Kami menurut dan menikmati secangkir teh yang disediakan oleh Ismi. Seorang kakek tua berjalan perlahan menghampiri kami, Ismi terlihat menggandengnya berjalan dengan hati-hati dan mendudukanya di dekat kami.
“Ini kakek saya… mbah Rusman, dia yang akan menceritakan semuanya,” jelas Ismi pada kami.
Mbah Rusman memperhatikan kami satu per satu sepertinya ia juga menyadari keberadaan hantu Nandar yang terus mengikutiku, kami merapikan posisi duduk dan memberikan senyum seramah mungkin kepada mbah Rusman.“Setelah kalian tau semuanya, apa yang akan kalian lakukan?” tanya mbah Rusman kepada kami.“Kami hanya mencari informasi mbah, teman kami di Jawa Tengah, mereka yang ahli soal hal gaib yang akan mencoba menghentikan kutukan itu” jelasku pada pak Rusman.“Bagus.. jika kalian yang ikut campur, sudah pasti kalian mati,” ucapnya.Kami sangat mengerti akan hal itu, namun setidaknya aku harus mendapatkanKami melalui hutan-hutan yang rindang, sesekali kami beristirahat di pinggir sungai untuk sekedar menarik nafas dan mencuci muka sampai akhirnya kami sampai di desa Sekar tepat sebelum malam.Aku sedikit bernostalgia dengan desa ini, sudah ada kemajuan saat aku tersesat disini listrik masih belum menerangi desa ini. Selain itu tidak banyak yang berbeda, selain sebuah rumah yang terlihat cukup besar di tengah-tengah desa. Mungkin saja itu rumah juragan kaya yang bernama Aswangga.Beberapa orang terlihat berkumpul di balai desa. Sekar segera berlari menuju kesana.“Bapak! Sekar pulang,” teriak Sekar yang bergegas menemui ayahnya di tempat itu.“Sekar…” ucap ayah Sekar yang segera memeluknya, sepertinya ia juga sadar dengan keberadaanku.Aku dan Cahyo segera menyusul untuk menemui ayahnya sekar itu.“Mas Danan… kamu bener mas Danan kan?” ucap pak Sardi dengan senyuman di wajahnya.“Iya Pak Sardi,
Hari semakin malam, tak ada satupun cahaya masuk ke hutan itu. Laksmi tersadar dan menyeret tubuhnya sedikit demi sedikit.Di tengah rasa dendam yang menyelimutinya, ia sampai ke sebuah sendang yang digenangi dengan air yang berwarna hitam.Bau busuk mengelilingi tempat itu.“Mati… warga desa harus mati!” bisik Laksmi di setiap langkahnya.Suara gemericik air terdengar, riak air muncul dari genangan air yang berwarna hitam itu.Sebuah kepala dengan sanggul di kepala muncul dari dalam sendang, namun tak ada bola mata di wajah itu.Makhluk itu berdiri dan semakin mendekat ke Laksmi.“Khikhikhi…. Aku bisa nolongin kamu membunuh orang-orang itu," ucap makhluk itu pada Laksmi.Laksmi memandang setan itu, setelah semua yang iya lalui, wajah seram setan itu sama sekali tidak membuatnya takut.“Saya kasi apa saja.. yang penting warga desa mati!" ucap Laksmi kepada makhluk itu.Suara gong berb
Aku dan Cahyo sudah bersiap untuk menyerang kedua manusia penyebab semua kutukan ini, Pak Kades dan Aswangga.Namun.. serangan kami terhenti oleh sebuah kekuatan yang berwarna hitam pekat, dan itu muncul dari Aswangga yang menghadang kami.“Hei Aswangga, untuk apa kamu menjual dirimu pada setan-setan laknat itu,” tanyaku yang masih berharap Aswangga masih bisa diselamatkan.“Untuk apa? Kekayaan, kekuatan, dan hidup abadi.. tentu saja untuk itu semua,” ucapnya sambil tertawa meledeku.“Saat ini tidak ada satupun dari kalian yang bisa mengalahkanku…” lanjutnya.Aku heran, mengapa Aswangga menjadi percaya diri seperti itu.“Danan.. lihat! bukanya itu anak buah Aswangga,” ucap Cahyo sambil menunjuk pada setumpukan mayat yang dipersembahkan di sebuah candi.“Edan kowe… anak buahmu sendiri kamu jadiin tumbal?” Cahyo merasa emosi dengan perbuatan Aswangga.“It
