Sebuah helikopter yang dikemudikan oleh Roger melaju perlahan menembus awan dan membawa kami berempat untuk kembali ke Ibu Kota. Setelah hampir satu tahun aku kabur dari masa laluku, aku kembali dengan membawa orang yang sama yang menjadi alasanku meninggalkan semuanya. Kedua Sugar Daddyku dengan satu orang yang spesial yang sudah berhasil meruntuhkan pertahananku, Daniel. "Jadi kamu dan Daniel mau tinggal dimana?" Tanya Rayes. Aku menatap Daniel bingung. Tak lama Daniel mengangguk pelan. "Aku ingin tinggal di apartemen Daniel, Daddy." "Apartemen Daniel terlalu kecil untuk kita berempat. Daddy Roger-mu sudah mempersiapkan sebuah apartemen untuk kita tinggali nanti." Bantah Rayes. Aku menatap Roger yang tampak tersenyum. "Itu hadiah yang sudah Daddy persiapkan dari dulu untukmu, Baby. Tapi Daddy belum sempat memberikannya padamu." Balas Roger yang masih terfokus mengemudi. Aku hanya terdiam dan menatap datar Rayes di hadapanku. Tangan Daniel masih terus menggenggam tanganku denga
"Apa?!" Tentu saja aku akan bertanya seperti itu. Bagaimana tidak, Rayes baru saja menyuruhku untuk melakukan hubungan badan dengan Daniel dihadapan mereka berdua? Maksudku, tentu saja aku akan menolaknya. Aku tidak terbiasa melakukan hal intim seperti itu dihadapan orang lain. Namun belum saja aku berdamai dengan keraguanku, Daniel segera beranjak dari tempat duduknya dan berjalan mendekatiku. Tak lama ia menari tubuhku untuk berdiri terlebih dahulu sebelum ia duduk menggantikan posisiku dan kembali menarik tubuhku untuk duduk di pangkuannya. Tanpa ragu sedikitpun tangan besar Daniel segera meraih daguku dan meraup bibirku dengan bagitu lahap. Sayangnya bibirku tidak bisa mengelak dari tindakan nekat Daniel dan hanya bisa pasrah mengikuti arahan lidah Daniel yang terus menuntunku mengikuti irama permainannya. "It's okay. Don't worry, April. I'll be here. Kita hanya perlu terbiasa dengan ini semua." Bisik Daniel pelan. "But Daniel..." "Anna, I love you. I don't wanna lose you lik
Aku mengernyitkan dahi karena tidak mengerti akan maksud Roger barusan. Roger tersenyum penuh dengan kepuasan begitu ia mendapati milikku yang sudah terlalu basah dengan cairan kenikmatanku sendiri. Satu senyuman nakal Roger berhasil membawa imajinasiku terbang melayang menembus batas kewarasanku. Sekarang aku benar-benar menginginkan bantuan seseorang yang mampu memenuhi semua fantasi liarku yang kembali bangkit malam ini.Setelah merasa cukup puas, Roger mulai menarik tangannya dari dalam liang kewanitaanku dan dari situlah kesadaranku mulai timbul. Bukan Roger yang akan memenuhi fantasi liarku melainkan Rayes yang masih duduk dengan gagahnya di tempat duduknya dengan keperkasaan miliknya yang sudah mengacung bebas bebas tanpa penutup apapun.Terang saja aku melirik Roger yang sudah mengalihkan tubuhku untuk duduk di pangkuan Rayes. Mataku yang masih ragu kemudian menatap Roger khawatir, namun satu senyuman Roger seolah mampu menenangkanku atas semua pertanyaan yang timbul dalam pik
