Home / Romansa / How Could We Go Wrong? / Chapter 3 - Pertemuan yang Tak Diduga

Share

Chapter 3 - Pertemuan yang Tak Diduga

Author: Putri Wahyuni
last update Last Updated: 2021-08-28 13:49:13

Alana memarkirkan mobilnya di depan salah satu coffee shop yang berada di Jakarta Pusattempat bertemu

yang di janjikannya bersama Reza. Alana mematikan mesin mobilnya dan melamun sejenak, memikirkan apakah dia harus bertemu dengan Reza atau kembali pulang ke apartemennya.

Alana sangat bingung sampai menundukkan kepalanya di kemudi mobil sembari memejamkan mata.

(WazzApp Notification)

Pemberitahuan WazzApp mengejutkan Alana dan dia pun membuka layar ponselnya.

"Aku udah sampe, Al. Kamu dimana?" -Reza

"Shit!" Ucap Alana dengan memegang kepalanya. Walaupun Alana berniat untuk membatalkan pertemuannya dengan Reza, Alana tetap tidak tega harus meninggalkan Reza begitu saja. Apalagi Alana paling tidak suka dengan orang yang membatalkan janji.

"Aku di parkiran. Bentar, ya." -Alana

Alana pun bergegas menghampiri Reza. Apa pun yang terjadi, yang terpenting Alana sudah menepati janji. Selanjutnya hanya melihat bagaimana pertemuan ini akan membawa mereka. Apakah berlanjut atau pertemuan ini adalah pertemuan yang pertama dan terakhir kali diantara mereka.

"Oke, Al. Aku pake sweater hitam, ya." -Reza

Alana masuk ke dalam coffee shop, matanya mencari pria yang memakai sweater hitam di dalam coffee shop itu. Seketika mata Alana tertuju kepada pria yang duduk di pojok yang berdekatan dengan meja bar, memakai sweater hitam, dan tengah fokus pada ponselnya. 

Alana mulai mendekat, namun masih belum bisa melihat persis seperti apa wajah pria itu karena sedari tadi dia hanya menunduk dan menatap layar ponsel yang diletakkannya di meja.

Tanpa pikir panjang, Alana memberanikan diri untuk menghampiri pria yang memakai sweater hitam itu dan menyapanya "Hei… Reza??" Tanya Alana meyakinkan.

Pria itu sontak terkejut dan menatap mata Alana "I-iyaa. Aleeta?"

Sebentar...! Ternyata... Reza adalah Alan. Laki-laki yang sudah di putuskan oleh Fina dan laki-laki yang ditabrak oleh Alana ketika mereka tengah berada di kantor Alana dan juga yang berada di coffee shop beberapa waktu yang lalu. Ternyata bukan hanya Alana saja yang menggunakan nama samaran tetapi Alan juga tidak menggunakan nama aslinya pada saat memakai aplikasi TinTan.

Tetapi… Mengapa Alan menggunakan nama 'Reza' untuk nama samarannya? Sementara Reza adalah laki-laki masa lalu Fina yang sudah merebut wanita itu dari genggaman Alan. Bahkan Laki-laki itu pula yang saat ini di benci oleh Alan.

"Iyaaa." Ucap Alana dengan memberikan senyum.

"Oh iya silahkan duduk." Ucap Reza-- atau Alan, nama yang sesungguhnya.

"Sorry, ya, lama. Aku habis pulang dari kantor dan langsung kesini." Ucap Alana menjelaskan dengan lembut.

Deg! Jantung Alana seketika berdegup kencang saat dia duduk berhadapan dengan Alan disaat Alana menangkap Alan tengah memperhatikannya. Ternyata Alana salah menilai Alan. Alan bukanlah seorang bapak-bapak atau Om-om hidung belang melainkan dia adalah pria yang masih muda. Sebut saja umur mereka terlihat hanya terpaut empat tahun jika dilihat dari wajah Alan.

Alan memiliki wajah yang manis, tidak membosankan. Sweater yang dia kenakan menunjukkan dadanya yang bidang. Sepertinya selain memiliki wajah yang manis, dia juga merupakan pria yang senang pergi ke gym untuk menjaga kesehatan tubuhnya.

Dari penampilannya, Alan merupakan pria yang sangat rapi. Kacamata yang dia pakai membawakan kesan wibawa pada dirinya. Namun, Alana tak bisa langsung menilai bahwa Alan adalah pria yang berwibawa. Setidaknya, Alana harus tahu seperti apa gaya bicara Alan ketika mereka berbincang nanti.

"Iya aku tau, kok. Name tag kamu masih ada." Alan memberikan sedikit candaan.

Alana mengernyitkan dahi dan masih terpaku dengan jawaban Alan, seketika dia menoleh ke name tag-nya dengan ekspresi gugup dan harus tetap tenang disaat bersamaan "Oh iyaaaa. Aku lupa lepasin." Jawab Alana yang berusaha tetap tenang.

Alana tiba-tiba teringat dengan penampilannya yang sangat kusut. Hal ini adalah hal terburuk baginya karena Alana sadar dia sudah salah menilai Alan.

