Aku berjalan meninggalkan ruang eksekusi itu dengan menahan air mata yang tertumpuk di pelupuk mataku. Tanpa mempedulikan tatapan orang lain yang menghakimiku, aku segera berjalan cepat menuju ke kamar Roger dan mengetuk pintu kamarnya dengan sangat cepat. Begitu Roger membukakan pintunya ia tampak terkejut atas sikapku yang langsung memeluknya erat sembari menumpahkan air mataku di dadanya. "Baby? What's wrong?" Khawatirnya. Tangan Roger terus menepuk punggungku lembut sembari menutup pintunya yang masih terbuka. "Hey, it's okay. Daddy's here. Calm down." Ucapnya yang terus menepuk punggungku. "It's not. I'm finished!" Tangisku. "Baby?" Roger melepaskan pelukannya sebelum menggendongku dan membawaku duduk di sofa tamunya. "What's wrong? Can you tell me? Daddy tidak tau apa yang membuatmu menangis seperti ini..." Roger mulai menyeka air mata yang terus keluar dari mataku. Aku menenangkan isakanku sebelum mengambil satu nafas panjang dan berusaha menyampaikan kekesalanku. "Ada g
Roger menarik kepalaku untuk semakin memperdalam ciuman kami. Ciuman ini berbeda dari ciuman Roger sebelumnya. Entah kenapa tapi rasanya kali ini ciumannya terasa lebih bermakna? Atau hanya pikiranku saja? Tapi mendapatkan pernyataan mendadak semacam itu tidak membuatku senang sama sekali. Aku bahkan tidak mengerti dengan apa yang kurasakan. Aku terlalu takut untuk mencari tau jawabannya."Baby?"Ucapan Roger membuatku membuka kedua mataku dan mendapati netra Roger yang amsih terpaku di hadapanku."Is it okay if I'm falling in love with you?" Tanyanya."What should I do with that?" Bingungku.Roger tersenyum."Nothing, Baby. Kamu cukup tau saja kalau Daddy menyayangimu. Kamu tidak perlu melakukan apapun." Roger mengelus lembut pipiku, mencoba menenangkanku."Maaf Daddy, aku masih belum mempunyai keberanian untuk melangkah lebih dari ini." Jelasku."Daddy paham sayang. Tidak apa. Kita nikmati saja kebersamaan ini lebih lama." Roger kembali tertidur di atas dadaku.Ia menggelayut manja d
Aku menunggu kepulangan Roger di kamarku hingga malam tiba. Rayes memang menyuruhku untuk mengandalkannya. Janjinya untuk membuat semuanya baik-baik saja adalah sesuatu yang kupercayai. Namun tetap saja aku membutuhkan Roger untuk menenangkan perasaanku yang tidak karuan malam ini. Aku mengirimkannya sebuah pesan untuknya agar datang dan menjemputku di kamar saat ia pulang nanti. Pikiranku sudah terlalu rumit malam ini. Jadi aku memutuskan untuk menghubungi Nathaniel dan kedua orang tuaku tanpa menceritakan apa saja yang telah terjadi padaku selama ini.Setidaknya menghubungi mereka adalah keputusan yang terbaik menurutku. Terbukti, setelah menghubungi mereka kini aku merasa terlalu khawatir pada situasi yang belum tentu terjadi. Setelah merasa sedikit lebih tenang, aku kembali dikejutkan dengan bunyi ponselku yang berdering hebat."Yes, Daddy?" Sapaku."Sedang apa sayang?""Nothing. Aku baru selesai menghubungi keluargaku. Ada apa Daddy?""Aren't you bored? Mau Daddy temani? Daddy bis
