Jantung Zaara berdetak sangat kencang saat berada pada posisi yang sangat intim dengan pria yang selama ini sangat dirindukan, sekaligus menjadi pria satu-satunya yang ia cintai selama 3 tahun ini. Hembusan napas beraroma mint yang bisa tertangkap indera penciumannya, seolah membuatnya tidak bisa berpikir rasional dan ingin segera menghambur untuk memeluk sosok pria dengan pahatan sempurna di depannya.
Netra pekat dengan silinder hitam yang tajam itu tengah menatapnya dengan tatapan intens dan seolah mengunci dan menyihirnya hingga tidak berkutik berada di antara kuasa lengan kekar Arkan. Begitu juga saat ia mendengar perkataan bernada ancaman dari pria yang wajahnya berada tepat di depannya.
Bahkan jika ia bergerak sedikit saja, wajah pria yang sangat dipujanya itu akan menempel dan bibir tebal yang membuatnya tidak berkedip saat menatapnya, bisa mendarat dengan sempurna di bibirnya. Ia meremas celana panjangnya begitu mendengar ancaman dari Arkan yang masih mengunci
Arkan mengarahkan tatapan tajam dan menusuk pada Zaara yang saat ini berada dalam kuasanya. "Apa kamu mendengarku, Aisyahzaara Bellova!" Mengeratkan pelukannya hingga tubuh Zaara menghantam tubuhnya. Bahkan ia bisa merasakan dada sintal nan padat itu baru saja menabrak dadanya.Zaara yang lagi-lagi dibuat shock dengan perbuatan Arkan yang selalu menyentuh dan mendesaknya, semakin membuat perasaannya kacau balau. Akan tetapi, ia dengan sekuat tenaga menolak setiap sentuhan dari Arkan dengan cara mengarahkan tangannya ke dada bidang itu, untuk memberi jarak pada tubuhnya dan tubuh kekar yang hanya berjarak beberapa centi darinya."Tolong lepaskan saya, Presdir!" Zaara benar-benar memohon agar pria yang masih menguncinya itu mau melepaskan cengkeramannya."Jawab dulu perkataanku tadi, baru aku akan melepaskanmu!" Arkan semakin mengeratkan pelukannya pada pinggang ramping Zaara.Akhirnya Zaara yang meras
Beberapa saat setelah Zaara berdiam diri cukup lama di dalam toilet, ia yang sudah berhasil menormalkan perasannya yang tidak menentu, kini terlihat berjalan keluar dari sana. Kaki jenjangnya telah melangkah menuju ke arah ruangan pantry yang tidak jauh dari ruangan kerja presiden direktur.Awalnya ia merasa sangat aneh saat melihat ruangan tersebut di lantai atas dekat dengan ruangan pemimpin perusahaan. Namun, semua keanehan dan kejanggalan yang dirasakannya seolah musnah setelah mengalami kejadian sangat mengejutkan hari ini.Karena merasa sangat stres, Zaara membuat kopi untuk mencoba menenangkan diri. Sebenarnya ia sama sekali belum pernah minum kopi, tetapi karena ia merasa membutuhkan sebuah asupan untuk hatinya yang gundah gulana, membuatnya melampiaskan pada sebuah minuman."Jika ada anggur merah di sini, mungkin aku sudah meneguknya hingga habis." Mengaduk kopi susu yang baru saja ia buat. Hingga ia pun mendengar ketukan pintu dan suara bariton d
Arkan menaikkan kedua alisnya saat mendengar pertanyaan dari Zaara yang seolah sama sekali tidak mempercayainya. Kemudian ia mengeratkan tangannya pada kedua sisi lengan itu dan mengunci tatapan dari wanita di depannya."Kenapa kamu tidak percaya padaku, Zaara? Apa kamu berpikir aku telah berbohong padamu? Dan apa tadi kamu bilang, menjadikanmu istri kedua? Astaga, pikiran konyol macam apa itu."Zaara menelan salivanya karena masih merasa gugup saat pria yang menurutnya semakin tampan itu tidak mengalihkan tatapannya. "Ini tidak konyol, Presdir. Bukankah dulu Anda bilang sangat mencintai wanita ular itu dan sudah menikahinya? Tolong lepaskan saya dan jangan seperti ini."Arkan sama sekali tidak menuruti keinginan dari Zaara, karena ia sangat suka berada pada posisi yang sangat intim dengan wanita yang bisa dilihatnya merasa sangat gugup. Bahkan ia bisa mendengar suara detak jantung yang tidak beraturan dari Zaara.