"Al, aku kayanya pernah ketemu deh sama kamu." Ucap Alan yang memang sudah tidak asing dengan wajah Alana.

"Oh ya? Dimana?" Tanya Alana sembari melepaskan name tag-nya dan membelalakkan mata terkejut kepada Alan.

"Di kantor PT. Tirta Industri." Ucap Alan ragu dan sesekali memejamkan matanya.

"Oh ya? itu kantor tempat aku kerja, loh." Sebelumnya, Alana tidak mengatakan perusahaan tempat dia bekerja, begitu pun dengan Alan. Mereka hanya memberitahu lokasi tempat mereka bekerja saja.

Alana seketika mengingat ketika pertama kali match dengan Alan saat dia berada di cafeteria bersama dengan teman-temannya. 

*Flashback*

"Guys, ada yang lumayan nih walaupun fotonya silhouete. Tapi dari postur tubuhnya kayanya sih oke."

"Yaudah swipe right aja."

"Coba liat?"

"Wah, jaraknya cuma satu menit dari kita. Berarti dia disini, Al."

"Waduh, jangan-jangan dia karyawan di kantor kita lagi?"

"Gue mau hapus foto aja deh. Malu."

"Ngapain? Foto lu kan silhouete juga."

"Oh iyaaa."

You matched with Reza.

"Wah, dia udah swipe right lu duluan."

"Semoga aja dia bukan karyawan kantor kita."

*Flashback Off*

"Kamu kerja di kantor itu?" Tanya Alana penasaran

"Nggak. Aku kerja di PT. Industri Jaya. Aku ke kantor kamu karna ada kerjasama." Jawab Alan sembari melemparkan senyumannya yang manis.

"Yeah I know. Perusahaan aku memang lagi sering banget ngomongin kerjasama dengan perusahaan itu. Waktu itu juga jangan-jangan kamu di kantor aku lagi pas kita match?" Ucap Alana sembari mengingat saat itu ketika dia dan Alan terhubung di aplikasi TinTanjarak mereka pun hanya kurang dari satu kilometer.

"Siang ya kita match kalo gak salah?" Tanya Alan memastikan.

"Bener." Ucap Alana yakin.

*Flashback*

Sebelumnya di Middle Cafeteria...

"Selamat makan, Pak Alan. Kantor kami selain punya kantin sendiri, juga punya kantin satu gedung disini. Saya lebih suka makan siang disini, Pak. Selain makanannya enak, saya bisa cuci mata dengan karyawan-karyawan perusahaan lain disini hahaha." Harsono memberikan sedikit candaan.

"Haha iya, Pak. Makanannya enak." Jawab Alan seadanya sembari mengunyah makanannya. 

Setelah Alan selesai menyantap makananannya, Alan membuka aplikasi kencan online sembari menunggu Harsono menghabiskan dessert-nya.

Alan melihat wanita yang bernama Aleeta, memakai foto silhouete di dalam aplikasi TinTan. Alan seketika tampak penasaran dengan wanita yang memakai foto silhouete itu. Tanpa membuang waktu, Alan langsung menyentuh 'swipe right' agar bisa terhubung dengan Aleeta, nama samaran Alana.

Beberapa menit kemudian...

Now you matched with Aleeta

Tanpa membuang waktu, Alan langsung mengirimkan pesan kepada Aleeta. Lagipula, jarak Alan dan Alana pun hanya kurang dari satu meter. Hal itu sangat memungkinkan bagi Alan untuk bisa bertemu dengan Aleeta detik itu juga.

"Hei Aleeta. Aku Reza. Nice to match with you."

*Flashback Off*

"Oh iya, waktu itu aku lagi di kantin lunch bareng Pak Harsono."

Alan lagi-lagi mengingatkan Alana "Dan kalo gak salah aku pernah deh ketemu kamu pas di kantor kamu."

"Oh ya?" Tanya Alana membelalakkan matanya.

 "Iyaaa. Kamu kayaknya pernah nabrak aku deh, Al. Tapi namanya sih seinget aku Alana bukan Aleeta." Jawab Alan dengan ekspresi bingung.

"Oh iyaa!! ITU AKU!!!” Ucap Alana bersemangat “Kamu yang aku tabrak itu? Ya ampun aku minta maaf, ya." Ucap Alana kikuk.

"Nama kamu Alana apa Aleeta?" Tanya Alan penasaran.

Di samping Alan adalah pria yang manis dan memiliki tubuh yang ideal, Sepertinya Alan merupakan pria yang memiliki daya ingat yang cukup tinggi. Selain bisa mengingat wajah Alana, dia juga bisa dengan mudah mengingat nama Alana.

"Hmm... Nama aku sebenernya sih Alana. Aleeta itu nama samaran doang." Jawab Alana sembari menggigit bibir bawahnya.

"Yaaahh aku di bohongin ternyata selama ini." Alan tertawa kecil padahal dia pun memakai nama samaran!! 

