Malam kini mulai menjelang saat aku kembali ke kamarku setelah lelah mengoperasikan otakku selama pelatihan hari ini. Aku memutuskan untuk ikut bersantai bersama dengan rekan kerjaku dari daerah lain untuk menikmati malam ini. Lebih tepatnya kami menghabiskan waktu di tempat hiburan malam yang memang terkenal dengan alunan musik serta para pengunjungnya yang luar biasa mencuci mata. "Anna! Apa bajumu tidak ada yang lebih terbuka lagi?" Tanya teman wanitaku yang selama pelatihan ini duduk tepat di samping mejaku. "Tidak. Aku tidak suka baju terbuka." Balasku sedikit berteriak. "Tapi begitu saja sebenarnya kau sudah sangat menggoda sih." Balas rekan kerja priaku yang lain. Aku hanya bisa tertawa renyah mendengar ucapan mereka yang sepertinya hanya sebuah lelucon. "Minum-minum. Nih di traktir kepala suku!" Ucap salah seorang rekan kerja pria yang yang memang satu ruang pelatihan denganku. "Asyik!! Thank's Mike!" Seru mereka kegirangan. Mike yang menjabat sebagai kepala suku atau ke
Kukumpulkan seluruh tenagaku untuk membalikkan kepalaku menatap siapa yang sudah berani memeluk tubuhku, melihat tampaknya aku berakhir tidur di kamar hotelku sendiri."Ngh?" Lenguhku keluar saat badanku berputar dan menghadap ke arah Roger yang kini ikut terbangun dari tidurnya."Baby? What's wrong?" Suara parau pria khas baru bangun tidurnya menggetarkan sesuatu yang ada di dalam diriku."Air..." Ucapku singkat.Bibir dan tenggorokanku terasa sangat kering. Aku butuh minum tapi badanku masih sangat lemas untuk mengambilnya sendiri. Bahkan untuk membalikkan badanku saja kepalaku sudah pusing setengah mati.Roger dengan sigap segera melepas tautan tangannya dari perutku dan beranjak mengambil segelas air dari kulkas. Baiklah, sekarang aku sadar kalau ini kamar Roger."Minumlah." Ucapnya membantuku sedikit terduduk dari tempat tidur.Aku meneguk air yang Roger tawarkan padaku untuk menyegarkan tenggorokanku. Setelah itu ia kembali merebahkan diriku ke posisi semula. Rogerpun kembali tid
Aku diam sejenak sebelum menghembuskan nafas kasarku."Pria semalam... Dia Alexandre Rayes. Anak tertua dari Gerald Rayes." Balasku yang mencengkram erat sapu tangan hitam dengan ukiran nama keluarga Rayes berwarna emas di pinggirannya."It's okay, Baby. Itu hanya sapu tangan. Kamu tidak akan pernah bertemu dengannya lagi. Nothing to worry." Roger berusaha menenangku dengan mengelus lembut punggung tanganku.Aku berusaha mempercayai kata-kata Roger yang meyakinkanku untuk tidak khawatir hingga suara ponsel Roger berbunyi dengan lantangnya mengagetkanku."Maaf sayang. Sebentar ya." Ucap Roger yang segera beranjak mengambil ponsenya lalu berjalan ke arah balkon yang memang tersedia di kamar kami.Aku menatap bayangan Roger, mungkinkah itu telepon dari istrinya? Karena kalau diperhatikan Roger tidak pernah sama sekali menghubungi sanak keluarganya setiap ia menghabiskan waktunya bersamaku.Kualihkan fokusku yang mulai terpecah belah dengan menikmati hidangan yang sudah sedari tadi menungg