Zaara terlihat meremas celana panjang berbahan katun yang dipakainya untuk menormalkan kegugupannya. "Saya tidak bisa, Presdir. Karena saya sudah menikah dan tidak ingin menyakiti hati abang Willy."Arkan kembali dibakar api cemburu saat Zaara menolaknya mentah-mentah. Tentu saja ia tidak bisa menerima kenyataan bahwa wanita yang sangat ingin dinikahinya itu tidak mau menerimanya dan langsung menolak tanpa memikirkannya terlebih dahulu. Sehingga ia mencoba untuk mengubah pikiran dari Zaara agar mau mengubah pendirian dan menerimanya."Zaara, aku merasa sangat yakin bahwa kamu masih sangat mencintaiku. Kamu tidak merasa bahagia hidup bersama pria itu, kan? Jadi, jangan menyiksa dirimu sendiri. Kamu bisa hidup berbahagia bersamaku, Gadisku."Tanpa bisa menahannya, bulir bening air mata lolos dari wajah Zaara saat mendengar kata-kata dari Arkan yang memang benar adanya. Dengan suara bergetar dan serak, ia mencoba untuk meny
Waktu jam pulang kantor sudah tiba dan semua orang yang bekerja di perusahaan, mulai satu persatu keluar setelah selesai merapikan meja kerjanya. Begitu juga dengan Zaara yang sudah selesai bekerja dan mulai mengganti seragam kerjanya dengan pakaian biasa. Setelah kejadian tadi pagi, saat ia menyuruh Arkan untuk menjauhinya sementara waktu. Sejak saat itu, Arkan belum datang lagi mengganggunya. Bahkan saat jam makan siang pun tidak memanggilnya.Zaara berjalan melewati ruangan kerja presiden direktur yang tertutup dan sama sekali tidak melihat sekelebat orang yang berada di lantai paling atas itu. Hingga ia berkata sendiri saat berjalan menuju ke arah lift. "Sepertinya daddy Arkan sangat sibuk, hingga belum keluar dari ruangannya."Kaki jenjangnya mulai melangkah masuk ke dalam lift yang akan membawanya ke dalam loby. Namun, saat ia berbalik badan untuk menghadap ke depan, matanya membulat sempurna saat melihat Arkan sudah berlari ke arahnya
Setelah menatap sekilas interaksi dari wanita paruh baya bersama dengan seorang balita laki-laki yang sedang asyik bermain dan tidak ingin pulang tersebut, Arkan mendorong pintu kaca di depannya dan melangkahkan kaki panjangnya menuju ke arah minuman.Ia langsung mengarahkan tangannya untuk membuka mesin pendingin itu di depannya dan mengambil air isotonik untuk mengembalikan ion tubuhnya yang banyak hilang karena memikirkan Zaara seharian ini.Tanpa membuang waktu, ia sudah membuka botol minuman kemasan tersebut dan langsung meneguknya hingga tinggal separuh. Namun, ia langsung tersedak saat kakinya di pukul ringan oleh balita laki-laki yang sudah berada di bawahnya. Sehingga ia saat ini tengah mengamati ulah balita tersebut yang sudah berjalan berbicara tidak jelas kepadanya."Ecim ... ecim."Endang Susanti tadi merayu Arza dengan membelikan es cream agar bocah balita itu mau diajak pulang. Saat ia tengah memilih es cream yang berada di freezer, d
