"Anna hentikan. Apa maksudmu bertanya seperti itu?" Tanyanya bingung lalu menarik lenganku untuk kembali duduk di sampingnya. "Dia mengatakan hal seperti itu. Bahwa tubuhku menjadi incaran para pria diluar sana." Jawabku cemberut. "Hm? Apa termasuk dia juga?" Aku mengangkat kedua bahuku tidak tau. "Lalu bagaimana denganmu? Aku hanya berani menanyakanmu langsung seperti ini. Apa itu benar?" "Apa kamu tidak berpikiran kalau saya ini juga laki-laki?" Tanya Roger yang tertawa terbahak-bahak. "Bu-bukan begitu, Roger. Aku hanya terlalu gengsi untuk bertanya pada Rayes tentang itu." Panikku. "You know what, Anna. Saya sudah bersama dengan banyak wanita cantik dan menarik yang bekerja sebagai pramugari selama ini. Jadi saya tidak tau apakah penilaian saya nanti akan berguna untukmu. But let me tell you something..." Roger mendekatkan badannya padaku. "Kamu memang mempunyai sesuatu yang sangat menggugah selera kami para pria dewasa. Jadi tolong jangan menggoda saya. Saya juga sedang men
Pertanyaan Roger sebenarnya tidak ada yang salah, menanyakan kira-kira apa alasan Rayes tertarik untuk menjadikanku sugar babynya adalah hal yang wajar. Mengingat kami berdua hanyalah atasan dan bawahan. Terlebih Rayes juga sudah memiliki keluarganya sendiri. Tidak mungkin aku mengatakan padanya kalau aku pernah menjadi pemuas atasanku yang lain. Aku hanya bisa menggelengkan kepala dan pura-pura tidak tau. "Kamu tau dia sudah beristri bukan?" Terkanya. Aku mengangguk. "Tidak masalah?" Tanyanya lagi. Aku meliriknya dan mengangguk perlahan. "Tidak ada komitmen. Lebih baik seperti itu." "Terus mau sampai kapan?" Aku berpikir sejenak. "Sampai aku bisa menyelesaikan rasa traumaku yang satu itu, mungkin." "Mungkin? Kamu sendiri tidak yakin." Smirk Roger. "Aku hanya akan menghabiskan waktuku untuk bersenang-senang sampai menemukan orang yang tepat menurutku, Roger. " Balasku cuek. "Menjual tubuhmu apa menjadi sesuatu yang menyenangkan?" "Aku tidak bilang akan menidurinya kan?" Kesa
Apa perlu aku memaafkan pria ini? Otakku berkata untuk tidak terlibat lebih jauh lagi dengan mereka, tapi anggukan kepalaku berbanding terbalik dengan kemauan otakku. Hatiku mengatakan aku perlu memberikan kesempatan kedua pada pria ini. Roger akhirnya tersenyum lebar melihat anggukanku dan memberanikan diri untuk menarikku untuk kembali duduk disebelahnya. Dan dengan anehnya tubuhku mengikuti kemauan pria dewasa yang satu ini begitu saja. Roger yang melihat wajahku cemberut karena kesal lalu mengelus kepalaku sembari tersenyum lembut. Benar saja perlakuan lembutnya ini berhasil mengendalikan emosiku yang baru saja meledak. "Baiklah, apa yang ingin kamu ketahui?" Tanyanya. "Semuanya tentangmu." Roger tersenyum simpul untuk memantapkan hatinya lalu menarik nafasnya dalam-dalam. "Halo, Nona Joanna Gray. Perkenalan nama saya Roger Cliff, pria matang berusia 42 Tahun yang bekerja sebagai pilot senior di maskapai yang kemarin kamu gunakan waktu itu. Seperti pria pada umumnya, saya jug
