Nadya membuka pintu, terlihat Mita berdiri sambil menggigil kedinginan, kedua matanya sembab, dan sebuah payung kotak-kotak hitam terbuka di atas lantai.“Mita.”Nadya terkejut ketika Mita tiba-tiba memeluknya sambil menangis. Nadya segera menutup pintu karena udara dingin menghembus masuk ke dalam villa, ia membalas pelukan Mita. Mita menangis tersedu-sedu. Nadya tidak mengatakan apa-apa dan membiarkan temannya menumpahkan kesedihannya. Beberapa menit berlalu, Mita akhirnya mendongak dari bahu Nadya. Kedua matanya kelihatan sedih.“Ethan datang ke villa,” kata Mita tiba-tiba, suaranya terdengar parau.Nadya tidak tahu harus berkata apa, ia segera merasa bersalah, beberapa jam lalu ia sangat bahagia karena makan malam bersama Ethan dan Ethan mencium tangannya, namun ia tidak mengingat Mita, ia lupa kalau ia sudah berjanji untuk mendukung Mita, ia malah bersenang-senang tanpa mengingat temannya yang sudah lama mencintai Ethan.“Aku tidak tahu Ethan datang, aku lagi di kamar dan tidak m
“Thanks bajunya man." Ethan meminjam baju Panji karena bajunya basah ketika sampai ke villa yang ditempati Panji dan Mita. “Kenapa kamu hujan-hujanan?” “Aku tidak bawa payung.” “Kenapa tidak menyuruh pengawalmu?” “Mereka juga tidak bawa payung.” Panji menghela napasnya, baru kali ini ia melihat temannya melakukan hal yang tidak pernah dilakukannya. Ethan selalu teliti dan hati-hati sehingga seekor nyamuk pun tidak berani menggigitnya. Panji menuangkan kopi hangat yang dimasaknya ke dalam dua cangkir, ia membawa dua cangkir itu ke meja makan dan menyerahkan satu cangkir kepada Ethan, lalu ia duduk menghadap temannya. “Cinta benar-benar membuatmu berubah,” cetus Panji seraya meminum kopinya. Ethan terdiam sebentar seolah sedang memikirkan ucapan Panji. “Entahlah itu cinta atau bukan,” kata Ethan kemudian, ia mengangkat cangkir berisi kopi itu ke mulutnya dan meminumnya. Ethan tidak tahu jatuh cinta seperti apa, tapi pikirannya tidak terlepas dari Nadya dan jantungnya selalu ber
Ethan menghela napasnya berusaha untuk tenang. “Kamu juga tidak berhak dekat-dekat denganku.”“Ethan!” seru Adel tajam.“Adel, haruskah kamu seperti ini?” tanya Ethan, ia lelah selalu berurusan dengan Adel apalagi sekarang Adel sudah melewati batas, ia tidak enak dengan temannya, Panji tidak tahu apa-apa.“Aku marah karena kamu menyuruh pengawalmu untuk menjauhkanku darimu, dan kamu malah dengan perempuan itu.”Ethan terdiam sesaat seraya menenangkan dirinya yang mulai kesal ketika mendengar Adel yang tidak mau mengerti. Panji yang dari tadi hanya berdiri melangkah pergi seakan tidak mau mengganggu.“Aku harus melakukannya karena kamu selalu menggangguku,” kata Ethan sabar, ia bicara lagi ketika Adel akan angkat bicara. “Pekerjaanku banyak di sini karena aku baru saja memimpin resort, jika kamu mau liburan silahkan tapi tolong jangan menggangguku.”Adel mendelik kesal namun ia tidak mengatakan apa-apa. Ia tahu kalau yang dikatakan Ethan itu benar, tapi sebenarnya ia ke sini bukan untu