Arkan yang saat ini tengah memandangi wajah balita yang berada di pangkuannya dan tidak berhenti bergerak, karena bocah laki-laki itu sangat aktif. Entah mengapa, ia merasa sangat menyukai balita itu karena sibuk mencium pipi gembil Arza. Saat ia sibuk menatap tingkah Arza, suara dari wanita paruh baya yang duduk di belakangnya, membuat ia menoleh."Nah, gang di depan itu, belok kanan, Pak." Endang yang dari tadi jadi penunjuk jalan, langsung mengatakan arah yang merupakan gang masuk tempat tinggalnya. "Setelah itu, rumah nomor 10, kiri jalan dengan cat tembok berwarna biru dengan halaman luas, itu rumah saya.""Baik, Bu," jawab sang supir yang kembali fokus menatap beberapa rumah dan mencari yang cocok dengan ciri-ciri tersebut.Arkan mengerutkan keningnya begitu merasa sangat tidak asing dengan ciri-ciri rumah yang disebutkan oleh wanita tersebut. Sehingga ia mengamati jalanan di depannya yang merupakan gang masu
Zaara yang saat ini tengah membungkuk untuk menaruh cangkir di atas meja dan bisa didengarnya, suara dari wanita paruh baya yang ada di sebelah kanan ia berdiri. Refleks ia langsung ber-sitatap dengan netra pekat milik pria yang saat ini seolah ingin memberinya sebuah kode bahwa kekasih yang dimaksud tak lain adalah dirinya."Sebenarnya apa yang tadi dikatakan oleh daddy Arkan pada ibu? Dia tidak membicarakan tentangku, bukan? Sepertinya dia benar-benar sangat percaya diri, karena berpikir kami akan menikah. Astaga, rasanya aku ingin pergi ke ujung dunia untuk melarikan diri dari semua beban ini," gumam Zaara yang berjalan meninggalkan orang-orang di ruang tamu tersebut.Tentu saja ia tidak ingin kembali berinteraksi dengan Arkan yang sudah seharian ini mengguncang jiwanya. Sehingga ia memilih menghindar dengan niat bersembunyi di dapur, berpura-pura untuk menghangatkan makanan. Namun, baru saja kaki jenjangnya melangkah, suara dari Willy membuat ia m
Sepuluh bulan setelah Zaara membulatkan tekad untuk hamil lagi telah berlalu. Kini, keinginannya telah terwujud dan benar-benar hamil anak perempuan setelah melakukan USG. Kehamilan Zaara kali ini benar-benar jauh berbeda dari yang pertama, karena semua kemewahan dan kasih sayang serta perhatian dia dapatkan.Arkan benar-benar sangat memperhatikan semuanya, mulai dari asupan gizi dan dokter pribadi yang setiap bulan datang ke rumah untuk mengecek kehamilannya. Itu semua karena Arkan sangat over protective dan sama sekali tidak mengizinkan Zaara keluar, yang malah membuat kecapekan jika harus menempuh perjalanan ke rumah sakit.Meskipun jarak rumah dan rumah sakit hanyalah beberapa kilometer saja, tetapi karena tidak ingin terjadi sesuatu hal yang buruk pada Zaara yang kandungannya lemah, sehingga tidak mau mengambil resiko.Saat ini, kehamilan Zaara sudah menginjak minggu ke 36 dan tinggal menghitung hari saat kelahiran.