Kali ini aku tidak melewatkan seminarku seperti kemarin, berkat alarm pagi yang berhasil membangunkanku dan bantuan Roger yang menyelamatkan perutku dari kelaparan parah hingga menjelang makan siang. Perlakuan manisnya itu merupakan salah satu tak-tiknya agar aku mau menerima penawarannya. Tidak masalah, aku hanya perlu menikmati setiap perhatiannya. Kali ini aku tidak menemukan bayangan Rayes sama sekali di seluruh kegiatanku kali ini. Dan setelah bertanya-tanya dengan beberapa panitia, ternyata jadwal Rayes mendatangi acara ini hanya di hari pertama dan terakhir saja untuk memberikan kata sambutan serta penutup di akhir acara. Berarti aku tidak akan melihatnya beberapa hari kedepan? Hm, sepertinya itu waktu yang cukup untuk berpikir sebelum memberikan jawabanku nantinya. Saat berjalan menuju ke lokasi pengambilan makanan, aku menemukan bayangan Roger yang berjalan mendekati rekan kerjanya yang sedang asik bercerita menunggu mobil jemputan mereka. Dia tampak normal untuk pria seusia
Roger tersenyum smirk sambil menyisipi minumannya. "Apa kamu merasa kalau saya merayumu??" Roger melirikku dengan tatapan nakalnya. Aku ikut melakukan hal yang sama tanpa membalas pertanyaan Roger. "Hm? Kenapa diam?" Goda Roger. "Oh, come on Captain." Aku memukul lengannya. Kami tertawa bersama kemudian sebelum terlibat perbincangan basa basi seperti hari-hari biasanya. Suasana yang cukup menyenangkan dan berbalut dengan kehangatan mampu Roger berikan padaku. "Anna, apa pria itu tidak menghubungimu?" Tanyanya tiba-tiba. "Hm? Siapa?" Bingungku. "Bosmu." Jawabnya singkat. "Oh? Rayes? Tidak. Dia bahkan tidak datang ke pelatihan hari ini. Dia dan aku bagaikan langit dan bumi, Roger. Aku tidak akan mungkin bisa menggapainya." "Tapi kamu bisa berada di sekitarnya." Sanggah Roger. "Maksudku... Lihat aku. Setiap hari aku bekerja di sekitar langit yang kamu andaikan tadi. Tidak ada sesuatu yang tidak mungkin, Anna." Tambahnya. Aku membulatkan mata. Betul juga kata katanya. "Bukan
Jadi di sinilah kami, saling berbagi ranjang sembari rebahan berhadapan. Aroma maskulin Roger tercium jelas di hidungku saat ini. Mataku terus menatap netranya yang terus menatapku. Kini tubuh kami saling berhadapan sembari berbaring di ranjang yang sama. Sejujurnya aku bingung dengan keinginan aneh Roger yang sangat mendadak ini. Tapi jujur aku tidak bisa menolaknya karena ia terlihat sangat menginginkanku malam ini. Terlebih hatiku luluh saat melihat bola mata yang berbinar itu. Baiklah, salahkan aku karena tidak tegas. Tapi aku percaya pria ini tidak akan melakukan sesuatu yang berbahaya bagiku."Tidurlah, Anna. Ini sudah malam." Ucapnya menatap lekat mataku."Bisakah aku tidur dengan tenang? Aku takut akan ileran atau bahkan suara ngorokku yang bisa membuat tidurmu tidak nyaman." Candaku.Roger tersenyum."Kamu tidak sama sekali mengkhawatirkan dirimu sendiri? Apa kamu tidak takut kalau saya akan melakukan sesuatu yang akan merugikanmu?" Tanya Roger tersenyum lembut."Aku rasa kamu
Aku berangkat kembali ke pelatihanku yang berada di Lobby hotel berbintang ini dengan di antar oleh Roger yang terus tersenyum lebar ketika mendengarkanku memanggilnya Daddy sepanjang hari. Senyumannya tidak luput bahkan ketika pintu lift tertutup. Ia masih setia menatapku sembari melambaikan tangannya. Sungguh pemandangan yang sangat lucu dan menggemaskan. Pelatihanpun pada akhirnya di mulai. Aku harus kembali memfokuskan pikiranku pada pekerjaanku. Roger juga akan berangkat bekerja ketika jam makan siang. Tak luput, nasehatnya selalu terngiang-ngiang di kepalaku mengenai mulut manis pria yang tidak boleh dipercaya begitu saja. Hingga tanpa sadar jam makan siangpun tiba. Aku segera keluar dari ruangan dan kembali menemukan bayangan Roger yang masuk ke dalam mobil yang menjemputnya. Aku memutuskan untuk naik ke kamar karena siang ini aku berjanji akan bertemu dengan Rayes di kamarku untuk makan siang bersama. Sesampainya di kamar, aku menemukan sebuket bunga yang menghias kamarku. De
