Belum saja Dimas melangkah jauh dari villa Nadya, tiba tiba bahunya di tarik dengan kencang sehingga badannya berputar tepat di hadapan Ethan. Dimas terkejut luar biasa, ia melihat pancaran amarah dari kedua mata Ethan, dan ia yakin kali ini ia akan mendapatkan masalah. “Apa yang baru saja kamu lakukan?” tanya Ethan sambil merenggut kaos Dimas, kedua mata birunya memancar tajam.“A…aku tidak bermaksud apa apa Mr. Ethan,” jawab Dimas terbata bata.“Benarkah, tidak seperti itu yang tadi aku lihat, kamu menerobos masuk tanpa mengetuk seolah itu villa yang kamu tempati.”“A…aku sudah mengetuk tapi tidak ada tanggapan jadi aku masuk.”“Bohong!” Tegas Ethan, ia semakin merenggut kaos Dimas dengan kencang sehingga Dimas hampir terangkat. Dimas tidak menyangka tenaga orang asing itu sangat kuat.“Kamu tahu siapa aku?” tanya Ethan, jika laki laki brengsek itu tidak tahu, ia akan memberitahu siapa dirinya dan berani sekali melanggar perintahnya.“I…iya,” jawab Dimas terbata.Dimas sudah lama t
Adel bersandar dengan santai pada kursi pantai sambil menghirup udara segar dari pantai dengan pohon pohon hijau yang tumbuh di sepanjang pantai itu sambil memandang bentangan lautan biru yang luas di depannya. Ia memakai bikini seksi namun bagian bawahnya ditutupi selendang yang ia beli di pasar seni Ubud Bali. Ia memakai topi lebar dan kacamata hitam. Ia akan berjemur di sini sambil merayakan kemenangannya hari ini. Hatinya sedang senang sehingga ia ingin berjemur beberapa jam, mungkin sesekali ia akan berenang di lautan yang jernih itu, dan mungkin saja ia bertemu dengan bayi hiu. Ia terkekeh lalu mengambil koktail di atas meja di sampingnya.Setelah meneguk koktailnya ia kembali bersandar. Perempuan itu pasti sekarang sedang menangis menjerit jerit karena laptopnya hancur dan novelnya hilang. Perempuan itu pasti tidak tahu siapa yang menjatuhkan laptopnya. Tidak ada yang melihat ia menjatuhkan laptop perempuan itu karena semua orang begitu senang melenggang pergi untuk berfoto, da
Nadya menatap dirinya di cermin, ia bersiap untuk pergi ke acara api unggun namun ia dan teman temannya berkumpul dulu di lobby untuk pergi bersama ke tempat acara api unggun karena tidak ada yang tahu kecuali Rayan. Rayan yang tahu dimana acara api unggun itu diadakan, karena Rayan yang mengusulkan tempatnya.Nadya memakai kacamatanya dan memasang salah satu alat penerjemah. Ia akan membawa alat itu karena mungkin saja ia bertemu dengan orang asing di tempat acara api unggun atau Adel ikut hadir seperti tadi pagi. Ia ingin tahu apa yang dibicarakan teman temannya dengan Adel atau dengan orang asing lain. Ia merapihkan rambutnya ke belakang telinga, ia juga lupa belum membeli ikat rambut, rambutnya selalu diurai akhir akhir ini. Sebelum ia pergi ia melihat penampilannya. Kaos coklat tua berlengan pendek dengan gambar cangkir kopi dan celana jeans biru. Ia mengangguk setelah puas dengan penampilannya.Suasana hatinya sedang senang malam ini karena novelnya sudah melewati bab 2 sehingga
