Jakarta, tiga hari kemudian.
Edric, Zac, Zoey bersama Dominic dan Chalondra, kini sedang duduk bersantai di ruang keluarga rumah besar Louis. Biasanya, setiap Edric pulang dari Dubai, mereka sekeluarga akan mengadakan quality time baik di rumah saja, maupun keluar. Hanya bersantai sekalian mendengarkan perkembangan Eco Paper.
Cha dan Zoey seperti biasa duduk di satu sofa, Edric dan Dominic juga sama. Sedangkan Zac, dia duduk menyendiri di satu sofa yang lain. Setelah ditampar kenyataan, bahwa Zoey bukanlah saudara kembarnya, Zac menjadi sedikit pendiam. Dia pun tanpa sadar membuat sedikit jarak dengan perempuan itu. Tidak hanya di rumah, tapi di kantor juga.
Ada perasaan aneh yang tidak bisa dia bendung untuk tidak menguasai hatinya. Seperti rasa tidak ikhlas dan rasa kecewa yang sulit digambarkan lewat kata-kata. Zac masih berusaha menata hatinya agar tidak tenggelam terlalu lama. Bagaimanapun, di mata Zoey, mereka ada twins sejati. Cepat atau la
Hmm kannn Zacc.
Setelah Zac dan Zoey akur, Dominic, Chalondra dan Edric pun mulai berkemas. Ada satu film yang sudah mereka sepakati untuk ditonton bersama. Film bertema keluarga namun ada romance dan action-nya juga. Hanya butuh waktu satu jam, mereka semua kini berada dalam mobil yang sudah dipersiapkan oleh supir. Dominic dan Chalondra duduk di bagian tengah, Zac dan Zoey di kursi belakang, sedangkan Edric duduk di kursi depan, menemani supir mereka. Sepanjang perjalanan menuju mall, Dom, Cha dan Edric masih berbincang-bincang seperti biasa, sedangkan Zac dan Zoey sibuk dengan ponsel masing-masing. Teringat akan pertanyaan Zoey di kamar tadi, Zac hampir saja keceplosan. Untung saja akal sehatnya masih berjalan, sehingga dia masih bisa berpikir. 'Aku memang sedang memikirkan sesuatu. Tapi ini sama sekali tidak ada hubungannya denganmu.' Jawaban Zac mengalir begitu saja tanpa berpikir dua kali. 'Tentang apa?' Zoey heran, merasa Zac tidak pernah merahasiakan ap
“Mama? Kenapa lama sekali?” Suara itu membuat jantung Zura seakan terlepas dari gantungannya. Dia yang awalnya ingin berbalik mengucapkan terima kasih kepada Edric, menjadi urung. Cepat-cepat dilangkahkannya kaki keluar dari lift dan sebisa mungkin menutupi anak kecil yang berdiri di hadapannya. Beberapa detik kemudian, pintu lift kembali terdengar saling menyatu. Fiuhh. “Embun kelamaan nunggu yah? Maafin mama, tadi ketemu sama temen dulu sebentar.” Zura membelai rambut anak perempuan kecil yang tadi memanggilnya ‘mama’ dan sekarang dia panggil dengan Embun. “I-iya … ta-tadi akuh ... akuh ... telepon nggak ... nggak diangkat,” jawab anak kecil itu terpatah-patah. Meski usianya baru tiga tahun lebih, kemampuan bicara Embun terbilang sangat baik. Berkat Zura selalu mengajaknya mengobrol sejak usianya baru sepuluh bulan dan tidak pernah melewatkan kegiatan membaca buku dongeng sebelum Embun tidur di malam hari. “Maafin mama ya? Ponsel mama di dalam tas.
Di lantai paling atas, Dominic melipat teropong kecil minimalis yang baru saja dia pakai untuk melihat sesuatu di lantai tujuh. Chalondra yang duduk di sebelahnya hanya mengamati apa yang sedang dilakukan oleh suami tuanya itu. Zac dan Zoey entah pergi ke mana. Tadi katanya ingin melihat-lihat menu desert yang ada di etalase. “Gadis itu di sini.” Dominic bergumam. “Gadis siapa, Dad?” Chalondra mengerutkan keningnya. “Zura. Dia bersama Edric di bawah sana.” Gerakan cepat Chalondra merampas teropong mini Dom, membuat laki-laki itu shock setengah mati. Tidak bisakah dia lembut sedikit? Berganti Cha yang berdiri di pinggiran teralis dan menyorot ke sembarang arah. “Di mana sih, Dad?” “Pasti sudah hilang. Sepertinya mereka akan ke sini.” “Serius??” Chalondra lagi-lagi membuat Dominic menahan napas karena gerakan cepatnya berpindah dari tepi teralis ke tempat duduk. Dasar ibu-ibu! “Entahlah. Itu dugaan saya saja