Satu tahun telah berlalu, Zaara dan Arkan menjadi pasangan paling romantis sekaligus fenomenal, tak lupa para paparazi yang selalu memburu berita tentang mereka. Bahkan Arza pun kini menjadi selebgram kecil yang selalu menjadi perbincangan di media sosial karena ketampanannya, mewarisi gen daddy dan mommy-nya.Seperti hari ini, saat Arkan menghabiskan waktu liburnya bersama Zaara dan Arza di Mall of America yang terletak di Bloomington, Minnesota. Salah satu pusat perbelanjaan terbesar dan paling banyak dikunjungi di Amerika Serikat. Dengan 520 toko, 50 restoran dan atraksi termasuk Nickelodeon Universe, taman hiburan dalam ruangan terbesar dan toko American Girl yang baru, pilihan tidak terbatas di Mall of America.Arza yang tidak mau digendong oleh Arkan, terlihat sangat ceria saat berlarian di area pusat perbelanjaan terbesar tersebut. Zaara pun terlihat sangat bahagia melihat interaksi dari ayah dan anak yang berada di depannya. Tidak lu
Tangan Arkan yang tadinya sibuk di rahang Zaara, kini menuruni leher jenjang putih yang sudah mulai berpeluh, lalu meremas dua benda membusung yang sudah tidak terlapisi apapun. Bisa dilihatnya puncak yang mengeras dan Arkan pun mengeluarkan suara yang mungkin sangat menggoda.Zaara bisa merasakan tangan dengan buku-buku kuat itu menggoda tubuhnya yang bergairah dan mengirimkan denyut kenikmatan luar biasa, menembus tubuhnya. Sensasi paling nikmat yang diciptakan Arkan dan membuat Zaara menginginkan lebih banyak yang membuatnya lepas kendali.Bahkan hasratnya meledak seketika saat Arkan mengisap puncak yang mengeras dan menciptakan lonjakan kenikmatan yang teramat luar biasa, seolah melenyapkan ketakutan yang tadi dia rasakan.Arkan tidak membuang waktu karena tangannya sudah menarik penutup terakhir dan lepas dari tangannya.Zaara sebenarnya merasa sangat malu, tetapi karena sudah digulung gairah, dia membiarkan mata Arkan yang indah dan begitu gelap, te
Setelah menceritakan semuanya pada Zaara, Arkan kini mengamati ekspresi dari wanita yang menurutnya terlihat semakin cantik dan mempesona. Selain karena ia selalu membelikan kosmetik terbaik dan termahal untuk perawatan Zaara, juga aura kebahagiaan menjadi penyebab wanita tersebut semakin cantik. “Menurutmu bagaimana, Sayang? Apakah kamu senang Rini mendapatkan karmanya?”Awalnya, Zaara masih terdiam seolah tengah memikirkan apa yang ada di otaknya saat ini. Ia menatap ke arah Arza yang ada di hadapannya. Wajah tidak berdosa yang terlihat dari puteranya, membuatnya memikirkan apa yang puteranya alami satu bulan lalu. “Sudah sepantasnya wanita ular itu mendapatkan karma dari perbuatannya. Aku memang sangat senang dia menuai apa yang selama ini ia tanam. Dari dulu dia selalu membuatku menderita. Jadi, sekarang dia harus menderita di sisa umurnya.”Arkan menganggukkan kepala dan menggeser tubuhnya untuk semakin mendekati Zaara d
Raut wajah kesal yang bisa dilihat Zaara dari pria yang terlihat babak belur tersebut, sebenarnya membuatnya ingin tertawa. Akan tetapi, ia sekuat tenaga untuk menahan diri. Tentu saja agar tidak membuat kemarahan Arkan semakin bertambah. Namun, ia masih ingin merahasiakan semuanya sampai nanti menikah dengan pria yang sangat dipujanya tersebut."Iya, Daddy Arkan sangat bodoh! Karena tidak bisa mengerti perasaan seorang wanita." Zaara berusaha melepaskan kuasa dari jemari dengan buku-buku kuat yang baru saja merangkum pipinya. Karena ingin mengalihkan pandangannya dari netra pekat dengan iris tajam yang mengunci tatapannya dari tadi.Jawaban bernada ambigu yang sama sekali tidak dimengerti, membuat Arkan tidak kunjung melepaskan tangannya yang dari tadi menahan pipi putih Zaara. "Jangan coba-coba untuk kabur, Sayang. Aku tidak akan pernah melepaskanmu sebelum menjelaskan dengan detail tentang maksud dari perkataanmu tadi. Memangnya aku kuran
