Aku terperanjak. Sesuatu yang tidak beres sedang terjadi disini. Dengan segala keberanian yang sudah kukumpulkan aku memberanikan diri untuk melangkah lebih dekat dan melihat secara langsung sepasang pria dan wanita yang sedang berusaha memadu kasih di tangga darurat kantor."Kamu berani menentang saya?" Tanya suara pria yang sangat tidak asing di telingaku."Tapi, Pak...""Please stop it, Mr. Mike." Perintahku menatap kedua orang yang sudah menempel dalam pelukan tangan Mike yang cukup besar itu.Mataku sesaat terfokus pada seorang gadis kecil yang memakai pakaian putih hitamnya yang tampak sangat jelas sebagai pegawai baru atau bahkan anak magang yang baru bekerja di perusahaan ini sedang menatapku dnegan ekspresinya yang tidak nyaman, seolah meminta pertolongan. Jelas saja hatiku nyeri dibuatnya, aku kembali mengingat masa laluku. Menjadi sasaran tindak pelecehan oleh atasan sendiri hingga menjadi kebiasaan selama bertahun-tahun itu bisa membuat mental seorang wanita menjadi tidak
"Apa kamu sudah pulang sayang? Kamu benar-benar tidak menghubungi Daddy ya. Apa kamu tau kala-""Aku masih di kantor bersama pimpinanku Daddy. Setelah ini kami akan ke rumah sakit sebentar untuk cek kesehatan. Sepertinya aku masuk angin karena angin laut kemarin." Potongku yang segera menghentikan Roger berhenti mengomel diseberang sana."Baiklah Daddy paham. Daddy tunggu kabarmu jam 9 nanti malam." Ucapnya yangs segera mengakhiri panggilan telepon kami."Salam buat Mommy ya. I love you guys." Ucapku berpura-pura padahal telepon sudah Roger matikan sedari tadi.Alex tersenyum begitu aku mengkahiri sambungan teleponku."Kamu harus banyak bersyukur, orang tuamu begitu memperhatikanmu dengan sangat baik." Ucapnya yang segera beranjak dari tempatnya duduk.Aku hanya tersenyum kaku."Apa perlu kubantu berjalan?" Tanya Alex memastikan.Aku menggeleng. "Thank you Alex."...Alex lalu membawaku menuju ke rumah sakit untuk mengecek kondisiku yang masih dinyatakan sehat secara fisik. Meski b
Aku semakin mempertajam tatapan mataku menatap Mike yang terus tersenyum merendahkanku. Aku meludah kesal."Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah mau berlutut di hadapan pria pengecut sepertimu. Kau mau menyebarkannya? Sebarkan saja! Kau pikir aku dan Alex akan tinggal diam?! Dengan segala sumber daya yang keluarga Rayes miliki, kami berdua akan memburumu sampai ke liang lahatmu, Mike!" marahku."BRENGSEK!" Mike berdiri dan menampar keras gadis yang sedari tadi berdiri di sebelahnya hingga ia terjatuh."AKH!!!" Jerit gadis itu yang kini tertelungkup menahan sakit sembari memegang pipinya yang memerah."Bawa gadis ini! Telanjangi dia! Kalau perlu perkosa saja sekalian! Berikan aku foto-fotonya dan akan kusebarkan besok! Kau tidak mau menurutiku? Baiklah. Terserahmu, Anna. Karena aku tidak peduli! Gadis ini yang akan menggantikan nasibmu besok!" Marah Mike yang kemudian kembali duduk dan menikmati pemandangan kedua algojo itu yang sedang menyeret gadis itu naik ke atas kasur."Tidak! T
