Setelah memakan waktu dua jam, Trisha sudah ingat point penting informasi yang ada di data ini. Wanita itu meletakan ponsel di meja sambil menguap dan merenggangkan ototnya yang agak terasa kaku.
“Namanya ribet banget. ya,” gumam Trisha saat kembali melihat biodata itu. Trisha mencoba untuk mengingat semuanya tanpa melihat ke layar ponsel. “Nama dia Severino, umur dua puluh empat. Dia alergi seafood, suka kopi, dia—“ Ucapan Trisha terhenti karena menguap dengan lebar sambil mengucek matanya.
Dia melihat jam yang ada di layar ponsel. “Udah jam satu, waktunya tidur,” ucap wanita itu seraya bangkit dari duduknya, lalu melangkah menuju kamar untuk mengistirahatkan otaknya yang lelah.
***
Pagi pukul tujuh, Trisha membuka matanya perlahan karena mendengar ponselnya yang berdering dengan kencang. Entah itu suara atau telepon, tapi seingatnya alarm di ponsel hanya berbunyi setiap hari senin saja.
Dengan mata yang sedikit terbuka, tangannya bergerak ke atas nakas untuk mengambil ponsel, saat berhasil meraihnya dan melihat ke arah layar, matanya menyipit karena cahaya yang silau. Pagi itu, ia mendapatkan satu panggilan masuk. Karena masih sangat mengantuk, Trisha tidak bisa melihat jelas nama si penelpon. Dia langsung mengusap tombol hijau ke atas dan menyalakan pengeras suara. Lalu, meletakkan ponsel di sampingnya.
“Halo, Sha, lo masih tidur?”
Trisha yang masih sangat mengantuk hanya menjawab dengan deheman saja. Dia mengubah posisinya menjadi duduk untuk mengumpulkan nyawa yang masih beterbangan. Dia menguap lebar sambil merenggangkan otot, dan menggaruk-garuk rambutnya saat mendengar omelan Vanda dari telepon itu.
“Halo, lo denger gue enggak, sih? Kenapa diem aja?! Jangan bilang kalau lo tinggal tidur lagi? Buka pintunya! Gue udah di depan rumah! Lo enggak lupa sama interview hari ini, kan?” tanya Vanda dengan rentetan pertanyaannya.
Mata Trisha seketika membelalak lebar saat mendengar pertanyaan Vanda tentang interview. Dia langsung beranjak dari kasurnya dan berjalan cepat keluar kamar untuk membukakan pintu. Rasa kantuknya seketika lenyap.
Saat membukakan pintu untuk Vanda, bukan sarapan yang didapatkan oleh Trisha, melainkan omelan panjang dari Vanda karena sudah menunggu lama di luar. Dia juga marah karena Trisha lupa kalau hari ini dia harus datang interview.
“Untung aja gue dateng ke rumah lo, kalau enggak …” Vanda menggelengkan kepalanya pelan sambil berdecak. “Kalau enggak, semua akan lenyap, Shasha. Karena lo itu lemah di genre romansa.”
Trisha yang mendengar itu hanya mendengus dan duduk di sofanya sambil menyandarkan tubuh dengan menatap langit-langit. “Jadi, menurut lo … menjadi asisten seorang aktor pendatang baru bisa menciptakan keromantisan gitu?”
“Lo emang enggak pernah lihat drama gitu? Banyak tau yang awalnya asisten—“
“Enggak! Enggak lihat dan enggak mau lihat! Hm, bukan asisten, Vanda. Namanya terlalu bagus. Lebih tepatnya adalah pembantu.”
Vanda yang duduk di samping Trisha langsung memukul pelan lengan wanita itu. “Dengar baik-baik, Trisha! Lo harus manfaatkan semua ini dengan baik! Lo harus cari cara buat akting romantis sama aktor itu.”