"Halo, Daddy?" Sapaku saat Rayes mengangkat teleponku. Roger membulatkan matanya saat aku tersenyum sembari menggodanya. Tangan Roger mendadak memeluk pinggulku dan netranya tidak lepas menatap netraku. "Ya Baby? Ada apa?" "Apa Daddy sedang sibuk?" Tanyaku sekali lagi sembari tersenyum puas saat kulihat bibir Roger berkata tidak menanggapi pertanyaanku. "Tidak, Baby. What's wrong?" Tanya Rayes di ujung sana. "Mengenai tawaran yang Daddy berikan padaku tadi..." Ucapanku terhenti saat tangan Roger meremas gemas kedua panggulku. "Ya sayang? Ada apa? Apa kamu tertarik?" Rayes penasaran atas kelanjutan pernyataanku. "Aku penasaran dengan tugas dan tanggung jawabku nanti. Terus apa yang akan perusahaan Daddy tawarkan?" Senyumku kembali menggoda Roger. Roger mengernyitkan dahinya saat aku mulai mengelus salah satu pipinya dengan lembut. Ia tampak tersiksa sekaligus menikmati tingkahku yang terbilang menggoda ini. "Baby, apa kita sedang berbicara tentang bisnis sekarang?" Kekeh Rayes
Roger diam tidak bersuara. Sebuah senyum terulas di bibirnya namun tidak di sorot matanya. Aku ikut diam tidak ingin berbicara lebih lanjut. Netra Roger mengajakku untuk tenggelam ke dalam penderitaan yang ia pendam selama ini dibalik senyuman manisnya. "Someday, you'll know every thing about me." Jawabnya yang masih belum mau menceritakan rahasianya lebih lanjut. . . . Malampun tiba saat Rayes menghubungiku untuk bersiap-siap karena Daniel sudah dalam perjalanannya menjemputku. Tapi kali ini aku meminta agar Daniael tidak turun dan menampilkan batang hidungnya di depan rekan kerjaku yang bertebaran di bawah sana. Aku tidak ingin semakin membuat gosip itu semakin parah. Akhirnya Rayes sepakat untuk menyediakan mobil dengan Daniel yang menungguku di dalamnya. Saat pintu lift terbuka, tentu saja aku masih bertemu dengan beberapa orang yang mengenaliku dan melihat mereka sedang berbisik seperti menyinggungku membuat hatiku terasa sakit dan panas seketika. Terlebih saat mendengarkan
Seperti yang seharusnya seorang Sugar Baby lakukan, selalu bisa menyenangkan dan memuaskan sang Sugar Daddy kapanpun dan dimanapun mereka ingingkan, itulah yang sedang kulakukan saat ini. Aku sedang menunggangi Sugar Daddyku yang tengah dimabuk oleh gairahnya sendiri. Penyatuan kami terbilang sempurna dengan karet pengaman yang melindungiku dari ancaman semburan lahar panasnya. Aku menahan setiap lenguhan atau bahkan teriakan yang hampir lolos dari mulutku. Hujaman bahkan hentakan Rayes mengoyakku terus menerus dari bawah sana. Ini gila! Melakukan hal seperti ini di luar kamar memang mempunyai sensasi tersendiri. Aku sudah tidak peduli dengan rasa takut dan malu jika suatu saat seseorang sampai masuk ke bilik ruangan ini dan memergoki tindakan kami berdua. "Tenang saja, Daniel sedang berjaga di depan pintu. Tidak akan ada siapapun yang berani memasuki ruangan ini. Kau sepenuhnya milikku, Baby. Focus on me!" Perintah Rayes yang sepertinya mengerti akan kekhawatiranku. Tentu saja aku
Setelah puas menikmati cairan kenikmatan Roger dalam mulutku aku harus membersihkan diriku bersamaan dengan Roger yang ikut membasuh tubuhnya agar kami bisa segera menikmati waktu bersantai kami layaknya sepasang kekasih yang puas akan kegiatan panas mereka. Roger dengan teliti membasuh tubuhku agar bau maskulin Rayestidak mencemari pernafasannya. Setelah yakin tubuh kami sudah bersih, Roger lalu membawaku masuk ke dalam selimut dan saling menghangatkan diri melalui pelukan sembari bercerita tentang kejadian apa saja yang kami alami hari ini. Aku menceritakan tentang bagaimana kehidupanku setelah ini yang sudah di atur oleh Rayes setelah menyetujui kontrak untuk menjadi sekertaris pribadi Alexandre. Sesungguhnya Roger kecewa karena tidak bisa lagi hidup bersamaku setiap malam seperti ini. Meski demikian dia berkata akan berusaha agar kami tetap bisa saling mengunjungi satu sama lain. Itulah salah satu bentuk usaha memperjuangkanku, katanya. Aku hanya bisa terkekeh mendengarkan gomba