Mobil Ethan berhenti di depan sebatang pohon kelapa agak jauh dari pantai. Ethan keluar dari mobil, begitu juga Nadya, Panji dan Mita. Ethan menghampiri Nadya dan menggandeng tangan Nadya. Mereka harus berjalan sedikit ke tempat api unggun dari pantai. Tempat itu agak jauh dari rumah penduduk dan dari resort namun tempat itu masih termasuk lahan resort dan jarang terjamah para tamu. Ethan tahu tempat itu memang bagus karena dari tempat itu bentangan pantai dan lautan terlihat sangat jelas, dan tempat itu juga dikelilingi pepohonan rindang dan tumbuhan liar, namun tempat itu aman dari binatang buas.Terdengar suara gitar Rayan dimainkan dan suara Kevin yang sumbang bernyanyi diiringi gitar Rayan lalu suara tertawa Damian yang menertawakan suara Kevin yang sumbang namun suara April yang serak serak basah menutupi suara Kevin yang sumbang, Kevin dan April sedang berduet. Sepertinya April sudah sembuh. Syukurlah. Kata Nadya dalam hati. Wangi barbaque yang menggugah selera memenuhi udara
“Ini bukan barbaque,” kata Kevin, ia mengangkat potongan daging yang tidak memakai tusuk seperti yang biasa dipakai untuk barbaque.“Ini barbaque ala Korea,” sahut Riana sambil duduk di atas bangku kayu bersama Kaira, ia menaruh dua nampan besar yang tadi berisi piring piring di belakang bangkunya.“Gimana cara makannya?” tanya Rayan, ia baru makan barbaque seperti ini.“Kalian pasti belum pernah nonton film Korea yah, Ok perhatikan aku,” kata Kaira.Semua memperhatikan Kaira tak terkecuali Ethan dan Nadya karena mereka juga sama belum pernah mencoba makan barbaque ala Korea.“Ambil daun salad dan masukan daging ke daun ini, lalu tutup dagingnya dengan daun dan masukkan ke dalam sambal dan dimakan,” kata Kaira menjelaskan sambil memperagakan apa yang ia ucapkan.“Gampangkan.” Tambahnya sambil mengunyah.“Pakai tangan?” tanya Kevin tidak percaya.“Iya,” sahut Kaira.“Tahu gini aku yang bakar barbaque.” Gerutu Kevin.“Kamu juga bisa saling menyuapi dengan teman sebelahmu vin,” kata Rian
Tanpa komando semua orang berdiri dari bangku mereka dengan memegang piring, tatapan mereka masih ke arah suara Adel dan berharap Adel muncul dari tumbuhan rimbun itu. Namun Adel tidak muncul. Ethan berpaling ke arah Panji, Panji balik menatap Ethan. Mereka menebak antara Adel sungguh menjerit atau hanya berpura pura.“Ethan, Adel butuh pertolongan,” kata Nadya di sampingnya, tangan Nadya memegang tangan Ethan. “Tunggu di sini,” kata Ethan sambil mempererat pegangannya.“Aku ikut,” kata Panji.“Aku juga,” kata Bagas.“Aku juga ikut,” kata Kevin dan Damian secara bersamaan.“Aku juga,” kata Rayan.“Sama aku juga.” Begitu juga dengan Dimas.Mereka ingin membantu Ethan untuk melihat apa yang terjadi dengan Adel dan lebih banyak orang yang ikut akan lebih baik.“Ok, kalian semua ikut.”Semua mengangguk. Ethan mendengar Nadya berkata hati hati kepadanya, ia mengangguk dan menyerahkan piring yang berisi daun salad yang dipegangnya kepada Nadya. Ethan melepaskan tangan Nadya yang dipegangny
“Dia Nadya Ivanka?” tanya salah satu laki laki berkulit gelap dan berbadan paling kekar kepada pemuda yang masih menatap Nadya tanpa berkedip.Laki laki itu sekarang mengerti kenapa para pemuda itu menginginkan Nadya Ivanka. Perempuan itu sangat cantik dan kulitnya sangat putih dan jernih, bibirnya berwarna pink, hidungnya mancung, dan kedua matanya berwarna coklat muda. Perempuan itu seperti jelmaan bidadari. Bidadari dari Indonesia. Sangat jarang perempuan Indonesia seperti Nadya Ivanka bahkan ia tidak tampak seperti orang Indonesia asli.“Iya,” jawab pemuda itu.“Dimana suaminya?” tanya laki laki itu lagi sambil melirik ke sana kemari mencari Ethan Sullivan.“Dimana suamimu?” tanya pemuda itu kepada Nadya.“Suami?” Nadya balik tanya, ia tampak terkejut mendengar pertanyaan yang diajukan kepadanya.“Iya Mr. Ethan,” jawab pemuda itu.“Saya…..”“Mr. Ethan sebentar lagi akan ke sini.” Mita memotong ucapan Nadya, ia tahu apa yang akan diucapkan Nadya. Mita mendekati Nadya dan memegang t
