Normal 0 false false false IN X-NONE X-NONE
Taman Terang Bulan. Mungkin akan menjadi taman favorit sekarang bagi Ara. Ia baru saja menemukan taman ini saat ia berjalan-jalan di sekitar komplek rumah Bastian sore ini.Entah kenapa berada di rumah ia sangat suntuk. Apalagi Bastian juga tak ada. Tepat pukul sepuluh pagi tadi Bastian meminta izin untuk ke kantor Tian. Ada hal yang harus dia urus.Jujur, kenapa Bastian selalu meminta izin padanya akhir-akhir ini? Saat pergi dinas ke luar kota bersama Tian, ia juga meninggalkan memo, tadi juga saat ingin ke kantor, Babas juga meminta izin pada dirinya. Apa Babas sudah berubah dan mau membuka hati? Entahlah, yang jelas Ara masih belum mau menerka-nerka bagaimana perasaan Bastian padanya saat ini. Bisa jadi itu hanya cara Bastian agar mereka tak ribut di rumah.Ara menghidup udara sore dari pepohonan rimbun yang berjejer di taman tersebut.Entah karena ini sudah sore atau karena memang taman ini berada di tempat yang cukup terpencil, jadi ora
Ara baru saja sampai di rumah dari kunjungannya ke taman yang baru saja ia temukan. Pertemuannya dengan Vino juga ia momentkan pada hari yang membahagiakan di hidupnya.Ara melangkah bahagia memasuki pintu lalu menutupnya kembali tanpa ia sadari Bastian sudah berdiri di dekatnya."Dari mana saja?" ucap Bastian tanpa komando membuat Ara yang tengah bahagia seketika lansung terkejut."Isshh.. Kau mengagetkanku saja.." bentak Ara kesal.Babas berdecak, ia seketika kesal mendengar jawaban Ara. "Aku tanya kau dari mana saja?" ulang Babas.Ara melirik Babas curiga, "Apa urusanmu? Tumben kau peduli..""Aku serius Ara...""Aku juga serius. Sejak kapan kau peduli aku akan ke mana dan dari mana?"Babas diam mendengar jawaban Ara. "Kenapa kau diam?" tantang Ara kesal.Babas menatap Ara tajam, "Aku berhak bertanya.." ucap Babas sinis."Ck! Atas dasar apa?""Atas dasar kau istriku.."Mendengar kalim
Babas melirik ke arah meja makan. Di mana di sana ada Ara dan teman prianya. Tatapan Babas begitu tajam bahkan membuat Vino salah tingkah."Apa tak apa?" tanya Vino bingung.Ara mengernyitkan keningnya, "Apanya yang tak apa?" tanya Ara balik.Vino melirik ke arah Babas yang tengah menatapnya tajam. Ara mengikuti arah pandang mana Vino lalu berdecih kesal."Ada masalah apa?" tanya Ara pada Babas membuat Babas semakin kesal."Apa teman priamu tak bisa makan di rumahnya? Apa di rumahnya sedang kehabisan beras? Aku akan berikan satu ton untuknya, jadi aku harap dia pulang...!" ucap Babas dengan maksud mengusir.Ara menatap Babas kesal.