Malam kini mulai menjelang saat aku kembali ke kamarku setelah lelah mengoperasikan otakku selama pelatihan hari ini. Aku memutuskan untuk ikut bersantai bersama dengan rekan kerjaku dari daerah lain untuk menikmati malam ini. Lebih tepatnya kami menghabiskan waktu di tempat hiburan malam yang memang terkenal dengan alunan musik serta para pengunjungnya yang luar biasa mencuci mata. "Anna! Apa bajumu tidak ada yang lebih terbuka lagi?" Tanya teman wanitaku yang selama pelatihan ini duduk tepat di samping mejaku. "Tidak. Aku tidak suka baju terbuka." Balasku sedikit berteriak. "Tapi begitu saja sebenarnya kau sudah sangat menggoda sih." Balas rekan kerja priaku yang lain. Aku hanya bisa tertawa renyah mendengar ucapan mereka yang sepertinya hanya sebuah lelucon. "Minum-minum. Nih di traktir kepala suku!" Ucap salah seorang rekan kerja pria yang yang memang satu ruang pelatihan denganku. "Asyik!! Thank's Mike!" Seru mereka kegirangan. Mike yang menjabat sebagai kepala suku atau ke
Tri semester terakhir menjadi tantangan terbesar bagiku yang semakin kesulitan untuk bernafas karena rasa sesak memenuhi perutku yang sudah terlalu besar. Layaknya ibu hamil pada umumnya, semua ukuran baju dan sepatuku mendadak berubah. Dan untuk alasan tertentu, dokter menyarankan agar aku terus melakukan olahraga ringan di pagi dan sore hari demi mempertahankan posisi bayi kami yang sudah berada pada tempatnya."Baby? Are you ready?" Tanya Roger yang sudah siap dengan pakaian olahraganya.Sepulang dinas dan sebelum berangkat kerja, sudah menjadi tugas tambahan untuk Roger menemaniku jalan-jalan di sekitar taman. Dengan senang hati Roger menemaniku karena selain meniduri wanita, olahraga merupakan salah satu kegiatan favoritnya."Let's go." Ajakku bersemangat.Roger tersenyum sebelum berjalan beriringan bersamaku menuju ke lift apartemen. Namun untuk kali ini sepertinya sesuatu yang tidak beres sedang melandaku ketika lift yang kami tumpangi sedang bergerak turun ke lantai dasar."Mh
Kondisi perutku mulai terlihat lebih menonjol di usia kandunganku yang sudah memasuki tri semester kedua. Setelah puas bergulat dengan rasa mual dan ngidam yang aneh-aneh, kini aku harus memasuki fase dimana gairah seksualku mendadak berubah.Beberapa kali aku harus memancing nafsu para serigala yang sedang tampak tenang itu, namun mereka tolak mentah-mentah mengingat dokter melarangku untuk berhubungan intim di awal kehamilan demi menjaga keselamatan kandunganku yang masih sangat rentan.Tapi untuk malam ini, rasanya aku sudah tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Karena terus dianggurkan selama beberapa bulan belakangan ini, sekarang aku ingin menjamah tubuh mereka seperti yang biasanya kulakukan setiap malam sebelum aku menyadari kalau aku sedang hamil."Papa Dan~" R