Keenam pemuda itu dan laki laki berkulit gelap beserta anak buahnya melirik ke arah lima orang pengawal Ethan yang muncul dari berbeda beda tempat. Mereka tidak tahu kalau ada orang di balik tumbuhan rimbun itu. Kelima pengawal Ethan menatap tajam ke arah mereka seakan siapa untuk bertempur. Pemuda itu kemudian menghitung, tentu jumlahnya yang menang kalau orang asing itu tidak ditambah dengan para perempuan.“Tidak dengan para perempuan, jumlah anda masih kalah Mr. Ethan,” ujar pemuda itu menyeringai dengan sombong.“Terserah,” tukas Ethan dingin.“Let’s beat them Ethan, I can’t hold it again,” kata Panji sambil menggeretakkan kedua tangannya, gatal ingin meninju dengan keras. Keenam pemuda itu mendengar ucapan Panji dan pemuda itu dengan cepat angkat bicara lagi.“Kami menginginkan istri anda,” ucap pemuda itu menyeringai dengan licik.Ethan tidak dapat menahan amarahnya lagi, ia langsung meninju laki laki itu dengan keras sehingga laki laki itu terjatuh dan pingsan. Dua kali laki
Mita berpacu dengan kecepatan tinggi, ia melewati gerbang tinggi lalu belok dengan mulus ke arah jalan tanpa menghentikan kecepatannya. Nadya berpaling ke belakang. Gerbang tinggi rumah Ethan menutup secara otomatis. Dalam hati ia tahu ia mengingkari janjinya untuk kembali sebelum pelayan rumah Ethan datang ke kamarnya. Nadya berpaling ke arah Mita. Mita belum mengatakan sepatah katapun, ia tidak sabar ingin tahu apa yang terjadi."Apakah Ethan tahu?" tanya Nadya mengabaikan ucapan Mita tadi."Tidak," jawab Mita singkat, pandangannya tetap lurus ke depan. Dari kejauhan Mita melihat mobil yang dikendarai Kakaknya, ia segera mengurangi kecepatannya."Tapi Ethan tahu kemana Kakakku pergi."Nadya tampak terkejut, ia penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Namun sebelum ia bertanya, Mita lebih dulu bertanya padanya."Apa yang kamu lakukan di luar pagi pagi, Nad?" Nadya tidak langsung menjawab, ia tahu Mita pasti menanyakan soal itu, namun ia akan terus terang. Nadya berpaling ke arah jalan
Nadya terbangun jam 5 pagi, tenggorokkannya terasa kering. Ia terbatuk seraya membuka bedcover dan melangkah ke arah sofa. Ia duduk di atas sofa lalu menuangkan air mineral ke dalam gelas berkaki, bekas tadi malam ia minum bersama Ethan. Air mineral itu sangat segar melewati tenggorokkannya. Nadya meneguk air itu hingga habis, kedua matanya melirik ke arah kaca lebar yang menuju balkon. Kaca itu tidak ditutup gorden karena terbuat dari kaca riben hingga suasana malam tampak terlihat jelas dari dalam. Ethan yang memberitahu bahwa semua kaca di sini tidak memakai gorden ketika Nadya akan menutup jendela. Jam segini di Brisbane masih gelap, sama seperti di Indonesia. Waktu di Brisbane sama seperti waktu di Indonesia. Nadya tahu karena melihat jam ketika di pesawat, dan jam di samping tempat tidurnya. Nadya menaruh gelas itu kembali di atas meja, ia melihat gelas Ethan di sana. Di atas meja itu masih ada gelas Ethan dan gelasnya, juga teko bening berisi air yang sengaja ditaruh untuk keb
