Suara sindiran tajam, membuat Ariel dan Harmony mengalihkan pandangan mereka pada sumber suara itu. Tampak jelas raut wajah dua dokter cantik itu terkejut melihat Flora ada di hadapan mereka.“Untuk apa kau ke sini!” seru Harmony bangkit berdiri dan bertolak pinggang. Dia yakin pasti Flora ingin menjahati Ariel lagi. Tentu dia tidak akan membiarkan nenek sihir itu untuk melukai Ariel.Flora tak menggubris ucapan Harmony. Dia melihat Ariel yang duduk di kursi roda. “Well, Ariel. Lama tidak melihatmu ternyata kau sekarang sudah menjadi orang cacat. Ah, aku yakin kelumpuhanmu ini pasti permanen. Kau tidak akan bisa lagi berjalan. Hidupmu akan terus duduk di kursi roda.”Flora mengeluarkan kata-kata sarkasnya pada Ariel. Tidak main-main, kalimat sarkas ini sangatlah menjatuhkan mental Ariel. Tapi Flora tidak peduli. Malah dia senang melihat di mana sekarang Ariel sudah menjadi cacat.“Kau—” Harmony hendak ingin menampar Flora, namun Ariel memegang tangan temannya itu. Ariel mencegah Harmo
Ariel menatap para pelayan yang membantu mengemasi barang-barang pribadinya ke dalam koper. Dokter cantik itu hanya duduk di kursi roda, tidak bisa berbuat apa pun. Jujur, jauh dari dalam lubuk hati Ariel terdalam ingin sekali mengemasi barang-barangnya dan Shawn, tapi keterbatasan kemampuan yang tidak bisa, membuatnya bagaikan boneka yang tak bernyawa.Esok hari adalah hari di mana Ariel dan Shawn akan pergi ke Moscow. Shawn menempati janjinya untuk mengajak jalan-jalan ke Moscow. Tentu, Ariel sangat bahagia karena akan berlibur dengan Shawn, namun kebahagiaan itu tetaplah membuat hatinya tidak nyaman.Kedua kaki Ariel masih belum bisa berfungsi dengan baik. Itu artinya, dia akan selalu bergantung pada Shawn. Dia tak ingin menyusahkan Shawn, tapi sepertinya untuk sekarang ini memang dia akan selalu menyusahkan sang kekasih. Beruntung, kekasihnya tak pernah mengeluh ataupun keberatan jika dirinya butuh bantuan.Shawn bukan hanya menjadi kekasih. Pria tampan itu menjadi sahabat, belaha
Manik mata cokelat terang Ariel, mencari jawaban dari kalimat yang terucap di bibir Savannah. Mika membawa penawar racun? Akibat dari penawar racun itu lumpuh? Apa-apaan ini? Kenapa Shawn tidak bicara apa pun padanya? Jutaan pertanyaan muncul di dalam benak Ariel. Pertanyaan rumit yang seolah akan sulit mendapatkan jawaban yang sebenarnya. Savannah segera menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Gadis itu kelepasan bicara. Dalam hati, dia benar-benar merutuki kebodohannya. Dia pun tahu karena menguping pembicaraan kakaknya, pamannya, dan sepupunya. Tapi kenapa malah dia kelepasan bicara? ‘Shit! Kau bodoh sekali, Savannah,’ batin Savannah dalam hati.Savannah menjadi kikuk dan salah tingkah. Dia bingung menjawab pertanyaan Ariel. Karena terakhir di kala dirinya menguping pembicaraan—secara terang-terangan kakaknya belum ingin bicara pada Ariel. Untuk kali ini Savannah benar-benar seolah bertindak sangatlah bodoh.“A-aku tidak—” Lidah Savannah terasa kelu, bingung untuk memberikan j
Seluruh keluarga Geovan sudah tahu bahwa Shawn akan membawa Ariel berlibur ke Moscow. Mereka semua menyambut bahagia. Setelah banyaknya masalah datang bertubi-tubi—Shawn dan Ariel memang sudah seharusnya berlibur menenangkan segala pikiran. Kondisi Ariel yang sekarang belum bisa kembali normal, pastinya membutuhkan sesuatu hal yang bisa menghibur.Shawn mengambil libur cukup lama dari perusahaan. Tentunya dia mendapatkan izin dari ayah dan kakeknya. Stanley dan Steve siap untuk menggantikan pekerjaan Shawn, selama Shawn tidak ada di New York. Stella dan Marsha sangat antusias di kala mendengar bahwa Shawn dan Ariel akan berlibur berdua.Dokter mengatakan kondisi kedua kaki Ariel memang sedikit mengalami perkembangan. Akan tetapi, untuk menuju proses normal, membutuhkan usaha yang gigih dan tak main-main. Sebelumnya, dokter sudah berpesan pada Ariel, untuk tidaklah menyerah dalam terus berlatih.Beberapa hari sebelumnya, Ariel selalu rajin berlatih. Setiap kali dia berlatih, selalu ada
