Dominic menatap Chalondra dengan mata yang sangat lebar. Jantungnya tiba-tiba berdetak dengan kencang mendengar suara di seberang itu memang benar suara Yonathan.
“Kamu … masih hidup?!” Suara Dominic sangat pelan tapi tegas. Mendengar ucapan suaminya yang sedikit ambigu, Chalondra langsung ikut melemparkan wajah bertanya. Siapa yang masih hidup?
“Kamu di mana? ... Baik, besok kita bertemu.”
Dominic memutuskan panggilan dan langsung mengusap wajahnya dengan kasar.“Siapa, Dad?”
“Yonathan!” Dominic memekik kecil dengan nada tidak percaya. Baru kali ini dia mendengar seseorang berbicara, tapi seperti berbicara dengan hantu.
“Hah? Serius, Dad?” Rasa kaget Dominic seakan ikut menyerang Chalondra. Yonathan ‘kan sudah meninggal dalam kecelakaan? Bagaimana bisa??
“I don’t know, Cha. Besok kita mau ketemu. Ini gila!” Dom menyugar rambutnya ke belakang. Waj
Zoey terbangun karena sinar mentari pagi menembus kelopak matanya yang masih sangat mengantuk. Kuapnya melebar bersamaan dengan tangan yang terangkat ke atas, merenggangkan tubuh. Matanya masih terasa sepat. Dia sampai mengerjap beberapa kali supaya kantuknya hilang.Di luar sudah terang. Apakah sudah lewat dari jam enam pagi? Gawat kalau iya! Zoey menoleh ke sebelah kanan untuk melihat jam analog di atas nakas. Tapi kedua matanya langsung terbelalak melihat siapa yang duduk di sudut ruang kamarnya.“Kau!” Zoey memekik dan tubuhnya spontan terduduk. Kenapa Zac ada di kamarnya se pagi ini?“Kau ngapain di sini?!” tanyanya lagi, berhubung Zac sama sekali tidak menyahut. Pria itu sedang mengetik sesuatu di ponselnya dan mengabaikan Zoey.
Zoey menatap Zac dengan intens saat pertanyaan membunuh itu terucap dari bibirnya.“Apakah aku memang bukan anak mama papa, Zac?” ulangnya lagi, untuk yang kedua kalinya.“Apa maksudmu?” Zac benci dengan pertanyaan itu. Kenapa juga Zoey bisa tau tentang ini? Dari caranya bertanya, jelas sekali ini bukan meminta jawaban, melainkan meminta validasi akan apa yang sudah dia dengar.“Aku yakin kau sudah tau, makanya kau bisa menciumku dan mengatakan kalau kita bukanlah saudara kembar. Katakan, Zac. Aku anak siapa kalau bukan anak papa mama?”Zac semakin salah tingkah lantaran Zoey tidak kunjung mengalihkan pandangannya. Apa yang harus dia katakan? Edric sudah mewanti-wanti supaya perihal status Zoey ini tidak keluar dari mulut mereka, keluarga Louis.“Aku sama sekali tidak tau, Jo. Kenapa kau bisa berpikir demikian? Apa yang s
Setibanya di kantor, Edric melihat Zura sudah menunggu di ruangannya. Raut wajah lelah pria itu seketika berubah dengan tatapan heran sekaligus surprise. "Kamu ... kenapa nggak ngabarin kalau mau ke sini?" Edric segera menghampiri Zura yang juga sudah bangkit dari duduknya. Kedua tangan Edric refleks terulur dan menarik wanita itu ke dalam pelukannya. "Saya ngabarin kok, Pak. Bapak aja yang nggak baca W*. Coba cek ponselnya. Satu jam yang lalu saya kasi tau kalau saya udah otw." Edric menghirup aroma tubuh Zura yang menebarkan aroma Chamomile. Jika biasanya orang-orang meminum teh Chamomile untuk mendapatkan ketenangan, Edric cukup memeluk Zura sebanyak-banyaknya. Sejenak melupakan percakapannya dengan Zac saat di dalam mobil tadi. "Saya percaya. Tapi maaf, tadi saya turun ke gudang untuk memantau proses muat barang untuk Galaxy. HP saya simpan di dalam laci." Edric mengusap-usap punggung Zura dengan pelan. "Udah lunch belum?" "Tadi Za