Trisha yang mendengar itu hanya tertawa kecil, karena sebenarnya dia juga sudah merancang semua itu untuk bahan komik. Sebenarnya, dia hanya berpura-pura marah pada Vanda karena menyuruh menjadi asisten seorang aktor. Awalnya memang marah, tapi setelah tau kalau lelaki itu adalah orang yang dia temui di pantai, Trisha justru sangat berterima kasih dengan Vanda.
Trisha juga tidak berniat untuk menceritakan semuanya pada Vanda, karena dia tidak mau kalau Vanda akan menyuruhnya melakukan hal gila.
“Lo kenapa diem aja?” tanya Vanda dengan melambaikan tangan di depan wajah Trisha sambil menepuk-nepuk lengan wanita itu agar dia cepat tersadar dari lamunannya.
Trisha langsung menggelengkan kepalanya sambil tersenyum lebar. “Enggak apa kok, gue mandi dulu. Kalau lo baik, bikin roti buat gue. Laper nih,” ujar Trisha diakhiri dengan menyengir dan menepuk-nepuk perutnya.
“Dasar! Cuma makan yang lo inget!”
Trisha tertawa kecil seraya berjalan meninggalkan Vanda menuju kamar mandi untuk membersihkan badan. Sedangkan Vanda, dia membuatkan sarapan untuk Trisha, karena dia tidak mau kalau penyakitnya kambuh karena terlambat makan. Meskipun Trisha gemuk, dia mempunyai penyakit asam lambung yang lumayan parah. Jadi, dia tidak bisa kalau terlambat makan.
Vanda hanya membuat roti panggang dan telur saja. Karena hanya itu persediaan makanan yang ada di rumah Trisha.
Hanya membutuhkan waktu sepuluh menit, Trisha sudah rapi dengan pakaian casualnya. Vanda juga sudah selesai membuat sarapan.
Trisha berjalan keluar dari kamar menghampiri Vanda yang sudah duduk di meja makan. Trisha tersenyum lebar saat melihat makanannya sudah jadi.
“Thanks, Vann! Gue tau kalau lo itu masih ada rasa khawatir sama gue,” ucap Trisha seraya duduk di samping Vanda.
“Gue enggak mau kalau penghasil uang gue sakit,” ucap Vanda dengan tersenyum miring. Trisha yang mendengar itu langsung menatapnya tajam dengan menghela napas panjang. Seketika Vanda tertawa kecil dan memberikan satu suap roti.
“Gue bercanda, Shasha. Udah, buruan makan. Lo interview jam delapan,” ujar Vanda seraya mencubit pipi tembam Trisha.
Trisha mendengus sambil memutar bola matanya malas dan memakan roti yang ada di garpu Vanda. “Kalau gue enggak diterima jadi asisten gimana? Secara gue enggak ada pengalaman, gue juga gemuk. Mana ada asisten yang punya badan gemuk? Kecuali asisten rumah tangga.”
“Gue yakin seratus persen kalau lo bakal diterima jadi asisten! Jangan pesimis dulu, dong! Buruan makan makanan lo!”
***
Trisha dan Vanda masuk ke dalam mobil, mereka memakai sabuk pengaman terlebih dahulu. Vanda menyalakan mesin mobil, dan langsung melajukannya keluar dari rumah Trisha. Sepanjang diperjalanan, mereka saling diam.
Trisha memainkan game di ponselnya dan tidak mengganggu Vanda yang tengah menyetir, karena ini sudah menjadi kebiasaan mereka berdua. Tidak boleh mengobrol saat sedang menyetir.
Jalanan di pagi ini lumayan padat, sehingga membuat mereka hampir terlambat datang ke perusahaan. Untung saja Vanda tau jalan pintas, jadi mereka tidak terjebak di kemacetan.
Tak lama berselang, mereka sampai di tujuan, dan Vanda memarkirkan mobilnya di area parkir. Vanda menoleh ke arah Trisha yang masih bertanding di dalam gamenya. Dia berdeham pelan untuk memberikan kode pada Trisha. Dalam hitungan lima detik, Trisha mengangkat kepalanya dan menoleh ke Vanda.
“Udah sampai?” tanya Trisha yang kembali melihat ke layar ponsel.