"Hahaha, nggak kaya gitu. Aku tuh sebenarnya mau ngasi tau kamu pas kita udah pindah chat di WazzApp. Tapi aku lupa, lagian kamu manggil aku ‘Al’. Ya aku juga di panggil ‘Al’ sama temen-temen aku bukan Alana. So---"

"Well-- boleh lah alasannya." Ucap Alan mengangguk sembari tersenyum kecil.

"Hmm. Oh iya, nama Anstagram kamu apaan? Kamu udah janji mau kasi tau aku pas kita ketemu. Aku gak mau ya tiba-tiba jalan sama orang yang udah punya pacar. Kan bisa aja kamu modus udah putus sama pacar kamu tapi nyatanya kamu punya pacar atau lagi berantem doang terus mengunduh aplikasi TinTan dan jadiin aku pelampiasan." Ucap Alana dengan padat dan jelas. 

Alana memang lebih suka berterus terang dan tidak ingin bertele-tele apabila sedang berbicara dengan lawan bicaranya. Tidak terkecuali dia yang baru dikenal atau sudah lama kenal dengan Alana.

"Hahaha ada-ada aja kamu. Kamu gak percayaan banget, sih." Jawab Alan pelan dan lembut

"Bukan gak percaya, sih. Tapi aku udah sering berhadapan sama buaya." Celetuk Alana

"Hahaha" Alan terkekeh "Tapi aku buayanya beda. Masih baby buaya, jadi belom ngerti." Alan memberikan sedikit candaan.

"Mending gue milih baby cumi, masih bisa dimakan. Baby buaya sama aja, tetep buaya. Ntar juga berkembang biak jadi buaya sejati." Ucap Alana dalam hati

"Receh banget sih, Pak? Oh jadi karyawan PT. Industri jaya modelannya kaya begini? Receh?" Ucap Alana mengolok

"Haha rese banget sih kamu." Jawab Alan terkekeh. 

Entah mengapa, Alan merasa pertemuannya dengan Alana kali ini seakan sudah mengenal Alana bertahun-tahun. Alan memiliki sifat cuek dan tidak bisa dengan gampang mencairkan suasana dengan orang yang baru di kenal. Tapi kali ini, Alana bisa membuatnya tertawa lepas, seakan menjadi dirinya sendiri.

"Yaudah apa nama Anstagram kamu?" Tanya Alana menuntut

"Alan Pratama." Jawab Alan singkat

Alana mengetik nama Alan di pencarian Anstagram-nya "wait!  Alan? terus Reza?" Tanya Alana bingung

“Nama kamu Alan Reza Pratama?” Tanya Alana memastikan.

"Bukan. Reza itu nama samaran aku di TinTan. Nama asli aku Alan Pratama." Jawab Alan santai. 

"Ooohh. Sama dong?” Tanya Alana dengan tatapan sinis dan Alan haya mengangguk santai “Well, kayaknya ini waktu kita untuk saling ketawa satu sama lain." Ucap Alana menyindir sedangkan Alan hanya tersenyum melihat wajah Alana yang tampak kesal.

"Kenapa jauh banget dari Alan ke Reza?" Tanya Alana bingung sembari matanya terfokus mengetik nama Alan di pencarian Anstagram miliknya.

"Aku gak suka aja sama nama itu."

"Loh, gak suka kenapa malah di pake?" Alana pun semakin bingung dengan jawaban yang di berikan oleh Alan.

"Ada deh." Jawab Alan singkat. Alan masih enggan untuk menceritakan bagaimana dia tidak suka dengan nama Reza, nama seseorang yang sudah merebut Fina darinya

"By the way, Selain di kantor kamu, kita pernah ketemu lagi, loh. Di salah satu coffee shop. Waktu itu lipstick kamu jatoh pas lagi mesen." Ucap Alan berharap Alana mengingat dan juga mencoba mengalihkan pembicaraan mereka dari nama Reza.

"Ooohhh! Iya aku inget. Wah ternyata kita udah pernah ketemu terus, ya. Kamu sering juga ternyata main ke daerah sini."

Alana mengingat penampilan Alan saat di coffee shop beberapa minggu yang lalu lebih tepatnya. Penampilan Alan waktu itu sangat berbeda sekali dengan penampilannya saat ini. Bagaimana tidak, hari itu adalah satu hari setelah Alan di putuskan oleh Fina.

Tak terasa Alana dan Alan berbincang sampai malam. Alan tampak sangat berwibawa dan berbicara dengan santun serta memiliki pengetahuan yang luas dari cara bicara dan gaya bahasanya.

Lewat matanya, Alan seperti melihat Alana jauh ke dalam dirinya hingga membuat Alan tak berhenti memandangi Alana.

Alana pun melihat Alan dengan penuh pesona. Ditambah lagi, Alana mengidamkan pria yang berwibawa dan punya pengetahuan yang luas. Alan sungguh telah berhasil membuat Alana terpesona dengan kesan pertamanya.

Suasana tampak hening. Alan dan Alana sudah kehabisan topik pembicaraan. Alan melihat Alana menatap di sekeliling coffee shop. Tampak dari wajahnya Alana sudah merasa bosan.

