"Oh, jadi begitu ceritanya." Gumam Papaku yang sudah paham setelah semalam suntuk aku dan Daniel menceritakan kejadian yang tidak sebenarnya terjadi di ruang keluarga rumahku."Jadi gosip itu benar?" Sinis Niel kemudian."Sudah kubilang benar. Aku tidak tau kenapa aku bisa suka dengan pria dewasa seperti dia. Tapi yang jelas, semenjak aku melarikan diri dan menghilang dari kejaran Liam, Daniellah yang tidak berhenti mencari keberadaanku." Jelasku sekali lagi."Lalu Nak Daniel sudah kenal Anna sejak kapan?""Saya sering melihat Anna waktu rapat besar di perusahaan, Bu. Saya terpikat dengan keanggunan dan keuletannya mengurusi Tuan Alex waktu itu." Bohong Daniel."Oh begitu. Kalau boleh tau Nak Daniel jabatannya apa?""Saya General Manager di salah satu anak perusahaan Tuan Rayes dalam bidang keamanan gedung, Pak.""General Manager?" Kaget Papa dan Mama bersamaan.Aku melirik kaget Daniel. Sejak kapan Daniel memegang jabatan seperti itu? Apa ini yang dimaksud dengan latar belakang yang
Jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari saat suara pintu gerbang rumahku terbuka dan terkunci kembali. Aku bangun dari tempatku bersantai di dalam kamar Nathaniel yang hangat. Menunggunya di balkon sepanjang malam bukanlah cara yang tepat kecuali aku mau mencari penyakit karena angin malam yang terasa sangat dingin sampai menusuk tulang. Tidak lama berselang, suara langkah kaki Niel mulai terdengar sebelum pintu kamarnya terbuka. "Apa yang kamu lakukan?" Sinisnya begitu melihatku sedang berbaring di kasurnya. "Aku mau bicara." Pintaku yang segera duduk di pinggir kasur. "Tidak perlu. Kau sudah mendapatkan restu Papa Mama, kau tidak perlu restuku." Ucap Niel yang berusaha mengacuhkan keberadaanku. "Iya tapi aku tetap mau bicara." "Aku capek." Jawab Niel singkat sembari melepaskan semua pakaiannya kecuali pakaian dalamnya. Melihat pemandangan erotis yang Niel seperti ini bukanlah menjadi sesuatu yang tabu untukku karena sudah terlalu sering aku melihatnya. "Niel, dengarkan aku
Aku dan Daniel tiba di rumah setelah seharian berkeliling mencari kebutuhan resepsi kecil-kecilan kami yang akan berlangsung bulan depan. Tidak semewah cerita dongeng, pernikahanku hanya dihadiri oleh keluarga besarku yang ikut terkejut akan keberadaanku yang sudah kembali kerumah setelah Papa dan Mama menceritakan kejadian lengkapnya kepada mereka berdasarkan pengakuan palsuku dengan Daniel. "Kamu capek sayang?" Tanya Daniel yang bersimpuh di depanku yang sedang duduk dan merentangkan seluruh tangan hingga kakiku yang terasa keram dan kesemutan."Hm-mh." Gumamku saat Daniel mulai melepas satu persatu sepatu heels yang kugunakan seharian."Sudah lama sekali rasanya tidak melihatmu memakai sepatu tinggi ini. Apa kakimu tidak apa-apa?" Daniel memperhatikan tumit kakiku secara bergantian dengan seksama."Tidak apa. Badanku belum terbiasa beraktifitas padat seperti tadi, jadi rasanya capek sekali.""Semalam juga tidurmu kurang kan? Bagaimana akhir pembicaraan dengan Kakakmu? Apa berjalan