Aku mengangguk kikuk, karena posisi kami yang terbilang vulgar saat ini. Roger semakin mempererat pelukannya menuntut jawaban."Yeah, I'm done." Balasku singkat.Roger tersenyum nakal. Sangat nakal tapi juga terlihat sangat seksi di mataku. Gigi taringnya juga sedikit terlihat dan anehnya itu sangat menggairahkanku.Oh tidak! Sesuatu yang salah sudah terjadi pada otakku!!"Sekarang ayo kita masuk. Udaranya panas sekali." Balasnya kemudian lalu melepaskan pelukannya dan menggenggam tanganku untuk berjalan masuk kembali ke dalam kamar.Hm? Kenapa rasanya aku sedikit kecewa? Memangnya apa yang kuharapkan terjadi pada Roger setelah ini?! "Bagaimana perutmu? Apa sudah membaik?" Tanyanya tersenyum sumringah membagikan segelas teh hangatnya untukku.Aku hanya mengangguk."Bagus kalau begitu. Sekarang kamu hanya perlu istirahat. Dan janji pada Daddy kamu tidak akan menyentuh minuman keras jenis apapun lagi." Ucapnya."Permintaanmu hampir sama dengan pria itu." Dengusku.Senyum Roger seketika
So, here I am. Berdiri membatu adalah jalan ninjaku. Kepalaku mendadak kosong meski rambutku sudah basah karena aku berdiri tepat di bawah shower Entah aku menyesali perbuatan nekatku ini atau aku malah kegirangan dengan keputusan bodohku ini, yang jelas aku terlalu malu untuk membalikkan badanku dan menatap langsung Roger yang juga ikut membasuh tubuhnya tepat di belakangku. "Give me the shampoo, Baby. Daddy akan mencuci rambutmu." Pintanya. Aku hanya bisa mengambil Shampo yang ada di hadapanku tanpa sekalipun berpaling sedikitpun. "You know what, mandimu akan jauh lebih bersih kalau kamu juga membuka pakaian dalammu itu. Sayang sekali bra dan panty cantikmu itu jadi basah." Ucapnya yang lalu mencuci rambutku. Aku hanya diam tidak bersuara. "Anna, sayang. Kalau kamu menyesal sudah masuk kemari, kenapa tidak bilang saja. Daddy bisa saja keluar kalau kamu menginginkannya. Daddy tidak mau menjadi beban untukmu. Dan percayalah, Daddy tidak akan menyentuh kehormatanmu sekalipun tanpa
Roger lalu mengangkat kedua pahaku ke atas menahan kedua betisku di bahunya. Ia lalu mulai mengapit kejantanannya yang masih menegang di antara kedua pahaku. "Roger hentikan..." Pintaku yang aku sendiri meragukannya. "I told you not to turn back, Baby. Tapi kamu melakukannya. Kenapa? Apa kamu memang mau dihukum seperti ini?" Tanyanya dengan nada sensualnya. Tubuhku yang masih basah dan sedikit licin karena sabun yang masih belum terbilas sempurna membuat Roger dengan mudahnya memaju mundurkan kejantanannya di sela pahaku. Tubuhnya mulai menghujam tubuhku dengan perlahan tapi pasti. Meski kami belum menyatu dengan sempurna, harus aku akui, di otakku kami sudah melakukan lebih dari ini. Sensasi geli dan menggairahkan itu semakin membuat area kewanitaanku basah terlebih mendengar suara erangan nikmat Roger yang mengalun dengan indah. "Sudah kubilang, jangan percaya kaum sepertiku, Anna. Aku sudah berusaha untuk melawan instingku untuk tidak memakanmu. Tapi maafkan aku, aku juga bisa l
"Tidak juga. Aku hanya tidak nyaman bersamamu, Mike. Permisi." Ucapku segera berpaling dari hadapan Mike yang terlihat sedang memandangku rendah. "Tunggu dulu, aku belum selesai!" Kesalnya menahan bahuku agar tidak berjalan menjauhinya. "Apa lagi? Lepaskan aku!" Pekikku. Mike berdecak kesal akibat suaraku yang membuat kami menjadi pusat perhatian beberapa pengunjung. "Hei! Lepaskan dia!" Tegur salah seorang pengunjung yang menghampiri kami. Mata kami berdua kini berfokus pada sosok pria yang lagi-lagi berhasil membantuku dengan mengangkat kerah baju Mike tinggi-tinggi. "Kulihat dia sudah menolakmu sebanyak 2 kali kawan. Jadi berhentilah mengganggunya. Kalau tidak aku sendiri yang akan melaporkanmu ke kantor polisi." Ancam Alexandre Rayes. Pada akhirnya Mike meninggalkanku dan Alexandre berdua begitu saja tanpa sepatah katapun. Satu yang kutau, Mike tidak suka menjadi pusat perhatian yang negatif. Dia tipe yang menghindari masalah, bukan menghadapinya. "Kau baik-baik saja?" Tan