Nadya keluar dari kamar mandi, ia melihat Mita yang sedang tertidur lelap. Mereka mengobrol sampai larut malam dan Mita berniat untuk menginap di villanya malam ini karena Mita belum siap bertemu dengan Ethan. Mendengar itu Nadya segera meminta maaf kepada Mita karena ia yang membuat Mita menjadi seperti itu, namun Mita menggeleng dan berkata bukan salah Nadya karena ia tahu cinta itu tidak bisa dipaksakan, dan sekali lagi ia berkata dengan tegas kalau ia tetap mendukung Nadya dan Ethan. Mita justru bahagia Nadya bisa menaklukan Ethan karena belum ada seorang perempuan yang berhasil. Istilah itu terlalu berlebihan menurut Nadya karena sebenarnya ia belum tahu perasaan Ethan, meski ia menyadari sikap Ethan berbeda kepadanya bahkan Ethan mencium tangannya tapi mungkin itu hanya rasa sopan santun yang biasa dilakukan Ethan kepada setiap perempuan, bukankah seperti itu gaya hidup orang barat.Nadya melangkah ke arah laptopnya yang tadi ditinggalkan dan masih menyala karena Mita datang seh
Mita tergopoh-gopoh menuju tempat berkumpul di lobby resort. Nadya tersenyum melihat Mita, meski telat tapi dandanan Mita masih tetap modis hanya sepatunya saja yang diganti, kali ini Mita memakai sendal dengan hak 5 senti. Berbeda dengan Nadya dan teman-temannya yang memilih baju kasual. Begitu juga dengan Panji, ia menggeleng melihat adiknya telat sehingga mereka harus menunggu adiknya.Tadi pagi Mita bangun telat meski Nadya sudah membangunkannya beberapa kali. Nadya menggeleng karena temannya tidak mau bangun padahal yang tidur lewat larut malam adalah Nadya karena mendapat telepon dari Ethan. Melihat Mita tidak mau bangun Nadya memutuskan untuk membiarkan temannya sementara ia mandi. Nadya melangkah menuju kamar mandi, ia ingin berendam di bathtube. Setelah semua sudah siap ia masuk ke bathtube dan dengan segera merasakan kehangatan disekujur tubuhnya sehingga tubuhnya menjadi relaks. Ia menyandar seraya memejamkan matanya. Tiba-tiba wajah Ethan terbayang olehnya sehingga ia memb
Nadya membetulkan kacamatanya ketika ia melihat perempuan asing itu selalu melirik ke arahnya. Kenapa perempuan itu selalu melihat ke arahnya. Apakah teman-temannya tahu atau hanya ia saja yang tahu. Perempuan itu satu mobil dengan tim perempuan dan ia duduk di samping supir. Supir itu pegawai dari resort, ia penduduk asli dan salah satu pemandu yang ditunjuk untuk memandu mereka. Terkadang supir itu menjawab pertanyaan perempuan asing itu dengan bahasa Inggris. Namun setiap perempuan itu berbicara ia selalu melirik ke arah Nadya. Nadya memang duduk di belakang supir, di sampingnya Mita dan Riana, bagian belakang April dan Kaira. Mita yang duduk di sampingnya tentu melihat perempuan asing itu selalu melirik ke arahnya. Apa mungkin ada yang salah dengan penampilannya hari ini. Sebenarnya tidak masalah buat Nadya asalkan perempuan asing itu tidak berbicara kepadanya. Namun Nadya salah Adel malah berbicara kepadanya, Adel sengaja agak memiringkan duduknya.“Are you Nadya?” tanya Adel pen
Adel menatap Mita, ia tahu kebohongannya terbongkar, dan tidak mungkin ia melanjutkan kebohongan itu karena perempuan itu adalah adik teman dekatnya Ethan.“Siapa namamu?” tanya Adel, mengalihkan pembicaraan. Biarkan saja perempuan itu bertanya-tanya karena ia tidak akan mengklarifikasi ucapannya sebagai tunangan Ethan.“Mita Maharani.”“Lalu dia?” Tunjuk Adel ke arah Nadya.“Nadya Ivanka.”“Dan dia?” Tunjuk Adel ke arah Riana.Mita terdiam sesaat, ia tahu Adel mengalihkan pembicaraan. Menyebalkan. Pikir Mita. Dengan cepat Mita memperkenalkan teman-temannya.“Ini Riana Wulandari, itu Kaira Dafhina, dan itu April Falguni, dan di sampingmu Mr. Ketut,” kata Mita panjang lebar, sekalian saja ia perkenalkan semua yang ada di mobil ini. Biar Adel tidak bertanya dan menunjuk lagi seperti anak kecil.“Hai,” sapa Pak Ketut ketika diperkenalkan, ia kelihatan salah tingkah karena tidak menyangka ikut diperkenalkan oleh Mita.“Lalu siapa saja yang berada di mobil satu lagi?” tanya Adel, sengaja m