"Jadi sebenarnya apa yang terjadi? Aku tidak percaya kau bisa menaklukkannya. Nathaniel juga sama keras kepalanya sepertiku, bahkan sepertinya dia lebih parah." Tanyaku pada Daniel di perjalanan kami pulang kembali ke Ibu Kota di keesokan paginya. Tadi malam aku memilih untuk meninggalkan Nathaniel dan Daniel yang malah sibuk berdua di taman belakang rumahku. Keduanya terlihat jauh lebih akrab dibandingkan sebelumnya. Apalagi pagi harinya, Nathaniel ikut mengantar keberangkatanku ke bandara dengan Papa dan Mama. Ia bahkan sempat memelukku singkat dengan wajahnya yang masih menyimpan rasa gengsi. Namun jauh berbeda saat ia bersalaman dengan Daniel. Ia bahkan memeluk singkat calon suamiku itu! Daniel hanya terkekeh mendengar pernyataanku barusan. "Kami para laki-laki punya cara tersendiri dalam menyelesaikan masalah. Yang penting sekarang Niel sudah merestui hubungan kita." Daniel mengusap-usap pipiku lembut. "Serius?!" Kagetku. Daniel mengangguk kecil berkali-kali. Aku tersenyum b
Pagi yang cerah saataku bersama dengan Rayes, Roger dan Daniel sedang duduk bersama di rooftop cafe yang terkenal akan keindahan pemandangan kotanya dengan makanan yang cukup enak. Rayes memesan satu area yang akan menjadi tempat kami bertemu dengan anak-anak Roger dan Rayes yang sedang berpacaran. Jujur saja aku sangat gugup begitu tau akan bertemu kembali dengan Alexandre dan Gwen setelah semua kebaikan yang mereka berikan padaku dulu. "Itu mereka." Bisik Rayes yang sedang duduk disebelah kiriku. Roger dan Daniel yang duduk di sebelah kananku segera melihat ke arah yang Rayes tunjuk, tidak terkecuali aku. Dan untuk pertama kalinya aku melihat Alex yang berpenampilan jauh lebih berwibawa dari yang terakhir kali aku melihatnya. Sedangkan Gwen masih tampak mengagumkan seperti sebelumnya. Ia tampak mengalungkan lengannya pada lengan Alex yang berjalan beriringan disebelahnya. "ANNA?!" Pekik Alex saat ia menyadari keberadaanku yang tengah duduk diantara Ayah mereka. "Hai." Tanganku m
"Alexandre Rayes, dengarkan aku!" Sentak Gwen yang menatap Alex dengan tegas.Alex terdiam tidak membalas. Ia tampak terkejut dengan sikap Gwen yang mendadak berubah menjadi lebih tegas dari biasanya."Papamu punya latar belakang yang berbeda dengan Papaku. Dengan perbedaan masalah itu mereka memiliki satu kesamaan. Mereka masih mau mempertahankan rumah tangganya meski sudah retak dan tidak bisa kembali utuh. Bedanya, Papamu masih begitu mencintai Mamamu, dengan segala kekurangannya. Apa kamu tidak kasihan dengan usaha keras mereka selama ini?" Kesal Gwen."Maafkan aku Tuan Rayes, tapi kalau aku berada diposisi istrimu juga aku pasti akan memintamu mencari penggantiku. Daripada aku harus mengetahui kalau suami yang sangat kucintai sudah menyentuh wanita yang tidak jelas diluar sana." Bela Gwen."Tapi Gwen, apa kamu tidak geli melihat ting-""Alexandre Rayes! Jangan menghina seseorang hanya karena kamu tidak berada di posisi yang sama dengan mereka! Kamu tidak tau usaha apa yang sudah
Jadi begitulah... Butuh waktu setengah hari bagi kami berempat menjelaskan situasi yang sebenarnya pada Alex dan Gwen. Setelah perdebatan sengit yang terjadi di awal pertemuan kami, mengenalkan Daniel sebagai calon suamiku tidaklah menjadi hal yang sulit bagi kedua sugar daddyku. Yang membuatku terkejut adalah, Alex tidak mengenal Daniel sama sekali. Padahal Daniel sudah bekerja cukup lama dengan Rayes. Artinya hidup bahkan keberadaan Daniel selalu berada dalam bayangan hitam Rayes. Misterius. Tidak diketahui oleh siapapun. Rahasia. "Jadi ini kali pertamamu menyapa Alex secara langsung?" Tanyaku pada Daniel saat aku tengah asik rebahan di pahanya sembari menikmati siaran televisi bersama dengan ketiga sugar daddyku di ruang keluarga apartemen kami. "Iya. Ini kali pertamanya. Sebenarnya aku sudah sering bertemu dengannya tapi dia saja yang tidak mengenaliku." Jelas Daniel yang menundukkan kepalanya demi melihatku. "Hm... Padahal kalian berada di satu ketek yang sama. Ketek Rayes."