Aku membulatkan mataku karena kaget akan pernyataan Violla."Aku?"Violla mengangguk."Jujur aku cemburu sama kamu, Anna. Kamu hanya bertemu sekali di kejadian yang tidak direncanakan seperti itu dan mampu memutar balikkan hati Captain yang kupikir sudah mati." Violla menyimpan gelas tehnya ke atas meja."Jujur saja itu memalukan. Tolong jangan membuatku mengingat kejadian itu." Aku menutup wajahku.Violla terkekeh."Tapi di hari itulah aku tau kalau hati Captain masih hangat seperti biasanya."Aku mengintip Violla di sela jariku."Memangnya sebelumnya dia seperti apa?" Tanyaku penasaran.Violla mengubah ekspresinya."Dingin. Aku mengenalnya sebagai sosok yang sering melampiaskan kekesalannya dengan meniduri banyak wanita. Baginya wanita hanyalah seonggok daging pemuas nafsu yang bisa beli dengan uang. Awalnya aku pikir dia adalah manusia yang paling brengsek di muka bumi. Selain dia galak kalau bekerja, dia tidak pernah ramah pada lawan jenisnya. Tapi ada satu Captain lain yang mengen
Tri semester terakhir menjadi tantangan terbesar bagiku yang semakin kesulitan untuk bernafas karena rasa sesak memenuhi perutku yang sudah terlalu besar. Layaknya ibu hamil pada umumnya, semua ukuran baju dan sepatuku mendadak berubah. Dan untuk alasan tertentu, dokter menyarankan agar aku terus melakukan olahraga ringan di pagi dan sore hari demi mempertahankan posisi bayi kami yang sudah berada pada tempatnya."Baby? Are you ready?" Tanya Roger yang sudah siap dengan pakaian olahraganya.Sepulang dinas dan sebelum berangkat kerja, sudah menjadi tugas tambahan untuk Roger menemaniku jalan-jalan di sekitar taman. Dengan senang hati Roger menemaniku karena selain meniduri wanita, olahraga merupakan salah satu kegiatan favoritnya."Let's go." Ajakku bersemangat.Roger tersenyum sebelum berjalan beriringan bersamaku menuju ke lift apartemen. Namun untuk kali ini sepertinya sesuatu yang tidak beres sedang melandaku ketika lift yang kami tumpangi sedang bergerak turun ke lantai dasar."Mh
Kondisi perutku mulai terlihat lebih menonjol di usia kandunganku yang sudah memasuki tri semester kedua. Setelah puas bergulat dengan rasa mual dan ngidam yang aneh-aneh, kini aku harus memasuki fase dimana gairah seksualku mendadak berubah.Beberapa kali aku harus memancing nafsu para serigala yang sedang tampak tenang itu, namun mereka tolak mentah-mentah mengingat dokter melarangku untuk berhubungan intim di awal kehamilan demi menjaga keselamatan kandunganku yang masih sangat rentan.Tapi untuk malam ini, rasanya aku sudah tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Karena terus dianggurkan selama beberapa bulan belakangan ini, sekarang aku ingin menjamah tubuh mereka seperti yang biasanya kulakukan setiap malam sebelum aku menyadari kalau aku sedang hamil."Papa Dan~" R
