Gerimis menyambut Elora dan Zed saat mobil Zed, sebuah SUV warna hitam, melintas di pusat kota Queenstown. Zed mengarahkan mobilnya ke Camp Street, jalan di mana terdapat jajaran butik, pusat perbelanjaan, dan toko-toko perhiasan.
“Kau sering ke sini?” tanya Zed, saat mobil memasuki area parkir di ujung jalan.
“Kadang-kadang. Jika aku butuh baju baru untuk bertemu calon klien.”
“Apakah kau membeli baju baru saat akan bertemu Caspian dan aku?”
Ada candaan samar dalam pertanyaan Zed, yang membuat Elora salah tingkah. Sontak, rasa hangat menjalar di kedua pipi Elora. Ia melepaskan tawa halus.
“Em … ya—tapi aku tidak terlalu berusaha keras juga untuk tampil. Aku takut jika aku terlalu berusaha, hasilnya malah berlebihan.”
“Kau tak perlu berusaha terlalu keras. Karena kau sudah cantik bahkan hanya dengan pakaian sederhana.”
Zed mengatakan itu setelah mobil terparkir r
Caspian selama ini terkenal sebagai Alpha yang tidak begitu ramah pada kawanan lain. Banyak yang mengatakan ia sombong karena berasal dari keluarga yang kaya raya. Tak jarang desas-desus berkembang menjadi tidak terkendali. Rumor itulah yang membentuk citra Caspian di mata para manusia serigala yang tidak mengenal baik dirinya.Semua terlihat dari cara mereka menatap dan berbicara pada Caspian selama pertemuan. Ditambah masalah yang Caspian timbulkan dua tahun belakangan, semakin kuatlah ketidaksukaan pemimpin kawanan lain padanya.“Sedari tadi kita membahas soal penjagaan perbatasan, tetapi sebenarnya apakah kita pernah benar-benar menemui masalah serius? Kecuali masalah yang ditimbulkan oleh seseorang akhir-akhir ini.”Gerald, seorang Alpha dari daerah ujung South Island mulai menyinggung soal Caspian. Pria tua berpemikiran kolot, yang masih senang mengenakan mantel bulu tanpa lengan kemana-mana. Caspian mengenalnya sedari Caspian masih remaj
Mendengar kata pesta dansa selalu memunculkan gambaran pesta-pesta di film tentang putri dan pangeran. Aula megah penuh orang dengan berbagai macam gaun dan setelan jas berkelas. Lilin-lilin besar yang diletakkan di wadah lilin bercabang tiga, apinya menari-nari dalam warna emas, kuning, dan oranye. Satu kelompok orkestra di sudut ruangan, memainkan musik klasik yang menghentak, terkadang syahdu, mengiringi pasangan-pasangan yang berputar dan berpelukan di lantai dansa.Gambaran itu nyata adanya. Bagai menuangkan pikiran menjadi sebuah wujud yang bisa dipandang secara kasat mata, Elora merasakan suasana seperti dalam negeri dongeng.Zed menjemputnya pukul tujuh malam. Dia mengetuk pintu kamar Elora, dan matanya melebar takjub melihat penampilan Elora malam ini.“Semua laki-laki pasti akan iri padaku,” katanya sembari tersenyum.Elora menampik pujian itu dengan tersipu, lalu mengumandangkan tawa kering. “Aku pikir ini terlalu berlebihan.&
Kedua kaki Elora melingkar rapat di pinggang Caspian yang ramping dan kokoh, membuat gaunnya tersibak dan menampakkan kulit mulus di paha Elora. Sepasang tangan Caspian membelit di pinggul Elora, dan menahannya di bokong, menjaga agar Elora tidak jatuh. Elora menjauhkan wajahnya perlahan sembari membuka kelopak matanya pelan-pelan. Pandangannya bertemu dengan Caspian. Sepasang mata birunya berpendar dalam keterkejutan, bingung, dan … senang.“Kau mabuk, El,” bisik Caspian. Itu bukan peringatan, hanya sekadar pemberitahuan, dan Caspian tidak terlihat keberatan akan hal itu.“Jangan pernah mengizinkan wanita manapun menyentuhmu. Kau milikku,” ucap Elora. Tak peduli pada reaksi orang-orang di sekitar mereka. Elora tak bisa memikirkan hal lain selain Caspian, dan perasaan yang susah payah ia pendam namun berhasil mengalahkannya malam ini. Yang Elora inginkan sekarang, di sini, hanyalah Caspian. Caspian menyeringai, sebuah senyum penuh kemenan
