Kejam, jahat, tega? Julukan apalagi yang akan disematkan untuk Hanan tadi malam? Hm, Hanan rasa ia tak peduli, tidak ambil pusing. Baginya itu masih wajar saja, jika dibandingkan dengan kejamnya mulut Naufal. Rela memakai dan memfitnah istri sendiri, tanpa mau bertanya lebih dulu. Seolah-olah Hanan tersangka yang tidak patut didengar suaranya.Ya, tadi malam Hanan memang sengaja dan tidak akan peduli lagi pada Naufal. Ia mengunci pintu kamar, agar Naufal tidak bisa masuk ke dalam. Hanan juga tidak memberikan selimut pada Naufal. Membiarkan suami yang hanya menyandang status saja itu meringkuk kedinginan. Ia juga berusaha menulikan pendengaran saat Naufal tadi malam memangil namanya."Hari bermalas-malasan!" gumam Hanan.Ya, Hanan memang mengambil cuti kerja untuk hari ini. Setelah menikah ia memang sangat gila kerja. Tidak pernah libur, lebih senang menghabiskan waktu di tempat kerja.Hanan sudah bangun sejak satu jam yang lalu. Namun, ia hanya berguling-guling di atas tempat tidur. P
Hanan kikuk, terdiam seribu bahasa hingga memakan waktu satu jam. Ia hanya mampu menundukkan kepalanya. Bingung harus menjawab apa, padahal belum ada satu kalimat pun yang dilontarkan Ayana. Hanan benar-benar seperti tersangka, yang akan diintrogasi habis-habisan oleh penegak hukum. Wajahnya juga sudah pias, menahan rasa takut.Hanan dan Ayana hanya saling sikut sejak tadi. Ayana juga sepertinya sedang menguji kejujuran dari Hanan. Tidak ada niat untuk membuka percakapan lebih dulu. Apalagi Hanan, usai memberikan segelas jus jeruk dan menyajikan beberapa cemilan, Ia langsung terdiam dan duduk di samping Ayana. Hanan benar-benar meruntuki kebodohannya, sangat ceroboh. "Minuman nya gak bakalan abis sendiri, kalau cuman diliatin doang, Mi." Hanan takut-takut saat berusaha mengajak Ayana berbicara.Ya, saat mendengar Hanan marah-marah dan memaki Naufal, lalu ternyata yang menelepon adalah Ayana. Tidak perlu menunggu waktu lama, Ayana sudah berada di ambang pintu rumah. Lalu ke mana Naufa
Seorang pria paruh baya melempar beberapa lembar foto tepat di wajah gadis cantik yang sedari tadi diam dan membisu. Foto-foto tersebut berserakan di lantai rumah. Gadis cantik itu melirik sekilas foto-foto tersebut. Sesungguhnya ia sama sekali tak ingin menangis, malah ingin sekali tertawa terbahak-bahak. Namun, segera ia urungkan niat tersebut."Hanania Onella!"Pria paruh baya itu membentak gadis cantik tersebut yang duduk di hadapannya. Terlihat kilatan amarah yang sejak tadi berusaha ia pendam. Lengan kanan kekar miliknya dielus perlahan wanita berpenampilan hedon yang duduk di samping kanan."Kenapa kamu diam saja, ha?! Jawab pertanyaan Papa! Kenapa kamu seliar itu, mau jadi apa kamu kedepannya? Percuma disekolahkan jika urakan begitu."Hanan menatap nyalang wanita yang tersenyum remeh padanya. Bermuka dua, berpura-pura menenangkan suasana hati suami hasil rebutan. Dasar wanita ular! Wanita yang sudah merampas semua kebahagiaan miliknya."Lalu apa yang harus kujawab, Pa? Bukanka