Terik matahari menyinari kepalaku saat aku dan Daniel baru melangkah keluar dari butik yang Rayes tentukan untuk membuat baju resepsi kami. Ingin sekali rasanya aku melihat perkembangan negosiasi antara Rayes dan Victoria Cliff. Istri sah dari Roger. Ingatanku tentang wanita itu tidak begitu baik, mengingat ia pernah hampir memakanku hidup-hidup saat pertemuan pertama kami. Ia menganggapku sebagai sekertaris yang tidak kompeten hanya karena kesalahpahaman kecil. "Ahhhh!" Mengingatnya saja aku sudah kesal."Ada apa sayang?" Tanya Daniel saat tengah fokus menyetir."Oh, tidak. Aku... Aku hanya khawatir dengan kondisi Rayes dan Roger yang sedang bertemu dengan Victoria." Jujurku."Tenang saja. Tuan Rayes sudah pasti akan berusaha semaksimal mungkin demi mencapai tujuannya." Tangan besar Daniel mengusap rambutku pelan namun teratur.Aku mengangguk kecil karena yakin akan kemampuan Rayes dalam bernegosiasi. Apapun hasilnya nanti aku harus merelakannya. Tapi kasihan Roger kalau begitu. Kir
Tri semester terakhir menjadi tantangan terbesar bagiku yang semakin kesulitan untuk bernafas karena rasa sesak memenuhi perutku yang sudah terlalu besar. Layaknya ibu hamil pada umumnya, semua ukuran baju dan sepatuku mendadak berubah. Dan untuk alasan tertentu, dokter menyarankan agar aku terus melakukan olahraga ringan di pagi dan sore hari demi mempertahankan posisi bayi kami yang sudah berada pada tempatnya."Baby? Are you ready?" Tanya Roger yang sudah siap dengan pakaian olahraganya.Sepulang dinas dan sebelum berangkat kerja, sudah menjadi tugas tambahan untuk Roger menemaniku jalan-jalan di sekitar taman. Dengan senang hati Roger menemaniku karena selain meniduri wanita, olahraga merupakan salah satu kegiatan favoritnya."Let's go." Ajakku bersemangat.Roger tersenyum sebelum berjalan beriringan bersamaku menuju ke lift apartemen. Namun untuk kali ini sepertinya sesuatu yang tidak beres sedang melandaku ketika lift yang kami tumpangi sedang bergerak turun ke lantai dasar."Mh
Kondisi perutku mulai terlihat lebih menonjol di usia kandunganku yang sudah memasuki tri semester kedua. Setelah puas bergulat dengan rasa mual dan ngidam yang aneh-aneh, kini aku harus memasuki fase dimana gairah seksualku mendadak berubah.Beberapa kali aku harus memancing nafsu para serigala yang sedang tampak tenang itu, namun mereka tolak mentah-mentah mengingat dokter melarangku untuk berhubungan intim di awal kehamilan demi menjaga keselamatan kandunganku yang masih sangat rentan.Tapi untuk malam ini, rasanya aku sudah tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Karena terus dianggurkan selama beberapa bulan belakangan ini, sekarang aku ingin menjamah tubuh mereka seperti yang biasanya kulakukan setiap malam sebelum aku menyadari kalau aku sedang hamil."Papa Dan~" R
