"Ada apa, Mbak?" tanya Yana. Aku masih terpaku dengan pemikiran bimbang. Ini bukan karena rasa. Tapi lebih kekhawatiran dengan bayangan, tentang dampak yang akan terjadi.Bagaimana kalau seandainya mas Bayu mati karena aksi kenekatannya? Bagaimana kalau aku ke sana, sementara Jaka sudah mengancam agar aku tak menginjakkan kaki di rumah itu. Aku tahu, ibu mertua selalu membela Jaka meskipun ia sudah terbukti salah.Ya Tuhan, sulit sekali memutuskannya. Apa yang harus kuperbuat?"Mbak!" Suara Yana lebih keras hingga aku tersentak."Mas Bayu ngancam gantung diri, jika aku tidak ke sana, Yan," jawabku."Apa?" Yana terkejut dengan mata membulat."Siapa yang gantung diri?" Tiba-tiba ibu mendongakkan kepala di pintu.
Pergulatan antara Stela dan bu Yus makin panas. Ibu mertua dan Jaka berusaha melerai mereka. Namun Stela maupun lawannya tak mau kalah hingga berusaha melepaskan diri dan ingin melanjutkan. Sebuah pemandangan malukan karena Stela seorang gadis berpendidikan."Berhenti, Yus! Jangan bikin aku malu!" teriak bapaknya Inur."Biar ia tau rasa! Ia yang cakar muka anak kita ya harus dibalas dong!" Geram bu Yus. Jaka menahan ibu mertuanya itu."Biar sekalian mukamu kucakar!" Stela tak mau diam. Padahal tangan dipegang ibunya."Cukup!" Teriakan bapak mertua, hingga membuat suasana hening sesaat. Tentu semua terkejut karena suaranya sangat lantang. Namun berhasil membuat bu Yus menjauhi Stela seakan takut.Bapak itu mendekati ibu mertua dan Stela. Sementara Jaka terlihat takut karena p
Tidak ada tanggapan dari ucapan ibu. Aku menikmati kesendirian ini. Bahkan hidupku lebih terasa nyaman tanpa beban karena ulah keluarga suami. Hari-hariku lebih fokus mencari uang hanya untuk kebutuhan anak, orang tua dan membantu biaya kuliah Yana. Satu hal yang aku sadari, tempat akhir tujuan jika berpisah dari suami adalah orang tua. Susah senang hanya orang tuaku yang mengerti."Ada apa sih, Bu?" Bapak datang dan ikut duduk gabung dengan kami."Ini, Pak. Sudah tiga hari Rina berpisah dengan Bayu. Tapi Ibu lihat ia seolah ...." Ucapan ibu tak dilanjut. Hanya menghela napas besar seperti khawatir."Seolah apa, Bu? Ngomong yang jelas. Jangan bikin penasaran.""Ibu takut Rina tak butuh pendamping," lirih ibu."Astagfirullah'alaziim, Ibu kok ngomong gitu? Jangan mikir yang ma
"Cerai?" Mas Bayu mengulangi perkataan, yang kuminta darinya."Ya! Aku sudah cukup muak dengan tingkahmu, Mas. Ini untuk kebaikan kita berdua agar tidak ada yang tersakiti lagi.""Tidak, aku tidak ingin bercerai," tolak mas Bayu.Aku melanjutkan langkah. Rasa kesal ini makin bertambah mendengar penolakannya, setelah apa yang terjadi. Dasar egois!Saat kata cerai kuminta darinya, saat itu tanganku langsung terlepas. Sulit sekali menahan kesal. Lagi dan lagi, aku dituduh tanpa ia bertanya dulu. Ini tepatnya masalah kepercayaan. Jika ia tidak percaya aku, maka hubungan ini akan bermasalah disekitar itu lagi. Kapan aku bisa tenang menjalani hidup?"Tunggu, Rina! Rina!"Kupalingkan sekilas ke belakang, ia berusaha m
Dalam hati bimbang, aku tidak menjawab atau menerima kartu ATM-nya. Bukan karena merasa aku juga punya uang, tapi aku takut memberi kesempatan. Seandainya perkataan mas Bayu tidak terbukti, masalah lain akan muncul lagi."Rina, cobalah ingat kembali. Dulu kita bahagia sebelum aku kehilangan satu kaki."Aku tetap diam."Raka butuh kedua orang tuanya.""Sudahlah, Mas. Aku banyak kerjaan." Kuambil Raka dari gendongannya."Rina, tolong pikirkan lagi.""Kamu ngerti nggak dengan kata lelah? Kalian sekeluarga lengkap menyakitiku. Jadi buat apa kesempatan yang akan mengembalikanku ke masalah itu lagi." Lalu aku ingin menyeberang jalan."Tunggu, Rin! Ini ATM gajiku."&