Perkenalkan, namaku Reno. Aku masih duduk di bangku SMP kelas 1. Bisa dibilang aku ini anak yang sederhana dari teman-temanku di sekolah. Teman-temanku hidup mewah, beberapa dari mereka ada yang kalem, baik, tapi juga ada yang suka jahil. Oke … Kembali ke kehidupanku. Aku mempunyai 2 adik. Namanya Bagas dan Bagus.Suatu malam, ayah dan ibu berencana untuk makan malam bersama di kota. Jarak dari desaku dengan kota kurang lebih 15 km jauhnya. Kira-kira dengan naik motor, kita akan sampai selama 45 menit. Kebetulan desaku ini memiliki penerangan yang kurang. Hanya beberapa rumah yang memiliki lampu yang cukup terang, salah satunya rumahku.“Reno, jaga adik-adikmu dan dirimu ya, Nak. Ayah dan Ibu akan kembali ke rumah kira-kira jam 2 subuh. Hati – hati di rumah ya!” Kata Ayahku kepadaku sebelum mereka berangkat.Aku memberi salam kepada Ayah dan Ibu, lalu mereka pergi menjauh dengan motor. Jadi hanya kami bertiga (aku, Bagas, Bagus) yang ber
Terkadang, alam bawah sadar merasakan hal yang semestinya gak kita rasa,Semu hampa sisi lain selalu membuat nurani terpana, walau mata jelas terbuka, sampai akhirnya “takut” menghentikan laju nyali.Mari simak kisah seram sekali lagi, hanya di sini, di Briistory..***Sekali lagi aku melirik kaca spion, bapak itu masih ada, duduk diam paling belakang sambil menatap ke luar, senyum terus mengembang di wajahnya yang terlihat bersih, terpancar rona bahagia.Di sebelah Bapak itu ada seorang ibu dan anak lelakinya, si Ibu terus-terusan menangis, sementara anaknya terus menenangkan ibunya.Drama hidup yang sudah sering aku saksikan ini belum juga membuat jadi terbiasa, melihat dan mendengar orang yang sedang dalam kesedihan karena salah satu anggota keluarga terbaring kritis, tetap membuat hati dan perasaanku bergetar juga. Aku jadi ikut sedih, selalu begitu.Sementara Doni, perawat yang ikut dalam penjemputan
HARI KE-1Hari ini menjadi waktu paling berat bagi suamiku, Angga. Dia harus kehilangan Ayahnya, setelah 15 tahun silam Ibunya juga meninggal. Sebagai istri, aku pun ikut pulang ke kampung halamannya di Kalimantan.Perjalanan ke rumah orang tua Angga tidaklah singkat, setelah tiba di Bandar Udara Supadio Pontianak, kami masih harus menggunakan mobil untuk menuju sebuah kota kecil di daerah Kalimantan Barat yang memakan waktu 4 jam.Setibanya di sana, aku bisa melihat banyak bendera putih dikibarkan sepanjang jalan. Bendera ini memang menandakan bahwa baru saja ada seseorang yang meninggal, sehingga kerabat atau tetangga tahu dan bisa berpamitan untuk kali terakhir.“Oh iya ini kenapa rumah kamu juga ramai?” Tanyaku heran karena melihat banyak orang, memenuhi teras.“Kan acaranya di rumah.”“Di rumah?” Tanyaku masih bingung. “Kok nggak di rumah duka aja?”“Di sini belum ada Rumah Duka.&rd