Pagi hari datang terlalu cepat. Elora menggerutu saat secercah sinar keemasan jatuh di atas matanya yang tertutup. Elora melenguh dan berguling ke samping, kemudian ia membuka mata dengan malas. Caspian tertidur di sisinya, dengkur halus terdengar seiring dengan dadanya yang naik turun.Elora mengerjap pelan, mengingat sisa-sisa kejadian semalam sembari menikmati pemandangan di hadapannya. Caspian begitu rupawan, dan jangan tanya masalah urusan ranjang … dia sangat pandai melakukannya. Sekujur tubuh Elora menggigil senang saat perasaan itu kembali datang, jejak-jejak sentuhan Caspian di kulitnya. Rasa lembut bibir Caspian di bibirnya.Ini pasti bukan kali pertama untuk Caspian … dan ini juga bukan yang pertama bagi Elora. Namun itu semua tak masalah. Mereka hidup di sini, pada masa ini, sebagai jodoh. Elora akan mencintai Caspian sepenuh hatinya.Caspian membuka mata, warna biru di selaput pelanginya nampak pudar. Caspian tersenyum manis, menimbulk
Elora membasuh tubuh, berpakaian, dan keluar dari kamar dengan harapan Zed sudah menunggunya di lorong seperti biasa. Namun tak ada siapapun. Elora beranjak ke bawah, menuruni tangga dan berbelok menuju ke ruang makan. Ia mendengar suara-suara dan denting piring dari dalam. Elora membuka pintu dan mendapati ruangan itu cukup ramai. Para anggota kawanan belum berangkat bekerja, dan mereka semua berhenti dari aktivitasnya saat melihat Elora.Elora berdiri dengan canggung di ambang pintu. Tak ada satupun yang ia kenal di sini. Elora menelan ludah dan berjalan mundur sembari menutup pintu. Ia akan makan saat orang-orang sudah pergi, seperti biasanya. Elora berbalik dan menabrak seseorang di belakangnya.“Aw!” Elora mengusap hidungnya yang berdenyut. Zed menangkap masing-masing lengan Elora, menjaga agar Elora tidak terjatuh ke belakang.“Mau ke mana?” tanya Zed.“Kembali ke kamar,” jawab Elora. Lalu ia teringat sesuatu. &ld
Tangan Caspian masih mencengkeram erat kedua tangan Elora, menahanya di samping tubuh. Seolah Caspian takut Elora bisa menyerangnya sewaktu-waktu.“El—apa yang terjadi? Kau bermimpi?” Caspian menelan ludah, suaranya tercekat.Elora melihat ke sekeliling. Ia berada di kamarnya. Seharian tadi setelah menghabiskan waktu membaca jurnal Sang Pelindung Bulan, kemudian berkeliling kastil dan menelepon Javier, Elora mengantuk lalu tertidur. Elora menoleh pelan ke arah jendela. Bulan menggantung tinggi di langit.Elora merasakan detak jantungnya yang memburu. Kelebatan mimpinya bagai kilasan-kilasan cahaya di balik matanya. “Aku … bermimpi?” Elora mengerjap dan memandang Caspian lagi. “Kau kenapa?” tanyanya, bingung.Caspian menunduk, melihat luka-luka di dadanya, tetapi dia tidak mengatakan apa-apa.“Apa itu… gara-gara aku?” kata Elora, lirih.Caspian mengendurkan tangan lalu membeb