Sial, itulah kalimat yang cocok menggambarkan takdir yang dialami Hanan kini. Ia menangis tersedu-sedu, meskipun tahu, jika menangis sampai air mata kering tak akan mengubah segalanya. Namun, setidaknya membantu mengacaukan penampilan dirinya.'Brengsek, sialan! Kenapa kesialan selalu mengikutiku? Tak bisakah aku bisa melakukan hal apa pun tanpa paksaan? Seperti anak gadis pada umumnya? Zaman sudah modern, tapi punya orang tua masih kuno. Bahkan yang menikah saling cinta saja bisa berujung perceraian, apalagi aku yang gak mencintai dia sama sekali? Tidak! aku sama sekali tak ingin menjadi janda di malam pertama, Tuhan!' batin Hanan.Kini, Hanan yang pongah dan bersikeras menolak perjodohan dengan Naufal satu jam lalu akhirnya kalah. Ia duduk di depan meja rias, MUA sedang sibuk memoles wajah sendu dan mata sembab Hanan. Tubuhnya sudah dibalut kebaya putih."Mbak, jangan nangis terus. Masa pengantin mukanya sembab gitu," ucap sang MUA."Ini hari tersial seumur hidupku, asal Mbak tau sa
Hanan menatap sinis layar ponsel Naufal yang masih menyala. Baru juga menyandang status Nyonya Naufal beberapa jam yang lalu, sudah mulai ada nyamuk yang hendak hinggap mencari mangsa."Cih, kasihan sekali kamu. Siapa pun kamu orangnya, sungguh benar-benar bodoh. Masih mau mendambakan sosok Naufal yang sama sekali gak ada istimewanya," gerutu Hanan."Habis liat apaan di ponselku?" Sebuah suara mengejutkan Hanan yang masih menggenggam ponsel Naufal."Liat jam," jawab Hanan asal."Bukannya di kamarmu ada jam dinding? besar loh," goda Naufal sembari menunjuk jam dinding yang tergantung di samping rak hijab.'Mampus aku! semoga saja Naufal gak curiga, bisa-bisa dia gede rasa. Dikira aku tipe isteri posesif sama suami. Cih, padahal sih bodo amat!' batin Hanan."Cieee, jangan curigaan ah, sama suami sendiri. Kita masih pengantin baru loh!" goda Naufal.Hanan kembali meletakkan ponsel Naufal ke atas nakas. Mendengus sebal, memilih berpura-pura tak mendengar ucapan Naufal. Kabin baik merebahk
"Jangan bersikap seperti gadis bodoh!" bentak gadis itu pada Hanan."Apa maksudmu!" Hanan tak terima dibentak oleh gadis tak jelas seperti itu."Di mana Naufal?" tanya gadis itu menatap sinis Hanan."Di dalam, mau apa?" Hanan balik bertanya.Tak mempedulikan pertanyaan dari Hanan, ia lebih memilih menerobos masuk ke dalam. Sengaja menubruk tubuh Hanan, hingga sepeda motor yang diduduki goyang. Tentu saja Hanan tidak terima diperlakukan seperti itu. Bergegas turun dari sepeda motor dan menyusul wanita gila yang minim sopan santu tersebut."NAUFAL!" teriaknya.Ya ampun! Apa gadis tersebut masuk ke dalam golongan penghuni hutan? terbiasa berteriak bebas tanpa tahu sopan santun? Tetapi dilihat dari penampilan sepertinya ia gadis kota. Tapi sayang, sangat urakan sekali!Hanan begitu geram dengan tingkah lakunya, menarik kasar rambut gadis itu yang terurai."Aw, sakit!""Sakit ya? Dasar lemah!" cibir Hanan."Lepaskan tanganmu sialan!"Takut lepas kendali, Hanan akhirnya memilih mengalah. Me
"Hanania Onella, gadis santun yang tidak banyak tingkah. Kesayangan guru, bahkan namanya gak pernah ada di dalam buku hitam selama sekolah di SMA Negeri 01. Siapa sih yang tak mengenal sosok Hanan? Berprestasi, aktif dalam setiap kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Ya, meskipun gak cantik-cantik amat dibandingkan sama aku, tapi heran banget, banyak cowok yang terkagum-kagum. Ternyata kamu gak sesempurna yang mereka kira, kamu perusak hubungan orang."Hanan menganga, Yeza mengingat betul sosok dirinya. Bahkan ia sendiri saja sempat tak mengenali Yeza. Penampilannya begitu glamor, berbeda dengan dulu yang masih berpenampilan sederhana. Ya, Hanan memang hanya sekadar mengenal nama saja. Hanan dan Yeza berbeda jurusan, Ia memilih jurusan IPA, sedangkan Yeza IPS. Sudah berbeda jurusan, tentu saja tak satu kelas. Bisa dipastikan hanya kenal sesama satu angkatan."A-aku bukan perusak hubungan kalian! Aku juga gak sudi nikah sama Naufal, kamu kira apa yang terlihat istimewa darinya?" balas H