Nadya sudah tahu arti kata itu, jadi ia menuntut jawaban dari Ethan, tapi mungkin saja Ethan tidak tahu kalau ia sudah bisa berbahasa Inggris. Ethan menatap Nadya, seperti ketika di bandara, Ethan ingin bertanya apakah Nadya sudah bisa bahasa Inggris."Kamu mengerti ucapanku?" "Iya." Ethan terdiam seraya menatap Nadya lagi. Setahunya, kata itu belum ia berikan pada Nadya. Apa mungkin Nadya belajar sendiri. Seperti tadi di bandara, ia sengaja berbicara bahasa Inggris dengan Panji, dan Nadya seolah mengerti apa yang ia dan Panji ucapkan."Apakah ayahmu ada di sini?" tanya Nadya tiba tiba, kedua matanya terbuka lebar. Rasa gugup mulai menghampirinya, ia menengok ke kanan dan ke kiri, bahkan ke seluruh ruangan itu untuk mencari keberadaan ayah Ethan."Aku harus bersiap diri menyambut kedatangan Mr. Darren Sullivan," kata Mr. Darren menyebut namanya sendiri. Ia berdiri dan pura pura merapikan diri.Ethan mengerling ke arah ayahnya, ia menggeleng melihat ayahnya yang masih memainkan drama
Nadya melangkah dengan cepat ke arah ruangan yang tampaknya merupakan ruang bersantai dengan TV flat screen besar dan lebar yang menyala."Misteeeeer, kenapa kamu di sini?" tanya Nadya dengan nada tinggi mengalahkan suara televisi.Mr. Darren berpaling dan melihat Nadya yang tampak terkejut melihat dirinya. Nadya sangat cantik, ia mengagumi gaya berpakaian calon menantunya yang elegan."Oh Nadya, I....""Tunggu." Nadya mengangkat tangannya untuk menghentikan Mr. Darren melanjutkan ucapannya. Ia menengok ke telinga kanan dan kiri Mr. Darren."Kamu tidak memakai alat penerjemah yah?" "Well, I.....""Don't worry I can speak english little bit," ucap Nadya menyengir.Mr. Darren menganga tidak percaya mendengar Nadya bisa berbahasa Inggris, pengucapannya juga seolah Nadya sudah terbiasa berbicara bahasa Inggris."Don't gape so wide, mister, it's like you're seeing a ghost," kata Nadya, ia terkekeh."Yeah, I'm seeing a ghost," ucap Mr. Darren, seulas senyum tersungging di bibirnya. Ia sena
Nadya tidak sabar untuk segera menuju ke ruang makan. Meskipun ia tidak tahu Ethan dan ayahnya sudah datang atau belum, tapi ia berharap Ethan dan ayahnya sudah datang. Ia sudah menyiapkan pakaian yang akan ia kenakan untuk bertemu dengan ayah Ethan. Celana panjang lebar warna putih berbahan chiffon dipadukan dengan blouse warna putih polos berlengan panjang, leher blouse itu membentuk V dengan beberapa lipatan rapih yang senada, blus itu juga berbahan chiffon. Nadya terlihat elegan memakai baju itu. Kali ini rambut Nadya diikat. Ia memakai softlens warna coklatnya, dan mendandani wajahnya dengan eye liner dan pelentik bulu mata. Bibirnya hanya menggunakan lip gloss yang mempertajam warna bibirnya yang pink dan membuat bibirnya basah. Ia sudah mahir bermake up namun tidak semahir Mita. Nadya melihat sekali lagi penampilannya di depan cermin. Ia mengangguk puas dengan hasil make overnya. Ia melihat alat penerjemah yang ia taruh di atas meja rias. Ia seakan menimbang untuk memakai alat
Ethan tiba di gedung Greetline news dengan waktu setengah jam dari bandara. Ia menyuruh pengawalnya untuk mengebut, tapi tetap saja pengawalnya kurang ngebut menurut Ethan. Ia memperkirakan tiba di sini seperempat jam, jika ia yang menyetir. Ia sudah menduga ayahnya pasti melarangnya membawa mobil sport sendiri pada saat situasi seperti ini. Padahal ia sengaja menyuruh pengawalnya membawa mobil sportnya agar ia cepat sampai ke kantor Greetline news. Ia tidak sabar untuk menginterogasi penjahat yang memanfaatkan pemberitaannya untuk meraup keuntungan, dan mengganggu ketenangan hidup orang lain. Tentu saja berkat ayahnya yang gerak cepat mencari laki laki itu setelah pemberitaan itu muncul. Laki laki itu pasti lupa siapa yang ia hadapi. Ia bersyukur ayahnya menangkap laki laki itu sehingga ia tidak perlu mencarinya. Laki laki itu juga yang menyebarkan kedatangannya ke Australia hari ini, sehingga bandara dan gedung Greetline news penuh wartawan dan orang orang yang penasaran. Dasar pen
