“Apa kau lapar? Aku akan meminta pelayan membuatkan makanan untukmu.” Shawn berkata pelan dan penuh kehangatan, di kala dia dan Ariel sudah tiba di penthouse. Demi mencairkan suasana, dia mencoba mengalihkan pikiran kekasihnya itu. Tidaklah mudah, tapi dia akan terus berusaha mengalihkan pikiran sang kekasih.Shawn yakin hasil test yang dilihat Ariel, pasti sangatlah membuat kekasihnya itu ketakutan. Bagi Shawn, apa pun hasil dari test kesehatannya bukanlah masalah. Yang paling terpenting adalah dia masih diberikan kesempatan hidup, agar terus berada di sisi kekasihnya itu.Ariel menggelengkan kepalanya. “Aku tidak lapar. Aku tidak ingin makan apa pun. Yang aku inginkan adalah kau menjawab pertanyaanku.”Shawn menuruti keinginan Ariel. Pria itu mengajak Ariel duduk di sofa kamar mereka. “Katakan, apa yang ingin kau tanyakan?”Ariel terdiam sejenak. “Kenapa kau mengorbankan nyawamu demi menyelamatkan Nicole? Apa kau tidak mencintai dirimu sendiri?”“Jangan benci Nicole. Dia tidak bersa
“Tidak bisa.” Shawn langsung menolak permintaan Ariel, yang menginginkan bicara dengan pamannya. Bukan bermaksud ingin menghalangi, tapi Shawn tak ingin menyusahkan pamannya.Raut wajah Ariel berubah kecewa di kala mendengar penolakan kekasihnya itu. “Shawn, aku butuh bicara dengan Paman Dominic. Aku sudah bicara pada Rose. Temanku yang apoteker itu mengatakan racun di tubuhmu tidak memiliki penawar. Bahkan Rose sudah bertanya pada apoteker senior yang sudah pensiun. Jawaban tetap sama. Tidak ada penawar untuk racun di tubuhmu. Dalam kondisi seperti ini, aku mohon, biarkan aku bertemu dengan Paman Dominic.”Ariel setuju Shawn masih membiarkan menyembunyikan penyakit pada keluarga pria itu. Namun kecuali Dominic—paman Shawn. Dalam kondisi seperti ini, dia tidak memiliki pilihan lain. Dia butuh bicara dengan Dominic. Ariel belum pernah mengalami kasus seperti ini. Dia membutuhkan seseorang yang memiliki pengalaman akan dunia bawah tanah.Shawn menjauh dari Ariel. “Tidak bisa. Aku tidak
“Hi, Ariel. Senang kembali bertemu denganmu.” Nicole memberikan pelukan singkat, di kala Ariel sudah tiba di hadapannya. Siang itu, memang dua wanita cantik itu sudah memiliki janji untuk bertemu.“Hi, Nicole. Senang juga bisa bertemu kembali denganmu.” Ariel memberikan senyuman di wajahnya. Lalu duduk bersama dengan Nicole. Tak selang lama, pelayan datang membawakan makanan dan minuman. “Ariel, aku memesan steak dan orange juice untukmu. Jika kau ingin menu makanan lain, kau bisa memesan lagi saja.” Nicole berkata lembut di kala sang pelayan menyajikan makanan di hadapannya dan Ariel.Ariel tersenyum. “Tidak apa-apa. Ini saja. Aku suka makan steak di sini.”“Good.” Nicole ikut tersenyum.“Nyonya, semua makanan sudah keluar. Apa ada tambahan lain?” tanya sang pelayan sopan pada Nicole dan Ariel.“Tidak. Ini saja sudah cukup. Terima kasih.” Nicole berkata lembut, mewakili.Sang pelayan menundukkan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Nicole dan Ariel. “Ayo dimakan. Aku sudah
Dominic membisu dengan kilat mata dingin, menatap Ariel yang duduk di hadapannya. Aura wajahnya menunjukkan jelas keterkejutan yang nyata. Beberapa detik dia berusaha mencerna, dan semua perkataan Ariel ini sangat jelas.“Ulangi sekali lagi, Ariel,” ucap Dominic dengan nada suara yang nampak terdengar menahan emosi dan kemarahan.Ariel memejamkan mata singkat seraya mengatur napasnya. Dokter cantik itu tidak memiliki pilihan lain. Dia memang salah karena memberi tahu Dominic di belakang Shawn. Dia terlalu takut dan khawatir hal buruk menimpa kekasihnya itu.“Maafkan aku, Paman. Harusnya aku tidak boleh bercerita padamu. Shawn pasti akan marah padaku. Tapi aku tidak memiliki pilihan lain. Aku takut terlambat menyelamatkan Shawn.” Nada bicara Ariel terdengar pelan dan lemah.Dominic menatap serius Ariel. “Katakan. Jangan menutupi apa pun dariku. Jika itu menyangkut racun yang pernah ada di tubuh Shawn dulu, maka hanya aku yang tahu solusi ini semua.” Ariel mengatur napasnya, berusaha