"Assalamualaikum," ucap Hanan. Sengaja ia sedikit menghentakkan kakinya, agar tak dicurigai sudah menguping pembicaraan orang lain."Wa-waalaikumussalam." Terdengar jawaban dari dalam rumah disertai suara handle pintu yang diputar. "Hanan? Ayo masuk sini!"Hanan melangkah masuk, menatap Ayana, sang mami mertua, terlihat sedang bersama seorang gadis remaja. Tanpa menunggu disuruh, Hanan menjatuhkan bobot di atas sofa."Hanan mau minum apa?" tanya Ayana ramah."Emz, gak usah repot-repot, Mi," tolak Hanan.Ayana menyentuh bahu Hanan, "Jangan sungkan, anggap saja rumah sendiri."Hanan mengangguk, mengalihkan perhatiannya pada gadis remaja yang duduk di samping Ayana, sedari tadi hanya diam saja."Hai?" Sapa Hanan canggung. Hendak bertanya siapakah gadis remaja itu pada Ayana, namun, ia urungkan. "Ya ampun, Hanan sayang! Maafkan Mami, sampai lupa. Kenalkan ini Mawaz Hazzafa, adik satu-satunya Naufal. Panggil saja Afa, kemarin waktu kalian menikah, Afa masih ujian akhir sekolah. Jadi gak b
Hanan kikuk, terdiam seribu bahasa hingga memakan waktu satu jam. Ia hanya mampu menundukkan kepalanya. Bingung harus menjawab apa, padahal belum ada satu kalimat pun yang dilontarkan Ayana. Hanan benar-benar seperti tersangka, yang akan diintrogasi habis-habisan oleh penegak hukum. Wajahnya juga sudah pias, menahan rasa takut.Hanan dan Ayana hanya saling sikut sejak tadi. Ayana juga sepertinya sedang menguji kejujuran dari Hanan. Tidak ada niat untuk membuka percakapan lebih dulu. Apalagi Hanan, usai memberikan segelas jus jeruk dan menyajikan beberapa cemilan, Ia langsung terdiam dan duduk di samping Ayana. Hanan benar-benar meruntuki kebodohannya, sangat ceroboh. "Minuman nya gak bakalan abis sendiri, kalau cuman diliatin doang, Mi." Hanan takut-takut saat berusaha mengajak Ayana berbicara.Ya, saat mendengar Hanan marah-marah dan memaki Naufal, lalu ternyata yang menelepon adalah Ayana. Tidak perlu menunggu waktu lama, Ayana sudah berada di ambang pintu rumah. Lalu ke mana Naufa
Kejam, jahat, tega? Julukan apalagi yang akan disematkan untuk Hanan tadi malam? Hm, Hanan rasa ia tak peduli, tidak ambil pusing. Baginya itu masih wajar saja, jika dibandingkan dengan kejamnya mulut Naufal. Rela memakai dan memfitnah istri sendiri, tanpa mau bertanya lebih dulu. Seolah-olah Hanan tersangka yang tidak patut didengar suaranya.Ya, tadi malam Hanan memang sengaja dan tidak akan peduli lagi pada Naufal. Ia mengunci pintu kamar, agar Naufal tidak bisa masuk ke dalam. Hanan juga tidak memberikan selimut pada Naufal. Membiarkan suami yang hanya menyandang status saja itu meringkuk kedinginan. Ia juga berusaha menulikan pendengaran saat Naufal tadi malam memangil namanya."Hari bermalas-malasan!" gumam Hanan.Ya, Hanan memang mengambil cuti kerja untuk hari ini. Setelah menikah ia memang sangat gila kerja. Tidak pernah libur, lebih senang menghabiskan waktu di tempat kerja.Hanan sudah bangun sejak satu jam yang lalu. Namun, ia hanya berguling-guling di atas tempat tidur. P