Nadya dan Mita keluar dari mobil diikuti oleh Kaira dan April di belakang mereka. Angin sepoi sepoi menerpa rambut mereka dengan lembut, angin itu datang dari pantai indah yang terhampar di Tanah lot. Riana berdiri menunggu mereka sambil mengambil foto pemandangan di Tanah Lot. Adel memakai kacamata hitamnya dan melangkah dengan anggun ke arah para lelaki berkumpul, terlihat Kevin menghampiri Adel dengan sorot mata kagum dan ia berbicara bahasa Inggris dengan lancar menawarkan bantuan jika Adel membutuhkan bantuan. Adel tersenyum memesona dan berterima kasih atas tawaran dari Kevin. Mita melihat tingkah temannya, ia menggeleng tidak percaya kalau Kevin terpesona pada Adel dengan mudah, tentu Kevin tidak tahu Adel seperti apa. Tapi ia tidak perduli dengan sikap Kevin, yang penting ia harus menjaga Nadya dari perempuan asing itu. Ia menggandeng tangan Nadya dan melangkah ke arah mereka, ketiga temannya yang lain mengikuti dari belakang sambil mengambil foto.Mereka menjelajahi Tanah Lot
Mita berpacu dengan kecepatan tinggi, ia melewati gerbang tinggi lalu belok dengan mulus ke arah jalan tanpa menghentikan kecepatannya. Nadya berpaling ke belakang. Gerbang tinggi rumah Ethan menutup secara otomatis. Dalam hati ia tahu ia mengingkari janjinya untuk kembali sebelum pelayan rumah Ethan datang ke kamarnya. Nadya berpaling ke arah Mita. Mita belum mengatakan sepatah katapun, ia tidak sabar ingin tahu apa yang terjadi."Apakah Ethan tahu?" tanya Nadya mengabaikan ucapan Mita tadi."Tidak," jawab Mita singkat, pandangannya tetap lurus ke depan. Dari kejauhan Mita melihat mobil yang dikendarai Kakaknya, ia segera mengurangi kecepatannya."Tapi Ethan tahu kemana Kakakku pergi."Nadya tampak terkejut, ia penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Namun sebelum ia bertanya, Mita lebih dulu bertanya padanya."Apa yang kamu lakukan di luar pagi pagi, Nad?" Nadya tidak langsung menjawab, ia tahu Mita pasti menanyakan soal itu, namun ia akan terus terang. Nadya berpaling ke arah jalan
Nadya terbangun jam 5 pagi, tenggorokkannya terasa kering. Ia terbatuk seraya membuka bedcover dan melangkah ke arah sofa. Ia duduk di atas sofa lalu menuangkan air mineral ke dalam gelas berkaki, bekas tadi malam ia minum bersama Ethan. Air mineral itu sangat segar melewati tenggorokkannya. Nadya meneguk air itu hingga habis, kedua matanya melirik ke arah kaca lebar yang menuju balkon. Kaca itu tidak ditutup gorden karena terbuat dari kaca riben hingga suasana malam tampak terlihat jelas dari dalam. Ethan yang memberitahu bahwa semua kaca di sini tidak memakai gorden ketika Nadya akan menutup jendela. Jam segini di Brisbane masih gelap, sama seperti di Indonesia. Waktu di Brisbane sama seperti waktu di Indonesia. Nadya tahu karena melihat jam ketika di pesawat, dan jam di samping tempat tidurnya. Nadya menaruh gelas itu kembali di atas meja, ia melihat gelas Ethan di sana. Di atas meja itu masih ada gelas Ethan dan gelasnya, juga teko bening berisi air yang sengaja ditaruh untuk keb