Pov BayuHari-hariku terasa ada yang kurang, semenjak konflik rumahtangga belum selesai. Rina seperti enggan memaafkan. Ini masih kesalahan yangsama. Aku menuduhnya tanpa bertanya dulu. Apakah salah jika rasa cemburuhinggap dan tidak terima ia bersama lelaki lain. Jangankan terlihat, mendengarsaja hati ini sakit.Pulang kerja ada yang berbeda. Biasanya secangkir kopihangat dan handuk sudah tersedia. Tawa ceria Raka juga menyambut. Namunsekarang? Jangankan disambut, justru pulang kerja, Ibu bertanya kapan akugajian. Apalagi kalau bukan minta bantuan buat biaya kuliah Stela. Jika kuingatperlakukan Stela dulunya, tak sudi membantu. Hinaan bahkan ia tidak mengakuiakukakaknya belum bisa terlupakan.“Sok sekali ia melagak minta kita menyuruh Bayu buatceraikan dia. Merasa sudah jadi orang tuh, bar
Pov Bayu (2)Jika semua anak harus mengalah meskipun orang tua salah.Apakah seperti ini bentuk baktiku sebagai anak? Sudah dua kali ibu bicaratentang hutang dilahirkan, tapi kenapa hanya denganku saja? Berkorban demikakak dan adik sudah dilakukan, tapi apa yang kudapat? Kebahagiaanku hancurbersama hancurnya rumah tanggaku. Ibu, aku tahu jasamu tak kan bisa terbalaskan,tapi bisakah ibu merasakan apa yang kurasakan. Aku bukan patung yang terimajika kepala diinjank atau seluruh tubuh dipatahkan hingga tak berguna lagi. Akuanakmu, Bu ....“Apakah Ibu bahagia?” tanyaku menahan hati.“Yaa, Ibu bahagia jika tak ada masalah. Terutama masalahkeuangan, Bay.” Tanpa rasa bersalah ibu menjawab. Bahkan tak terlihat rasaprihatin dengan apa yang kualami.&ld
Pov Bayu(3)“Cepat jawab! Kamu hamil?” Ibu mendesak Stela meskipun iatetap menangis dalam diam. Bahkan air matanya semakin deras berjatuhan meskipunsudah diseka beberpa kali.“Kamu tidak mau jawab? Berati perkataan Ibu benar, Stela?” Akupun tak sabar ingin tahu tentang jawaban Stela.“Aku, aku nggak tau, Mas,” jawab Stela sambil terisak.Plak!Seketika ibu langsung menampar Stela. Pandangan marahmeskipun mata berkaca. Bahkan kulihat tangan ibu gemetar mengepal seolahberusaha menahan emosi.“I-Ibu, kenapa menamparku?” Stela tergagap sambil memegangpipinya yang bekas tamparan.“Kamu aku sekolahkan tinggi-t
Mas Bayu menelepon memberitahukan tentang kematian Stela. Innalillahi, tak menyangka jika umur Stela sependek ini. Bahkan yang lebih parahnya, Stela pendarahan hebat karena ingin menggugurkan kandungannya. Pemikiran yang pendek hingga gadis seperti Stela mau melakukan hal yang membuat ia kehilangan nyawa. Teringat bagaimana dengan angkuh, ia menghina dan membanggakan pendidikannya. Hanya saja pendidikan belum tentu membuat seseorang berpemikiran panjang. Semoga Tuhan mengampuni semua dosa Stela, Aamiin."Kamu penyebab anakku mati! Kamu yang membunuh anakku! Kamu pembawa sial!"Baru menginjakkan kaki di sini, mataku langsung disuguhkan pemandangan yang sangat memprihatinkan. Ibu mas Bayu menyalahkan Inur di depan para pelayat. Sebuah alasan yang tak berlogika, kenapa Inur disalahkan atas kematian Stela. Astagfirullah'alazim ... Astagfirullah'alazim.