Zoey memang sengaja keluar makan siang dengan Jeff, karena laki-laki itu mengatakan kalau ada yang ingin dia ceritakan. Zoey tentu saja langsung menerima ajakan tersebut dari pada pergi makan siang dengan kedua kakak laki-kainya, terutama Zac. Tadi pagi laki-laki itu sama sekali tidak mau jujur kepadanya. Jelas-jelas ekspresi Zac seperti menyembunyikan sesuatu darinya. Hal ini pulalah yang membuat Zoey semakin bertanya-tanya. Jika Zac saja mengetahui sesuatu tentangnya, apakah mungkin Edric juga? Karena mustahil kedua orang tua mereka lebih memilih memberi tahu Zac ketimbang Edric. Zoey semakin tidak tenang. Entah kenapa pikiran-pikiran itu seolah membuat dirinya semakin meyakini bahwa apa yang dikatakan Morgan adalah benar. Jelas saja ini menakutkan. Seumur-umur dia hidup, dia tidak pernah berpikir, bahwa dia hanyalah anak angkat di dalam rumah yang sudah memberinya cinta dan kasih sayang sejak dia lahir ke dunia ini. Demi apapun, bisakah ini han
Kali ini Zoey tidak ingin menunda untuk bertemu dengan Edric. Dia harus menceritakan banyak kejanggalan yang ada di dalam kepalanya. Sesampainya di kantor, dia melihat Edric belum kembali ke kantor. Mungkin masih makan siang dengan Zac, pikirnya. Akhirnya dia masuk ke ruangannya dulu sembari mengirimi Edric pesan agar sang kakak memberinya kabar semisal dia sudah sampai di kantor. Zoey baru kembali bekerja sekitar setengah jam saat intercom di mejanya berbunyi. Dari ruangan Edric. "Kak, sibuk?" Zoey langsung bertanya tanpa basa-basi. "Kita baru sampai kantor, Jo. Kenapa?" "Kita? Maksud kakak dengan Zac?" "Iya, Zac dan juga Zura." Mulut Zoey seperti ber-oh ria. Dia sama sekali tidak tau jika Zura datang. Ah, padahal dia ingin membahas tentang wanita itu ke Edric. "Oh. Aku ingin bicara empat mata, Kak. Apa kakak keberatan?" "Urgent kah? Kalau urgent, kakak akan ke ruanganmu sekarang." Zoey bersyukur dalam hati. "U
“Fuck!” Kenapa kita bisa kecolongan seperti ini?” Edric menyugar rambutnya karena panik. Jantungnya berdebar tidak tenang membayangkan kedua orang tuanya sedang bersama Yonathan sekarang. “Ponsel papa nggak bisa di track!” Zac memberi tahu. Melongo saking tidak percaya. “Cari ponsel mama, ponsel supir dan semua ajudan!” Zoey sudah ikut ke ruangan Zac dan wajahnya pucat pasi. Tubuhnya bergetar hebat kala mendengar perangkat gadget sang ayah tidak bisa dilacak. Edric sampai ikut berdiri di samping Zac untuk memastikan pekerjaan sang adik tidak ada yang keliru. “Shitt!! Ponsel mama juga tidak terdeteksi!!” Air mata Zoey langsung terjatuh. Meskipun Morgan telah meracuni dia tentang statusnya yang bukanlah merupakan anak kandung Dominic dan Chalondra, di lubuk hati Zoey yang paling dalam, mereka adalah orang tua kandung Zoey. Sampai kapanpun, akan selamanya seperti itu. “Semua ajudan supir, nihil.” “AARGHH!!!” Kedua mata Edric
Semua orang di dalam mobil hampir tidak percaya dengan apa yang mereka dengar. Zura? Di mana?? Sorot lampu mobil memang sangat terbatas, untuk jarak tertentu. Namun, entah bagaimana Edric bisa sangat yakin, perempuan di kejauhan itu adalah Zura. Edric sangat mengenal baju yang dia kenakan tadi siang. Zoey tanpa sadar meremas lengan Edric lantaran takut. Begitupun dengan Chalondra. Dia menempel sepenuhnya kepada sang suami dengan tangan yang saling terpaut. Edric menjalankan kembali mobilnya dengan sangat pelan, menghampiri wanita yang entah bagaimana bisa berada di sana. Sendirian dalam kegelapan. Jarak mereka semakin dekat, semakin jelas pulalah itu memang Zura. Berdiri di tengah jalan yang sepi dan minim cahaya. Menatap lurus ke depan, ke dalam mobil yang dibawa oleh Edric. "Seriously? Tega sekali Radesh memperalat dia sampai sejauh ini." Dominic benar-benar tidak habis pikir. Dia sangat yakin Zura tidak sendirian di sana. Radesh dan s