Seperti yang dikatakan Ethan, para pengawal Ethan sudah berdiri berjaga di lapangan bandara. Ethan turun terlebih dahulu dan mengarahkan keluarga Nadya ke dalam mobil yang pintunya sudah dibukakan oleh salah satu pengawal Ethan. Lalu Ethan berbicara kepada Panji dalam bahasa Inggris untuk menghubunginya kalau sudah sampai rumah. Panji mengangguk dan mengatakan pada Ethan agar berhati hati dalam bahasa Inggris juga. Ethan dan Panji sengaja memakai bahasa Inggris agar Nadya tidak mengerti dan tidak membuat Nadya khawatir. Tapi Ethan dan Panji salah, Nadya sudah mengerti apa yang mereka ucapkan, sehingga ia berpaling ke arah Ethan, tampak kedua matanya bertanya tanya. Ethan menatap Nadya seakan ia tahu jika Nadya mengerti apa yang diucapkannya bersama Panji, namun ia tidak mau mencaritahunya di sini, nanti saja kalau ia sudah di rumah. Ethan tidak menjawab pertanyaan yang terpancar dari kedua mata Nadya, ia membuka pintu mobil untuk Nadya dan mencium pipi Nadya seraya mengucapkan I love
Ethan duduk di atas sofa di ruangan berkumpul, ia menyentuh layar iPadnya untuk membaca komen komen di bawah artikel itu. Ia bersyukur Nadya dan keluarganya sudah pergi tidur. Ia tidak mau membuat Nadya dan keluarganya khawatir dengan pemberitaan itu. Ia yakin wajahnya sekarang tampak tidak bersahabat.Tiba tiba ia mengernyit dan mendesah kesal. Ia segera keluar dari ruang berita yang memuat pemberitaan tentang dirinya dan Nadya. Bersamaan dengan itu Panji menghampiri sambil membawa dua cangkir kopi buatannya. Bukan tidak percaya dengan rasa kopi buatan pramugari Ethan tapi ia lebih senang jika soal kopi, ia yang membuatnya. Lagi pula ia tidak mau memberitahu pramugari kopi seperti apa yang ia inginkan, itu akan merepotkan mereka. Jadi lebih baik ia yang turun tangan sendiri. Ia juga yakin Ethan menyukai kopi buatannya. Untuk itulah ia membuat dua cangkir kopi. Melihat wajah Ethan tampak kesal, Panji bertanya sambil menyerahkan cangkir kopi untuk Ethan.“Ada apa, man?”“Thanks,” ucap
Nadya terpana melihat pesawat jet pribadi keluarga Sullivan, begitu juga dengan Mita, tak terkecuali keluarga Nadya. Mereka menganga dengan interior pesawat pribadi itu bergaya modern yang di cat perpaduan warna putih dan emas. Ruangannya luas dan tidak terlihat seperti di dalam pesawat, malah pesawat ini seperti layaknya hotel berbintang lima.Ruangan luas itu juga terbagi beberapa ruangan yang dipisahkan oleh dinding dinding berlapis emas. Pesawat ini terbagi dua lantai, lantai atas untuk ruang kokpit, tampak terlihat dua orang pilot sedang menaiki tangga mewah setelah mereka menyambut Ethan dan keluarga Nadya beserta Panji dan Mita. Kedua pilot itu ditemani tiga orang pramugari dan tiga orang pramugara, dan mereka tentu bukan orang Indonesia. Delapan jam perjalanan ke Australia bukanlah waktu yang sebentar, namun jika pesawatnya seperti ini tidak akan mungkin bosan bahkan tidak akan terasa berada di dalam pesawat yang sedang terbang tinggi di atas lautan biru. Nadya tersenyum di d