Setelah puas mengambil beberapa gambar yang mereka perlukan, algojo itu lalu memberikan ponsel yang mereka gunakan untuk mengabadikan tubuh polos gadis malang itu. Aku segera berjalan dan menggunakan selimut untuk menutupi seluruh tubuh gadis yang sudah tampak sangat pasrah itu dan membawakan setiap lembar pakaiannya yang tercecer di lantai."Ayo kita pergi dari sini." Bisikku yang disambut anggukan kecil dari gadis yang terlihat sangat trauma ini.Kami kemudian beranjak dari kamar itu sampai tiba di ambang pintu kamar Mike, ia menegurku."Anna!"Aku hanya meliriknya dengan tatapan sinis."Senang berbisnis denganmu! Jangan lupakan kontrak kerja kita tadi." Kekehnya.Aku tidak membalasnya dan terus berjalan sembari memapah gadis itu untuk mengikuti lagkahku ke kamar yang teletak di lantai yang sama."Masuklah." Aku membukakan pintu lalu berjalan masuk beriringan bersamanya.Ia duduk di sofa masih dengan wajahnya yang ketakutan. Aku segera beranjak dan membuatkannya segelas teh hangat l
"Alex perkenalkan, ini Zoey. Karyawan magang perusahaan kita." Ucapku memperkenalkan Zoey yang kini sedang menyembunyikan wajahnya dari Alex."Aku tidak sedang mempertanyakan hal itu. Jelaskan kenapa dia bisa berpenampilan seperti ini. Apa yang sudah kau lakukan? Apa kau punya kelainan seksual?" Tanya Alex yang semakin mengernyitkan dahinya."Apa?! Tentu saja tidak! Aku masih menyukai lawan jenis! Kau salah paham Alex!" Kesalku."Aku menunggu penjelasanmu, Anna." Kini Alex melipat kedua tangannya di dada.Aku menggigit bibir bawahku dan mataku melirik ke arah lain. Aku terlalu bingung harus menjawab apa dan mulai dari mana. Aku takut kegilaan Mike akan menjadi-jadi kalau ia tau aku menceritakan masalah ini ke Alex. Namun baru saja otakku mulai memanas mencari alasan yang tepat untuk melindungi kami berdua, suara tangisan Zoey tiba-tiba pecah dan membuatku panik seketika. Aku segera duduk di samping Zoey dan menenangkan tangisannya sedangkan Alex hanya menggaruk-garuk kepalanya karena
Aku berhasil memancing seluruh perhatian Mike! Pada dasarnya pria hidung belang semacam dia akan selalu tunduk pada insting liarnya untuk mencari seseorang yang akan tunduk padanya. Dan aku memanfaatkan hal itu. Disamping itu aku juga mengandalkan kelebihan tersembunyi dari tubuhku yang selalu kubenci itu. Untuk pertama kalinya kelebihan itu dapat kumanfaatkan dengan baik. Mike mulai melangkahkan kakinya mendekatiku dengan sorot matanya yang kelaparan. Terlebih pakaianku hari ini terbilang cukup menggoda dibandingkan hari-hari biasanya. Dengan cepat tangan Mike mulai meraih panggulku dan menariknya untuk mendekat kearahnya. Jujur saja, rasanya aku ingin menghajar wajah pria yang menjijikkan ini. Tapi lagi-lagi aku harus menahannya sampai aku bisa mendapatkan ponselnya. "Kau! Apa kau baru saja menggodaku? Hm? Kau tau aku sangat menginginkan tubuhmu itu?" Bisiknya dengan nafas yang membuatku mual! "Apa Anda tergoda? Master?" Godaku sekali lagi. Oh, aku ingin memaki diriku sendiri!