Kisahnya dialami oleh Mas Yono dkk, yang pernah bekerja di gedung itu, sebagai sekuriti.Mari kita mulai..Ingat, jangan pernah baca sendirian..***~Yono, Jam satu lewat tengah malam.~23..22..21..20...19...18...Lift berhenti bergerak.."Ting.."Pintu lift terbuka dengan sendirinya di lantai 18, padahal aku gak menekan tombolnya tadi.Gelap, lantai 18 ini sangat gelap, penerangan hanya bersumber dari cahaya lampu dari dalam lift yang isinya hanya ada aku sendirian.Sangat berat kaki untuk melangkah, kejadian yang pernah terjadi beberapa minggu yang lalu membuatku berpikir seribu kali untuk melongokkan kepala sekadar untuk melihat keadaan.Pintu lift tetap dalam keadaan terbuka.Dari tempatku berdiri, aku menjulurkan tangan semaksimal mungkin meraih tombol untuk menutupnya.Tombol berhasil kujangkau, lalu ku tekan beberapa kali, namun lift tetap saja gak mau menu
,Basement dua, salah satu bagian gedung yang cukup menyeramkan. Banyak kejadian aneh dan menakutkan yang pernah terjadi di tempat ini.Gak cuma sekuriti dan office boy, karyawan dan karyawati yang bekerja di gedung ink pun sering mengalami kejadian seram.Basement satu dan dua hanya diisi oleh mobil, sementara motor parkir di lapangan luas di bagian belakang gedung.Kami sebagai sekuriti biasanya memang mengarahkan parkir mobil di basement satu terlebih dahulu, setelah penuh baru basement dua mulai diisi.Di basement satu dan dua, pengelola gedung menyiapkan ruangan khusus sebagai ruang tunggu sopir, tempat yang cukup nyaman untuk sopir beristirahat dan melepas lelah.Tapi, mayoritas sopir gak mau menunggu di ruang tunggu basement dua, apa lagi sopir-sopir yang sudah sering berkunjung ke gedung ini, mereka lebih memilih untuk ke ruang tunggu di basement satu.Ya karena itu tadi, basement dua cukup menyeramkan menurut mereka. Ada yang bil
Kiai Muntaqo beserta para santrinya berhamburan ke belakang asrama. Semua orang yang ada di sana panik melihat Ririn menggantung di dahan pohon mahoni. Kiai Muntaqo membaca kalimat-kalimat ruqiah sambil mengacungkan telunjuknya ke arah Nurul. Saat itu juga Nurul mulai terlihat kesakitan. Lima orang santri muncul dengan menggotong sebuah spring bed besar untuk menahan tubuh Ririn.Nurul menjatuhkan Ririn dan untung saja wanita itu jatuh tepat di atas spring bed, sementara Nurul masih bertengger di atas dahan pohon mahoni. Kalimat-kalimat ruqiah terus dilantunkan oleh Kiai Muntaqo, Nurul pun terjungkal ke belakang. Dia juga jatuh tepat di atas spring bed sehingga tidak ada luka sedikit pun. Faisal memeriksa keadaan adiknya itu, dia menangis karena tak tega melihat adiknya yang sering sekali kesurupan.***Satu Minggu Kemudian.Sudah lima kali Faisal bermimpi tentang sumur tujuh yang ada di puncak gunung Karang. Dalam mimpinya itu, Faisal didatangi kakek
Sudah dua hari hewan ternak warga kampung Kaduengang hilang secara misterius. Puluhan ayam lenyap dari kandangnya, kambing yang dipelihara bertahun-tahun juga hilang. Belum lagi kerbau, ada sepuluh ekor yang hilang secara misterius. Mereka yakin pasti ada maling di kampung mereka. Warga kampung itu sepakat untuk memperbanyak pos ronda. Setiap malam para pemuda dan bapak-bapak bergantian menjaga kampung. Mereka sangat hati-hati jika ada orang asing yang masuk ke kampung mereka.Anehnya tidak ada tanda-tanda maling di kampung itu. Selama satu minggu berjaga, tak satu pun orang asing yang masuk ke kampung. Kasus hilangnya hewan ternak belum terpecahkan, tapi sudah muncul kasus baru. Banyak warga yang melapor ke ketua RT kalau warung mereka kemalingan. Barang dagangan mereka hilang, tapi si maling hanya mencuri barang yang bisa dimakan saja seperti kue, biskuit, kopi, dan makanan lainnya.Kejadian ini benar-benar menggemparkan seluruh warga kampung. Mereka bahkan m