(Hai, maaf kalau sedikit dan kalau banyak typo. Aku nggak sempat dobel check. Makasihh.)."Embun mau makan apa, sayang? Mau es krim? Atau kentang goreng? Atau Mac 'n Cheese?" Chalondra menunjuk gambar-gambar yang ada di buku menu restoran cepat saji yang menjadi pilihan terakhir mereka, setelah terlalu lama berputar-putar.Embun seperti memperhatikan dengan seksama, kemudian menjatuhkan telunjuknya yang kecil di gambar es krim berwarna stroberi. Zura yang duduk di hadapan mereka pun langsung menggeleng."Jangan es krim ya, Nak? Sudah malam," lerainya lembut."Kata Mama udah malem." Embun mendongak ke atas seperti ingin mengadu pada Chalondra. Wanita paruh baya itu tersenyum dan membelai surai Embun yang pendek sebahu."Oh iya, sudah malam. Oma salah ya ajakin makan es krim? Makan kentang goreng aja ya? Biar Embun-nya kenyang?"Berganti Embun menoleh kepada ibunya. "Kentang goleng aja, Mama."Zura tersenyum sambil
Malam minggu keluarga Louis itu berakhir dengan para kaum wanita berpisah dengan kaum pria. Zoya, setelah menelepon Chalondra, akhirnya berhasil menemukan dimana sang ibu dan Zura berada. Dia yang sudah sempat makan sedikit, memilih untuk memesan cemilan yang sama seperti Embun. French fries with mayonnaise.“Kenalin, aku Zoey, adiknya kak Edric.” Sejak pertama dia duduk di sebelah Chalondra, dan di depan Zura, kembaran Zac itu langsung memperkenalkan dirinya. “Tadi kita belum sempat kenalan karena papa terlalu sibuk dengan dramanya.”Zura tersenyum kecil sambil menyambut uluran tangan Zoey. “Zura, Kak,” ucapnya.“Panggil Jo saja. Betewe aku nggak nyambung ngobrol sama mereka. Aku ke sini deh.”“Memangnya mereka ngomongin apa, Jo?” Chalondra sebenarnya sudah tau, suami dan kedua puteranya kemungkinan sedang membahas apa. Pastilah tentang Zura.“Mama pura-pura polos. Eh, Embun,
Hari Sabtu berganti Minggu, kemudian Senin datang tanpa aba-aba. Satu hari terlewat begitu saja seperti tanpa makna. Setidaknya itulah yang dirasakan Edric. Zura benar-benar tidak berniat berkunjung ke rumahnya untuk membawa Embun. Padahal Chalondra sudah bela-belain ikut menelepon. Zura si keras kepala. Itulah julukan baru yang diberikan Edric untuk wanita dari masa lalunya itu. Hari ini adalah hari pertamanya kembali bekerja setelah satu minggu lebih melakukan perjalanan ke Dubai. Zac, si Operational General Manajer dan Zoey yang adalah Finance General Manajer, kini sedang berada di ruangannya untuk melakukan briefing pribadi. Seperti yang dikatakan Zac hari Sabtu kemarin, dia harus menyerahkan laporan selama dia menjadi penanggung jawab Edric. Dia harus menjelaskan semuanya dengan rinci, agar Edric tidak melewatkan apapun. Begitu juga dengan Zoey yang wajib melaporkan tentang keuangan perusahaan kepada sang direktur. Sekitar setengah jam kemudian, Zac dan Zoey kel
“Selamat pagi, Bapak-bapak … perkenalkan, saya Zura, perwakilan dari Galaxy Group.” Suara lembut dan merdu Zura menarik jiwa Edric dan Hendry kembali ke dunia nyata. Tampaknya mereka sempat kebingungan sendiri dengan situasi yang terjadi sekarang. Bukan haya Hendry yang khawatir Zura akan mengenalinya, tapi Edric juga. Apakah Zura masih mengingat peristiwa lima tahun yang silam? Jika iya, tentunya dia akan mengenal Hendry dan bereaksi saat melihat pria itu untuk yang pertama kalinya tadi. Tapi nihil. Zura malah menunjukkan senyum manisnya kepada mereka berdua. “Silakan duduk, Ibu Zura.” Edric membuat gerakan seperti mempersilakan Zura duduk di kursi yang ada di hadapan mereka. Sedikit tergelitik dengan sebutan yang dia pakai untuk menyebut nama wanita itu. ‘Ibu Zura’. Lucu juga ya, mengingat mereka selalu bertemu dalam dua koindisi yang berbeda seperti hari ini dan malam minggu yang lalu. Zura berhasil membuat dirinya seperti dua pribadi yang berbeda. Zura as Embun m
Hasrat Edric sudah berada di puncak. Bayang-bayang wajah Embun yang kalau dipikir-pikir memang ada kemiripan dengannya, membuat Edric tidak berhenti berpikir sejak malam minggu kemarin.Saat Zura keluar dari ruang rapat tadi, Edric tiba-tiba tidak rela karena dia belum juga membahas tentang anak kecil itu. Ucapan ayahnya yang menduga Zura hamil saat mereka berpisah, mulai dirasa masuk akal. Pasalnya usia Embun sama persis dengan lamanya mereka terpisah satu sama lain.Desahan-desahan terdengar sahut menyahut, memenuhi ruangan kedap suara yang menjadi tempat Edric dan Zura melampiaskan hasrat terpendam mereka untuk yang kedua kalinya."Ouhhhh ..." Zura menggeliat merasakan sesapan Edric yang silih berganti di kedua bukit kembarnya. Peringatan bahwa dia sudah memiliki suami, ternyata tidak mempan bagi Edric. Pria itu justru menantang Zura yang jelas-jelas begitu gampang luluh jika sudah urusan ranjang. Tadi Edric sempat menyentuhnya sedikit, kemudian menjauh