“Lo masih mau lanjut main game? Kita udah—“
“Iya, iya, ini udah selesai, kok!” ucap Trisha menyela ucapan Vanda sambil memasukkan ponsel ke dalam tasnya.
Vanda menarik napas panjang sambil tersenyum, lalu mengembuskan dengan perlahan. Mereka melepas sabuk pengaman dan keluar mobil bersamaan.
“Udah sampai?” tanya Trisha yang kembali melihat ke layar ponsel.“Lo masih mau lanjut main game? Kita udah—““Iya, iya, ini udah selesai, kok!” ucap Trisha menyela ucapan Vanda sambil memasukkan ponsel ke dalam tasnya.Vanda menarik napas panjang sambil tersenyum, lalu mengembuskan dengan perlahan. Mereka melepas sabuk pengaman dan keluar mobil bersamaan.Bola mata Trisha bergerak dari bawah sampai ke atas mengamati gedung besar yang ada di hadapannya. Dia tidak menyangka kalau tempat agensi aktor itu sebesar ini. Jantungnya mendadak berdegup kencang dan tak sabar bertemu dengan lelaki tampan yang pernah dia temui itu.Dia juga tidak menyangka kalau langkah kakinya akan menginjak ke dunia entertainment. Padahal, dia dulu sangat menentang untuk masuk ke dunia ini. Tapi, kini dia berubah pikiran. Dia merasa senang meskipun hanya menjadi asisten. Bukankah kalau dia diterima bisa bertemu dengan aktor tam
“Ayo masuk,” ucap wanita itu sembari masuk ke dalam ruangan, disusul oleh Vanda dan Trisha di belakang.Wanita itu mempersilakan mereka duduk dengan ramah. Trisha sangat kagum pada wanita yang ada di hadapannya itu. Dia terlihat sedikit lebih tua dari Vanda, tapi wajahnya terlihat sangat mulus. Badannya juga terjaga, sangat ideal.“Kamu Trisha?” tanya wanita itu melihat ke arah Trisha.Trisha tersenyum dan menganggukkan kepalanya canggung. Wanita itu juga ikut tersenyum dan langsung mengulurkan tangannya di hadapan Trisha“Selamat,” ucapnya yang membuat Trisha bingung dengan arti uluran tangan itu.Trisha menoleh ke Vanda seakan bertanya maksud wanita itu, sedangkan Vanda hanya menjawab dengan satu anggukan dan menyuruhnya untuk membalas uluran tangan itu. Trisha menggigit bibir bawahnya dengan membalas uluran tangan itu dengan ragu.“Saya Zhui Consina, kamu bisa panggil saya Kak Ina atau Kak Z
“Lo tuli? Gue udah usir lo, kenapa masih di sini?” tanya Sev pada Trisha. Lelaki itu melirik sekilas dengan lirikan mata tajamnya.Trisha masih bungkam dan takut salah dengan jawabannya, karena di situasi seperti ini, jawaban apa pun yang dia berikan akan tetap salah di mata Sev. Sedangkan, lelaki itu berdiri dari duduknya dengan tersenyum miring dan tertawa meremehkan. Zhui masih diam memperhatikan Sev.“Selain tuli, lo bisu?” tanya Sev yang membuat Trisha membuka matanya lebar.Kesabaran Trisha sudah menipis, dia tidak sanggup menghadapi lelaki menyebalkan itu. Trisha pun melangkahkan satu langkah untuk berdiri di samping Zhui, menatap Sev dengan tatapan malas.Trisha menghela napas panjang dengan menarik bibirnya membentuk senyuman paksa. “Gue tuli atau bisu, apa urusannya sama lo? Gue di sini mau kerja jadi asisten lo, bukan teman berantem!”“Lo … jadi gini sikap asisten sama majikannya, ha?!&rdq