Suasana masih mencekam karena mereka masih membutuhkan waktu setengah jam lamanya untuk sampai di rumah sakit daerah terdekat. Dom sudah menelepon pihak Cakrawala untuk mengirimkan ambulans dengan fasilitas yang lengkap. Dom tau, mereka tidak akan bisa mengandalkan pelayanan rumah sakit daerah sepenuhnya. Edric masih sadar penuh kalau sekarang Zura berada di dalam mobil, tidak tinggal bersama orang-orang jahat yang selama ini membelenggu dirinya. Meski sedang sangat kesakitan, ada bagian dalam diri Ed yang cukup tenang, yaitu hatinya. Setidaknya Zura sudah aman bersama keluarganya. Meski dia ingin sekali memeluk wanita itu, tapi dia tidak berdaya. Kedua tangannya kaku, efek luka di bagian punggungnya. Semua orang terjaga. Sudah tidak betah duduk di dalam mobil yang terus melaju. Air mata di wajah para wanita sudah kering. Terlalu lelah menangis. Mata Cha, Zura dan Zoey sudah sama bengkaknya. Mereka adalah tiga perempuan kesayangan Edric. Tertinggal satu lagi di
Pernikahan Edric dan Zura adalah salah satu perhelatan akbar di kalangan para pebisnis di tahun ini. Resepsi mereka sampai diliput oleh banyak awak media baik dari tv swasta maupun tv milik pemerintah. Kisruh yang terjadi antara keluarga Edric dan Zura, yang sempat mencuat di hadapan publik membuat hadirin bertanya-tanya bagaimana semuanya bisa berakhir di pelaminan seperti ini. Dan tentu saja tidak ada yang perlu dijelaskan karena tidak semua orang perlu mengetahui apa yang terjadi di antara Edric dan juga Zura.Acara resepsi berlangsung cukup lama. Semua orang berbahagia, terutama keluarga Louis dan juga Ellordi. Acara ini juga bagaikan sebuah reuni untuk semua rekan-rekan bisnis Chris, Dominic dan juga Brandon. Chalondra dan juga Janice tak kalah heboh dengan istri-istri pejabat yang mereka kenal. Embun tak kalah menjadi sorotan. Sejak acara pemberkatan hingga resepsi, dia selalu berada di antara kedua orang tuanya. Bahkan Edric ikut memasangkan cicin kecil di jari manis Embun set
Satu bulan berlalu dengan begitu cepat. Heidy sibuk bukan main. Tiada hari tanpa pergi ke sana-sini. Bukan hanya Heidy, keluarga calon pengantin juga tidak kalah sibuk. Sibuk jahit baju untuk seragam di hari H nanti. Satu minggu terakhir, undangan sudah ready dan siap untuk dibagikan. Semua orang berpencar untuk mengantar semampunya. Entah kenapa, semakin tinggi status sosial kalian, semakin kurang pantas jika mengundang hanya lewat panggilan telepon. Dominic dan Chalondra berkeliling ke rumah-rumah maupun ke kantor-kantor rekan bisnis Inti Global. Berbagi dengan Zac dan Zoey. Sedangkan Edric dan Zura, menyebarkan undangan ke teman-teman sejawat yang masih stay di Jakarta.“Oh My God. Ternyata ngurus nikahan akan sampai secapek ini.” Zac bergumam setelah mereka masuk ke dalam mobil lagi. Keduanya baru saja mengantar undangan untuk salah seorang investor. “Padahal bukan nikahan sendiri. Gimana kalau nikahan sendiri?” timpal Zoey.“Hm-m. Udah siap belum?”“Udah.” Zoey menjawab dengan
Dominic dan Chalondra menyambut rencana baik Edric untuk segera menikah dengan Zura. Memang itulah yang harus mereka lakukan sekarang. Apalagi sudah tidak ada alasan untuk menunda. “Kalau bisa secepatnya aja, Ed. Setelah itu kalian tinggal di sini.” Chalondra memberi saran. Mereka sedang sarapan pagi seperti biasa.“Kenapa harus tinggal di sini?” Edric langsung fokus pada ucapan Cha yang terakhir.“Memangnya kamu mau ninggalin mama, Ed?”Edric langsung tidak bisa berkata-kata. Diliriknya Zura yang menikmati sup ikannya dalam diam.“Percaya deh, mama bukan ibu-ibu resek yang bakal ngatur ini itu. Cukup mama atur papa kalian aja. Nggak usah takut kalau kalian tinggal di sini, kalian akan kehilangan privasi. Rumah ini terlalu besar untuk kita-kita saja. Lagian, mama sudah nyaman ada Embun di rumah. Kalau kalian pindah, rumah bakal balik sepi lagi.” Selera makan Cha sepertinya langsung hilang hanya membayangkan Embun akan meninggalkan rumah.“Udah, jangan bikin anak-anak mikir dulu, Cha.