Setelah puas berkeliling menjelajahi pusat perbelanjaan itu aku pulang dengan beberapa barang yang kuperlukan. Dan setibanya di kamar pribadiku, kurebahkan diriku sebelum tenggelam dalam tidurku mengingat tubuh ini mulai kelelahan akibat hasrat yang belum sepenuhnya tersalurkan akibat ulah Roger yang hanya menggodaku tanpa mau bertanggung jawab.Yes, call me munafik atau sebagainya. Aku sudah tidak peduli. Aku yang sudah berusaha menghilangkan pikiranku tentang hal mesum seperti itu kembali mengingat masa di mana tubuh atletis Roger mendominasiku dengan tatapannya yang penuh dengan hasrat. Menghabiskan waktu dengan menyibukkan diri ternyata tidak mampu membuatku melupakan momen menegangkan itu.Aku mengerang kesal dengan diriku sendiri untuk mengeluarkan amarah dan rasa malu yang menumpuk dalam hatiku. Jadi seperti ini rasanya kembali menginginkan seseorang? Bukan mengenai perasaan cintanya melainkan hanya sebagai pemuas hasrat yang sudah lama terpendam.Semua ini karena kau memberikan
Tri semester terakhir menjadi tantangan terbesar bagiku yang semakin kesulitan untuk bernafas karena rasa sesak memenuhi perutku yang sudah terlalu besar. Layaknya ibu hamil pada umumnya, semua ukuran baju dan sepatuku mendadak berubah. Dan untuk alasan tertentu, dokter menyarankan agar aku terus melakukan olahraga ringan di pagi dan sore hari demi mempertahankan posisi bayi kami yang sudah berada pada tempatnya."Baby? Are you ready?" Tanya Roger yang sudah siap dengan pakaian olahraganya.Sepulang dinas dan sebelum berangkat kerja, sudah menjadi tugas tambahan untuk Roger menemaniku jalan-jalan di sekitar taman. Dengan senang hati Roger menemaniku karena selain meniduri wanita, olahraga merupakan salah satu kegiatan favoritnya."Let's go." Ajakku bersemangat.Roger tersenyum sebelum berjalan beriringan bersamaku menuju ke lift apartemen. Namun untuk kali ini sepertinya sesuatu yang tidak beres sedang melandaku ketika lift yang kami tumpangi sedang bergerak turun ke lantai dasar."Mh
Kondisi perutku mulai terlihat lebih menonjol di usia kandunganku yang sudah memasuki tri semester kedua. Setelah puas bergulat dengan rasa mual dan ngidam yang aneh-aneh, kini aku harus memasuki fase dimana gairah seksualku mendadak berubah.Beberapa kali aku harus memancing nafsu para serigala yang sedang tampak tenang itu, namun mereka tolak mentah-mentah mengingat dokter melarangku untuk berhubungan intim di awal kehamilan demi menjaga keselamatan kandunganku yang masih sangat rentan.Tapi untuk malam ini, rasanya aku sudah tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Karena terus dianggurkan selama beberapa bulan belakangan ini, sekarang aku ingin menjamah tubuh mereka seperti yang biasanya kulakukan setiap malam sebelum aku menyadari kalau aku sedang hamil."Papa Dan~" R