Alan melirik arloji yang berada di tangan kirinya dan waktu pun sudah menunjukkan pukul sebelas lewat beberapa menit.

"Jadi, kapan kita ketemu lagi, Al?" Tanya Alan memastikan kepada Alana.

"Hmm. Weekend ini?"

"Boleh. Aku jemput yaaa, Al." Ucap Alan sembari menatap Alana

Alana memberikan senyum "Oke." Ucap Alana tanpa ragu sedikitpun

***

Alana memperlihatkan wajah suka cita ketika bertemu untuk kedua kalinya bersama Alan. Dia tampak memerhatikan penampilannya karena menurutnya dia sudah mengacaukan kesan pertama yang terlihat kusut ketika bertemu Alan.

Mereka bertemu di coffee shop tempat pertama mereka bertemu. Menurut mereka tempat itu cukup nyaman untuk di jadikan tempat tongkrongan. Suasana yang disuguhkan oleh coffee shop itu lebih tenang dan tidak berisik sehingga tidak mengganggu setiap pengunjung ketika sedang mengobrol atau bahkan menyelesaikan pekerjaan.

"Alan, zodiak kamu virgo ya?" Tanya Alana yakin.

"Ha? Nggak, Al." Ucap Alan sedikit terkejut dengan pertanyaan Alana yang tiba-tiba membahas zodiak.

"Ooh, terus apa dong?" Tanya Alana ragu. Sepertinya dia sudah salah melemparkan pertanyaan kepada Alan.

"Aku sagitarius. Kenapa emang?" Tanya Alan dengan wajah penasaran.

"Oh gapapa. Keliatannya kamu kayak virgo" Shit! calm down Alana. Alana yang sudah kehabisan kata-kata bisa-bisanya mengeluarkan pertanyaan konyol seperti itu.

"Kalo kamu?" Alan membalikkan pertanyaan ke Alana.

"Coba tebak." Sudah salah bertanya masih saja ingin ditebak.

"Cancer?" Jawab Alan santai.

"Kok kamu tau?" Tanya Alana dengan keras sehingga membuat orang-orang di sekitarnya melirik ke meja Alan dan Alana "Sorry" Sambung Alana.

Alan hanya tersenyum "Keliatan aja."

Pipi Alana memerah dan dia paling tidak suka jika dirinya bisa dilihat begitu transparan atau mudah di tebak oleh lawan bicaranya. 

"Oh ya, Al. Kamu punya target apa nih untuk kedepannya? Kaya investasi mungkin?" Tanya Alan menatap Alana.

Plak! Alana seperti di tampar oleh pertanyaan Alan. Pertanyaan mereka benar-benar berbanding terbalik. Antara zodiak dan investasi. Alana benar-benar merasa malu dan kagum dengan Alan disaat bersamaan.

"Hmm. Rencana aku sih-- banyak-- pengen investasi sih iya banget. Tapi untuk saat ini sih aku pengen lanjut S2."

"Wah bagus dong. Kenapa tertarik ambil S2?"

"Karena--- Hmm-- Gimana ya cara jelasinnya--" Ucap Alana gugup karena masih memikirkan pertanyaan konyolnya tadi.

"Gapapa santai aja. Jelasin sebisa kamu, dengan bahasa kamu, dan senyamannya kamu aja. Aku bakal coba untuk mengerti." Jawab Alan dengan melemparkan senyum.

Salah satu kalimat favorit Alana ketika tengah berbincang dengan Alan. Alan selalu saja melontarkan kalimat itu apabila Alana sedang kebingungan menjawab pertanyaan-pertanyaannya. 

Dari kalimat itulah Alana merasa bahwa Alan membuat Alana untuk menerima dirinya dengan cara merasa nyaman dengan jawabannya sendiri.

Alana tidak pernah seperti ini sebelumnya, yang tiba-tiba merasakan nyaman dengan mudah kepada seseorang yang baru pertama kali ditemuinya. Ada apa dengan Alana? Mengapa orang seperti Alana yang paling takut berbincang dengan orang asing malah ditaklukkan oleh Alan yang jelas-jelas orang asing baginya?

Apakah pesona Alan membuatnya lupa diri? Apakah perbincangan yang dilakukan Alana dan Alan selama dua minggu benar-benar mampu membuat Alana nyaman?