Nadya sudah tahu arti kata itu, jadi ia menuntut jawaban dari Ethan, tapi mungkin saja Ethan tidak tahu kalau ia sudah bisa berbahasa Inggris. Ethan menatap Nadya, seperti ketika di bandara, Ethan ingin bertanya apakah Nadya sudah bisa bahasa Inggris."Kamu mengerti ucapanku?" "Iya." Ethan terdiam seraya menatap Nadya lagi. Setahunya, kata itu belum ia berikan pada Nadya. Apa mungkin Nadya belajar sendiri. Seperti tadi di bandara, ia sengaja berbicara bahasa Inggris dengan Panji, dan Nadya seolah mengerti apa yang ia dan Panji ucapkan."Apakah ayahmu ada di sini?" tanya Nadya tiba tiba, kedua matanya terbuka lebar. Rasa gugup mulai menghampirinya, ia menengok ke kanan dan ke kiri, bahkan ke seluruh ruangan itu untuk mencari keberadaan ayah Ethan."Aku harus bersiap diri menyambut kedatangan Mr. Darren Sullivan," kata Mr. Darren menyebut namanya sendiri. Ia berdiri dan pura pura merapikan diri.Ethan mengerling ke arah ayahnya, ia menggeleng melihat ayahnya yang masih memainkan drama
Nadya melangkah dengan cepat ke arah ruangan yang tampaknya merupakan ruang bersantai dengan TV flat screen besar dan lebar yang menyala."Misteeeeer, kenapa kamu di sini?" tanya Nadya dengan nada tinggi mengalahkan suara televisi.Mr. Darren berpaling dan melihat Nadya yang tampak terkejut melihat dirinya. Nadya sangat cantik, ia mengagumi gaya berpakaian calon menantunya yang elegan."Oh Nadya, I....""Tunggu." Nadya mengangkat tangannya untuk menghentikan Mr. Darren melanjutkan ucapannya. Ia menengok ke telinga kanan dan kiri Mr. Darren."Kamu tidak memakai alat penerjemah yah?" "Well, I.....""Don't worry I can speak english little bit," ucap Nadya menyengir.Mr. Darren menganga tidak percaya mendengar Nadya bisa berbahasa Inggris, pengucapannya juga seolah Nadya sudah terbiasa berbicara bahasa Inggris."Don't gape so wide, mister, it's like you're seeing a ghost," kata Nadya, ia terkekeh."Yeah, I'm seeing a ghost," ucap Mr. Darren, seulas senyum tersungging di bibirnya. Ia sena
Nadya tidak sabar untuk segera menuju ke ruang makan. Meskipun ia tidak tahu Ethan dan ayahnya sudah datang atau belum, tapi ia berharap Ethan dan ayahnya sudah datang. Ia sudah menyiapkan pakaian yang akan ia kenakan untuk bertemu dengan ayah Ethan. Celana panjang lebar warna putih berbahan chiffon dipadukan dengan blouse warna putih polos berlengan panjang, leher blouse itu membentuk V dengan beberapa lipatan rapih yang senada, blus itu juga berbahan chiffon. Nadya terlihat elegan memakai baju itu. Kali ini rambut Nadya diikat. Ia memakai softlens warna coklatnya, dan mendandani wajahnya dengan eye liner dan pelentik bulu mata. Bibirnya hanya menggunakan lip gloss yang mempertajam warna bibirnya yang pink dan membuat bibirnya basah. Ia sudah mahir bermake up namun tidak semahir Mita. Nadya melihat sekali lagi penampilannya di depan cermin. Ia mengangguk puas dengan hasil make overnya. Ia melihat alat penerjemah yang ia taruh di atas meja rias. Ia seakan menimbang untuk memakai alat
Ethan tiba di gedung Greetline news dengan waktu setengah jam dari bandara. Ia menyuruh pengawalnya untuk mengebut, tapi tetap saja pengawalnya kurang ngebut menurut Ethan. Ia memperkirakan tiba di sini seperempat jam, jika ia yang menyetir. Ia sudah menduga ayahnya pasti melarangnya membawa mobil sport sendiri pada saat situasi seperti ini. Padahal ia sengaja menyuruh pengawalnya membawa mobil sportnya agar ia cepat sampai ke kantor Greetline news. Ia tidak sabar untuk menginterogasi penjahat yang memanfaatkan pemberitaannya untuk meraup keuntungan, dan mengganggu ketenangan hidup orang lain. Tentu saja berkat ayahnya yang gerak cepat mencari laki laki itu setelah pemberitaan itu muncul. Laki laki itu pasti lupa siapa yang ia hadapi. Ia bersyukur ayahnya menangkap laki laki itu sehingga ia tidak perlu mencarinya. Laki laki itu juga yang menyebarkan kedatangannya ke Australia hari ini, sehingga bandara dan gedung Greetline news penuh wartawan dan orang orang yang penasaran. Dasar pen