Mereka kawanan yang pernah bermasalah dengan Caspian. Yah, sepertinya tidak ada kawanan yang tidak bermasalah dengannya. Caspian tidak ingat nama dari Alpha yang ada dihadapannya sekarang, namun ia ingat jika pemimpin kawanan ini tidak datang saat pertemuan tahunan para manusia serigala beberapa waktu yang lalu.“Perhitungan apa?” tanya Caspian. Kedua tangannya terkepal di sisi tubuh. Ia yakin malam ini pertarungan tak akan bisa dihindari.Lawan bicaranya mengumandangkan tawa getir. “Perhitungan apa katamu? Apa kau tidak ingat siapa yang sudah menghancurkan wajah Betaku?”“Apa kau tidak ingat apa yang sudah Betamu katakan padaku?” Caspian mencoba menahan diri. Ia melakukan itu bukan karena bermaksud sabar, tetapi ia memikirkan keselamatan Elora yang kini berdiri rapat di balik punggungnya.Alpha itu melotot dan menggertakkan gigi. “Apa yang Owen katakan adalah kebenaran! Kau yang terlalu sibuk mengurus bisnismu ti
Elora tahu ada yang tidak beres saat ia membuka mata. Langit-langit ruangan yang ia pandang sekarang terasa asing. Kemudian saat Elora melihat ke sekeliling, hanya ada gorden putih yang menghalangi pandangannya. Elora bangun, lalu sebuah sentakan nyeri di leher membuatnya terhenti.Elora mengangkat tangan, hendak menyentuh lehernya yang sakit, dan terhenyak saat melihat memar di sekujur lengannya. Samar-samar ia mengingat pertarungan semalam, ia dan Caspian melawan kawanan yang sepertinya punya dendam pada Caspian. Elora mampu menghajar orang-orang itu, tetapi setelah itu ia hilang kesadaran.Gorden di hadapannya tersibak dan Kate masuk. Dia terlonjak ketika melihat Elora. Nampan di tangannya nyaris jatuh.“El! Kau sudah sadar!” Kate segera meletakkan nampan berisi makanan di nakas lalu menghambur memeluk Elora. “Aku sangat takut saat melihat keadaanmu dan Caspian! Kupikir kalian sudah mati!”Kedua mata Kate berkaca-kaca saat dia m
“Apa yang sudah aku lakukan?” tanya Archer. Ia tidak terdengar takut, malah cenderung penasaran.“Tak usah pura-pura bodoh. Kami mengawasi gerak-gerikmu di North Island, dan kami tahu kedatanganmu ke sini membawa sebuah misi.”Rahang Kate terkatup rapat. Seharusnya ia mendesak Archer agar mau mengatakan yang sebenarnya tadi, sehingga Kate tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Apakah Archer tengah menyelidiki sebuah kejahatan besar yang berkaitan dengan kawanan manusia serigala?Apa mereka termasuk dalam jaringan obat-obatan terlarang yang dulu diperdagangkan oleh Cooper?Terlalu banyak kemungkinan di dalam benak Kate, hingga membuat kepalanya sakit.“Aku tidak mengerti apa yang kalian katakan,” ucap Archer.Satu tembakan terdengar, disusul oleh suara sesuatu yang berat jatuh ke tanah.“Berani berboohong lagi, dan kali ini nyawa Alphamu akan melayang.”Kate mematung. Apa merek
Kate tak bisa menemukan Caspian dimanapun pagi ini. Dia tidak ada di ruang kerja, di kamar, di bagian manapun di kastil. Ia baru saja hendak menelepon Caspian, saat ponselnya berbunyi dan sebuah pesan masuk. Itu dari Caspian.Tolong berikan dokumen yang ada di atas meja kerjaku kepada Aiden. Kau harus memberikannya pagi ini juga.Kate mengangkat satu alis dan mengerenyit. Dokumen apa yang membuat Caspian memberi perintah yang begitu mendesak? Kate pun kembali ke ruang kerja Caspian dan mengambil sebuah amplop cokelat dari atas meja kerjanya. Sebuah amplop dengan tulisan RAHASIA berwarna merah.Karena hari masih pagi dan jarak yang ditempuh tidak begitu jauh, Kate memutuskan untuk berjalan kaki menuju ke tempat Aiden. Sesampainya di sana, bukannya bertemu dengan Aiden, Kate justru disambut oleh Archer di depan pintu masuk.“Aku mau bertemu Aiden.”“Ada apa?”Kate mengacungkan amplop cokelat ke hadapan Archer. “Ca