Berbeda dengan Trisha, dia justru senang mendapat perlakuan Sev yang mengejutkan seperti itu, karena semua ini bisa dijadikan bahan komiknya nanti. Trisha tersenyum lebar dan mengeluarkan ponselnya untuk menulis outline.Saat sedang asyik menggambar sketsa kasarnya di ponsel, dia terlonjak kaget saat Sev yang tiba-tiba keluar dari ruangannya. Dengan cepat dia menyembunyikan ponselnya ke belakang.“Lo ngapain masih di sini?”“Nunggu lo, apa lagi? Gue asisten lo, jadi gue harus jalan di—“ Belum Trisha menyelesaikan perkataannya, Sev langsung berjalan lebih dulu meninggalkan Trisha.Wanita itu menghela napas panjang saat lelaki itu berlalu begitu saja tanpa menunggunya selesai menjawab, untung saja Trisha sudah mencari cara agar dia tetap bisa menjaga emosinya. Trisha mengambil permen dari kantungnya, lalu membuka bungkus dan memasukkan ke dalam mulut. Dengan adanya permen, dia bisa mengontrol rasa marahnya.***Sesampainya di tempat pemotretan, mobi
“Lo kenapa diem aja? Cepat beli kopi buat atasan lo! Beliin gue juga!” ucap wanita itu beralih pada Trisha.Trisha hanya bisa mengangguk dengan senyuman paksa, dia sudah menggerutu dari dalam hatinya. Rasanya ingin cepat-cepat mengakhiri semua ini, namun semua itu sangat mustahil. Ini baru hari pertamanya, tapi kenapa terasa sangat melelahkan?Bukan lelah fisik, melainkan batin. Dia benar-benar lelah menahan diri untuk tetap tersenyum saat ingin marah.Tak lama Trisha pergi, Sev yang masih dirangkul itu sudah tidak tahan pada wanita ini. Lelaki itu tidak bisa marah pada wanita yang satu ini karena dia termasuk seniornya.“Lepas, Zihan,” ucap Sev pada wanita yang merangkulnya.“Lo enggak kangen sama gue, Sev? Padahal gue baru aja pulang dari Singapura dan ikut pemotretan ini demi ketemu lo,” ujar wanita itu melepas rangkulannya dengan memasang wajah sedihnya melihat ke arah Sev.Zihan Rauhel, aktris senior
“Ji, tanya atasan lo, dia mau yang dingin atau panas, pahit atau manis. Kalau perlu kasih dia air comberan!” ucap Sev pada asisten Zihan dengan meletakan gelas kopi itu di meja dengan kasar, bahkan kopi itu sedikit tumpah.Sev langsung membalikkan tubuhnya dan hendak pergi, namun tangan Zihan menahan lengan lelaki itu.“Sev,” panggilnya dari belakang. Sev diam, dia tidak menjawab panggilan Zihan.“Lo kenapa bela dia? Bukannya tadi lo bentak-bentak dia?” tanya Zihan menunjuk ke arah Trisha.Sev menghela napas, dia menyingkirkan tangan Zihan dari lengannya, lalu membalikkan tubuhnya dengan senyuman paksa. “Trisha itu asisten gue, dia enggak ada kewajiban buat membeli dan mengganti kopi lo. Yang berhak menyuruh dan membentak dia itu gue, bukan lo! Ngerti?”Zihan yang mendengar itu langsung mendengus dan kembali duduk di kursinya, sedangkan Trisha yang dibela oleh Sev pun merasa sedikit senang. Dia tersen
Lima menit berlalu, bus yang ditunggu Trisha pun datang. Dia beranjak dari duduknya dan berjalan dua langkah untuk menunggu orang yang keluar dari bus itu. Setelah tidak ada yang keluar dari bus itu lagi, Trisha langsung masuk ke dalam dan duduk di kursi yang kosong. Kepalanya menyandar dengan mata menatap keluar jendela.Entah kenapa dia sangat menyukai langit senja.Tak membutuhkan waktu lama, bus yang dinaiki Trisha sampai di halte depan studio. Saat dia keluar dari bus, wanita itu tersenyum ketika melihat Vanda yang sudah menunggu kedatangannya.Vanda beranjak dari duduknya dan tersenyum pada Trisha. “Gimana? Lancar? Apa hari lo menjadi menyenangkan? Lebih berwarna? Kepala lo udah enggak mikir adegan membunuh atau berantem, kan?” tanya Vanda dengan rentetan pertanyaannya.Bukannya mendapatkan jawaban, wanita itu justru mendapat pukulan pelan di lengannya. Trisha langsung berjalan keluar dari halte dan masuk ke studio meninggalkan Vanda yang terus memanggi