Pov Bu IdaRasanya duaniaku mau runtuh. Siang ini ada seseorang datangkerumah memberi kabar tentang Stela. Dan yang membuat rasanya hampir berhentibernafas, Stela pendarahan di sebuah rumah seorang wanita, yang diketahui bahwawanita itu adalah dukun beranak. Ya Tuhan, jangan renggut anakku.Tadinya aku sudah sangat senang melihat Stela tidak lagimurung. Ia berdandan cantik seperti biasa ke kampus. Bahkan saat minta izin,terlihat senyum mengambang di bibirnya. Ia putriku yang cantik danberpendidikan.Berbagai cara telah dilakukan untuk menutupi kehamilanStela. Namun setelah kedatangan Leha, ia semakin terpuruk karena para tetanggamengetahui kehamilannya. Putri yang dibanggakan dengan berpendidikan, dimanjadan bahkan semua kemauannya selalu dipenuhi semaksimal kemampuanku, akhirnyabernasib seperti ini. &
Pov BayuMungkin saat ini Rina sudah mendapatkan apa yang ia mau.Surat cerai. Tak ingin larut dalam kesedihan akan rasa kehilangan, setiappulang kerja aku menyibukkan diri berkebun. Maksudnya berkebun dengan polybagdi halaman rumah. Dan kini, rumah terlihat hijau dengan sayuran yang mulaimenampakkan banyak daunnya. Sebuah hobi yang juga menghasilakan uang meskipuntak banyak.“Ini kopinya, Bay.”Kupalingkan muka ke teras, ibu meletakkan secangkir kopi dimeja. Tanpa diminta, ibu selalu melakukannya. Kadang sepiring pisang gorengjuga menemani memanjakan lidah. Hidangan sederhana yang mengingatkan aku padaRina. Dulu ia yang sering menghidangkan itu. Rina ..., rindu ini hanya untukmu.Setelah mencuci tangan, aku duduk di teras. Menikmatisuasana sore yang akan
Rasanya tak menyangka jika Inur akan seperti ini. Kulitwajah mulus, putih dan glowing sudah tak terlihat. Yang ada hanya seseorangyang mepunyai kulit bekas melepuh karena terbakar. Tapi hanya di bagian pipisebelah kanan, namun tetap saja terlihat mengerikan. Astagfirullah’alaziim.“Ka-kamu bukan Inur, tidak mungkin.” Jaka mungkin syokdengan apa yang dilihatnya. Dan mungkin semua orang di ruangan ini juga sepertiitu.“Mas, aku Inur istrimu,” lirih Inur berusaha mendekati Jaka.“Jangan mendekat! Aku takut melihatmu.”“Apa kamu tak bisa lihat jika Jaka takut melihatmu?” ketusibu mas Bayu. Dari cara bicaranya, bisa dipastikan jika ia tak menyukai Inur.“Bu, aku istri Mas Jak
“Kita jalan-jalan ke mana, Rin?” tanya Ibu sambil memasukanmakanan ke rantang.“Ke danau aja, Bu. Di sana pemandangannya bagus.”“Nggak apa-apa rumah makan ditinggal?” tanya bapak sepertienggan pergi. Tentu saja bapak merasa senang dengan usaha rumah makan ini. Kamibisa makan enak dan menghasilkan uang. Dari penghasilan rumah makan, tak lupa disisihkanuang buat biaya kuliah Yana. Dan ini lebih baik dari dulu saat bapak menjadipemulung.“Sekali-sekali apa salahnya kita refreshing, Pak. Lagian adaDoni yang ngurusin rumah makan kita. Kita percayakan saja, toh ia orangnyajujur kok.”“Bukan itu masalahnya, hanya saja Bapak merasa nyamanmengurus usaha ini.”“Iih, Bapak.