Alex segera berlari menendang Mike yang tadinya masih menjambak rambutku. Mike yang tersungkur segera ditangkap dan diamankan oleh 2 orang yang tadinya membawa linggis. Dari pakaiannya aku yakin mereka adalah petugas keamanan. Alex segera membungkus tubuhku dengan jas yang ia lepaskan. Ia berjongkok tepat dihadapanku dan bergegas melepaskan ikat pinggang yang masih mengikat kedua tanganku. Aku segera meraih dan memperlihatkan sebuah ponsel yang menjadi sumber drama hari ini pada Alex dengan penuh kebanggaan.Alex menatapku dengan wajahnya yang sukar untuk kuartikan. Sedangkan aku memberinya senyuman kemenangan. Tak lama Alex memelukku. Aku terkejut atas sikapnya ini."Bodoh. Kalau saja aku telat sedikit, akulah yang akan merasa paling bersalah sudah menjadikanmu umpan." Bisiknya lirih.Aku menepuk punggungnya saat tanganku sudah berhasil bebas."Terima kasih sudah mengkhawatirkanku dan juga mempercayaiku. Aku baik-baik saja. Tolong lindungi Zoey." Pintaku.Alex melepaskan pelukannya d
Tentu saja kami kaget dengan kedatangan Rayes yang tiba-tiba seperti ini. Kami sama sekali belum menginfokan peristiwa ini padanya, kecuali kalau memang mata-mata Rayes yang melaporkannya."Tidak, Anna. It's okay. Istirahatlah." Ucapnya saat melihatku berusaha untuk duduk dengan sorot matanya yang tampak seperti sedang menyimpan amarah dan penyesalan."Baik, Tuan." Patuhku."Pa, maaf kami belum menginfokannya. Tapi kami sudah menyelesaikannya." Bela Alex."Menyelesaikan? Apa mengorbankan sekertarismu merupakan caramu menyelesaikan ancaman murahan seperti itu, Alex?! Siapa yang mengajarimu untuk mengorbankan sesorang yang akan menjadi salah satu kunci keberhasilanmu?!" Marah Rayes yang sedikit membentak Alex.Jujur aku sedikit terkejut dan takut dengan ekspresi dan nada Rayes yang penuh dengan penekanan itu. Terkesan sedang mengintimidasi posisi Alex saat ini."Maaf, Tuan Rayes. Semua ini ide saya, Tuan." Ucapku yang membela Alex dengan memberanikan diri."Diam, Anna. Saya sedang menga
Tri semester terakhir menjadi tantangan terbesar bagiku yang semakin kesulitan untuk bernafas karena rasa sesak memenuhi perutku yang sudah terlalu besar. Layaknya ibu hamil pada umumnya, semua ukuran baju dan sepatuku mendadak berubah. Dan untuk alasan tertentu, dokter menyarankan agar aku terus melakukan olahraga ringan di pagi dan sore hari demi mempertahankan posisi bayi kami yang sudah berada pada tempatnya."Baby? Are you ready?" Tanya Roger yang sudah siap dengan pakaian olahraganya.Sepulang dinas dan sebelum berangkat kerja, sudah menjadi tugas tambahan untuk Roger menemaniku jalan-jalan di sekitar taman. Dengan senang hati Roger menemaniku karena selain meniduri wanita, olahraga merupakan salah satu kegiatan favoritnya."Let's go." Ajakku bersemangat.Roger tersenyum sebelum berjalan beriringan bersamaku menuju ke lift apartemen. Namun untuk kali ini sepertinya sesuatu yang tidak beres sedang melandaku ketika lift yang kami tumpangi sedang bergerak turun ke lantai dasar."Mh
Kondisi perutku mulai terlihat lebih menonjol di usia kandunganku yang sudah memasuki tri semester kedua. Setelah puas bergulat dengan rasa mual dan ngidam yang aneh-aneh, kini aku harus memasuki fase dimana gairah seksualku mendadak berubah.Beberapa kali aku harus memancing nafsu para serigala yang sedang tampak tenang itu, namun mereka tolak mentah-mentah mengingat dokter melarangku untuk berhubungan intim di awal kehamilan demi menjaga keselamatan kandunganku yang masih sangat rentan.Tapi untuk malam ini, rasanya aku sudah tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Karena terus dianggurkan selama beberapa bulan belakangan ini, sekarang aku ingin menjamah tubuh mereka seperti yang biasanya kulakukan setiap malam sebelum aku menyadari kalau aku sedang hamil."Papa Dan~" R
