Sofia menggenggam erat tangan mungil El ketika turun dari taksi yang ditumpanginya tadi. Wanita itu menatap restoran mewah di hadapannya dengan perasaan gugup. “Mommy baik-baik saja?” tanya El dengan wajah bingung melihat Sofia. Dia juga bertanya-tanya mengapa Sofia tidak langsung membawanya pulang? Sofia menatap El lalu tersenyum tipis dengan mengangguk. “Ayo, kita masuk!”“Kenapa kita ke sini, Mom?” El menarik tangan Sofia sehingga wanita bertubuh mungil itu menghentikan langkah kakinya. “Kita akan bertemu dengan seseorang. Ayo, El!”El berjalan mengikuti Sofia dengan sedikit malas. Memangnya mereka akan bertemu dengan siapa? Apa mungkin mereka akan bertemu dengan Nicholas? El menggeleng pelan dengan tangan yang terus digenggam oleh Sofia. Tidak mungkin! Nicholas selalu datang ke kafe jika ingin bertemu dengan mereka. Sofia menghentikan langkah kakinya setelah masuk, dia menatap sekeliling dengan tangan yang semakin erat menggenggam tangan putranya. Manik berwarna cokelat itu m
Sofia menatap bangunan megah di hadapannya dengan sedikit bingung. Setelah berdebat dengan Ettan tadi, akhirnya dia kalah dan pergi bersama dengan kakaknya. Sofia sempat berpikir buruk jika Ettan akan membawanya kembali ke rumah, tetapi ternyata itu tidak terjadi. “Villa? Ini villa siapa, Kak?” tanya Sofia dengan wajah bingung yang terus menatap bangunan berlantai dua di tengah perkebunan. Tempat yang cukup jauh dari pusat kota, tetapi terasa menenangkan bagi Sofia. “Ayo masuk!” Tangan kanan Ettan menarik lengan Sofia, sedangkan tangan kirinya menggendong El yang sudah tertidur karena kelelahan. Siang tadi setelah mereka makan siang bersama, Ettan mengajak El bermain. Mereka menghabiskan banyak waktu, lalu Ettan membawa Sofia ke villa pribadinya. Pria itu sudah berjanji tidak akan melepaskan Sofia lagi. Mulai saat ini hingga seterusnya Sofia dan El adalah tanggung jawab Ettan. “Kak!” Sofia menghentikan langkah kakinya ketika Ettan akan membuka pintu. Wajah wanita itu jelas terli
Nicholas mendesah kasar di depan pintu rumah Sofia. Sudah berulang kali dia mengetuk pintu rumah, tetapi tidak ada jawaban sama sekali. Ponsel wanita itu juga sama sekali tidak bisa dihubungi. “Halo, Ken. Bagaimana kau sudah mengetahui keberadaan Sofia?” tanya Nicholas begitu ponselnya berbunyi. “Dia tidak ada di kafe.” Kenzo menjawab dengan sedikit ragu, seolah tahu jika jawabannya pasti akan membuat Nicholas kesal. “Shit!” umpat Nicholas setelah mendengar jawaban Kenzo. Pria itu segera memutuskan panggilan secara sepihak, lalu melihat rumah Sofia yang terlihat begitu sunyi. Sebenarnya, ke mana Sofia pergi? Bahkan dia juga tidak pulang. Nicholas menghembuskan napas dengan wajah putus asa. Pria itu menutup pagar rumah Sofia, lalu masuk ke dalam mobil dengan sedikit kesal. “Aku rasa aku benar-benar bisa gila hidup tanpa Sofia.” Nicholas melemparkan ponselnya di kursi penumpang, lalu menyandarkan tubuh dengan mata tertutup. Seharusnya, dia sudah pulang dan tidur di apartemen, teta
Sofia berjalan di belakang Ettan dengan menggendong El yang masih tertidur. Tubuh mungil wanita itu benar-benar tidak terlihat di belakang tubuh besar Ettan. Rasa takut dan juga khawatir di hati Sofia bercampur menjadi satu. Dia sama sekali tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Bagas nanti? Apa yang akan ayahnya lakukan jika melihat Sofia? Ettan menghentikan langkahnya secara tiba-tiba, membuat Sofia menabrak punggungnya dan terlonjak kaget. “Kau melamun?” Sofia menggeleng. Dia menatap ke arah pintu yang menuju satu ruangan vvip di rumah sakit. “Papa bilang mama sudah lebih baik dan dirawat di dalam.” Ettan menunjuk ruangan yang di depan mereka melalui ekor matanya. “Kita masuk sekarang. Jangan terlalu gugup.”Sofia menarik baju Ettan seperti anak kecil. Wajah wanita itu sedikit pucat karena rasa takut yang belum benar-benar bisa hilang, meski Ettan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. “Aku tunggu di sini saja, Kak.” Sofia menatap Ettan dengan penuh harap. Bukan dia