Hampir tiga bulan lamanya aku menjalani kehidupan baruku sebagai wanita yang sedang berbadan dua. Meski pada awalnya berat menerima kehadiran makhluk hidup baru yang tumbuh dan berkembang di dalam perutku. Suami dan kedua sugar daddyku terus memberikanku support yang tidak pernah berhenti. Bahkan mereka tidak ingin mempertanyakan anak siapa yang sedang kukandung, karena bagi mereka ini adalah anak dari buah cinta mereka.Jadi kunikmati seluruh kasih sayang yang mereka limpahkan padaku tanpa henti sampai makhluk kecil ini hadir diantara kami berempat dan merebut semua perhatian kami. Seperti saat jadwal check up rutin datang, aku bahkan sampai harus mengacuhkan pandangan orang-orang Rumah Sakit yang kebingungan melihatku dikawal oleh suami serta dua sugar daddyku yang sampai harus izin tidak masuk kerja hanya untuk melihat tumbuh kembang anak mereka dalam perutku. Kini tantangan terbesar yang harus kulewati adalah fase mual dan ngidam yang berlebihan. Ah- Membayangkan kombo mematikan
Beberapa bulan setelah kunjungan Mama dan Papaku, kujalani hari-hari sibukku sebagai istri rumah tangga yang baik untuk suami dan kedua sugar daddyku. Mengurusi segala kebutuhan mereka lahir maupun batin. Dan sesuai keinginanku yang disepakati bersama, kegiatan panas kami akhirnya berjalan teratur sesuai jadwal. Malam tertentu aku hanya milik mereka seorang dan malam khusus dimana aku akan menjadi milik mereka bertiga. Khusus untuk Daniel, malam kami hanya diisi dengan kegitan manis di ranjang bersama. Tanpa sedikitpun aktivitas panas yang akan memicuku untuk menggodanya, Daniel akan terus mencurahkan perasaannya melalui perlakuan manisnya yang membuatku semakin mencintainya sebagai pasangan hidupku yang sah. Namun untuk pertama kalinya semenjak kami memutuskan untuk tidur di ranjang yang sama, perutku merasakan sesuatu yang membuat tubuhku tidak karuan. Rasanya aku ingin memuntahkan makan malam yang barusan kami santap berempat sebelum berpisah untuk tidur di kamar masing-masing kar
"Halo? Ya Ma?" Sapaku ketika mengangkat telepon dari Mama yang jarang sekali menghubungiku di pagi hari seperti ini."Dek, Mama dan Papa sudah boarding pesawat ya. Jemput kami nanti di bandara ya." Pinta Mama yang berhasil membuat jantungku berhenti berdetak untuk beberapa saat kemudian."Hah?! Mama mau ke sini? Kok nggak bilang dari kemarin?" Keluhku yang membuat Roger kebingungan karena aku segera terbangun dari pahanya."Ya namanya juga kejutan. Ini saja Mama ngabarin kamu dulu, takutnya kamu lagi nggak di rumah. Gimana kalau Mama dan Papa langsung gedor pintu rumahmu, hayo." Mama membela dirinya."Iya iya iya.. Ya sudah, Mama Papa safe flight ya. Aku bersih-bersih rumah dulu." Ucapku yang segera beranjak dari tempatku bersantai dengan Roger."Baby? Kenapa? Apa orang tuamu mau ke sini?" Tanya Roger melihatku berlari panik."IYA!" Teriakku menuju ke kamar utama tempat dimana barang pribadiku berada.Segera kuraih tas hitamku yang setahun lalu pernah kugunakan untuk kabur bersama den
Beberapa haripun berlalu, berkat segala bantuan Rayes dan Roger akhirnya secara hukum aku sudah sah menjadi Nyonya Henery. Tidak ada acara mewah setelah kami menandatangani akta pernikahan kami. Yang ada kedua Daddyku hanya mempersiapkan acara makan siang sederhana di yacht pribadinya. Mereka berpesan agar aku tetap menjaga stamina sebelum pulang kembali ke kotaku untuk melaksanakan resepsi yang sebenarnya. Tidak masalah untukku. Aku juga merasa tidak terlalu merasa nyaman dengan keramaian Ibu Kota. Lebih menyenangkan berkumpul bersama mereka bertiga. Menikmati indahnya sinar matahari dengan hembusan angin laut yang menyegarkan. "Baby, jangan berjemur disana. Kulitmu bisa terbakar. Ingat kamu masih punya resepsi minggu ini." Pesan Roger yang sedang duduk dengan Rayes serta Daniel dengan segelas champagne di tangan mereka masing-masing. "Sayang sekali rasanya kalau tidak berjemur di laut." Keluhku. "Seharusnya kamu pakai bikinimu. Kalau tidak, kulitmu akan belang." Rayes menambahka