Seperti yang dikatakan Ethan, para pengawal Ethan sudah berdiri berjaga di lapangan bandara. Ethan turun terlebih dahulu dan mengarahkan keluarga Nadya ke dalam mobil yang pintunya sudah dibukakan oleh salah satu pengawal Ethan. Lalu Ethan berbicara kepada Panji dalam bahasa Inggris untuk menghubunginya kalau sudah sampai rumah. Panji mengangguk dan mengatakan pada Ethan agar berhati hati dalam bahasa Inggris juga. Ethan dan Panji sengaja memakai bahasa Inggris agar Nadya tidak mengerti dan tidak membuat Nadya khawatir. Tapi Ethan dan Panji salah, Nadya sudah mengerti apa yang mereka ucapkan, sehingga ia berpaling ke arah Ethan, tampak kedua matanya bertanya tanya. Ethan menatap Nadya seakan ia tahu jika Nadya mengerti apa yang diucapkannya bersama Panji, namun ia tidak mau mencaritahunya di sini, nanti saja kalau ia sudah di rumah. Ethan tidak menjawab pertanyaan yang terpancar dari kedua mata Nadya, ia membuka pintu mobil untuk Nadya dan mencium pipi Nadya seraya mengucapkan I love
Ethan duduk di atas sofa di ruangan berkumpul, ia menyentuh layar iPadnya untuk membaca komen komen di bawah artikel itu. Ia bersyukur Nadya dan keluarganya sudah pergi tidur. Ia tidak mau membuat Nadya dan keluarganya khawatir dengan pemberitaan itu. Ia yakin wajahnya sekarang tampak tidak bersahabat.Tiba tiba ia mengernyit dan mendesah kesal. Ia segera keluar dari ruang berita yang memuat pemberitaan tentang dirinya dan Nadya. Bersamaan dengan itu Panji menghampiri sambil membawa dua cangkir kopi buatannya. Bukan tidak percaya dengan rasa kopi buatan pramugari Ethan tapi ia lebih senang jika soal kopi, ia yang membuatnya. Lagi pula ia tidak mau memberitahu pramugari kopi seperti apa yang ia inginkan, itu akan merepotkan mereka. Jadi lebih baik ia yang turun tangan sendiri. Ia juga yakin Ethan menyukai kopi buatannya. Untuk itulah ia membuat dua cangkir kopi. Melihat wajah Ethan tampak kesal, Panji bertanya sambil menyerahkan cangkir kopi untuk Ethan.“Ada apa, man?”“Thanks,” ucap
Nadya terpana melihat pesawat jet pribadi keluarga Sullivan, begitu juga dengan Mita, tak terkecuali keluarga Nadya. Mereka menganga dengan interior pesawat pribadi itu bergaya modern yang di cat perpaduan warna putih dan emas. Ruangannya luas dan tidak terlihat seperti di dalam pesawat, malah pesawat ini seperti layaknya hotel berbintang lima.Ruangan luas itu juga terbagi beberapa ruangan yang dipisahkan oleh dinding dinding berlapis emas. Pesawat ini terbagi dua lantai, lantai atas untuk ruang kokpit, tampak terlihat dua orang pilot sedang menaiki tangga mewah setelah mereka menyambut Ethan dan keluarga Nadya beserta Panji dan Mita. Kedua pilot itu ditemani tiga orang pramugari dan tiga orang pramugara, dan mereka tentu bukan orang Indonesia. Delapan jam perjalanan ke Australia bukanlah waktu yang sebentar, namun jika pesawatnya seperti ini tidak akan mungkin bosan bahkan tidak akan terasa berada di dalam pesawat yang sedang terbang tinggi di atas lautan biru. Nadya tersenyum di d