam 5 pagi, tenggorokkannya terasa kering. Ia terbatuk seraya membuka bedcover dan melangkah ke arah sofa. Ia duduk di atas sofa lalu menuangkan air mineral ke dalam gelas berkaki, bekas tadi malam ia minum bersama Ethan. Air mineral itu sangat segar melewati tenggorokkannya. Nadya meneguk air itu hingga habis, kedua matanya melirik ke arah kaca lebar yang menuju balkon. Kaca itu tidak ditutup gorden karena terbuat dari kaca riben hingga suasana malam tampak terlihat jelas dari dalam. Ethan yang memberitahu bahwa semua kaca di sini tidak memakai gorden ketika Nadya akan menutup jendela. Jam segini di Brisbane masih gelap, sama seperti di Indonesia. Waktu di Brisbane sama seperti waktu di Indonesia. Nadya tahu karena melihat jam ketika di pesawat, dan jam di samping tempat tidurnya. Nadya menaruh gelas itu kembali di atas meja, ia melihat gelas Ethan di sana. Di atas meja itu masih ada gelas Ethan dan gelasnya, juga teko bening berisi air yang sengaja ditaruh untuk keb
Nadya sudah tahu arti kata itu, jadi ia menuntut jawaban dari Ethan, tapi mungkin saja Ethan tidak tahu kalau ia sudah bisa berbahasa Inggris. Ethan menatap Nadya, seperti ketika di bandara, Ethan ingin bertanya apakah Nadya sudah bisa bahasa Inggris."Kamu mengerti ucapanku?" "Iya." Ethan terdiam seraya menatap Nadya lagi. Setahunya, kata itu belum ia berikan pada Nadya. Apa mungkin Nadya belajar sendiri. Seperti tadi di bandara, ia sengaja berbicara bahasa Inggris dengan Panji, dan Nadya seolah mengerti apa yang ia dan Panji ucapkan."Apakah ayahmu ada di sini?" tanya Nadya tiba tiba, kedua matanya terbuka lebar. Rasa gugup mulai menghampirinya, ia menengok ke kanan dan ke kiri, bahkan ke seluruh ruangan itu untuk mencari keberadaan ayah Ethan."Aku harus bersiap diri menyambut kedatangan Mr. Darren Sullivan," kata Mr. Darren menyebut namanya sendiri. Ia berdiri dan pura pura merapikan diri.Ethan mengerling ke arah ayahnya, ia menggeleng melihat ayahnya yang masih memainkan drama
Nadya melangkah dengan cepat ke arah ruangan yang tampaknya merupakan ruang bersantai dengan TV flat screen besar dan lebar yang menyala."Misteeeeer, kenapa kamu di sini?" tanya Nadya dengan nada tinggi mengalahkan suara televisi.Mr. Darren berpaling dan melihat Nadya yang tampak terkejut melihat dirinya. Nadya sangat cantik, ia mengagumi gaya berpakaian calon menantunya yang elegan."Oh Nadya, I....""Tunggu." Nadya mengangkat tangannya untuk menghentikan Mr. Darren melanjutkan ucapannya. Ia menengok ke telinga kanan dan kiri Mr. Darren."Kamu tidak memakai alat penerjemah yah?" "Well, I.....""Don't worry I can speak english little bit," ucap Nadya menyengir.Mr. Darren menganga tidak percaya mendengar Nadya bisa berbahasa Inggris, pengucapannya juga seolah Nadya sudah terbiasa berbicara bahasa Inggris."Don't gape so wide, mister, it's like you're seeing a ghost," kata Nadya, ia terkekeh."Yeah, I'm seeing a ghost," ucap Mr. Darren, seulas senyum tersungging di bibirnya. Ia sena
Nadya tidak sabar untuk segera menuju ke ruang makan. Meskipun ia tidak tahu Ethan dan ayahnya sudah datang atau belum, tapi ia berharap Ethan dan ayahnya sudah datang. Ia sudah menyiapkan pakaian yang akan ia kenakan untuk bertemu dengan ayah Ethan. Celana panjang lebar warna putih berbahan chiffon dipadukan dengan blouse warna putih polos berlengan panjang, leher blouse itu membentuk V dengan beberapa lipatan rapih yang senada, blus itu juga berbahan chiffon. Nadya terlihat elegan memakai baju itu. Kali ini rambut Nadya diikat. Ia memakai softlens warna coklatnya, dan mendandani wajahnya dengan eye liner dan pelentik bulu mata. Bibirnya hanya menggunakan lip gloss yang mempertajam warna bibirnya yang pink dan membuat bibirnya basah. Ia sudah mahir bermake up namun tidak semahir Mita. Nadya melihat sekali lagi penampilannya di depan cermin. Ia mengangguk puas dengan hasil make overnya. Ia melihat alat penerjemah yang ia taruh di atas meja rias. Ia seakan menimbang untuk memakai alat