Dareen bergerak gelisah di atas tempat tidur. Foto Sofia yang ditunjukkan oleh Arzan benar-benar tidak bisa menghilang dalam benaknya. Jadi, selama ini Sofia yang dimaksud Arnold benar-benar Sofia yang dia kenal. Namun, satu pertanyaan Dareen sejak mengetahui fakta ini. Bagaimana bisa Sofia seperti itu? Dareen tahu bagaimana lingkungan Sofia dulu. Gadis itu juga memiliki kekasih yang sangat menyayanginya, bagaimana bisa Sofia berakhir dengan Arnold?Dareen bangun dan duduk dengan kening berlipat. Dia masih tidak menyangka bahwa dunia ini benar-benar sempit. Pantas saja selama lima tahun terakhir, dia sama sekali tidak pernah melihat Sofia di acara reuni kampus. “Tunggu, apa kakak tahu jika Sofia anak dari keluarga terpandang?” tanya Dareen dengan dirinya sendiri. Mengingat bagaimana status Sofia disembunyikan selama ini, apa mungkin Arnold tidak tahu mengenai latar belakang Sofia? Apa hal itu yang membuat Arnold tidak pernah menemukan Sofia di mana pun. Dareen mengambil ponsel mi
Sofia menatap pemandangan dari kaca jendela mobil dengan tatapan sendu. Untuk sesaat, wanita itu menghembuskan napas lega karena berhasil pergi dari Nicholas. “Apa semuanya benar-benar berakhir seperti ini?” gumam wanita berambut pendek itu dengan angan yang kembali melayang ke malam di mana dia bertemu dengan Bagas. Dia sempat berharap mungkin saja Bagas akan menerima dan membawanya kembali. Namun, ternyata harapan itu berbanding terbalik dengan kenyataan pahit yang harus Sofia terima. Ayahnya masih tetap sama, dan Sofia sama sekali tidak memiliki harapan apa pun lagi. “Nona, kita sudah sampai.” Sofia tersentak mendengar suara sopir taksi yang memanggilnya beberapa kali. “Ah, iya. Maaf, Pak,” jawab Sofia dengan wajah kaget. Wanita itu bergegas turun dan melihat El yang sedang duduk di dekat pos penjaga sekolah. “Pak, bisa tunggu sebentar?” “Bisa, Nona.” Sofia mengangguk dengan senyum khasnya. Wanita itu berjalan menyeberangi jalan dengan mata yang terus menatap ke arah El yan
Ettan meletakkan kembali berkas yang ingin dibubuhi tanda tangannya. Pria itu bergegas pergi dan meninggalkan pekerjaan di kantor, setelah mendapatkan telepon dari Sofia. “Tuan, Anda ada rapat siang ini—“ “Batalkan!” perintah Ettan dengan tegas. Pria itu menyambar ponsel di atas meja lalu pergi begitu saja. Setelah perdebatan di rumah sakit beberapa hari lalu, Ettan kembali kehilangan jejak Sofia. Adiknya itu pergi begitu saja dari villa tanpa memberi kabar apa pun. “Sekarang aku tidak akan memaksamu kembali lagi, Fia.” Ettan bergegas masuk ke dalam mobil, dan menginjak pedal gas dengan kecepatan yang cukup kencang. Demi apa pun, saat ini Ettan akan melakukan apa pun yang diminta Sofia nanti. Ettan tidak akan lagi memaksa Sofia untuk kembali ke rumah, atau keluarga mereka. Perilaku Bagas—ayahnya saat itu sudah lebih dari cukup. “Halo, Ma. Aku akan bertemu dengan Sofia.” Ettan menatap nama ibunya di layar ponsel dengan berbagai macam perasaan. Dia memutuskan untuk memberitahu So
Sofia menatap pagar rumah mewah di hadapannya dengan bimbang. Entah bagaimana, dan mengapa hingga wanita itu bisa berakhir di tempat ini. Tempat di mana dia pernah menghabiskan masa kecilnya dulu. “Mommy, ini rumah siapa?” tanya El dengan wajah bingung. Sepulang dari sekolah Sofia tidak langsung mengajaknya pulang, melainkan kemari—ke sebuah rumah yang tidak tahu siapa pemiliknya. Sofia berjongkok di hadapan El lalu meraih tangan mungil putranya tersebut. Andai El tahu jika ini adalah rumah keluarga mereka juga. “Mommy menangis?” El mengusap pipi Sofia yang mendadak basah. Kenapa ibunya justru menangis? Anak laki-laki itu terlihat bingung. Akhir-akhir ini ibunya terlihat sering menangis. Sebenarnya siapa yang menyakiti ibunya? “Mom, apa semua orang jahat?” tanya El dengan lembut. Apa semua orang menyakiti ibunya? Sofia mengusap pipinya yang basah dengan senyum tipis. Wanita itu menggeleng pelan, dia sadar dengan pertanyaan El. Mungkin saja anak laki-laki itu sudah terlalu sering