“Aku rasa aku bertemu jodohku.” Caspian melengkungkan sebelah alis mendengar kata-kata Kate. “Aku rasa?” ulang Caspian, sangsi. “Kalau kau masih ragu dan menggunakan kata ‘aku rasa’, kupikir dia bukan benar-benar jodohmu. Kau bisa langsung mengetahui jodohmu begitu kalian bertatapan mata. Seperti aku dan—“ Kate mengangkat satu tangan ke hadapan wajah Caspian, memintanya untuk berhenti. “Aku tahu.” Ia lalu menggaruk bagian belakang kepala yang tidak gatal. “Maksudku—yeah… dia jodohku.” “Tapi?” sahut Caspian. “Tapi … aku tidak tahu apakah dia merasakannya juga.” Caspian meletakkan buku yang tengah ia baca ke atas meja kerja. Dia sedang membaca jurnal peninggalan Alpha yang menyinggung soal keluarga leluhur Elora saat tiba-tiba Kate masuk ke ruang kerja dan mengatakan hal yang membuat Caspian mengernyit. “Begini saja,” kata Caspian sembari memijat pangkal hidung, “ceritakan padaku dari awal pertemuanmu dengannya.” Kate mengangkat bahu lal
Pesta tahunan manusia serigala.Menurut Amber ini adalah acara paling konyol yang diadakan oleh sekumpulan makhluk mitos terkuat di muka bumi. Sebagai keturunan langsung dari salah satu pimpinan kawanan manusia serigala terbesar di Inggris, sedari kecil ayah Amber sudah menanamkan pikiran bahwa pesta perjodohan membuat manusia serigala terlihat lemah. Romansa bukanlah hal yang cocok untuk kaum mereka.“Kau akan mengenakan pakaian seperti itu ke pesta?” Brittany menusuk Amber dengan tatapan khasnya yang sinis dan menyebalkan. “Lebih baik kau kembali ke Inggris sekarang juga dan katakan pada ibumu kalau aku tidak akan membantumu mencari pasangan.”“Kenapa aku harus punya pasangan?” protes Amber, yang lalu menoleh ke cermin panjang di sampingnya. Benda itu memantulkan sosok Amber yang pucat, dengan rambut merah keriting yang mencolok, serta sebuah sweater usang warna biru dan celana jins yang robek di bagian paha dan lutut. Oh, j
Elora bergeming saat pria yang hampir memasuki usia seratus tahun itu menjatuhkan cangkir teh dari tangannya. Itu wajar. Tidak akan ada orang yang tidak terkejut menyaksikan kehadiran tamu tak diundang di salah satu ruangan pribadi di rumah penuh penjagaan seperti ini. Lelaki ini pastilah hendak bersantai, mungkin sembari membaca buku favoritnya, menikmati masa pensiun di rumah megah yang dibangunnya dari kerja keras.“Selamat malam,” sapa Elora. Ia berusaha bersikap sopan, setidaknya mungkin itu bisa menebus kelancangannya karena sudah menerobos masuk ke rumah Alfonso. Ya, dia adalah pria kaya raya yang dulu pernah Elora kunjungi bersama Caspian dan Brittany. Secara teknis mereka belum pernah bertemu dan bercakap-cakap dengan layak, karena yang Elora temui waktu itu adalah manusia serigala yang menyamar menjadi Alfonso.Elora melepaskan diri dari dinding, setelah cukup lama bersandar di sana sembari menunggu kedatangan Alfonso.“Maaf karena ak