Tok…tok…tok…tok…!Sebagian siswa juga masih merasakan hadirnya seseorang di sekitar asrama yang tak terlihat wujudnya. Salah satu yang merasakan hal itu adalah Laila. Siang itu, sekitar jam dua belas siang, Laila memasuki asrama sehabis pelatihan. Aura menyeramkan di ruang tamu terasa sekali hingga bulu kuduknya terasa meremang. Ia merasa di belakangnya ada yang mengikuti, namun begitu menoleh, tak dilihatnya seorang pun di sana. Saat masuk ke kamar tiba-tiba hawa dingin menerpa tubuhnya, padahal suasana siang itu begitu terik. Ia merasa ada yang mengawasi dirinya, namun tak di dapatinya seorang pun di kamar. Untuk mengurangi rasa takut, ia nyalakan musik dari ponsel sekencang-kencangnya.“Aku merasa ada yang memperhatikanku! Tapi, aku tak melihatnya sama sekali! Tapi, aku yakin, dia memperhatikanku aku!” seru Laila. Ternyata, teman-teman lainnya juga merasakan hal yang sama.Hampir seluruh siswa di asrama merasakan hal yang sam
Blok MMelamun sesaat, fokusku hilang dikala hening senyap menjerat kesadaran.Tapi tiba-tiba aku melihat sesuatu di kejauhan, ada bayangan berbentuk orang yang muncul dalam gelap.1Aku yang awalnya kaget, berangsur jadi agak tenang ketika merasa kalau sepertinya yang datang itu benar-benar orang.Ternyata memang benar, aku melihat ada seseorang sedang melangkah mendekat. Karena masih cukup jauh, jadinya aku masih hanya bisa melihat dalam bentuk siluet.Tapi aku sudah bisa yakin kalau orang ini adalah sosok laki-laki, kalau melihat dari posturnya.Ketika sudah cukup dekat, barulah aku bisa melihat dengan jelas kalau ternyata yang mendekat ini adalah seorang sekuriti gedung.Ah leganya, aku jadi bisa segera turun dengan meminta untuk ditemani ke bawah.“Pak, hmmmmm.” Aku menegurnya, ketika kami akhirnya sudah berhadapan. Karena gak familiar, aku melirik ke nametag yang ada di seragamnya, aku membaca nama “Wawan”.Iy
Katanya, Sulis sakit keras. Badannya telah lumpuh total, hanya mampu berbaring di ranjangnya. Matanya selalu melotot, ada borok di sekujur tubuhnya, padahal perutnya semakin membuncit karena janin yang dikandungnya. Bu Sri memohon untuk mengantar Sulis ke Rumah Sakit.Karena waktu itu, hanya keluargaku yang memiliki mobil. Akhirnya tanpa pikir panjang, aku dan suamiku mengantar Sulis saat itu juga.Sulis sudah seperti mayat hidup bila ku lihat. Matanya terbuka, masih bernafas, namun tidak bisa di ajak bicara, dan tidak mampu bergerak. Borok di sekujur tubuhnya berbau sangat busuk.Sesampai di RS, Sulis langsung ditangani oleh dokter. Hampir 3 jam kami menunggu hasil pemeriksaan dokter, setelah itu kami ketahui bahwa Sulis menderita diabetes akut yang membuat sekujur tubuhnya terluka dan bernanah.Setelah satu hari dirawat, Sulis akhirnya menghembuskan napas terakhir. Beruntung kata dokter, janin dalam perutnya belum memiliki nyawa, bentuknya pun belum sempurn