Rasa berat yang menekan pinggangku berhasil membuatku merasakan sensai tidak nyaman sehingga kupaksakan diriku untuk membuka kedua mataku yang masih terpejam erat. Sosok Roger yang sedang tertidur lelap dihadapanku membuat jantungku menjerit dalam hati. Tapi anehnya rasa berat yang penuh dengan tekanan ini ternyata bukan berasal dari Roger melainkan berasal dari tangan Rayes yang sedang tidur sembari memelukku dari belakang. Tunggu, dulu! Apa aku tidur bersama dua pria sekaligus? "Good morning, Anna." Sapa suara yang sangat kukenal berhasil membuatku terbangun dan duduk dari tempat tidurku. "Mornin' Daniel." Balasku sembari mengusap mata sebelum melihat ke arah dua pria yang ikut tertidur bersamaku. "Hm? Baby?" Gumam Rayes yang nampaknya ikut terbangun karena gerakan tiba-tibaku tadi. "Selamat pagi, Tuan." Sapa Daniel begitu melihat Rayes yang ikut duduk dan menarik tubuhku untuk masuk kedalam jangkauan pelukannya. "Morning, Daniel." Sapa singkat Rayes yang kemudian menciumi pi
Liam? Bukannya dia ditemukan mati secara misterius? Kenapa Roger mendadak membahasnya? Terlebih mata sendunya yang terus menatapku lurus semakin membuat rasa penasaranku memuncak. Seberapapun bencinya aku dengan Liam, dia tetap pernah baik padaku. "Memangnya Daddy tau apa yang terjadi?" Roger menghela nafasnya pelan. "Just say so." Balasnya lesu. Aku segera bangkit dari tempatku tertidur dan duduk manis menghadap ke arah Roger. "So tell me." Pintaku. Roger menarik nafasnya dan menatapku sendu. Sat tangannya mulai meraih dan mengelus pipiku lembut. "It's because Anna's effect. Daddy tidak tau kalau kamu begitu candu. Bahkan kamusudah seperti morphine buat Daddy. Bahkan kehilanganmu saja bisa membuat Daddy kehilangan akal sehat. Daddy tidak pernah menyangka akan meminta bantuan dari seorang pria yang Daddy kenal berdarah dingin, hanya untuk mencuri temanmu itu." "Pria berdarah dingin?" Aku mengernyitkan dahiku kebingungan. "Salah seorang penguasa bawah tanah yang mengerikan. Y
"Welcome home!" Teriakku sontak membuat Daniel yang baru pulang terkejut bukan kepalang. "Aku pulang..." Sapa Daniel ragu. Aku segera beranjak dari sofa tempat dudukku menuju ke arah Daniel dan menyambutnya dengan sebuah pelukan hangat. Tentu saja Daniel menyambut pelukanku dan tidak lama, Roger turun dari lantai dua dengan seragam kerjanya yang begitu menawan. "Where's Rayes, Daniel?" Tanya Roger saat menuruni anak tangga. "He has another business that can't wait. He told me to go home first." Jelas Daniel sembari melepaskan pelukannya. "Oh, baiklah kalau begitu. Setidaknya kamu sudah pulang." Roger kemudian berjalan dengan sangat cepat ke ruangannya. Apartemen ini mempunyai empat kamar kecil yang berada di lantai satu yang akan kami jadikan kamar pribadi masing-masing dan satu master room yang ada di lantai dua dengan kasur yang sangat luas, setidaknya cukup luas untuk kami tidur berempat. "Anna..." Sapa Roger setelah ia berhasil mendapatkan koper hitam miliknya. "Hm?" Gumam
Malam yang semakin dingin dengan sayup-sayup suara rintik hujan yang mulai mengguyur seluruh penduduk Ibu Kota yang masih berada diluar sana meski jalanan sudah tidak lagi padat. Dengan segelas teh hangat yang menemaniku melihat indahnya pemandangan kota malam hari yang diterangi oleh cahaya lampu hias kota yang menyilaukan mata. Tak lama suara pintu yang terbuka setelah suara akses kartu yang berhasil diterima membuatku segera memalingkan kepalaku dan menangkap sesosok pria yang tersenyum ketika menyadari keberadaanku. Ia kemudian menutup dan mengunci pintu terlebih dahulu sebelum berjalan mendekatiku sembari membuka jasnya satu-persatu. "Kenapa belum tidur, Baby?" Tanya Rayes yang kemudian duduk persis di sebelahku. Matanya yang berbinar menatapku dengan sangat lembut. Ia tampak senang mendapatiku masih terjaga di jam yang seharusnya menjadi jam petualangku di dunia mimpi. "Aku menunggumu, Daddy. Daniel sedang tidur di kamarnya sendiri. Pekerjaan apa yang Daddy berikan padanya? K