“Siapa kau?”“Kau tak punya hak untuk tahu.”Elora memastikan tali yang melilit seorang pria di hadapannya bersama dengan kursi yang didudukinya sudah kuat, sebelum Elora menyeret kursi pria itu melintasi ruang tamu, menuju ke luar.“Hei! Apa yang kau lakukan! Ke mana kau akan membawaku!” Pria itu berteriak, setengah marah setengah takut. “Lepaskan aku! Aku akan memberikan apapun yang kau inginkan! Lepaskan aku!”Awalnya Elora tak menanggapi teriakan itu, tetapi lama kelamaan ia merasa terganggu. Walapun tak ada orang lagi dalam jarak setidaknya satu kilometer dari tempat Elora berada sekarang, dan saat ini sudah lewat tengah malam, tetap saja Elora merasa gelisah, khawatir jika ada orang yang mendengar mereka. Bagaimanapun juga, pekerjaan seperti ini tidak pernah Elora lakukan sebelumnya.Hëna lah yang menuntunnya ke rumah ini, yang berada jauh di tengah hutan, tempat di mana nyaris mustahil ada
Suasana malam di bulan Maret membawa kenangan tersendiri pada Elora. Ia memandang jernihnya langit gelap dan terangnya rembulan dari balik pepohonan lebat di hutan utara South Island. Satu tahun hampir berlalu setelah Elora berada dalam pengasingan. Hidup berpindah-pindah seperti manusia zaman dahulu. Tanpa rumah. Tanpa keluarga. Tanpa harta.Untungnya Elora sudah terbiasa. Ya, ia sempat punya keluarga, dan mendapatkan perhatian penuh dari orang yang mencintainya bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilupakan. Namun, kesendirian sudah menjadi takdir hidup Elora.Sejauh ini Hëna belum pernah menampakkan wujudnya langsung. Dia hanya muncul dalam mimpi-mimpi, di tengah tidur Elora yang selalu gelisah. Dalam dunia di bawah alam sadar itu, Elora selalu berada di tempat yang sama. Padang rumput tanpa batas, dan wanita bercahaya itu bersuara dalam bahasa yang tidak pernah Elora dengar, tetapi ia mengerti artinya.Hëna memerintahkan Elora untuk hidup layaknya pen
Sepuluh tahun kemudian ….Caspian mematut diri di depan cermin panjang yang ada di kamarnya. Hari ini merupakan hari yang sangat penting dalam hidupnya. Hari yang ia tunggu-tunggu kedatangannya selama sepuluh tahun terakhir.Caspian sengaja membuka pintu kamar, karena ia tengah menunggu kedatangan seseorang. Saat Caspian sedang membetulkan posisi jas yang melekat di tubuhnya, pintu kamar menyentak terbuka dan seseorang berlari masuk sambil berteriak.“Paman!!”“Sudah ibu bilang, panggil dia Alpha!”Satu pukulan keras terdengar, dan suara anak kecil yang berteriak kesakitan menyusul setelahnya. Caspian mengernyit, ikut merasakan sakit di kepala anak lelaki itu. “Tidak apa-apa, Kate. Dia kan keponakanku.”“Kalau aku biarkan, dia akan bersikap seenaknya padamu, Cas!”“Mama menyebalkan!” teriak Cooper, lalu dia berlari pergi meninggalkan Caspian dan Kate.Caspian te
“Elora!”Caspian berteriak memanggilnya, tetapi Elora terus berlari. Mereka memporak-porandakan salju di bawah kaki mereka, menerobos ranting-ranting kering dan menantang udara yang menggigit kulit. Elora berada dalam wujud manusia serigala, dan dia berlari lebih cepat dari pada Caspian.Caspian terus mengejarnya, tetapi yang bisa ia lihat hanyalah punggung Elora yang semakin menjauh. Sampai mereka tiba di tepi sungai yang gelap dan nyaris membeku. Elora tiba-tiba berhenti, lalu berbalik. “Jangan mendekat!” pekiknya. Caspian berhenti beberapa meter dari Elora. Paru-parunya terasa nyeri, dan lukanya berdenyut seperti jantung kedua.“Elora.” Caspian mengucapkan nama Elora dengan hati-hati, seakan namanya begitu sakral dan mengandung sihir. Satu kata itu mampu menggambarkan betapa rindu dan putus asanya Caspian. Dia berjalan mendekat, mengubah dirinya menjadi manusia lagi. Seketika, hawa dingin menyerbu Caspian, memperparah kondi