Hampir tiga bulan lamanya aku menjalani kehidupan baruku sebagai wanita yang sedang berbadan dua. Meski pada awalnya berat menerima kehadiran makhluk hidup baru yang tumbuh dan berkembang di dalam perutku. Suami dan kedua sugar daddyku terus memberikanku support yang tidak pernah berhenti. Bahkan mereka tidak ingin mempertanyakan anak siapa yang sedang kukandung, karena bagi mereka ini adalah anak dari buah cinta mereka.Jadi kunikmati seluruh kasih sayang yang mereka limpahkan padaku tanpa henti sampai makhluk kecil ini hadir diantara kami berempat dan merebut semua perhatian kami. Seperti saat jadwal check up rutin datang, aku bahkan sampai harus mengacuhkan pandangan orang-orang Rumah Sakit yang kebingungan melihatku dikawal oleh suami serta dua sugar daddyku yang sampai harus izin tidak masuk kerja hanya untuk melihat tumbuh kembang anak mereka dalam perutku. Kini tantangan terbesar yang harus kulewati adalah fase mual dan ngidam yang berlebihan. Ah- Membayangkan kombo mematikan
Beberapa bulan setelah kunjungan Mama dan Papaku, kujalani hari-hari sibukku sebagai istri rumah tangga yang baik untuk suami dan kedua sugar daddyku. Mengurusi segala kebutuhan mereka lahir maupun batin. Dan sesuai keinginanku yang disepakati bersama, kegiatan panas kami akhirnya berjalan teratur sesuai jadwal. Malam tertentu aku hanya milik mereka seorang dan malam khusus dimana aku akan menjadi milik mereka bertiga. Khusus untuk Daniel, malam kami hanya diisi dengan kegitan manis di ranjang bersama. Tanpa sedikitpun aktivitas panas yang akan memicuku untuk menggodanya, Daniel akan terus mencurahkan perasaannya melalui perlakuan manisnya yang membuatku semakin mencintainya sebagai pasangan hidupku yang sah. Namun untuk pertama kalinya semenjak kami memutuskan untuk tidur di ranjang yang sama, perutku merasakan sesuatu yang membuat tubuhku tidak karuan. Rasanya aku ingin memuntahkan makan malam yang barusan kami santap berempat sebelum berpisah untuk tidur di kamar masing-masing kar
"Halo? Ya Ma?" Sapaku ketika mengangkat telepon dari Mama yang jarang sekali menghubungiku di pagi hari seperti ini."Dek, Mama dan Papa sudah boarding pesawat ya. Jemput kami nanti di bandara ya." Pinta Mama yang berhasil membuat jantungku berhenti berdetak untuk beberapa saat kemudian."Hah?! Mama mau ke sini? Kok nggak bilang dari kemarin?" Keluhku yang membuat Roger kebingungan karena aku segera terbangun dari pahanya."Ya namanya juga kejutan. Ini saja Mama ngabarin kamu dulu, takutnya kamu lagi nggak di rumah. Gimana kalau Mama dan Papa langsung gedor pintu rumahmu, hayo." Mama membela dirinya."Iya iya iya.. Ya sudah, Mama Papa safe flight ya. Aku bersih-bersih rumah dulu." Ucapku yang segera beranjak dari tempatku bersantai dengan Roger."Baby? Kenapa? Apa orang tuamu mau ke sini?" Tanya Roger melihatku berlari panik."IYA!" Teriakku menuju ke kamar utama tempat dimana barang pribadiku berada.Segera kuraih tas hitamku yang setahun lalu pernah kugunakan untuk kabur bersama den
Beberapa haripun berlalu, berkat segala bantuan Rayes dan Roger akhirnya secara hukum aku sudah sah menjadi Nyonya Henery. Tidak ada acara mewah setelah kami menandatangani akta pernikahan kami. Yang ada kedua Daddyku hanya mempersiapkan acara makan siang sederhana di yacht pribadinya. Mereka berpesan agar aku tetap menjaga stamina sebelum pulang kembali ke kotaku untuk melaksanakan resepsi yang sebenarnya. Tidak masalah untukku. Aku juga merasa tidak terlalu merasa nyaman dengan keramaian Ibu Kota. Lebih menyenangkan berkumpul bersama mereka bertiga. Menikmati indahnya sinar matahari dengan hembusan angin laut yang menyegarkan. "Baby, jangan berjemur disana. Kulitmu bisa terbakar. Ingat kamu masih punya resepsi minggu ini." Pesan Roger yang sedang duduk dengan Rayes serta Daniel dengan segelas champagne di tangan mereka masing-masing. "Sayang sekali rasanya kalau tidak berjemur di laut." Keluhku. "Seharusnya kamu pakai bikinimu. Kalau tidak, kulitmu akan belang." Rayes menambahka