"Aku tidak percaya begitu melihat namamu ada di daftar manifest-ku malam ini, Baby. Bisa-bisanya Rayes tidak berkata apapun tentang hal ini." Kesal Roger di cabin pesawatnya. "Aku juga tidak tau akan menumpang di pesawatmu, Roger." Jawabku ragu.Tentu saja ragu. Sekarang aku tengah duduk di jumpseat, kursi yang berada di cabin pesawat yang letaknya tepat di belakang kemudi pilot beserta co-pilotnya bekerja. Selain hanya aku dan Roger, keberadaan kopilotnya yang berada diantara kami berdua membuatku ragu menyapa Roger dengan sapaan yang semestinya. Meski kopilotnya terlihat sedang berusaha mengacuhkan keberadaanku dengan memperhatikan instrumen pesawat miliknya."Did you just called me by my name, Baby Girl?" Tanya Roger yang kini menatapku kesal.Aku menantang balik tatapan Roger sembari melirik ke arah kopilotnya beberapa kali. Mengingat ada orang lain selain kami berdua, bagaimana bisa dengan mudahnya mulut Roger menyapaku dengan sapaan itu?!"Oh, Felix kenalkan. Ini Anna, dia Suga
Tri semester terakhir menjadi tantangan terbesar bagiku yang semakin kesulitan untuk bernafas karena rasa sesak memenuhi perutku yang sudah terlalu besar. Layaknya ibu hamil pada umumnya, semua ukuran baju dan sepatuku mendadak berubah. Dan untuk alasan tertentu, dokter menyarankan agar aku terus melakukan olahraga ringan di pagi dan sore hari demi mempertahankan posisi bayi kami yang sudah berada pada tempatnya."Baby? Are you ready?" Tanya Roger yang sudah siap dengan pakaian olahraganya.Sepulang dinas dan sebelum berangkat kerja, sudah menjadi tugas tambahan untuk Roger menemaniku jalan-jalan di sekitar taman. Dengan senang hati Roger menemaniku karena selain meniduri wanita, olahraga merupakan salah satu kegiatan favoritnya."Let's go." Ajakku bersemangat.Roger tersenyum sebelum berjalan beriringan bersamaku menuju ke lift apartemen. Namun untuk kali ini sepertinya sesuatu yang tidak beres sedang melandaku ketika lift yang kami tumpangi sedang bergerak turun ke lantai dasar."Mh
Kondisi perutku mulai terlihat lebih menonjol di usia kandunganku yang sudah memasuki tri semester kedua. Setelah puas bergulat dengan rasa mual dan ngidam yang aneh-aneh, kini aku harus memasuki fase dimana gairah seksualku mendadak berubah.Beberapa kali aku harus memancing nafsu para serigala yang sedang tampak tenang itu, namun mereka tolak mentah-mentah mengingat dokter melarangku untuk berhubungan intim di awal kehamilan demi menjaga keselamatan kandunganku yang masih sangat rentan.Tapi untuk malam ini, rasanya aku sudah tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Karena terus dianggurkan selama beberapa bulan belakangan ini, sekarang aku ingin menjamah tubuh mereka seperti yang biasanya kulakukan setiap malam sebelum aku menyadari kalau aku sedang hamil."Papa Dan~" R