Hampir tiga bulan lamanya aku menjalani kehidupan baruku sebagai wanita yang sedang berbadan dua. Meski pada awalnya berat menerima kehadiran makhluk hidup baru yang tumbuh dan berkembang di dalam perutku. Suami dan kedua sugar daddyku terus memberikanku support yang tidak pernah berhenti. Bahkan mereka tidak ingin mempertanyakan anak siapa yang sedang kukandung, karena bagi mereka ini adalah anak dari buah cinta mereka.Jadi kunikmati seluruh kasih sayang yang mereka limpahkan padaku tanpa henti sampai makhluk kecil ini hadir diantara kami berempat dan merebut semua perhatian kami. Seperti saat jadwal check up rutin datang, aku bahkan sampai harus mengacuhkan pandangan orang-orang Rumah Sakit yang kebingungan melihatku dikawal oleh suami serta dua sugar daddyku yang sampai harus izin tidak masuk kerja hanya untuk melihat tumbuh kembang anak mereka dalam perutku. Kini tantangan terbesar yang harus kulewati adalah fase mual dan ngidam yang berlebihan. Ah- Membayangkan kombo mematikan
Beberapa bulan setelah kunjungan Mama dan Papaku, kujalani hari-hari sibukku sebagai istri rumah tangga yang baik untuk suami dan kedua sugar daddyku. Mengurusi segala kebutuhan mereka lahir maupun batin. Dan sesuai keinginanku yang disepakati bersama, kegiatan panas kami akhirnya berjalan teratur sesuai jadwal. Malam tertentu aku hanya milik mereka seorang dan malam khusus dimana aku akan menjadi milik mereka bertiga. Khusus untuk Daniel, malam kami hanya diisi dengan kegitan manis di ranjang bersama. Tanpa sedikitpun aktivitas panas yang akan memicuku untuk menggodanya, Daniel akan terus mencurahkan perasaannya melalui perlakuan manisnya yang membuatku semakin mencintainya sebagai pasangan hidupku yang sah. Namun untuk pertama kalinya semenjak kami memutuskan untuk tidur di ranjang yang sama, perutku merasakan sesuatu yang membuat tubuhku tidak karuan. Rasanya aku ingin memuntahkan makan malam yang barusan kami santap berempat sebelum berpisah untuk tidur di kamar masing-masing kar
"Halo? Ya Ma?" Sapaku ketika mengangkat telepon dari Mama yang jarang sekali menghubungiku di pagi hari seperti ini."Dek, Mama dan Papa sudah boarding pesawat ya. Jemput kami nanti di bandara ya." Pinta Mama yang berhasil membuat jantungku berhenti berdetak untuk beberapa saat kemudian."Hah?! Mama mau ke sini? Kok nggak bilang dari kemarin?" Keluhku yang membuat Roger kebingungan karena aku segera terbangun dari pahanya."Ya namanya juga kejutan. Ini saja Mama ngabarin kamu dulu, takutnya kamu lagi nggak di rumah. Gimana kalau Mama dan Papa langsung gedor pintu rumahmu, hayo." Mama membela dirinya."Iya iya iya.. Ya sudah, Mama Papa safe flight ya. Aku bersih-bersih rumah dulu." Ucapku yang segera beranjak dari tempatku bersantai dengan Roger."Baby? Kenapa? Apa orang tuamu mau ke sini?" Tanya Roger melihatku berlari panik."IYA!" Teriakku menuju ke kamar utama tempat dimana barang pribadiku berada.Segera kuraih tas hitamku yang setahun lalu pernah kugunakan untuk kabur bersama den
Beberapa haripun berlalu, berkat segala bantuan Rayes dan Roger akhirnya secara hukum aku sudah sah menjadi Nyonya Henery. Tidak ada acara mewah setelah kami menandatangani akta pernikahan kami. Yang ada kedua Daddyku hanya mempersiapkan acara makan siang sederhana di yacht pribadinya. Mereka berpesan agar aku tetap menjaga stamina sebelum pulang kembali ke kotaku untuk melaksanakan resepsi yang sebenarnya. Tidak masalah untukku. Aku juga merasa tidak terlalu merasa nyaman dengan keramaian Ibu Kota. Lebih menyenangkan berkumpul bersama mereka bertiga. Menikmati indahnya sinar matahari dengan hembusan angin laut yang menyegarkan. "Baby, jangan berjemur disana. Kulitmu bisa terbakar. Ingat kamu masih punya resepsi minggu ini." Pesan Roger yang sedang duduk dengan Rayes serta Daniel dengan segelas champagne di tangan mereka masing-masing. "Sayang sekali rasanya kalau tidak berjemur di laut." Keluhku. "Seharusnya kamu pakai bikinimu. Kalau tidak, kulitmu akan belang." Rayes menambahka