Related chapters

  • How Could We Go Wrong?   Chapter 4 - Candu

    Alana sedari tadi masih tenggelam dengan percakapan yang terjadi dicoffee shop beberapa hari yang lalu bersama Alan. "Woi, melamun mulu. Kenapa lu?" Tasya mengejutkan Alana yang tengah melamun dan tidak menyentuh makanannya sedikit pun. "Gue kayaknya udah ngerusak pertemuan gue yang kedua kalinya dengan Alan deh." Ucap Alana murung. "Hahaha kenapa lagi lu? Salah kostum?" Lily terkekeh. "Nggak." Alana menceritakan perbincangan yang dia lakukan bersama Alan kepada teman-temannya dan pembahasan konyol yang membuat Alan menunjukkan ekspresi terkejut saat mendengar pertanyaan Alana. "Lu kenapa sih? Kemaren pertama kali ketemu lo kusut banget. Terus yang kedua kalinya malah ngebahas zodiak. Hey sayang, cowo itu kebanyakan gak suka sama hal yang berbau zodiak. Eh malah lu bahas." Ucap Lily kesal. "Iya gue tau. Gue tuh kehabisan pembahasan. Gue bingung mau nanya apa, jadi yaudah gue bahas zodiak aja. Soalnya tuh gue pernah deket

    Last Updated : 2021-09-17
  • How Could We Go Wrong?   Chapter 5 - Trust Me

    Menjelang dua bulan, Alana dan Alan sudah mulai membuka diri satu sama lain walaupun masing-masing dari mereka belum ada yang mengungkapkan akan membawa hubungan mereka ke arah yang lebih serius. Disisi lain, Alana masih memahami Alan yang masih mencintai masa lalunya. Akan tetapi Alana membayangkan suatu hari nanti Alan pasti akan melupakan masa lalunya sama seperti Alana yang sudah melupakan Bagas semenjak bertemu dengan Alan. "Al, aku mau kita tinggal bareng." Ucap Alan spontan yang saat ini tengah menghampiri Alana di ruang kerjanya. Alana yang tengah sibuk mengerjakan pekerjaannya terkejut melihat Alan yang sudah berada di hadapannya. Baru kali ini Alan nekat menghampiri Alana sampai ke ruang kerjanya. "Kamu bercanda? Kita gak ada ikatan, Alan." Alana berbisik agar tak terdengar oleh karyawan-karyawan yang sedang bekerja di ruangan yang sama dengannya. "Kita harus dekat dulu, Al." Alan menatap Alana sangat dalam dan menggengga

    Last Updated : 2021-09-18
  • How Could We Go Wrong?   Chapter 6 - How Could We Go Wrong?

    "Alan,showerkita kok gak nyala?" Teriak Alana yang tengah berada di kamar mandi. Alan pun terlihat menghampiri dan mendekat ke pintu kamar mandi "Tadi aku mandi masih bisa, Al. Coba buka dulu pintunya biar aku lihat." Alana pun bergegas memakai handuknya dan membuka pintu kamar mandi. Sedangkan Alan tampak langsung memperbaikishowerdenganAlana yang berdiri di sampingnya. "Udah bisa nih." Ucap Alan sembari mendongakkan wajahnya ke Alana. "Dih aneh! Masa aku tadi pencet itu gak bisa." Alana mengomel kecil dengan ekspresi wajah yang kesal. "Yaudah kamu lanjut lagi mandinya. Ntar lama-lama aku disini handuk kamu aku buka paksa." Bisik Alan di telinga Alana dengan menggoda. "Eh i-i-iyaaa. Yaudah kamu keluar." Ucap Alana panik sembari mendorong Alan keluar dari kamar mandi. Setelah Alana selesai mandi, tubuhnya merasa lelah karena sudah beraktivitas seharian. Alana pun memutuskan untuk

    Last Updated : 2021-09-19
  • How Could We Go Wrong?   Chapter 7 - Cooking!

    Alana dan Alan tampak tengah menikmati waktu mereka berdua dengan memasak bersama.Ketika Alana tengah memotong sayur-sayuran, Alan pun memeluk Alana dari belakang "Nih pake tepung dulu biar makin cantik Mbak-nya." Alan mengusap wajah Alana dengan tangannya yang menggenggam tepung. "Kayak gini ya ternyata kelakuanmanagerPT. Industri Jaya?" Alana mengucapkannya dengan sangat kesal "Hahaha, ih gak profesional ih bawa-bawa profesi." Ucap Alan dengan tertawa geli. Alana memberikan senyuman yang terlihat menyimpan dendam kepada Alan "Ya udah kamu duduk aja gih. Jangan ngeganggu." "Yee marah." Ucap Alan terkekeh lalu berjalan menuju meja makan, Alana tiba-tiba mengikutinya dari belakang dengan menggenggam tepung di tangannya. Karena Alana hanya setinggi dada Alan, Alana harus menjinjit untuk mengusap tepung di wajah Alan. Namun, Alana ketahuan dan Alan menggendong tubuh Alana kemudian meletakkan tubuhnya di atas meja makan

    Last Updated : 2021-09-20
  • How Could We Go Wrong?   Chapter 8 - Ludo dan Catur