Sedangkan gadis yang dilihat oleh Sev tidak menyadari tatapan Sev, dia masih asyik mengelus kepala kucing itu. Dia mulai menggambar dengan iPad, dan memakan satu suapan mi instannya. Dengan mata yang sesekali menatap langit malam. dia mulai masuk ke imajinasinya. Tangannya bergerak dengan lihai menggambar di layar iPad dengan bantuan pen yang dia pegang.Pergerakan tangannya terhenti ketika mendengar ponselnya yang berdering, dengan cepat dia mengambil ponselnya. Matanya sedikit terbelalak saat melihat nama sang mama terpampang di layar ponsel. Trisha berdeham dengan menghela napas panjang. Lalu, mengusap tombol hijau ke atas.“Halo, Ma. Kenapa?” tanya Trisha saat menempelkan ponsel ke telinga.“Halo, kamu lagi di mana? Udah sampai rumah? Udah makan? Makan apa kamu hari ini,” tanya sang mama dari seberang telpon.Trisha tersenyum tipis saat mendengar pertanyaan sang mama, dia sudah tau kalau mamanya akan bertanya seperti ini. &ldqu
Trisha berjalan di tepi pantai yang sudah tidak ada pengunjung sama sekali. Tiga tahun ini dia selalu datang ke pantai, tempat pertama kali dia bertemu dengan Sev. Dengan harapan lelaki itu datang menghampirinya.Wanita itu kembali menangis ketika teringat pada masa lalunya. Dia benar-benar merindukan lelaki itu. Dia adalah orang yang membuatnya berdiri sampai sekarang, tanpa dia mungkin Trisha tidak akan menjadi mangaka.Tiba-tiba saja ada seseorang yang berdiri di hadapannya. “Jangan nangis, nanti make-up lo luntur.”Trisha yang mendengar perkataan itu merasa tidak asing dan langsung mengangkat kepalanya, matanya menatap lelaki itu dengan tatapan tidak percaya.Severino berdiri di hadapannya dengan tersenyum lebar dan membentangkan tangannya. Trisha pun langsung berdiri dengan memeluknya erat.“Kenapa lo nggak kasih tau gue kalo udah balik?!” tanya Trisha dengan menangis sesenggukan.Sev mengelus punggung Trisha den
Tanpa dirasa tiga tahun berlalu dengan sangat cepat. Trisha melewati banyak rintangan dan sukses menjadi mangaka yang memiliki banyak penggemar. Tidak hanya dari Indonesia, tapi dari berbagai negara menyukai komik yang dibuat oleh wanita gemuk itu. Ralat, wanita yang sangat cantik dengan tubuh ideal.Trisha berhasil diet dengan cara memperbaiki pola hidupnya. Tidak ada panggilan wanita gemuk lagi untuknya.Trisha sudah sangat sukses di dunia komik, dia mendapatkan banyak penghargaan dan tawaran dari penerbit. Tidak hanya itu, satu komik yang sudah terjual jutaan eksemplar akan dijadikan film oleh salah satu sutradara terkenal. Benar-benar perkembangan yang pesat.Hanya saja, Trisha masih merasakan ada yang kurang dari semua pencapaian ini. Ya, kehadiran seseorang yang sudah dia tunggu selama tiga tahun.Tanpa di rasa wanita itu menunggu Sev selama tiga tahun. Dia sangat merindukan sosok lelaki itu yang menghilang tanpa kabar.Dua hari yang lalu, Tr