Hampir tiga bulan lamanya aku menjalani kehidupan baruku sebagai wanita yang sedang berbadan dua. Meski pada awalnya berat menerima kehadiran makhluk hidup baru yang tumbuh dan berkembang di dalam perutku. Suami dan kedua sugar daddyku terus memberikanku support yang tidak pernah berhenti. Bahkan mereka tidak ingin mempertanyakan anak siapa yang sedang kukandung, karena bagi mereka ini adalah anak dari buah cinta mereka.Jadi kunikmati seluruh kasih sayang yang mereka limpahkan padaku tanpa henti sampai makhluk kecil ini hadir diantara kami berempat dan merebut semua perhatian kami. Seperti saat jadwal check up rutin datang, aku bahkan sampai harus mengacuhkan pandangan orang-orang Rumah Sakit yang kebingungan melihatku dikawal oleh suami serta dua sugar daddyku yang sampai harus izin tidak masuk kerja hanya untuk melihat tumbuh kembang anak mereka dalam perutku. Kini tantangan terbesar yang harus kulewati adalah fase mual dan ngidam yang berlebihan. Ah- Membayangkan kombo mematikan
Beberapa bulan setelah kunjungan Mama dan Papaku, kujalani hari-hari sibukku sebagai istri rumah tangga yang baik untuk suami dan kedua sugar daddyku. Mengurusi segala kebutuhan mereka lahir maupun batin. Dan sesuai keinginanku yang disepakati bersama, kegiatan panas kami akhirnya berjalan teratur sesuai jadwal. Malam tertentu aku hanya milik mereka seorang dan malam khusus dimana aku akan menjadi milik mereka bertiga. Khusus untuk Daniel, malam kami hanya diisi dengan kegitan manis di ranjang bersama. Tanpa sedikitpun aktivitas panas yang akan memicuku untuk menggodanya, Daniel akan terus mencurahkan perasaannya melalui perlakuan manisnya yang membuatku semakin mencintainya sebagai pasangan hidupku yang sah. Namun untuk pertama kalinya semenjak kami memutuskan untuk tidur di ranjang yang sama, perutku merasakan sesuatu yang membuat tubuhku tidak karuan. Rasanya aku ingin memuntahkan makan malam yang barusan kami santap berempat sebelum berpisah untuk tidur di kamar masing-masing kar
"Halo? Ya Ma?" Sapaku ketika mengangkat telepon dari Mama yang jarang sekali menghubungiku di pagi hari seperti ini."Dek, Mama dan Papa sudah boarding pesawat ya. Jemput kami nanti di bandara ya." Pinta Mama yang berhasil membuat jantungku berhenti berdetak untuk beberapa saat kemudian."Hah?! Mama mau ke sini? Kok nggak bilang dari kemarin?" Keluhku yang membuat Roger kebingungan karena aku segera terbangun dari pahanya."Ya namanya juga kejutan. Ini saja Mama ngabarin kamu dulu, takutnya kamu lagi nggak di rumah. Gimana kalau Mama dan Papa langsung gedor pintu rumahmu, hayo." Mama membela dirinya."Iya iya iya.. Ya sudah, Mama Papa safe flight ya. Aku bersih-bersih rumah dulu." Ucapku yang segera beranjak dari tempatku bersantai dengan Roger."Baby? Kenapa? Apa orang tuamu mau ke sini?" Tanya Roger melihatku berlari panik."IYA!" Teriakku menuju ke kamar utama tempat dimana barang pribadiku berada.Segera kuraih tas hitamku yang setahun lalu pernah kugunakan untuk kabur bersama den