Zura kembali ke kamar dan mendapati kedua belahan jiwanya sedang bermain di dalam kamar. Dominic dan Chalondra sudah menyerah untuk memisahkan mereka bertiga, karena pada akhirnya Edric akan selalu berakhir di kamar tamu, dimana Zoey dan Embun berada. Pagi harinya mereka tetap bergelung di dalam selimut layakya pasangan suami istri. “Sayang? Kamu dari mana?” Edric langsung menyadari kedatangannya.“Dari kamar kak Zoey.” Zura ikut naik ke atas kasur. Embun langsung melompat ingin memeluknya.“Anak mama belum tidur? Tadi katanya mau tidur sama papa?” tanya Zura dengan nada penuh kelembutan. Oh iya, sejak peristiwa itu, mereka melatih Embun untuk memanggil Edric dengan sebutan papa. Bukan om lagi. Dan sepertinya Embun sudah terbiasa sekarang. Bagaimana tidak? Edric memberinya pengertian dengan cara yang aneh bin ajaib.‘Pokoknya papa itu adalah laki-laki yang tidur dengan mama’. Simple dan Embun langsung mengerti, karena memang yang dia perhatikan setiap malam adalah mamanya tidur denga
Malam berlalu, Edric sama sekali tidak bisa tidur. Dia menjaga Embun yang sedang terlelap dan juga menunggu Zura terjaga. Yang lain jadinya memilih tidur di kamar ini juga. Ada yang tidur di sofa, ada yang menambah bed. Setelah percakapan mendalam tentang status Zoey, semuanya merasa lega karena ‘kembaran’ Zac itu sama sekali tidak berniat untuk meninggalkan rumah. Juga banyak air mata yang berjatuhan karena rasa haru setelah semuanya terungkap. Kini semua orang tidur dengan pulas. Kini masalah yang tersisa adalah Morgan dan Radesh. Mereka akan memikirkannya setelah kembali ke kota besok.Zura Taniskha Wijaya … wanita yang selalu ada dalam hati Edric. Dulu, sekarang dan sampai mereka menua nanti. Tak sekalipun Edric merasa cintanya luntur. Bahkan saat mereka terpisah selama empat tahun lamanya, atau saat Edric tau Zura akan mengkhianatinya, dia tetap mencintai wanita ini. Edric tau Zura adalah wanita sederhana dengan hati yang lembut, yang tidak mungkin bisa membencinya. Kini mereka
Ruang operasi terbuka dan sejumlah perawat mendorong hospital bad keluar. Edric, Zac dan Zoey langsung menghampiri dengan setengah berlari. Terutama Edric, langsung mengambil posisi di sisi kasur Zura karena ingin melihat wajah sang wanita itu. Pucat, jelas. Dan Zura masih dalam pengaruh obat bius. Dia masih belum siuman. Edric sangat tau itu karena dia pun mengalaminya kemarin lusa.“Gimana hasilnya, Dok?” Dia bertanya kepada Dokter sambil berjalan.“Operasi berjalan dengan baik, Pak. Mari ikut saya ke ruangan sebentar.”Edric mengangguk. Kemudian memberi kode kepada Zac dan Zoey agar mengikuti perawat sampai ke kemar Zura. Edric sudah memesan kamar persis di sebelah ruangan Embun. Hanya untuk malam ini saja, karena besok mereka akan pindah ke Cakrawala.Pembicaraan dengan dokter terbilang sebentar. Dua puluh menit setelahnya, Edric sudah kembali ke ruangan. Over all, operasi Zura berjalan dengan lancar dan tidak ada kendala yang terlalu berarti. Setelah ini Zura akan siuman, setelah