Hampir tiga bulan lamanya aku menjalani kehidupan baruku sebagai wanita yang sedang berbadan dua. Meski pada awalnya berat menerima kehadiran makhluk hidup baru yang tumbuh dan berkembang di dalam perutku. Suami dan kedua sugar daddyku terus memberikanku support yang tidak pernah berhenti. Bahkan mereka tidak ingin mempertanyakan anak siapa yang sedang kukandung, karena bagi mereka ini adalah anak dari buah cinta mereka.Jadi kunikmati seluruh kasih sayang yang mereka limpahkan padaku tanpa henti sampai makhluk kecil ini hadir diantara kami berempat dan merebut semua perhatian kami. Seperti saat jadwal check up rutin datang, aku bahkan sampai harus mengacuhkan pandangan orang-orang Rumah Sakit yang kebingungan melihatku dikawal oleh suami serta dua sugar daddyku yang sampai harus izin tidak masuk kerja hanya untuk melihat tumbuh kembang anak mereka dalam perutku. Kini tantangan terbesar yang harus kulewati adalah fase mual dan ngidam yang berlebihan. Ah- Membayangkan kombo mematikan
Beberapa bulan setelah kunjungan Mama dan Papaku, kujalani hari-hari sibukku sebagai istri rumah tangga yang baik untuk suami dan kedua sugar daddyku. Mengurusi segala kebutuhan mereka lahir maupun batin. Dan sesuai keinginanku yang disepakati bersama, kegiatan panas kami akhirnya berjalan teratur sesuai jadwal. Malam tertentu aku hanya milik mereka seorang dan malam khusus dimana aku akan menjadi milik mereka bertiga. Khusus untuk Daniel, malam kami hanya diisi dengan kegitan manis di ranjang bersama. Tanpa sedikitpun aktivitas panas yang akan memicuku untuk menggodanya, Daniel akan terus mencurahkan perasaannya melalui perlakuan manisnya yang membuatku semakin mencintainya sebagai pasangan hidupku yang sah. Namun untuk pertama kalinya semenjak kami memutuskan untuk tidur di ranjang yang sama, perutku merasakan sesuatu yang membuat tubuhku tidak karuan. Rasanya aku ingin memuntahkan makan malam yang barusan kami santap berempat sebelum berpisah untuk tidur di kamar masing-masing kar
"Halo? Ya Ma?" Sapaku ketika mengangkat telepon dari Mama yang jarang sekali menghubungiku di pagi hari seperti ini."Dek, Mama dan Papa sudah boarding pesawat ya. Jemput kami nanti di bandara ya." Pinta Mama yang berhasil membuat jantungku berhenti berdetak untuk beberapa saat kemudian."Hah?! Mama mau ke sini? Kok nggak bilang dari kemarin?" Keluhku yang membuat Roger kebingungan karena aku segera terbangun dari pahanya."Ya namanya juga kejutan. Ini saja Mama ngabarin kamu dulu, takutnya kamu lagi nggak di rumah. Gimana kalau Mama dan Papa langsung gedor pintu rumahmu, hayo." Mama membela dirinya."Iya iya iya.. Ya sudah, Mama Papa safe flight ya. Aku bersih-bersih rumah dulu." Ucapku yang segera beranjak dari tempatku bersantai dengan Roger."Baby? Kenapa? Apa orang tuamu mau ke sini?" Tanya Roger melihatku berlari panik."IYA!" Teriakku menuju ke kamar utama tempat dimana barang pribadiku berada.Segera kuraih tas hitamku yang setahun lalu pernah kugunakan untuk kabur bersama den
Beberapa haripun berlalu, berkat segala bantuan Rayes dan Roger akhirnya secara hukum aku sudah sah menjadi Nyonya Henery. Tidak ada acara mewah setelah kami menandatangani akta pernikahan kami. Yang ada kedua Daddyku hanya mempersiapkan acara makan siang sederhana di yacht pribadinya. Mereka berpesan agar aku tetap menjaga stamina sebelum pulang kembali ke kotaku untuk melaksanakan resepsi yang sebenarnya. Tidak masalah untukku. Aku juga merasa tidak terlalu merasa nyaman dengan keramaian Ibu Kota. Lebih menyenangkan berkumpul bersama mereka bertiga. Menikmati indahnya sinar matahari dengan hembusan angin laut yang menyegarkan. "Baby, jangan berjemur disana. Kulitmu bisa terbakar. Ingat kamu masih punya resepsi minggu ini." Pesan Roger yang sedang duduk dengan Rayes serta Daniel dengan segelas champagne di tangan mereka masing-masing. "Sayang sekali rasanya kalau tidak berjemur di laut." Keluhku. "Seharusnya kamu pakai bikinimu. Kalau tidak, kulitmu akan belang." Rayes menambahka