Tiga hari berlalu dengan sangat cepat, tidak bagi Trisha yang merasa kalau hari sangatlah lambat. Selama tiga hari dia tidak keluar dari apartemen, tidak membuka ponsel dan tidak melihat televisi. Semua itu dia lakukan hanya untuk tidak melihat wajah Sev.Trisha berhasil melakukan itu, tapi tidak berhasil melupakan lelaki itu dalam ingatannya. Entah kenapa setiap ingin melupakan, justru dia semakin ingat akan perhatian Sev yang dilakukan diam-diam. Apa kabar dengan lelaki itu? Apa dia semakin menerima banyak tawaran film?Tidak hanya Sev yang dia pikirkan, melainkan memikirkan cara agar komiknya kembali lagi dari platform dan membersihkan namanya itu. Vanda selalu menyuruhnya untuk menenangkan pikiran dan istirahat satu minggu.Namun, baru lima hari dia sudah merasa bosan dan ingin kembali bekerja seperti biasanya. Dia ingin melihat Sev meski dari kejauhan. Ia juga sudah menghitung total tabungan yang dimiliki. Uangnya hanya bisa membayar setengah dari jumlah to
Langkah Sev terhenti di tepi pantai, dia menatap tempat pertama kali bertemu dengan Trisha. Pertemuan yang pada saat itu Trisha tidak tahu kalau Sev adalah aktor. Lelaki itu duduk tanpa menggunakan alas apapun, pandangannya lurus ke depan.Entah kenapa, wanita itu membuat perubahan terbesar dalam hidupnya. Sev belum bisa melupakan Trisha, tapi dia ingin melupakan dia agar bisa pergi meninggalkan Indonesia dengan mudah. Yang ada di pikirannya adalah ‘apa dia mau menunggunya?’Sev merasa kalau Trisha sudah membenci dan tidak ingin bertemu lagi. Lelaki itu melirik ke kanan, dia mendapati wanita gemuk yang duduk seorang diri di tepi pantai dengan memakan burger. Bukankah itu sama seperti Trisha dulu? Bibir Sev perlahan tersenyum.Lelaki tampan itu mulai menyadari perasaannya. Dia tidak menyukai Tiana, yang dia sukai adalah Trisha. Hanya wanita itu yang membuatnya nyaman. Namun, sekarang sudah terlambat. Sev ingin mengulang semuanya, dia ingin lebih dekat
Tok … tok … tok …“Kak, ada yang cari lo,” ucap Beni dari luar ruangan yang sedikit berteriak.Zhui yang mendengar ucapan Beni kembali membuka matanya perlahan dengan menarik napas panjang dan mengembuskan dengan perlahan. “Ya, tunggu!” teriaknya seraya membenarkan posisi duduknya, lalu menoleh ke arah Sev yang masih memejamkan mata.“Gue harap, lo nggak melakukan hal buat gue marah! Jangan klarifikasi kalo lo nggak mau kehilangan pekerjaan lo!” perintah Zhui berdiri dari duduknya.“Gue nggak janji,” jawab Sev yang membuat Zhui mendengus dan melangkahkan kakinya keluar dari ruangan meninggalkan Sev.Saat mendengar suara pintu tertutup, Sev membuka matanya perlahan seraya mengeluarkan ponselnya dari saku. Dia menatap seisi ruangan dengan senyuman samar. “Maaf, Zhui. Gue harus melakukan sesuatu. Gue nggak mau jadi pengecut yang selalu bersembunyi setiap ada masalah,” gum
“Ada apa?” tanya Sev seraya masuk ke ruangannya dan duduk di hadapan Zhui dengan raut wajah bingung.Zhui memijat pelipis untuk sedikit menghilangkan rasa pening, banyak direktur yang menelponnya setelah melihat berita di artikel. Sang manager menyuruh temannya untuk mencari tau siapa yang membuat berita tidak jelas itu. Dia juga menyuruh security untuk memperketat orang yang masuk ke perusahaan untuk mengantisipasi agar tidak ada wartawan yang masuk.Wanita itu memutar laptopnya untuk memperlihatkan kabar yang menjadi trending. Banyak yang bertanya tentang kebenaran hubungannya dengan Tiana, ada juga yang tidak percaya kalau perusak hubungan Tiana adalah Sev.Sev yang membaca isi artikel itu mengepalkan tangannya, dia sangat marah pada orang yang membuat berita tidak benar itu.“Kita harus—““Direktur dan sutradara membatalkan kontrak setelah membaca skandal ini. Masalah lo kali ini sulit untuk diselesaikan, Sev