Setengah jam kemudian, Edric keluar dari kamar Embun, menuju ruang lantai dimana ruang operasi berada. Posisinya sudah digantikan dengan sang ayah yang tadi menyusul ke atas bersama Chris dan Amber yang baru saja datang. Zac dan Zoey masih menunggu dengan setia, dengan perasaan yang harap-harap cemas.."Jo, kau bisa ke atas kalau ingin istirahat. Biar kami berdua yang menunggu di sini." Edric menyarankan, melihat Zoey yang sepertinya sedikit mengantuk."Nggak kok, Kak. Aku masih sanggup."Edric dan Zac saling bertukar pandang. Akhirnya mereka sama-sama mengangguk. Pada akhirnya, ketiga kakak beradik itu duduk berjejer di kursi yang ada di sana."Jadi ... Zura adalah adikmu?" Edric berucap dengan hati-hati. Bertanya kepada Zoey yang duduk di tengah-tengah dia dan Zac."Hm. So funny. Sejak bertemu dengan dia, aku sama sekali tidak punya firasat apapun."Edric menyentuh jemari adiknya yang ada di atas paha perempuan itu dan meremasnya dengan pelan. "Tapi kau tetaplah adikku, saudara kem
Zac dan Zoey kini duduk berdampingan di depan ruang operasi dimana Zura sedang ditangani oleh tim medis rumah sakit. Sedangkan Chalondra, dia menemani Embun yang juga sudah diperiksa oleh dokter dan diberi obat untuk menghilangkan efek obat tidur yang terdeteksi di dalam tubuhnya.Chalondra menggenggam tangan Embun yang kecil. Sudah dua puluh menit dia duduk di sana tanpa bergeser sedikitpun. Tanpa berpaling dari wajah Embun yang pucat. Hatinya teriris melihat sejak siang Embun hanya tidur karena dicekoki obat dengan dosis tinggi oleh kakeknya sendiri. Sungguh keterlaluan. Chalondra rasa-rasanya ingin mencabik wajah dan tubuh Morgan serta Radesh karena sudah mengotori raga anak kecil yang tidak berdosa seperti Embun.Tidak hanya itu, Chalondra juga merasakan kepedihan mengingat semua ini terjadi menimpa keluarga kecil puteranya, Edric. Sepasang anak muda yang hanya ingin mempersatukan cinta, namun harus mengalami banyak ujian seperti ini. Hingga nyaris meregang nyawa. Padahal niat Edr
“Don’t cross your line, Chris. Aku tidak punya urusan denganmu.” Morgan memberi peringatan karena sepertinya Chris tidak main-main ingin membongkar semua rahasianya. Sial sekali! Dari mana Chris tau tentang semua ini?“Kau lupa sudah menghancurkan Eco Paper? Kau juga sedang cari masalah denganku, Morgan.” Chris tetap tenang meski Morgan memberinya ultimatum untuk tidak ikut campur. Morgan ini harus diberi pelajaran.Morgan menahan rahangnya kuat-kuat. Si tua bangka itu sepertinya tidak main-main. Morgan harus menarik ulur dulu. Dia jelas akan kalah kalau Chris sudah turun tangan. Dia dan Dominic adalah founder Eco Paper. Sudah pasti mereka akan membuat ini lebih ramai dari kemarin. Dia menarik napas kuat-kuat sambil tidak melepaskan sorot matanya dari Chris. “Mari kita pergi.” Dia memberi aba-aba kepada Radesh dan puluhan anak buahnya yang berdiri mengelilingi ruangan. Sepertinya, kali ini dia memang harus mundur. Tapi Dominic tentu saja tidak mengijinkannya. Langkah pertama Morgan