"Honey?" "Honey??" "Sayang???" Sayup-sayup suara Daniel yang sedang memanggilku berulang kali berhasil menyadarkan dari tidur pulasku semalam. Sampai-sampai aku tidak menyadari sentuhan tangan hangat Daniel yang terus membelai rambutku seolah sedang berusaha menyadarkanku. "Sayang, bangun." Daniel mengusap keningku berkali-kali. "Mhh~" Lenguhku manja karena rasanya aku masih mau melanjutkan tidurku. "Bangun sayang. Aku dan Tuan Rayes akan segera berangkat kerja. Roger belum pulang karena terjebak delay. Apa kamu tidak masalah ditinggal sendirian?" Tanya Daniel mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Aku mengernyitkan dahi sambil berusaha membuka mataku. "Iya." "Minumlah dulu. Aku sudah menyiapkan sarapan di atas meja untuk kalian berdua nanti. Sekarang bangunlah dulu. Aku sedikit trauma meninggalkanmu dalam kondisi tidur seperti ini." Pinta Daniel. Tanpa bantahan meski dengan kondisi mata yang masih terasa sangat berat, Daniel melihatku terbangun dari tempat tidur dan berjalan l
Mataku yang terbuka secara tiba-tiba membuat tubuhku tersentak pelan seakan aku baru saja mengalami kejadian yang sangat menegangkan. Kesadaranku yang perlahan pulih sejalan dengan nafasku yang berburu seperti mencoba menenangkan detak jantungku yang tidak beraturan untuk kembali pada ritmenya. "Baby?" Kaget Rayes yang ikut terbangun masih dengan lengan kokohnya yang kujadikan sebagai bantal tidur. Aku menatap Rayes yang tertidur di sebelah kiriku dan Daniel tertidur disebelah kananku dengan tangannya yang berada di atas perutku. Masih dengan detak jantung yang belum tertata, aku tersenyum menanggapi pertanyaan Rayes. "Daddy Roger sudah berangkat ya?" Tanyaku kemudian. Rayes mengangguk. "Sekarang masih jam setengah dua belas malam. Do you need something, Baby?" Tanya Rayes dengan suaranya yang serak-serak basah. Aku mengangguk. "I need to clean that part. Sepertinya aku tidur terlalu lama. Rasanya badanku segar sekali." "Baiklah, sayang. Bersihkan tubuhmu dulu. Kamu terlalu
Dengan sorot matanya yang semakin dibutakan oleh kabut gairahnya sendiri, Daniel terus memijat batang kejantanannya yang sudah menegang di ujung sana. Tidak sedikitpun ia berniat mendekatiku yang sedang sibuk bersetubuh dengan Rayes sembari memeluk Roger yang tak henti-hentinya memberikanku rangsangan kecilnya dengan memijat kedua gunung kembarku. Desahan dan lenguhan terus kulanturkan karena kenikmatan tanpa ujung yang diberikan oleh kedua sugar daddyku. "Damn, you're hot as hell." Desis Rayes yang kembali menghentakku agar kembali fokus pada genjotannya. "Daddy~" Rengekku pada Roger yang kini meraih bibirku untuk menciumku dengan rakus. "Ah- Kau sangat spesial sayang." Rayes kembali mendesis dan memukul-mukul buritan sintalku secara bergantian. "Nggh, capek." Keluhku saat kulepas bibirku dari pagutan bibir Roger. Tak ambil pusing, tanpa melepas miliknya dari kewanitaanku. Rayes lalu menarik tubuhku dari pelukan Roger dan segera menjatuhkanku di atas pangkuannya yang sedang terdu