    Alana memegang pelipisnya yang sedari tadi sangat lelah mengerjakan pekerjaan di kantor yang tak kunjung usai. Sesekali, di liriknya ponsel, menantikan pesan dari Alan yang tengah berada di apartemen karena tidak enak badan. Rasa khawatirnya kepada Alan melebihi rasa khawatirnya kepada dirinya sendiri. Terkadang dia berselisih paham dengan pikirannya yang mengharuskannya untuk memikirkan dirinya terlebih dahulu daripada Alan. Namun dia tetap saja bisa mengalahkan pikirannya itu dan bergegas kembali ke apartemen dengan membawa seluruh pekerjaannya untuk di kerjakan di rumah. tok... tok... tok... Alan membuka pintu dengan wajahnya yang terlihat pucat "Al, ini baru jam dua siang, kamu kenapa cepet banget balik dari kantor?" Alan terkejut melihat Alana di depan pintu yang membawa beberapa berkas danpaper bag. "Kamu gapapa? Udah makan? Udah minum obat?" Alana tak menjawab pertanyaan Alan dan malah berbalik menanyakan

    Last Updated : 2021-09-21
  • How Could We Go Wrong?   Chapter 9 - Hormon Cinta

    Alan pulang berbondong-bondong membawa beberapagroceriesyang sudah penuh di kedua tangannya. Alana langsung menghampiri Alan dan mengambilgroceriestersebut dari tangan pria itu. Wajah Alan terlihat begitu lelah. Alana dengan sikap keibuannya langsung mengambil air mineral dan memberikannya kepada Alan. Saat Alan dan Alana sedang duduk di sofa bersama, Alana memutuskan untuk mengatakan kepada Alan bahwa dia ingin menjalani hubungan yang serius bersamanya. "Alan, aku mau ngomong sesuatu sama kamu." Ucap Alana dengan menatap Alan yang berada di samping kirinya. "Iyaaa Al. ngomong aja." Jawab Alan sembari tersenyum. "Hmm--" Alana sepertinya tampak ragu mengutarakan kalimat yang akan dia katakan "Kita kan udah tinggal diapartmentbareng selama satu bulan ini. Sementara kita masih belum ada hubungan apa-apa. Di samping itu, kita malah udah berhubungan terlalu jauh." Alana menghela n

    Last Updated : 2021-09-22
  • How Could We Go Wrong?   Chapter 10 - Amnesia

    Saat Alana mencoba melupakan Alan, dirinya selalu dihantui dengan bayang-bayang Alan.Amigdalanya pun selalu mencoba mengingatkan setiap kenangan yang telah dia lakukan bersama pria itu. Setelah kejadian itu, Alana memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya dan melanjutkan S2 di New York. Alana sadar bahwa dia tidak bisa terus-terusan hidup dengan menyalahkan diri sendiri dan merendahkan dirinya. Selama beberapa minggu ini Alana memang hidup dengan diselimuti kesedihan dan kesalahan yang sangat besar. Dia seakan tidak percaya diri dengan dirinya, merasa rendah, dan juga merasa tidak pantas untuk dimiliki siapa pun setelah mendengarkan perkataan Alan dan persepsi Alan selama ini terhadap dirinya. Bukan hanya perkataan Alan, perkataan Bagas pun seketika muncul di benaknya. Perkataan yang membuat Bagas pergi meninggalkannya. Untuk saat ini, Alana sepertinya sudah cukup untuk mengasihani dirinya sendiri. Dia harus berubah dan melupakan masa la

    Last Updated : 2021-09-23
  • How Could We Go Wrong?   Chapter 11 - Penyesalan

    Alana tak pernah menyangka perkataan Alan yang di lontarkan kepadanya akan sampai membawa takdirnya menuju New York. Mungkin ekspektasi untuk sekedar menjadi pasangan di hidup Alan adalah ekspektasi yang sangat tinggi sehingga tak mampu untuk menggapainya. Alana berharap, keputusannya itu adalah keputusan yang terbaik yang di ambilnya sekaligus bisa melupakan Alan dengan mudah. Alana pun tiba di New York City, orang-orang mengenal kota ini dengan kota terpadat di dunia yang terletak di Pantai Timur Amerika atau East Coast. Memiliki julukan kota ‘mewah’ dengan ‘The Manhattan’-nya. Saat tiba di Bandara, Alana bergegas menghampiri Paula, kekasih kakaknya, yang sudah menyiapkan apartemen untuk Alana tinggal di New York. Alana memang wanita mandiri, sehingga orangtua dan kakaknya tak terlalu khawatir membiarkan Alana mengurus segala sesuatunya sendirian. "Alana?" Seorang wanita menghampiri Alana yang tampak sedang menunggu taksi.

    Last Updated : 2021-09-24

Latest chapter

  • How Could We Go Wrong?   Extra Part

    Enam tahun kemudian..."Aileen... Banguuuun." Alana membangunkan Aileen, anak pertamanya, dengan memakai daster dan roll di rambutnya.Alana kemudian bergegas menghampiri Alan yang masih tertidur pulas di kamar "Sayang, bangun.""Sebentar sayang." Ucap Alan dengan matanya yang masih tertutup. Alan pun seketika meraih Alana dan menenggelamkannya di tubuhnya yang kekar."Iiihh jangan di peluk. Nanti rambut aku rusak." Ucap Alana kesal."Oh gitu?" Tatap Alan sinis"Ng-gak." Alana tahu sekali jika dia mengomentari Alan, Alan akan membuatnya tambah kesal"Tadi ngomong apa sayang? Ngomong apa?""Ih jangan kaya gitu. Rambut aku udah di catok." Ucap Alana murung dan memanyunkan bibirnyaAlan meraih bibir bawahnya dan melumatkannya dengan pelan "Udah jangan cemberut." Alan pun mengacak rambut Alana dan membuat rambutnya menjadi berantakan"Maaasssss!! Kan aku udah bilang jangan di rusakin rambutnya." Ucapnya