Pov Bu Ida“Wah, banyak sekali belanjaanmu, Stel.”“Iya dong, Bu. Kapan lagi aku menikmati hidup kalau bukansekarang.” Stela duduk sambil meletakkan semua belanjaanya di meja. “Ini untukIbu.” Stela menyodorkan sebuah kantong belajaanya padaku.“Ini buat Ibu ya?” Senang sekali Stela membelikan akusesuatu. Segera aku buka kantong itu.“Iyaaa. Semoga cocok sama Ibu.”“Waaah, gamisnya bagus sekali, Stel. Trus ini sendalnya ...,astaga, harganya mahal sekali.” Baru kali ini aku punya sendal mahal. Palingamahal yang pernah aku punya hanya sekitar sembilan puluh ribu. Mendadak merasajadi orang kaya deh.“Kapan Bagas ke sini lagi? Trus kapan ia membelikan mobildan rumah?”Dari setelah menikah hanya janji yang ada. Bagas hanyasekali ke sini setelah menikah. Stelah itu tak muncul lagi. Aku tahu Stelatidak mempermasalahakan itu, yang penting uangnya
Pov Inur“A-apa? Kamu minta cerai, Nur?” Suara mas Jaka tergagap.Tepatnya mungkin ia merasa syok dengan permintaanku. Lah iya laah, siapa jugamau punya suami cac*t dan tak berg*na. Aku masih cantik dan bisa mencari lelakilain yang bisa memanjakan diri dengan uang.“Sudah putraku begini ulahmu, kamu meninggalkannya tanparasa kasihan?” Ibu yang masih berstatus ibu mertua, bersuara lantang menatap. Dikiranyaaku akan diam saja, nggak dong. lagian apa lagi yang bisa diharapkan dari keluargaini. Capek iya.“Mungkin nih ya, ia lebih tertarik sama su*mi orang, Bu,”timpal Stela mencemooh. “Kamu juga sadar diri dong, statusmu apa?” Tentu aku tidaktinggal diam.“Aku lebih ba
Pov Jaka“Tidak! Tidak! Ini pasti mimpi, ini pasti mimpi!”“Kakiku! Ibu ... kakiku, Ibu ....”“Aaaak! Aku mau mati saja, aku tak ingin hidup lagi, Ibu....”Teriakan ini berkali-kali saat melihat dan merasakan, akukehilangan kedua kaki. predikat lelaki cacat yang tidak berguna, itulahsebuatanku. Tidak, ini hanya mimpi. Tidak!“Sabar, Nak. Sabar ....” Ibu memelukku ketika aku tak mampulagi berdiri sendiri. Di ranjang ini, disaksikan semua keluarga betapa malangnyanasibku. Kecelakaan itu membuatku kehilangan kaki. Bahkan di setelah kecewamelihat Inur selingkuh. Istri yang dipuja, dibanggakan dengan pintarnya merawatdiri, tapi tega mengkhianati. Aku seperti seonggok sampah yang ta
Ini bukan karena aku tak kasihan ke Raka, tapi ini demikebaikan dan kelangsungan hidup membesarkannya. Tak ada niat memisahkan antaramas Bayu dengan Raka, namun ini masalah kenyamanan. Jika aku memaksakan tetapbersama mas Bayu, mau tak mau pasti berhubungan dengan ibu dansaudara-saudaranya. Untuk mencari uang akan terhalang karena memikirkan banyak masalahyang timbul. Aku capek dan jenuh dengan semua itu.Tentang sikap mas Bayu akan berubah, itupun membuatku takyakin. Jika mas Bayu kecewa dengan penolakan dari aku, itu tetap terjadi danaku harus memikirkan diri sendiri. Menenggang rasa sudah dilakukan dari dulu.Hasilnya, aku terbelenggu seputar masalah itu juga tanpa ada solusi darinya.“Jangan pernah istilah janda menjadikanmu minder. Hidupkalau memikirkan tentang pendapat orang tak akan habis. Pikirkan bagaimanamembesarkan Raka de