Shawn menatap Ariel yang terlelap di sampingnya. Infus sudah tinggal sedikit, dan pria itu tetap masih berbaring di ranjang sambil memeluk kekasihnya—yang tidur dalam pelukannya. Pria itu membelai lembut pipi Ariel. Tatapannya menatap mata sembab Ariel. Hatinya benar-benar merasa tercabik-cabik melihat kekasihnya menamgis seperti ini.Shawn tak pernah sanggup terus menerus melihat Ariel menangis. Dia tak ingin kekasihnya itu bersedih. Andai saja waktu bisa diputar, dia ingin menghabiskan waktunya lebih lama bersama dengan Ariel.Shawn mengecupi bibir Ariel, menghirup aroma napas kekasihnya itu. Lalu perlahan, mata Ariel mulai terbuka—merasakan ada yang mencium bibirnya. Dokter cantik itu kini menatap Shawn yang memberikan senyuman padanya.“Kau sudah bangun?” bisik Shawn pelan.Ariel menyeka matanya. “Ini jam berapa, Shawn?”“Jam tujuh.” Shawn menjawab dengan nada hangat.“Ya Tuhan, aku belum menyiapkan makan malam untukmu.” Ariel segera bangkit, namun Shawn langsung memeluk erat dokt
Mobil Shawn melaju dengan kecepatan penuh berada di belakang mobil Dominic. Pria itu menuruti keinginan pamannya yang ingin bermaksud mengajak Ariel pergi. Ini memang sudah gila. Dia tak mengira Ariel diam-diam menemui pamannya, tanpa bilang apa pun padanya.Shawn memang sedikit marah, namun perasaan bersalah jauh lebih besar dari pada kemarahan dalam dirinya. Dia mengerti tindakan Ariel semua demi dirinya. Kekasihnya itu takut kehilangannya sama sepertinya.Shawn melirik sebentar Ariel yang duduk di sampingnya, dengan sorot mata serius dan cemas. Tanpa harus bertanya, dia sudah tahu apa yang ada di dalam pikiran kekasihnya itu. “Jangan cemas.” Shawn menyentuh tangan Ariel, dan satu tangannya lain memegang stir mobil.Ariel menatap Shawn yang mengemudikan mobil. “Tidak, aku tidak cemas,” ucapnya berdusta. Sejak di mana Dominic datang, memberi tahu dirinya bisa bertemu dengan teman dari Dominic—itu sudah menimbulkan kecemasan dan rasa takut. “Kau mengatakan tidak, tapi hatimu mengat
Perkataan Jarrod sontak membuat Ariel yang berlindung di belakang Shawn, langsung berdiri di depan Shawn. Tindakan dokter cantik itu membuat Shawn dan Dominic begitu terkejut.“Tidak mungkin tidak ada penawar untuk racun yang sudah kalian buat! Jangan bohong!” seru Ariel menggebu-gebu.Melihat kemarahan Ariel, membuat Shawn menarik tangan Ariel. “Ariel, tenangkan dirimu.”“Wow, wanita cantik dan pemberani. Aku suka sekali dengannya. Ah, jadi namamu Ariel?” Jarrod mendekat bermaksud menyentuh pipi Ariel, namun Shawn langsung menepis kasar tangan Jarrod.“Don’t touch my girlfriend,” desis Shawn tajam dan penuh penekanan.Jarrod tersenyum samar, menatap Shawn. “Jangan-jangan keponakan yang dimaksud Dominic adalah dirimu?”Dominic langsung maju, memberikan peringatan. “Jangan macam-macam, Jarrod! Aku datang ke sini bersama keponakanku dan kekasihnya.”Jarrod mengangkat kedua tangannya sambil menyeringai. “Rupanya wanita cantik yang bersamamu adalah kekasih keponakanmu. Sayang sekali. Pada
Ketegangan menyelimuti ruangan di mana Shawn berada bersama kekasih dan pamannya. Sepulang dari Jarrod, pria itu langsung pulang ke penthouse-nya. Dia enggan untuk membahas perkataan omong kosong dari Jarrod. Namun, sayangnya yang sejak tadi bersikeras adalah Ariel. Kekasihnya itu meminta pada pamannya untuk kembali agar bertemu lagi dengan Jarrod.“Paman, kita tidak bisa langsung pergi begitu saja. Kita harus meminta obat yang dimaksud oleh Jarrod. Aku akan menyelidiki obat apa yang terkandung itu,” seru Ariel mendesak Domonic.Dominic mengembuskan napas kasar seraya memejamkan mata singkat. “Ariel, penjelasan Jarrod masih tidak aku mengerti.”“Pria itu hanya mengatakan omong kosong. Aku tidak mau lagi membahas tentangnya.” Shawn menyela percakapan yang terjadi antara Ariel dan Dominic.Bagi Shawn, perkataan Jarrod hanyalah omong kosong semata. Dia tak sudi percaya pada pria itu. Mencari orang untuk mengorbankan nyawa demi dirinya adalah sebuah tindakan yang benar-benar gila dan kony