  • How Could We Go Wrong?   Chapter 39 - Honeymoon

    Dua pasangan yang awalnya berbagi luka pada akhirnya bersatu kembali. Alana tak pernah menyangka pertemuannya dengan Alan di aplikasi kencanonlinewaktu itu ternyata malah membawa mereka sampai ke jenjang pernikahan. Apa pun yang di lakukan Alana, tak peduli dia merubah penampilannya, pendidikan dan bahkan kehidupannya sekali pun. Kenangan yang dia ciptakan bersama Alan selalu menemaninya kemana pun dia pergi. Begitu juga dengan Alan. Tak peduli dua tahun Alana meninggalkannya dan pernah membencinya, dia tak akan pernah menyerah memperjuangkan cintanya bersama Alana, wanita yang dia butuhkan. Hari ini, mereka sedang menikmati momenhoneymoondi Bali. Ya, keluarga Alan dan Alana sudah mempersiapkanhoneymoonsejak mereka menggelarkan acara pernikahan. Orangtua mereka memesanprivate villadi daerah Badung dengan fasilitas yang sangat mewah. Masing-masingprivate villa&nb

  • How Could We Go Wrong?   Chapter 38 - Aldo & Paula

    Aldo terlihat menghampiri Alana di dapur saat Alana tengah sibuknya memotong beberapa sayur-sayuran seorang diri. “Cieee… Ada yang mau honeymoon nih bentar lagi.” Ucap Aldo kepada Alana memberikan candaan sembari mengambil satu buah apel yang berada di hadapan adiknya itu. “Iya dong! Iri ya?” Sindir Alana saat dia tengah asik memotong sayur-sayuran. “SORRY! NO TIME FOR LOVE!” Ucap Aldo sombong “Ouchh!!!” “Mas Aldo… Aku mau nanya deh. Boleh?” “Hahahahahaha. Baru juga nikah udah berubah aja nih adek gue. Ya kalo mau nanya mah nanya aja. Biasanya juga kamu gak minta izin dulu.” Ucap Aldo keheranan sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. “I-i-iya, sih.” Ucap Alana kikuk “Aku mau nanya hubungan Mas Aldo sama Mbak Paula sih.” Jawab Alana sembari menggigit bibir bawahnya. Seakan merasa tidak enak bertanya akan hal ini. “Hmm--- Aku cuma bingung aja. Kalian kan pacaran udah lama banget, Mas. Bahkan se

  • How Could We Go Wrong?   Chapter 37 - Menikah

    Acara pernikahan di gelar di salah satu hotel yang berada di Jakarta. Alana memakai gaun berwarna cream dan Alan pun memakai Jas dan celana dengan warna yang sesuai dengan dress Alana.Pernikahan yang digelar oleh Alan dan Alana benar-benar terlihat mewah.Semua sudut ruangan di beri dekorasi yang benar-benar memadu padankan barang-barang mewah namun terkesan elegan.Semua rekan kerja Alan maupun Alana tampak menghadiri acara pernikahan mereka seperti Ezra, Farhan, Lita dan Sanjaya."Alanaaaa!!" Teriak Tasya yang ikut menghadiri pernikahan Alan dan Alana dengan seorang bayi yang sedang berada digendongannya dan juga suami Tasya yang berada di sampingnya."Hei, Sya. Thanks ya udah dateng." Ucap Alana sembari memeluk Tasya"Tasya, Alana." Lily pun terlihat menghampiri mereka di tempat pelaminan."Wah darimana aja lo? Suami lo mana?" Tanya Tasya ke Lily"Suami gue gak bisa dateng, dia keluar negeri urusin bis

  • How Could We Go Wrong?   Chapter 36 - Pre-Wedding

    Satu bulan kemudian… Beberapa minggu lagi Alan dan Alana akan sah menjadi sepasang suami istri dimata hukum, negara, dan agama. Ya, Farhan sudah memberikan tahu pihak keluarga Alan dan Alana bahwa Alan sudah mulai bisa menghadapi kejadian trauma dan mengontrol pikiran-pikirannya ketika kejadian trauma itu kembali lagi dalam kehidupannya. Artinya pria itu sudah dinyatakan pulih oleh Farhan. Dengan hasilnya yang dinyatakan pulih, Alan pun bergegas untuk mempersiapkan pernikahannya dengan Alana seperti yang sudah di janjikan sebelumnya. Saat ini pun mereka tengah sibuk mempersiapkan acara pernikahan dimulai dari design baju pengantin, diskusi bersama wedding organizer, bimbingan pranikah bersama Farhan, serta foto pre-wedding untuk mengabadikan momen indah Alan dan Alana. “Alan… Kalau dress model ini bagus, gak?” Tanya Alana yang tengah memakai gaun berwarna cream untuk pesta pernikahannya. Ya, saat ini

  • How Could We Go Wrong?   Chapter 35 - Hello Again Jtown!