Hampir tiga bulan lamanya aku menjalani kehidupan baruku sebagai wanita yang sedang berbadan dua. Meski pada awalnya berat menerima kehadiran makhluk hidup baru yang tumbuh dan berkembang di dalam perutku. Suami dan kedua sugar daddyku terus memberikanku support yang tidak pernah berhenti. Bahkan mereka tidak ingin mempertanyakan anak siapa yang sedang kukandung, karena bagi mereka ini adalah anak dari buah cinta mereka.Jadi kunikmati seluruh kasih sayang yang mereka limpahkan padaku tanpa henti sampai makhluk kecil ini hadir diantara kami berempat dan merebut semua perhatian kami. Seperti saat jadwal check up rutin datang, aku bahkan sampai harus mengacuhkan pandangan orang-orang Rumah Sakit yang kebingungan melihatku dikawal oleh suami serta dua sugar daddyku yang sampai harus izin tidak masuk kerja hanya untuk melihat tumbuh kembang anak mereka dalam perutku. Kini tantangan terbesar yang harus kulewati adalah fase mual dan ngidam yang berlebihan. Ah- Membayangkan kombo mematikan
Beberapa bulan setelah kunjungan Mama dan Papaku, kujalani hari-hari sibukku sebagai istri rumah tangga yang baik untuk suami dan kedua sugar daddyku. Mengurusi segala kebutuhan mereka lahir maupun batin. Dan sesuai keinginanku yang disepakati bersama, kegiatan panas kami akhirnya berjalan teratur sesuai jadwal. Malam tertentu aku hanya milik mereka seorang dan malam khusus dimana aku akan menjadi milik mereka bertiga. Khusus untuk Daniel, malam kami hanya diisi dengan kegitan manis di ranjang bersama. Tanpa sedikitpun aktivitas panas yang akan memicuku untuk menggodanya, Daniel akan terus mencurahkan perasaannya melalui perlakuan manisnya yang membuatku semakin mencintainya sebagai pasangan hidupku yang sah. Namun untuk pertama kalinya semenjak kami memutuskan untuk tidur di ranjang yang sama, perutku merasakan sesuatu yang membuat tubuhku tidak karuan. Rasanya aku ingin memuntahkan makan malam yang barusan kami santap berempat sebelum berpisah untuk tidur di kamar masing-masing kar
"Halo? Ya Ma?" Sapaku ketika mengangkat telepon dari Mama yang jarang sekali menghubungiku di pagi hari seperti ini."Dek, Mama dan Papa sudah boarding pesawat ya. Jemput kami nanti di bandara ya." Pinta Mama yang berhasil membuat jantungku berhenti berdetak untuk beberapa saat kemudian."Hah?! Mama mau ke sini? Kok nggak bilang dari kemarin?" Keluhku yang membuat Roger kebingungan karena aku segera terbangun dari pahanya."Ya namanya juga kejutan. Ini saja Mama ngabarin kamu dulu, takutnya kamu lagi nggak di rumah. Gimana kalau Mama dan Papa langsung gedor pintu rumahmu, hayo." Mama membela dirinya."Iya iya iya.. Ya sudah, Mama Papa safe flight ya. Aku bersih-bersih rumah dulu." Ucapku yang segera beranjak dari tempatku bersantai dengan Roger."Baby? Kenapa? Apa orang tuamu mau ke sini?" Tanya Roger melihatku berlari panik."IYA!" Teriakku menuju ke kamar utama tempat dimana barang pribadiku berada.Segera kuraih tas hitamku yang setahun lalu pernah kugunakan untuk kabur bersama den
Beberapa haripun berlalu, berkat segala bantuan Rayes dan Roger akhirnya secara hukum aku sudah sah menjadi Nyonya Henery. Tidak ada acara mewah setelah kami menandatangani akta pernikahan kami. Yang ada kedua Daddyku hanya mempersiapkan acara makan siang sederhana di yacht pribadinya. Mereka berpesan agar aku tetap menjaga stamina sebelum pulang kembali ke kotaku untuk melaksanakan resepsi yang sebenarnya. Tidak masalah untukku. Aku juga merasa tidak terlalu merasa nyaman dengan keramaian Ibu Kota. Lebih menyenangkan berkumpul bersama mereka bertiga. Menikmati indahnya sinar matahari dengan hembusan angin laut yang menyegarkan. "Baby, jangan berjemur disana. Kulitmu bisa terbakar. Ingat kamu masih punya resepsi minggu ini." Pesan Roger yang sedang duduk dengan Rayes serta Daniel dengan segelas champagne di tangan mereka masing-masing. "Sayang sekali rasanya kalau tidak berjemur di laut." Keluhku. "Seharusnya kamu pakai bikinimu. Kalau tidak, kulitmu akan belang." Rayes menambahka