Hanan tidak takut sama sekali dengan ancaman Naufal. Kalau perlu diingatkan lagi, Hanan tidak pernah lagi hidup damai dan tentram sejak perceraian kedua orang tuanya. Nenek lampir itu merusak kebahagiannya, Syahreza yang lebih percaya dan tidak mau mendengar sedikit saja kejujuran sang putri. Lalu Manda yang selalu egois, semua keinginannya harus dipenuhi.Ingat baik-baik dan camkan! Jadi, ancaman seperti itu sangat tidak berlaku untu Hanan. Ia menghentikan langkahnya bukan karena mengurungkan niat untuk pergi. Hanan sangat membenci, ketika memiliki masalah dengan orang lain, lalu disangkut pautkan pada Syahreza. Ia cukup mandiri sejak sini, mampu menyelesaikan masalah seorang diri."Kamu kira aku takut? Ancamanmu sama sekali gak berlaku buat aku, suami sampah!" cibir Hanan."Apakah kamu terlahir sebagai pembangkang?" tanya Naufal.Hanan mengepalkan tangan, padahal sejak tadi berusaha untuk tidak bertingkah brutal dan mengendalikan emosi. Naufal sepertinya memang sedang benar-benar me
"SUDAH KUBILANG, NANTI DULU JIKA MAU BICARA. BIARKAN AKU MANDI SEBENTAR!" teriak Hanan. Hanan sudah bisa membaca suasana, pasti ada yang tidak beres. Akan ada pertengkaran antara dirinya dengan Naufal. Hati Hanan juga teramat sakit, saat mendengar kalimat sindiran yang diucapkan Naufal. Bukan berarti Hanan sedang berusaha mengelak, Ia juga penasaran. Namun, tubuhnya juga lelah, Ia harus membersihkan diri terlebih dahulu.Setelah dibentak oleh Hanan, Naufal langsung terdiam. Duduk menunggu di ruang keluarga, bersantai di atas sofa. Meskipun Hanan tahu, tatapan Naufal tak lepas dari gerak-gerik nya. Berusaha tenang dan mengontrol emosi, Hanan mandi juga terkesan buru-buru. Ia bahkan membiarkan kepalanya masih dibungkus handuk."Ada apa? Aku sudah siap untuk adu jotos denganmu!" ketus Hanan. Ia berdiri tak jauh dari Hanan duduk."Begitu sikapmu pada suami?" sindir Naufal.Hanan menatap sinis pada Naufal. "Berharap dianggap suami?""Jangan buat kesabaranku habis, Hanania Onella!" bentak
"Kerja saja dulu, gajian 'kan nanti sore kalau mau pulang." Hanan berlalu keluar dari ruangan. Jam kerja sudah dimulai. Efek kalimat dari Lyra ternyata memberikan pengaruh besar juga. Hanan terlihat lebih bersemangat sekali. Bahkan jam kerja yang biasanya terasa cepat sekali usai, kini berubah. Terasa begitu lambat, sesekali Hanan melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, disela-sela kesibukan melayani pengunjung."Kenapa gajian bisa bikin kita bahagia?" tanya Lyra."Karena bakalan dapat duit.""Pinter kamu, Hanan." "Gitu doang masa gak tau, terlalu bego namanya."Saat yang ditunggu akhirnya tiba juga. Dengan wajah sumringah Hanan dan Lyra keluar dari ruangan bos besar. Masing-masing menerima amplop hasil jerih payah selama satu bulan. Jam kerja telah usai. Hanan dan Lyra tentu saja berniat menyenangkan diri terlebih dahulu sebelum pulang ke rumah."Kita makan bakso dulu, yuk!" ajak Lyra."Aku gak lapar, pulangnya aja gimana?" Lyra mengangguk tanda menyetujui
Ah, benar, hanya mimpi belaka. Bunga tidur yang biasa menemani saat sedang terlelap. Naufal sadar, kini ia bahkan sedang berusaha memeluk tubuh Hanan. Yang tentu saja keheranan dengan sikapnya. Pengaruh mimpi untuknya ternyata cukup besar. Hingga kini ia merasa begitu ketakutan akan kehilangan."Aku gak bisa napas, Naufal! Kamu mau bunuh aku, ha?!" Hanan akhirnya mengigit tangan Naufal yang memeluk erat tubuhnya."Aduh, Kamu ini nyeremin banget. Main gigit-gigit begitu," keluh Naufal. Mengelus tangan kanannya, ada bekas gigi Hanan."Bodo amat, lepasin gak?"Naufal memutuskan melepaskan pelukan, takut juga jika digigit kembali. Ternyata selain galak dan jutek, Hanan juga hobi mengigit.Hanan menendang tubuh Naufal agar menjauh. "Jangan modus, Gak mempan sama aku!""Iya deh, Iya. Makasih udah mau mengkhawatirkan aku."Hanan memilih abai, semenjak bangun tidur, Naufal sepertinya semakin aneh. Ia juga sebenarnya penasaran, mengapa bisa sampai Naufal mengigau menyebut namanya.'Manusia sat