Hujan deras mengguyur sekitaran Jakarta siang itu. Suara petir yang menggelegar juga memekakkan terlinga. Langit seolah enggan untuk bersabar menunggu sore atau nanti malam dalam menumpahkan semua sesak pada awan.Dibalik suasana alam, Ara juga merasakan hal yang sama. Hatinya terluka, sakit dan menyesal. Ia menganggap dirinya terlalu murahan. Hati dan pikirannya sungguh tak sejalan.Ke mana Ara yang dulu? Bahkan di dekati pria saja ia tak mau. Tapi sekarang? Kenapa tubuhnya seolah mampu dihipnotis oleh seorang Babas.Kenapa ia tak bisa kasar pada Babas? Padahal dulu saat pertama kali mereka bertemu, Dirinya justru berani menampar Babas di depan umum. Kenapa saat statusnya sudah menikah, ia menjadi sangat lemah. Padahal perlakuan Babas jauh lebih menyakitkan sekarang dari pada yang dul
Ketegangan terjadi di ruang keluarga rumah tersebut. Baik Babas maupun Naima sama-sama terdiam. Apalagi mendengar ancaman Ara pada Naima. Babas melirik Naima dan kembali mengode kekasihnya itu untuk masuk ke kamar.Naima yang kesal langsung berdiri dan berjalan menghentak-hentak di depan Ara.Ara mendelik jengah.Naima yang sudah mendekat pada Ara, dengan kurang ajarnya ia mencoba menjambak rambut Ara namun dengan cepat Ara mengelak lalu menarik tangan Ara kebelakang sebagai respon perlindungan diri."Aaawww..sakiiitt.." teriak Naima meronta.Ara memiting lengan Naima ke belakang dan menempelkan tubuh depan Naima pada sandaran belakang sofa.
Setelah memutuskan panggilan telponnya dengan Raka, Ara langsung berlari menuju lemari pakaiannya. Ia menarik satu tengtop dan satu celana pendek yang hanya menutupi bokongnya saja sedikit.Ia segera menanggalkan semua pakaiannya dan menggantinya dengan yang ia ambil di lemari tadi.Ara juga melepaskan bra nya membuat puncak dadanya terlihat jelas.Melihat penampilannya di cermin, Ara seketika tersenyum puas.Jangan tanyakan bagaimana gugupnya Ara saat ini. Walaupun hatinya puas. Ia hendak berencana menyambut Raka dengan pakaian seperti itu. Setidaknya memberikan sedikit hantaman pada Babas.Setelah terpasang semua, Rena mengikat rambutnya berbentuk sanggul membuat leher jenjangnya t
Haaaahh...Ara menghembuskan nafasnya gusar. Ia melirik ke arah Bastian yang tengah menarik koper besar keluar dari kamarnya. Entah mau kemana pria itu sekarang. Yang jelas saat ia bertanya, Bastian tak memberi tahu sedikitpun.Sudah dua hari ini Bastian tak menyapanya sama sekali. Semenjak insiden ia membawa Raka ke rumahnya dan bertemu dengan Bastian, apalagi insiden Raka mengecup pipinya, Bastian berubah sangat drastis. Pria itu diam sediam-diamnya. Bahkan saat Ara bertanya pun Bastian tak menjawab sama sekali."Kau mau kemana lagi sekarang?" tanya Ara kembali. Namun masih dengan respon yang sama, Babas diam seribu bahasa.Kalian paham seberapa kesalnya Ara sekarang? Saat ia bertanya tapi tak di jawab sama sekali. Kau hanya dianggap seperti patung dan angin lalu.
Babas baru saja sampai di rumahnya. Ia mengusap kepala belakangnya yang tak gatal. Hari ini ia baru saja selesai rapat besar dengan karyawannya setelah seminggu yang lalu ia meresmikan perusahaannya.Perusahaan yang Babas kejar yaitu bermain di bidang perhotelan dan pariwisata. Karena itu rapat hari ini begitu sangat panjang karena seminggu lagi akan libur anak sekolah.Ia dan Timnya sedang menentukan konsep terbaik untuk mereka tampilkan pada liburan kali ini."Sayang.." teriak Bastian saat menemukan rumah sangat sepi.Babas melangkah semakin masuk ke dalam, dan kembali berteriak memanggil Ara. Namun lagi-lagi tak ada jawaban dari istrinya itu."Kemana Ara?" gumamnya. Ia melirik jam yang melingkar di tangannya, "Jam sembilan malam.." lanjutnya bergumam.Babas merasa tak nyaman dengan suasana seperti ini. Biasanya jika ia pulang bekerja, Ara akan senantiasa menyambutnya. M
Aku menatap langit pagi ini. Tak terlalu cerah memang, namun cukup sejuk. Tak dingin seperti pagi-pagiku sebelumnya.Setelah hubunganku dan Babas membaik dan sekarang aku tengah hamil delapan bulan dan tinggal satu bulan lagi, aku akan melahirkan anak pertamaku.Tahukah kalian, Babas semakin romantis padaku. Ia bahkan tak mau meninggalkanku sedetikpun. Pria itu kesulitan jika berjauhan denganku.Sepertinya Bastian cinta mati padaku..hahahah.Lucu bukan?Dulu aku dibuat seperti gadis bodoh di mata pria itu, sekarang justru dia yang terlihat bodoh.Ah?Kau berdosa Ara karena sudah mengatai suamimu bodoh.Tapi memang dia bodoh. Aku bisa apa? Kebodohan yang hakiki.Aku mengusap lenganku yang diterpa dinginnya angin. Mungkin karena akhir-akhir ini selalu musim hujan, jadilah cuaca turun drastis.Hidungku pun terasa sangat dingin. aku kembali melangkah masuk ke dalam rumah dengan sangat penuh kehati-hatian.