"Honey?" "Honey??" "Sayang???" Sayup-sayup suara Daniel yang sedang memanggilku berulang kali berhasil menyadarkan dari tidur pulasku semalam. Sampai-sampai aku tidak menyadari sentuhan tangan hangat Daniel yang terus membelai rambutku seolah sedang berusaha menyadarkanku. "Sayang, bangun." Daniel mengusap keningku berkali-kali. "Mhh~" Lenguhku manja karena rasanya aku masih mau melanjutkan tidurku. "Bangun sayang. Aku dan Tuan Rayes akan segera berangkat kerja. Roger belum pulang karena terjebak delay. Apa kamu tidak masalah ditinggal sendirian?" Tanya Daniel mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Aku mengernyitkan dahi sambil berusaha membuka mataku. "Iya." "Minumlah dulu. Aku sudah menyiapkan sarapan di atas meja untuk kalian berdua nanti. Sekarang bangunlah dulu. Aku sedikit trauma meninggalkanmu dalam kondisi tidur seperti ini." Pinta Daniel. Tanpa bantahan meski dengan kondisi mata yang masih terasa sangat berat, Daniel melihatku terbangun dari tempat tidur dan berjalan l
Mataku yang terbuka secara tiba-tiba membuat tubuhku tersentak pelan seakan aku baru saja mengalami kejadian yang sangat menegangkan. Kesadaranku yang perlahan pulih sejalan dengan nafasku yang berburu seperti mencoba menenangkan detak jantungku yang tidak beraturan untuk kembali pada ritmenya. "Baby?" Kaget Rayes yang ikut terbangun masih dengan lengan kokohnya yang kujadikan sebagai bantal tidur. Aku menatap Rayes yang tertidur di sebelah kiriku dan Daniel tertidur disebelah kananku dengan tangannya yang berada di atas perutku. Masih dengan detak jantung yang belum tertata, aku tersenyum menanggapi pertanyaan Rayes. "Daddy Roger sudah berangkat ya?" Tanyaku kemudian. Rayes mengangguk. "Sekarang masih jam setengah dua belas malam. Do you need something, Baby?" Tanya Rayes dengan suaranya yang serak-serak basah. Aku mengangguk. "I need to clean that part. Sepertinya aku tidur terlalu lama. Rasanya badanku segar sekali." "Baiklah, sayang. Bersihkan tubuhmu dulu. Kamu terlalu
Dengan sorot matanya yang semakin dibutakan oleh kabut gairahnya sendiri, Daniel terus memijat batang kejantanannya yang sudah menegang di ujung sana. Tidak sedikitpun ia berniat mendekatiku yang sedang sibuk bersetubuh dengan Rayes sembari memeluk Roger yang tak henti-hentinya memberikanku rangsangan kecilnya dengan memijat kedua gunung kembarku. Desahan dan lenguhan terus kulanturkan karena kenikmatan tanpa ujung yang diberikan oleh kedua sugar daddyku. "Damn, you're hot as hell." Desis Rayes yang kembali menghentakku agar kembali fokus pada genjotannya. "Daddy~" Rengekku pada Roger yang kini meraih bibirku untuk menciumku dengan rakus. "Ah- Kau sangat spesial sayang." Rayes kembali mendesis dan memukul-mukul buritan sintalku secara bergantian. "Nggh, capek." Keluhku saat kulepas bibirku dari pagutan bibir Roger. Tak ambil pusing, tanpa melepas miliknya dari kewanitaanku. Rayes lalu menarik tubuhku dari pelukan Roger dan segera menjatuhkanku di atas pangkuannya yang sedang terdu