Moskow, Rusia. Angin berembus cukup kencang, menembus kulit. Musim gugur nampak indah di kota Moskow. Pepohonan berwarna kuning di langit yang sangatlah cerah dan memukau indah. Semringah wajah Ariel begitu indah di kala telah tiba di Moskow.Ini yang diinginkan Ariel. Liburan ke Moskow bersama dengan pria yang amat dia cintai. Shawn ikut bahagia di kala melihat Ariel yang nampak sangatlah bahagia. Suasana indah menyejukkan membuat mereka meraskan kenyamanan.“Shawn, boleh tidak kita mampir ke mall? Aku ingin kopi susu,” pinta Ariel yang tak ingin langsung ke dalam hotel. Cuaca seperti ini, membuat Ariel tak ingin langsung ke hotel. Dia ingin ke mall, membeli secangkir kopi susu. Pasti akan sangat nyaman dan enak di tubuhnya. Pun dia tidak merasakan lelah. Dia tidur di pesawat Shawn dengan nyaman.“Kau tidak ingin kita ke hotel dulu?” Shawn membelai pipi Ariel.“Nanti saja, Shawn. Aku ingin kita ke mall, mampir ke kafe membeli kopi.”“Kau tidak lelah?”“Bagaimana aku lelah? Pesawa
Ariel tidak ingin menyia-nyiakan waktu. Dokter cantik itu sudah tampil cantik di sore hari. Setelah tadi pagi dan siang diajak jalan-jalan oleh sang kekasih berkeliling kota Moskow, sore ini Ariel ingin mengajak Shawn ke taman menikmati cuaca indah di kota yang kebetulan sedang musim gugur. Suhu yang cukup dingin membuat Ariel memakai long dress dan jaket kulit yang warnanya senada dengan long dress-nya. Polesan make-up tipis menyempurnakan penampilan Ariel.Ariel tidak harus memakai riasan tebal untuk terlihat cantik. Dia sudah sangatlah cantik, dengan riasan tipis. Bahkan sekalipun dia duduk di kursi roda, tetap tidak mengurangi sedikit pun kecantikan yang dimilikinya.“Shawn, ayo kita ke taman.” Ariel menatap Shawn dengan bibir tertekuk di kala pria tampan itu baru saja masuk ke dalam kamar. Tadi Shawn mendapatkan panggilan telepon. Entah dari siapa, tapi sampai tiga puluh menit kekasihnya itu menjawab panggilan telepon. Padahal biasanya, Shawn hanya menjawab panggilan telepon sam
Gaun berwarna maroon dengan model tali spaghetti membalut indah tubuh Ariel. Riasan flawless menyempurnakan penampilannya. Rambut cokelat tebal terjuntai indah. Warna rambut yang sama seperti warna mata dokter cantik itu. Ariel memiliki kulit yang sangat putih berkilau layaknya porselen. Gaun berwarna maroon itu sangat kontras di tubuhnya. Shawn melangkah mendekat ke arah Ariel. Pria itu menunduk, mengecupi pipi Ariel. “Kau sangat cantik,” pujinya berbisik penuh kehangatan.Ariel yang duduk di kursi roda, memberikan senyuman. “Kau juga sangat tampan.”Shawn bersimpuh, mensejajarkan tubuhnya ke tubuh Ariel. Detik selanjutnya, dia menyodorkan dua heels merah ke hadapan Ariel. “Kau ingin pakai yang mana? Yang di tangan kananku, atau di tangan kiriku?”Ariel tersenyum lembut terharu melihat Shawn memperlakukannya dengan sangat manis. “Menurutmu yang mana? Aku akan menuruti keinginanmu.”Shawn nampak berpikir melihat dua heels berwarna merah, di kiri dan di kanannya. “Keduanya bagus. Ta
Kilauan berlian berlingkar di jari manis Ariel. Berlian berukuran besar, yang pastinya ditafsir harga sangatlah mahal. Mata wanita itu masih sembab, akibat tangis haru kebahagiaan yang telah diberikan oleh Shawn.Ariel merasakan bahwa dirinya berada di dunia mimpi. Tidak pernah sama sekali dia menyangka akan seperti ini. Hidupnya dulu penuh dengan air mata penderitaan, sekarang berubah menjadi air mata haru bahagia.Ariel mengerti kenapa di masa lalu hantaman badai datang menerpa silih berganti. Tetapi ternyata, badai datang seolah memberikan kabar akan ada fase badai menyurut, seperti contoh Ariel yang sekarang telah memiliki Shawn.Shawn—pria yang amat Ariel cintai—selalu memperlakukan Ariel bagaikan seorang Ratu. Cara Shawn memperlakukan Ariel benar-benar luar biasa. Belum pernah dalam hidup, Ariel diperlakukan seperti Shawn memperlakukannya.Cinta Shawn amat besar padanya. Bahkan sekalipun kondisi kedua kaki Ariel tak lagi berfungsi dengan baik, nyatanya tetap tidak mengubah apa p