Beberapa haripun berlalu, berkat segala bantuan Rayes dan Roger akhirnya secara hukum aku sudah sah menjadi Nyonya Henery. Tidak ada acara mewah setelah kami menandatangani akta pernikahan kami. Yang ada kedua Daddyku hanya mempersiapkan acara makan siang sederhana di yacht pribadinya. Mereka berpesan agar aku tetap menjaga stamina sebelum pulang kembali ke kotaku untuk melaksanakan resepsi yang sebenarnya. Tidak masalah untukku. Aku juga merasa tidak terlalu merasa nyaman dengan keramaian Ibu Kota. Lebih menyenangkan berkumpul bersama mereka bertiga. Menikmati indahnya sinar matahari dengan hembusan angin laut yang menyegarkan. "Baby, jangan berjemur disana. Kulitmu bisa terbakar. Ingat kamu masih punya resepsi minggu ini." Pesan Roger yang sedang duduk dengan Rayes serta Daniel dengan segelas champagne di tangan mereka masing-masing. "Sayang sekali rasanya kalau tidak berjemur di laut." Keluhku. "Seharusnya kamu pakai bikinimu. Kalau tidak, kulitmu akan belang." Rayes menambahka
"Honey?" "Honey??" "Sayang???" Sayup-sayup suara Daniel yang sedang memanggilku berulang kali berhasil menyadarkan dari tidur pulasku semalam. Sampai-sampai aku tidak menyadari sentuhan tangan hangat Daniel yang terus membelai rambutku seolah sedang berusaha menyadarkanku. "Sayang, bangun." Daniel mengusap keningku berkali-kali. "Mhh~" Lenguhku manja karena rasanya aku masih mau melanjutkan tidurku. "Bangun sayang. Aku dan Tuan Rayes akan segera berangkat kerja. Roger belum pulang karena terjebak delay. Apa kamu tidak masalah ditinggal sendirian?" Tanya Daniel mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Aku mengernyitkan dahi sambil berusaha membuka mataku. "Iya." "Minumlah dulu. Aku sudah menyiapkan sarapan di atas meja untuk kalian berdua nanti. Sekarang bangunlah dulu. Aku sedikit trauma meninggalkanmu dalam kondisi tidur seperti ini." Pinta Daniel. Tanpa bantahan meski dengan kondisi mata yang masih terasa sangat berat, Daniel melihatku terbangun dari tempat tidur dan berjalan l
Mataku yang terbuka secara tiba-tiba membuat tubuhku tersentak pelan seakan aku baru saja mengalami kejadian yang sangat menegangkan. Kesadaranku yang perlahan pulih sejalan dengan nafasku yang berburu seperti mencoba menenangkan detak jantungku yang tidak beraturan untuk kembali pada ritmenya. "Baby?" Kaget Rayes yang ikut terbangun masih dengan lengan kokohnya yang kujadikan sebagai bantal tidur. Aku menatap Rayes yang tertidur di sebelah kiriku dan Daniel tertidur disebelah kananku dengan tangannya yang berada di atas perutku. Masih dengan detak jantung yang belum tertata, aku tersenyum menanggapi pertanyaan Rayes. "Daddy Roger sudah berangkat ya?" Tanyaku kemudian. Rayes mengangguk. "Sekarang masih jam setengah dua belas malam. Do you need something, Baby?" Tanya Rayes dengan suaranya yang serak-serak basah. Aku mengangguk. "I need to clean that part. Sepertinya aku tidur terlalu lama. Rasanya badanku segar sekali." "Baiklah, sayang. Bersihkan tubuhmu dulu. Kamu terlalu
Dengan sorot matanya yang semakin dibutakan oleh kabut gairahnya sendiri, Daniel terus memijat batang kejantanannya yang sudah menegang di ujung sana. Tidak sedikitpun ia berniat mendekatiku yang sedang sibuk bersetubuh dengan Rayes sembari memeluk Roger yang tak henti-hentinya memberikanku rangsangan kecilnya dengan memijat kedua gunung kembarku. Desahan dan lenguhan terus kulanturkan karena kenikmatan tanpa ujung yang diberikan oleh kedua sugar daddyku. "Damn, you're hot as hell." Desis Rayes yang kembali menghentakku agar kembali fokus pada genjotannya. "Daddy~" Rengekku pada Roger yang kini meraih bibirku untuk menciumku dengan rakus. "Ah- Kau sangat spesial sayang." Rayes kembali mendesis dan memukul-mukul buritan sintalku secara bergantian. "Nggh, capek." Keluhku saat kulepas bibirku dari pagutan bibir Roger. Tak ambil pusing, tanpa melepas miliknya dari kewanitaanku. Rayes lalu menarik tubuhku dari pelukan Roger dan segera menjatuhkanku di atas pangkuannya yang sedang terdu