"Honey?" "Honey??" "Sayang???" Sayup-sayup suara Daniel yang sedang memanggilku berulang kali berhasil menyadarkan dari tidur pulasku semalam. Sampai-sampai aku tidak menyadari sentuhan tangan hangat Daniel yang terus membelai rambutku seolah sedang berusaha menyadarkanku. "Sayang, bangun." Daniel mengusap keningku berkali-kali. "Mhh~" Lenguhku manja karena rasanya aku masih mau melanjutkan tidurku. "Bangun sayang. Aku dan Tuan Rayes akan segera berangkat kerja. Roger belum pulang karena terjebak delay. Apa kamu tidak masalah ditinggal sendirian?" Tanya Daniel mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Aku mengernyitkan dahi sambil berusaha membuka mataku. "Iya." "Minumlah dulu. Aku sudah menyiapkan sarapan di atas meja untuk kalian berdua nanti. Sekarang bangunlah dulu. Aku sedikit trauma meninggalkanmu dalam kondisi tidur seperti ini." Pinta Daniel. Tanpa bantahan meski dengan kondisi mata yang masih terasa sangat berat, Daniel melihatku terbangun dari tempat tidur dan berjalan l
Mataku yang terbuka secara tiba-tiba membuat tubuhku tersentak pelan seakan aku baru saja mengalami kejadian yang sangat menegangkan. Kesadaranku yang perlahan pulih sejalan dengan nafasku yang berburu seperti mencoba menenangkan detak jantungku yang tidak beraturan untuk kembali pada ritmenya. "Baby?" Kaget Rayes yang ikut terbangun masih dengan lengan kokohnya yang kujadikan sebagai bantal tidur. Aku menatap Rayes yang tertidur di sebelah kiriku dan Daniel tertidur disebelah kananku dengan tangannya yang berada di atas perutku. Masih dengan detak jantung yang belum tertata, aku tersenyum menanggapi pertanyaan Rayes. "Daddy Roger sudah berangkat ya?" Tanyaku kemudian. Rayes mengangguk. "Sekarang masih jam setengah dua belas malam. Do you need something, Baby?" Tanya Rayes dengan suaranya yang serak-serak basah. Aku mengangguk. "I need to clean that part. Sepertinya aku tidur terlalu lama. Rasanya badanku segar sekali." "Baiklah, sayang. Bersihkan tubuhmu dulu. Kamu terlalu
Dengan sorot matanya yang semakin dibutakan oleh kabut gairahnya sendiri, Daniel terus memijat batang kejantanannya yang sudah menegang di ujung sana. Tidak sedikitpun ia berniat mendekatiku yang sedang sibuk bersetubuh dengan Rayes sembari memeluk Roger yang tak henti-hentinya memberikanku rangsangan kecilnya dengan memijat kedua gunung kembarku. Desahan dan lenguhan terus kulanturkan karena kenikmatan tanpa ujung yang diberikan oleh kedua sugar daddyku. "Damn, you're hot as hell." Desis Rayes yang kembali menghentakku agar kembali fokus pada genjotannya. "Daddy~" Rengekku pada Roger yang kini meraih bibirku untuk menciumku dengan rakus. "Ah- Kau sangat spesial sayang." Rayes kembali mendesis dan memukul-mukul buritan sintalku secara bergantian. "Nggh, capek." Keluhku saat kulepas bibirku dari pagutan bibir Roger. Tak ambil pusing, tanpa melepas miliknya dari kewanitaanku. Rayes lalu menarik tubuhku dari pelukan Roger dan segera menjatuhkanku di atas pangkuannya yang sedang terdu