"Honey?" "Honey??" "Sayang???" Sayup-sayup suara Daniel yang sedang memanggilku berulang kali berhasil menyadarkan dari tidur pulasku semalam. Sampai-sampai aku tidak menyadari sentuhan tangan hangat Daniel yang terus membelai rambutku seolah sedang berusaha menyadarkanku. "Sayang, bangun." Daniel mengusap keningku berkali-kali. "Mhh~" Lenguhku manja karena rasanya aku masih mau melanjutkan tidurku. "Bangun sayang. Aku dan Tuan Rayes akan segera berangkat kerja. Roger belum pulang karena terjebak delay. Apa kamu tidak masalah ditinggal sendirian?" Tanya Daniel mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Aku mengernyitkan dahi sambil berusaha membuka mataku. "Iya." "Minumlah dulu. Aku sudah menyiapkan sarapan di atas meja untuk kalian berdua nanti. Sekarang bangunlah dulu. Aku sedikit trauma meninggalkanmu dalam kondisi tidur seperti ini." Pinta Daniel. Tanpa bantahan meski dengan kondisi mata yang masih terasa sangat berat, Daniel melihatku terbangun dari tempat tidur dan berjalan l
Mataku yang terbuka secara tiba-tiba membuat tubuhku tersentak pelan seakan aku baru saja mengalami kejadian yang sangat menegangkan. Kesadaranku yang perlahan pulih sejalan dengan nafasku yang berburu seperti mencoba menenangkan detak jantungku yang tidak beraturan untuk kembali pada ritmenya. "Baby?" Kaget Rayes yang ikut terbangun masih dengan lengan kokohnya yang kujadikan sebagai bantal tidur. Aku menatap Rayes yang tertidur di sebelah kiriku dan Daniel tertidur disebelah kananku dengan tangannya yang berada di atas perutku. Masih dengan detak jantung yang belum tertata, aku tersenyum menanggapi pertanyaan Rayes. "Daddy Roger sudah berangkat ya?" Tanyaku kemudian. Rayes mengangguk. "Sekarang masih jam setengah dua belas malam. Do you need something, Baby?" Tanya Rayes dengan suaranya yang serak-serak basah. Aku mengangguk. "I need to clean that part. Sepertinya aku tidur terlalu lama. Rasanya badanku segar sekali." "Baiklah, sayang. Bersihkan tubuhmu dulu. Kamu terlalu
Dengan sorot matanya yang semakin dibutakan oleh kabut gairahnya sendiri, Daniel terus memijat batang kejantanannya yang sudah menegang di ujung sana. Tidak sedikitpun ia berniat mendekatiku yang sedang sibuk bersetubuh dengan Rayes sembari memeluk Roger yang tak henti-hentinya memberikanku rangsangan kecilnya dengan memijat kedua gunung kembarku. Desahan dan lenguhan terus kulanturkan karena kenikmatan tanpa ujung yang diberikan oleh kedua sugar daddyku. "Damn, you're hot as hell." Desis Rayes yang kembali menghentakku agar kembali fokus pada genjotannya. "Daddy~" Rengekku pada Roger yang kini meraih bibirku untuk menciumku dengan rakus. "Ah- Kau sangat spesial sayang." Rayes kembali mendesis dan memukul-mukul buritan sintalku secara bergantian. "Nggh, capek." Keluhku saat kulepas bibirku dari pagutan bibir Roger. Tak ambil pusing, tanpa melepas miliknya dari kewanitaanku. Rayes lalu menarik tubuhku dari pelukan Roger dan segera menjatuhkanku di atas pangkuannya yang sedang terdu