Ethan tiba di gedung Greetline news dengan waktu setengah jam dari bandara. Ia menyuruh pengawalnya untuk mengebut, tapi tetap saja pengawalnya kurang ngebut menurut Ethan. Ia memperkirakan tiba di sini seperempat jam, jika ia yang menyetir. Ia sudah menduga ayahnya pasti melarangnya membawa mobil sport sendiri pada saat situasi seperti ini. Padahal ia sengaja menyuruh pengawalnya membawa mobil sportnya agar ia cepat sampai ke kantor Greetline news. Ia tidak sabar untuk menginterogasi penjahat yang memanfaatkan pemberitaannya untuk meraup keuntungan, dan mengganggu ketenangan hidup orang lain. Tentu saja berkat ayahnya yang gerak cepat mencari laki laki itu setelah pemberitaan itu muncul. Laki laki itu pasti lupa siapa yang ia hadapi. Ia bersyukur ayahnya menangkap laki laki itu sehingga ia tidak perlu mencarinya. Laki laki itu juga yang menyebarkan kedatangannya ke Australia hari ini, sehingga bandara dan gedung Greetline news penuh wartawan dan orang orang yang penasaran. Dasar pen
Seperti yang dikatakan Ethan, para pengawal Ethan sudah berdiri berjaga di lapangan bandara. Ethan turun terlebih dahulu dan mengarahkan keluarga Nadya ke dalam mobil yang pintunya sudah dibukakan oleh salah satu pengawal Ethan. Lalu Ethan berbicara kepada Panji dalam bahasa Inggris untuk menghubunginya kalau sudah sampai rumah. Panji mengangguk dan mengatakan pada Ethan agar berhati hati dalam bahasa Inggris juga. Ethan dan Panji sengaja memakai bahasa Inggris agar Nadya tidak mengerti dan tidak membuat Nadya khawatir. Tapi Ethan dan Panji salah, Nadya sudah mengerti apa yang mereka ucapkan, sehingga ia berpaling ke arah Ethan, tampak kedua matanya bertanya tanya. Ethan menatap Nadya seakan ia tahu jika Nadya mengerti apa yang diucapkannya bersama Panji, namun ia tidak mau mencaritahunya di sini, nanti saja kalau ia sudah di rumah. Ethan tidak menjawab pertanyaan yang terpancar dari kedua mata Nadya, ia membuka pintu mobil untuk Nadya dan mencium pipi Nadya seraya mengucapkan I love
Ethan duduk di atas sofa di ruangan berkumpul, ia menyentuh layar iPadnya untuk membaca komen komen di bawah artikel itu. Ia bersyukur Nadya dan keluarganya sudah pergi tidur. Ia tidak mau membuat Nadya dan keluarganya khawatir dengan pemberitaan itu. Ia yakin wajahnya sekarang tampak tidak bersahabat.Tiba tiba ia mengernyit dan mendesah kesal. Ia segera keluar dari ruang berita yang memuat pemberitaan tentang dirinya dan Nadya. Bersamaan dengan itu Panji menghampiri sambil membawa dua cangkir kopi buatannya. Bukan tidak percaya dengan rasa kopi buatan pramugari Ethan tapi ia lebih senang jika soal kopi, ia yang membuatnya. Lagi pula ia tidak mau memberitahu pramugari kopi seperti apa yang ia inginkan, itu akan merepotkan mereka. Jadi lebih baik ia yang turun tangan sendiri. Ia juga yakin Ethan menyukai kopi buatannya. Untuk itulah ia membuat dua cangkir kopi. Melihat wajah Ethan tampak kesal, Panji bertanya sambil menyerahkan cangkir kopi untuk Ethan.“Ada apa, man?”“Thanks,” ucap
Nadya terpana melihat pesawat jet pribadi keluarga Sullivan, begitu juga dengan Mita, tak terkecuali keluarga Nadya. Mereka menganga dengan interior pesawat pribadi itu bergaya modern yang di cat perpaduan warna putih dan emas. Ruangannya luas dan tidak terlihat seperti di dalam pesawat, malah pesawat ini seperti layaknya hotel berbintang lima.Ruangan luas itu juga terbagi beberapa ruangan yang dipisahkan oleh dinding dinding berlapis emas. Pesawat ini terbagi dua lantai, lantai atas untuk ruang kokpit, tampak terlihat dua orang pilot sedang menaiki tangga mewah setelah mereka menyambut Ethan dan keluarga Nadya beserta Panji dan Mita. Kedua pilot itu ditemani tiga orang pramugari dan tiga orang pramugara, dan mereka tentu bukan orang Indonesia. Delapan jam perjalanan ke Australia bukanlah waktu yang sebentar, namun jika pesawatnya seperti ini tidak akan mungkin bosan bahkan tidak akan terasa berada di dalam pesawat yang sedang terbang tinggi di atas lautan biru. Nadya tersenyum di d