Arkan termangu di tempatnya saat merasa terkejut dengan penolakan mentah-mentah dari Zaara yang sudah kabur darinya. Bahkan ia seperti orang yang terlihat linglung dan menatap kosong ke sembarang arah dengan berbagai macam pertanyaan yang memenuhi otaknya. Saat ini, ia sibuk bertanya-tanya di dalam hati mengenai sikap Zaara yang dirasanya sangat aneh dan langsung menghindar begitu ia membahas tentang masalah anak."Sebenarnya apa yang terjadi pada Zaara? Kenapa dia terlihat sangat ketakutan? Apakah terjadi sesuatu dulu tanpa sepengetahuanku? Sepertinya aku harus menanyakan pada Zaara mengenai hal ini."Puas ber-agumen sendiri, kaki panjangnya kini melangkah masuk ke dalam ruangan perawatan Arza untuk menyusul sosok wanita yang tadi meninggalkannya. Begitu ia membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan kamar presidential suite tersebut, bisa dilihatnya sosok pria dengan tubuh tinggi tegap hampir sama dengannya sudah membungkuk untuk mencium putr
Flashback on ...Arkan masih berlutut di hadapan sosok pria yang terlihat mengarahkan tatapan menusuk penuh kebencian padanya. Ia sama sekali tidak memperdulikan tanggapan pria yang menurutnya tidak jauh lebih baik darinya tersebut. Sehingga ia sudah mulai menjelaskan tentang semua hal mengenai masa lalunya dengan Zaara tiga tahun yang lalu.Selama beberapa menit, ia menjelaskan dengan tidak ada yang ditutupi sama sekali. Begitu selesai, ia yang dari tadi menundukkan kepala, kini menunggu tanggapan dari pria yang akan menjadi mertuanya dengan perasaan tidak menentu.Cakra Baihaqi yang dari tadi berdiri menjulang di hadapan sosok pria yang sangat dibencinya, tadinya mengunci rapat bibirnya saat mendengarkan penjelasan panjang lebar mengenai awal mula perkenalan dari putrinya dengan Arkan. Sehingga kini, ia mulai mengingat semua dosa-dosanya yang telah lalu. Namun, harga dirinya terlalu tinggi di hadapan pria yang ma
Zaara yang tadinya hendak membuka pintu ruangan perawatan putranya, karena ingin segera mengetahui apakah permasalahan dari dua pria yang sangat dicintainya saat berbicara empat mata selesai atau malah bertambah besar, akhirnya berhenti dan menoleh ke arah sosok pria dengan paras tampan yang sudah dianggapnya sebagai kakaknya sendiri."Iya, Abang Willy. Apakah Abang sudah mengambil keputusan?"Dengan tangan mengepal erat, Willy yang kini berdiri di sebelah wanita yang telah melahirkannya, sesaat menoleh ke arah ibunya. "Ibu tunggu di sini. Aku akan membebaskan belenggu yang selama ini menyiksa kami."Endang Susanti yang merasa terenyuh dengan perkataan lirih dari putranya, hanya bisa mengarahkan tangannya untuk memberikan sebuah kekuatan dengan usapan lembut di punggung kokoh Willy. Tidak lupa sebuah anggukan kepala kini menjadi jawabannya."Pergilah, Putraku. Sudah saatnya kamu melepaskan rantai yan
Zaara awalnya berjenggit kaget saat mendengar suara bariton dari papanya yang terdengar sangat murka saat baru masuk ke dalam ruangan perawatan putranya. Bahkan saat ini, ia tengah ber-sitatap dengan netra pekat sosok pria yang juga tengah terlihat sangat gelisah dan menandakan sedang banyak pikiran. Kini, tangannya mengusap lembut lengan kekar Arkan, ia berusaha untuk menenangkan perasaan pria tampan yang terlihat babak belur tersebut dengan sebuah tatapan mata yang penuh keteduhan.Di saat yang bersamaan, seorang perawat baru saja masuk ke ruangan setelah sebelumnya mengetuk pintu dengan membawa peralatan medis. "Tuan Arkan, dokter menyuruh saya datang ke sini untuk mengobati luka, Anda."Awalnya Arkan ingin menolak, tetapi saat ia hendak membuka mulut, didengarnya suara dari Zaara yang memberikan sebuah perintah padanya."Daddy Arkan keluar saja bersama perawat ke ruangan lain. Aku ingin berbicara dengan papa," seru Z