    Tok… tok… tok… Alana terbangun saat mendengar pintu apartemennya diketuk dari luar. Seketika dia pun berjalan dengan melas untuk membuka pintu dengan matanya yang masih menyipit. Cklek! Seketika Alana melihat bouquet bunga bertuliskan ‘Selamat datang di Jakarta, calon istriku yang cantik’ di depan pintu dengan Alan yang memegangnya. “Loh… udah kelar meeting-nya?” Tanya Alana dengan masih menyipitkan mata, kemudian dia pun kembali masuk ke dalam apartemen di ikuti oleh Alan dari belakang. “Sayang, ini udah jam tujuh malam.” “Ha? Serius?” Seketika Alana menoleh dan membelalakkan matanya kepada Alan. Alan pun hanya mengangguk sembari meletakkan bouqet bunga-nya di atas meja. “Wah tadi nyampe jam setengah dua siang langsung tidur gak bangun-bangun sampe sekarang.” Gumam Alana yang tengah membaringkan dirinya di atas sofa. Seketika Alana pun terduduk dan memegang perutnya “Sayang aku belu

  • How Could We Go Wrong?   Chapter 34 - Kota Wisata

    Setelah Alan dan Alana menikmati sarapannya di atas perahu sampan sembari memandangi indahnya pemandangan Danau Laut Tawar, mereka pun diajak oleh Gifari dan Bella untuk mencoba wisata Arung Jeram yang letaknya berada di Jembatan Lukup Badak. Alan, Alana, Gifari, dan Bella pun saat ini tengah memakai peralatan lengkap untuk mencoba wahana arung jeram sembari pemandu memberikan instruksi untuk melakukan gerakan dan mendayung di atas perahu karet yang berwarna orange itu. Alan dan Alana terlihat sangat menikmati tantangan yang ada di sungai pesangan dengan arusnya yang deras. Selain itu mereka juga benar-benar terpukau dengan pemandangan berbeda-beda yang disuguhkan dari sekeliling sungai seperti persawahan dan kebun kopi. “Haaaa!!! Ada arus deraaass!!!” Teriak Alana panik akan tetapi dia tetap menikmatinya. “It’s okay, Al. Nanti kalo jatoh mah aman. Ada pelampung.” Teriak Bella bersemangat. “Kota Takengon keren banget, ya! Sun

  • How Could We Go Wrong?   Chapter 33 - Takengon is Paradise

    Alan, Alana, Gifari, Bella serta beberapa teman Gifari memutuskan untuk barbeque-an di villa dari hasil tangkapan nelayan tadi. Ya, nelayan yang dilihat Alana di coffee shop. Saat mereka mendekat, Gifari pun meneriaki nelayan itu untuk membeli ikan-ikan yang mereka tangkap. Masih dengan suasana danau di malam hari dengan suhunya yang sangat dingin dua kali lipat dari sebelumnya. Gifari pun menghidupkan api unggun sembari Alan, Alana, dan Bella mempersiapkan makan malam. “It’s time for dinner, everyone!!!” Ucap Alana sembari menghidangkan makanan di sekeliling api unggun dengan tikar yang sudah di gelar disana. “By the way, yang ungu ini apaan, deh?” Tanya Alan penasaran saat Bella menghidangkan sejenis sambal akan tetapi warnanya berwarna ungu. “Oh itu… Kalo disini namanya ‘cecah terong anggur’. Bahannya dari terong belanda, dikasi sedikit cabe, garam, dan terasi. Habis itu di ulek deh. Nah makannya di bare

  • How Could We Go Wrong?   Chapter 32 - Healing

    Beberapa minggu kemudian… Alan dan Alana tiba di Bandara Rembele (Aceh Tengah) pukul sembilan lewat beberapa menit. Suasana dingin yang disuguhkan oleh Kota itu membuat tubuh Alana menggigil. Bagaimana tidak, walaupun cuaca sangat cerah tetapi suhu yang ada di kota itu mencapai 13 derajat celcius. Alana terlihat sangat cantik memakai selendang yang dia pakaikan di kepalanya. Ya, kita semua tahu bahwa Aceh dijuluki dengan kota serambi mekkah, artinya masyarakat disana menganut budaya-budaya islam yang sangat kental seperti negara Arab. Sehingga pengunjung pun di wajibkan memakai selendang atau pun kerudung disana. “Alana… Jaket kamu kemana?” Tanya Alan yang tampak melihat Alana menggigil saat mereka tengah menunggu di tempat pengambilan bagasi. “Di koper, sayang. Berrrrr dingiiiinnnn!!!” Ucap Alana sembari memanyunkan bibirnya. “Haduhhh… Kenapa di taro disana? Aku kan udah kasi tahu kamu kalo kota ini dingin. Jadi harus pr

DMCA.com Protection Status