Saat itu tahun 2005.[Suara HP berbunyi]"Halo? Assalamualaikum Pak?""Halo, Waalaikumsalam Dung. Gimana kabarmu? Gimana kuliahmu?""Alhamdulillah semua lancar pak, kabar saya sehat. Bapak ibu sehat kan?""Syukurlah nak, bapak ibu sehat,"Kemudian seketika hening, tak ku dengar lagi suara bapak dari telepon. Yang ku dengar hanyalah suara lelaki tengah menahan isak tangisnya.Feeling-ku benar, sepertinya bapak sedang tidak baik-baik saja, sudah kuduga sejak ku angkat gagang telepon, suara dan nada bicara bapak tidak seperti biasanya."Pak, bapak kenapa?,""Gapapa nak, kamu buruan pulang ya. Kalau bisa minggu depan. Bapak mau ngomong sama kamu,""Iya pak insyaallah saya pulang minggu depan,"[Tuut..tuut..tuut..]Sejenak aku berpikir bagaimana agar minggu depan bisa ku penuhi permintaan bapak untuk pulang. Karena jujur saja, aku berkuliah sambil bekerja di kota metropolitan. Aku tidak ingin menambah beban bapak yang hanya seor
Ada apa dengan Guci ini sih?Kenapa banyak kejadian seram setalah ada guciGimana sejarah guci ini?Semakin seram, semakin menakutkan, banyak peristiwa yang terjadi di rumah Jessica.Jessica akan lanjut bercerita di sini, di Briistory.#BriiStoryJangan baca sendirian, lanjut di komentar yaaa!***#1Begitulah, banyak kejadian janggal yang terjadi sejak kehadiran guci itu di rumah. Kejadian janggal dan kadang menyeramkan, yang secara langsung maupun gak langsung mempengaruhi kehidupan kami juga.Setelah banyak kejadian, aku menjadi selalu was-was apa bila harus di rumah sendirian walaupun itu siang hari. Lalu, sebisa mungkin menahan diri untuk gak ke kamar mandi tengah malam, aku akan menahan pipis sampai pagi.Jo jadi semakin jarang tidur di rumah, lebih sering bermalam di rumah teman atau di rumah Om Fendy. Dia bilang, gak tahan dengan penampakan-penampakan seram yang dia lihat gak satu dua kali, tapi sering.Selama k
Rumah, seharusnya menjadi tempat teraman dari rasa takut dan cemas, tapi ternyata gak selalu demikian. Seperti yang dialami oleh Jessica dan keluarganya.ADVERTISEMENTRumah mereka menjadi sumber teror yang menakutkan.Jessica yang akan bercerita sendiri di sini, di Briistory.#BriiStory#MalamJumatLanjut di komentar ya..***#1Sekali lagi aku terjaga, jam setengah dua malam. Penuhnya kandung kemih, memaksaku tersadar dari tidur. Kebelet banget, gak tahan, mau gak mau harus pergi ke toilet.Tapi belakangan, bangun malam jadi hal yang membuatku paranoid, apa lagi ketika terpaksa harus ke luar kamar.Sama seperti malam ini, tiba-tiba terbangun pingin pipis. Padahal sudah berusaha maksimal untuk menahan dan kembali tidur, tapi gak bisa, sudah di ujung.Aku takut, takut dengan hal ganjil dan menyeramkan yang belakangan selalu terjadi ketika melintasi ruang tengah.Kebetulan toilet letaknya di depan kamar Papa Mama, berse
Tahun 2007 awal pernikahan dengan Imas, 3 tahun sebelum aku berganti pekerjaan sebagai tukang cukur (mempunyai pangkas) awalnya aku adalah penjual martabak manis, tempat aku berjualan sekitar satu jam dari rumah, di sebuah kampung dekat dengan sebuah danau, di mana di situlah orang-orang sering ramai, walau yang berjualan bisa terhitung dengan jari.Yogi adalah teman masa sekolahku yang mempunyai resep martabak karena memang turun temurun dari keluarganya, atas persetujuan modal yang aku keluarkan sangat terbatas, akhirnya aku dan Yogi sepakat memulai usaha tersebut, penampilanku sama halnya dengan sekarang tidak pernah rapih sama sekali.Selepas waktu ibadah solat asar, aku dan Yogi yang memang kebetulan tidak jauh rumahnya dari rumah Ibuku (waktu itu masih tinggal bersama Ibu) selalu menjemputku dengan membawa adonan martabak dan segala perlengkapan lainya untuk berdagang.Sudah hampir 3 bulan berjalan, dan memang selalu habis jauh di mana waktu prediksiku yang seha