Sev yang tengah menunggu pesanannya di restoran hanya diam dengan menatap luar jendela. Dia memikirkan ucapan Zhui. Apa dia sudah keterlaluan pada Trisha?Dia mengamati beberapa pengunjung yang bermesraan dan saling mengobrol, tiba-tiba saja dia teringat pada Trisha saat makan berdua di restoran, dia juga ingat saat dia sering mengajaknya berbicara dan bermain game.Sev mengeluarkan ponselnya dan mengabaikan panggilan telepon dari Zhui. Dia membuka platform dan mencari komik milik wanita gemuk itu. Melihat banyak chapter yang sudah diterbitkan membuat perkataan Zhui terngiang di dalam pikirannya.“Dia udah banyak berkorban sama pekerjaan ini. Pagi dia jadi asisten lo, malam dia buat komik.”Apa benar yang diucapkan oleh Zhui? Itu artinya dia hanya tidur satu jam setiap harinya? Pikir Sev yang melihat waktu penerbitan komik itu. Banyak chapter yang diterbitkan antara pukul tiga atau empat subuh. Sev tau kalau wanita gemuk itu selalu ba
Trisha sementara waktu tinggal di apartemen Vanda karena rumah dan studio sudah dikerubungi oleh wartawan untuk meminta kejelasan. Wanita gemuk itu juga terus menghubungi Sev meski pesan tidak ada yang dijawab satu pun. Jangankan dibalas, dibaca pun tidak.Wanita itu hanya bisa melihat Sev dari televisi. Dia tidak diperbolehkan keluar rumah sampai wartawan pergi dengan sendirinya. Sev pun tidak memberikan tanggapan lagi, dia hanya bilang kalau akan menuntutnya. Benar ucapan Lio. Sev tidak akan tinggal diam.Yang wanita gemuk itu pikirkan sekarang adalah cara membayar uang kompensasi untuk penerbit dan tuntutan Sev. Uang tabungan Trisha tidak cukup, dia juga tidak mau merepotkan orang di sekitarnya. Trisha merasa kalau ini adalah masalahnya sendiri.Seharusnya Trisha tidak menjadi asisten Sev dan memilih untuk mencari referensi lain. Namun, sudah terlambat untuk menyesali.Trisha merebahkan tubuhnya di kasur dengan menatap langit dari jendela, entah kenapa
Trisha sedari tadi melihat ke layar ponsel dengan harapan kalau Sev membalas pesannya. Namun, nihil. Sudah dua jam tidak ada balasan darinya. Hati wanita gemuk itu gusar dan bingung harus berbuat apa. Hanya satu yang diinginkan olehnya, Sev memaafkannya.Vanda yang melihat Trisha tampak gelisah pun hanya bisa menghela napas panjang sambil memakan cheese cake strawberry yang baru saja datang. Dia juga bingung harus membantu sahabatnya itu bagaimana.“Sha, udah dua jam lo lihat ke ponsel, tapi tetep aja nggak ada balesan. Sev butuh waktu buat maafin lo,” ucap Vanda dengan wajah datarnya.Trisha meletakan ponsel di meja dengan melihat ke arah Vanda. “Menurut lo … Sev bakal maafin gue nggak?” tanya Trisha.Vanda mengangkat kedua bahunya pertanda tidak tau. Namun, melihat tingkah Trisha yang berbeda sebelumnya membuat ia curiga. “Kenapa lo khawatir banget soal Sev maafin lo apa nggak? Jangan bilang lo … suka