Hanan merapikan penampilan saat hendak berangkat kerja, Ia kini sangat rajin memasak. Usai adzan subuh berkumandang, Hanan sudah selesai bersih-bersih rumah. Lalu memasak untuk sarapan. Setiap hari menu sarapan selalu berbeda-beda. Ia benar-benar melakoni tugas sebagai Ibu rumah tangga. Namun, tetap ada yang berbeda. Hanan yang biasanya marah-marah, bahkan selalu bersikap ketus pada Naufal, kini berubah total. Ya, bukan berarti berubah menerima Naufal sebagai seorang suami. Melainkan dianggap patung oleh Hanan. Tidak ada obrolan atau perdebatan lagi yang menemani hari-hari mereka."Hanan, kenapa kamu selalu menyibukkan diri dengan bekerja?" tanya Naufal. Sepertinya ia memang sengaja membuka obrolan saat sarapan."Tidak perlu bertanya jika sudah tau jawabannya, " jawab Hanan. Ia beranjak dari duduknya, menuju wastafel untuk mencuci piring bekas sarapan.Nyeri, ada yang menyayat hati Naufal. Tapi tidak berbekas. Biasanya jika membahas soal pekerjaan, Hanan akan bicara ketus dengan ciri
"Gak usah aneh-aneh, ya!" ancam Naufal."Lah, terserah aku dong! Udah deh, mending aku buang aja ini mie." Hanan benar-benar memiringkan kembali mangkuk yang ia pegang. Kasihan, mie yang tidak bersalah itu menjadi korban keegoisan antara Hanan dan Naufal. Padahal sudah terlihat menggendut, akibat terlalu lama diabaikan."Gak boleh buang-buang makanan, Hanan. Nyari uang itu susah, jadi hargailah hasil jerih payah biar bisa beli mie itu."Hati Hanan seperti tersayat sembilu, mengartikan ucapan Naufal seolah-olah tidak ikhlas bekerja demi memenuhi kebutuhan sehari-hari."Heh! Asal kamu tau, Aku juga kerja. Jadi gak usah dikasih tau hal kayak gitu. Hello! Kamu nyadar gak sih? Udah ada ngasih aku uang belanja? Udah pernah ngasih nafkah? Biar kamu inget ya, ini isi kulkas semua belinya pakai uang pribadi aku. Gak ada campur tangan dari hasil keringat kamu! Jadi terserah aku dong, suka-suka aku!" kecam Hanan.Entah mengapa, akhir-akhir ini emosi Hanan memang tidak terkontrol lagi. Ia jadi mu
Hanan mengendarai motor sport kesayangannya dengan laju yang cukup lambat. Ia melamun di atas motor, pikirannya bercabang ke mana-mana. Hanan masih tidak menyangka, doa yang ia ucapkan dalam hati dikabulkan seketika. Jujur saja, tadi Hanan sempat berharap ada Naufal yang tiba-tiba datang menjemput. Sebab ia juga merasa takut harus kembali ke rumah seorang diri. Apalagi belum cukup hapal dengan seluk beluk jalan menuju rumah baru Naufal.Hingga tak disadari, motor yang dikendarai oleh Hanan melewati rumah mereka. Dari belakang, Naufal membunyikan klakson panjang. Memberi kode pada Hanan. Sayang sekali, Hanan mengira Naufal hanya iseng belaka. Hingga tiba di depan supermarket. Ia menyadari, jika jalan menuju rumah sudah terlewati. "Ya ampun! kok bisa sih, Aku sampai melamun begini?" gerutu Hanan. Bergegas memutar haluan, berbalik lagi. Beruntung jalanan masih ramai.Tiba di rumah, raut wajah Hanan sangat tidak enak dipandang. Ia mulai misuh-misuh saat melihat Naufal yang sedang duduk s