pernah dengar istilah benci jadi cinta? mungkin ini istilah lama yang mungkin sudah mulai bosan di dengar. namun itulah kenyataannya. faktanya ucapanan tersebut bukanlah hanya ucapan belaka. karena memang banyak yang mengalami kondisi seperti ini. diawali dari permusuhan, lambat laun akan berubah menjadi cinta.cukup menggelikan bukan?begitulah kisah yang Ara rasakan. namun mungkin bagi Ara, hidupnya cukup tragis. karena ia sempat merasakan kisah cintanya dihinggapi pelakor. banyak lika liku rumit yang akhirnya membawanya pada kisah cinta yang sebenarnya.pertemuannya dengan Bastian yang tak biasa sampai alasan mereka menikah juga bukan karena hal yang baik. tapi semuanya mampu terlewatkan walaupun air mata yang menguasai hari-hari Ara, namun ia mampu melewati semuanya sampai akhirnya ia menjemput kebahagiaan.seperti hari ini. setelah penantian panjang yang hampir memasuki bulan ke lima semenjak ia mem
Hai semua.. maaf tiga hari ini aku tak Update. sebagai gantinya aku akan triple Up hari ini. dan Up keduanya nanti pukul tujuh malam ya.. sedangkan Up ketiganya aku usahakan sebelum jam sebelas malam.dan mungkin cerita ini akan selesai hari ini. dan besok akan Update extra part dan lanjutan cerita "Devil Bodyguard"selamat membaca..^^******Hijau, sejuk dan nyaman.Itulah yang kini Ara rasakan. Bagaimana tidak, di depannya sekarang terbentang puluhan hektar bahkan ratusan hektar kebun teh. Aroma daun teh membuat tubuhnya rileks.Ia membentangkan tangannya lalu memejamkan mata. Meraskaan sejuknya angin yang menerpa kulit wajahnya. Wanginya aroma teh yang sedang diproduksi oleh pabrik teh.Pabrik tersebut berada cukup jauh dari posisi Ara berdiri, hanya saja hembusan angin yang mengarah padanya ikut serta membawa terbang aroma wangi dari daun teh kering tersebut.Ara membuk
Sesuai janji, aku double Up ya.. HeheheSelamat membaca.. ^^******Ara masih tertunduk. Matanya terasa panas. Ia ingin sekali menangis namun sebisa mungkin ia tahan."Ra.. Tatap aku.." pinta Bastian. Kali ini Bastian mulai pasrah.Bastian hendak berdiri namun suara isakan menghentikan niatnya.Ia melirik Ara. Walaupun masih tertunduk, ia bisa dengan mudah melihat air mata yang mengalir di pipi Ara.Bastian langsung mendekati Ara dan menangkup pipi istrinya itu lalu menengadahkannya membuat Ara mau tak mau harus melihat Babas."Hey, sayang. Kamu kenapa?" Bastian cemas. Isak Ara semakin kencang. Namun tangisnya masih ia tahan."Ara? Ya Tuhan, jangan begini. Aku nggak maksa kamu buat sayang sama aku. Aku nggak maksa kamu buat nerima aku kembali. Kalau kamu mau kita pisah dan itu bisa bikin kamu