"Honey?" "Honey??" "Sayang???" Sayup-sayup suara Daniel yang sedang memanggilku berulang kali berhasil menyadarkan dari tidur pulasku semalam. Sampai-sampai aku tidak menyadari sentuhan tangan hangat Daniel yang terus membelai rambutku seolah sedang berusaha menyadarkanku. "Sayang, bangun." Daniel mengusap keningku berkali-kali. "Mhh~" Lenguhku manja karena rasanya aku masih mau melanjutkan tidurku. "Bangun sayang. Aku dan Tuan Rayes akan segera berangkat kerja. Roger belum pulang karena terjebak delay. Apa kamu tidak masalah ditinggal sendirian?" Tanya Daniel mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Aku mengernyitkan dahi sambil berusaha membuka mataku. "Iya." "Minumlah dulu. Aku sudah menyiapkan sarapan di atas meja untuk kalian berdua nanti. Sekarang bangunlah dulu. Aku sedikit trauma meninggalkanmu dalam kondisi tidur seperti ini." Pinta Daniel. Tanpa bantahan meski dengan kondisi mata yang masih terasa sangat berat, Daniel melihatku terbangun dari tempat tidur dan berjalan l
Mataku yang terbuka secara tiba-tiba membuat tubuhku tersentak pelan seakan aku baru saja mengalami kejadian yang sangat menegangkan. Kesadaranku yang perlahan pulih sejalan dengan nafasku yang berburu seperti mencoba menenangkan detak jantungku yang tidak beraturan untuk kembali pada ritmenya. "Baby?" Kaget Rayes yang ikut terbangun masih dengan lengan kokohnya yang kujadikan sebagai bantal tidur. Aku menatap Rayes yang tertidur di sebelah kiriku dan Daniel tertidur disebelah kananku dengan tangannya yang berada di atas perutku. Masih dengan detak jantung yang belum tertata, aku tersenyum menanggapi pertanyaan Rayes. "Daddy Roger sudah berangkat ya?" Tanyaku kemudian. Rayes mengangguk. "Sekarang masih jam setengah dua belas malam. Do you need something, Baby?" Tanya Rayes dengan suaranya yang serak-serak basah. Aku mengangguk. "I need to clean that part. Sepertinya aku tidur terlalu lama. Rasanya badanku segar sekali." "Baiklah, sayang. Bersihkan tubuhmu dulu. Kamu terlalu
Dengan sorot matanya yang semakin dibutakan oleh kabut gairahnya sendiri, Daniel terus memijat batang kejantanannya yang sudah menegang di ujung sana. Tidak sedikitpun ia berniat mendekatiku yang sedang sibuk bersetubuh dengan Rayes sembari memeluk Roger yang tak henti-hentinya memberikanku rangsangan kecilnya dengan memijat kedua gunung kembarku. Desahan dan lenguhan terus kulanturkan karena kenikmatan tanpa ujung yang diberikan oleh kedua sugar daddyku. "Damn, you're hot as hell." Desis Rayes yang kembali menghentakku agar kembali fokus pada genjotannya. "Daddy~" Rengekku pada Roger yang kini meraih bibirku untuk menciumku dengan rakus. "Ah- Kau sangat spesial sayang." Rayes kembali mendesis dan memukul-mukul buritan sintalku secara bergantian. "Nggh, capek." Keluhku saat kulepas bibirku dari pagutan bibir Roger. Tak ambil pusing, tanpa melepas miliknya dari kewanitaanku. Rayes lalu menarik tubuhku dari pelukan Roger dan segera menjatuhkanku di atas pangkuannya yang sedang terdu