Ara merasakan sakit di perutnya. Dan ia tahu apa arti dari sakit perut tersebut. Ia segera berlari ke kamar mandi dan benar tebakannya, ia melihat setetes darah yang membasahi celana dalamnya.Ara menatap darah itu lama. Dalam benaknya kini terlintas, jika ia datang bulan dan darah ini sebagai pertanda hari pertama, itu artinya sperma yang Bastian buang di dalam rahimnya tak membuahi sama sekali.Tes...Ara meneteskan air mata. Entah ini air mata senang atau air mata kesedihan. Ia tak tahu kenapa ia menitikkan air mata.Ara menghapus air mata tersebut lalu melepas celana dalamnya yang terkena darah. Ia membuka lemari rak yang ada di kamar mandi lalu mengeluarkan pembalut yang ia sediakan di sana.Haaahhh.Ara menghembuskan nafasnya kasar. Entah kenapa ia mendadak sedih. Kembali mengingat darah tadi membuat suasana hatinya langsung memburuk.
Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Ara memasukkan motor maticnya ke dalam garasi mobil. Ia meletakkan dengan hati-hati takut akan menggores mobil Bastian yang mungkin harganya sangat mahal.Ara melirik mobil yang asing baginya yang terparkir di depan rumahnya."Ini mencurigakan.." gumamnya.Namun Ara mencoba tak peduli. Ia melangkah masuk ke dalam. Namun saat ia menutup pintu masuk dan berbalik arah, Ara langsung dikagetkan dengan keberadaan Riani ada di rumahnya, tepatnya wanita itu di sini bersama Tian."Ra.." panggil Riani yang tadi langsung berdiri dari duduknya dan berjalan mendekati Ara."Hai.." sapa Ara namun tatapan wajah Ara terlihat tanpa ekspresi. Datar dan tak sem
Babas baru saja turun dari kamarnya. Ia masih mengenakan baju tidur saat turun ke bawah mencari Ara. Ia tak menemukan keberadaan istrinya itu di sampingnya.Babas berjalan menuju dapur, dan ia tak menemukan siapa pun di sana. Babas kembali mencari istrinya itu menuju kolam berenang dan di sana, ia melihat Ara tengah duduk di tepian kolam sambil merendamkan kaki di air kolam berenang tersebut.Sudah hampir dua jam wanita itu duduk di sana."Sayang?" panggil Babas membuat Ara seketika melirik ke arah kirinya.Ia tersenyum tipis lalu kembali fokus pada air kolam yang sedari tadi ia mainkan."Kamu ngapain di sini?" tanya Babas yang ikutan duduk di sebelah Ara."Nggak perlu aku jawab, kamu juga sudah tahu.." jawaban Ara terdengar dingin di telinga Babas membuat pria itu kembali kesal."Mulai lagi? Ingin kita bertengkar lagi?"Ara menatap Babas tanpa ekspresi, "Apa aku terlihat seperti seseorang yang mencari masalah?""Ara!" B
Ara termenung di kursi santai yang ada di tepian kolam berenang rumahnya dan Babas. Hatinya masih berduka. Usahanya terasa sia-sia.Ia merasakan remuk yang teramat remuk. Tiga hari yang lalu, saat ia begitu semangatnya berjuang untuk bayi yang Naima lahirkan, tapi semuanya terasa hampa saat ini.#tiga hari yang lalu"Saya bisa carikan donor ASI nya dok..."Ara begitu yakin bisa mendapatkannya. Ia menatap Babas membuat Babas bingung."Antarkan aku ke rumah Riani. Dia punya baby kan? Kita bisa minta bantuan Riani."Mendengar nama Riani disebut, Membuat Babas sedikit ragu."Sayang, Ri