Share

Baralek

Author: Maheera
last update Last Updated: 2022-12-19 12:08:42

Tak terasa hampir tiga minggu Kenan di Kota Padang. Outlet ayam geprek pun sudah dibuka dua hari yang lalu. Seperti perkiraannya, para pembeli sangat antusias datang untuk mencicipi menu restoran mininya. Semua itu tak lepas dari strategi marketing Kenan. Restorannya memiliki beberapa akun media sosial. Mulai dari instagram, tiktok, fb, channel youtube, dan twitter. Semua akun itu dimanfaatkan untuk mempromosikan usahanya setiap hari. Menurut pria itu, hampir seluruh masyarakat di dunia menggunakan media sosial. Jadi, akan lebih mudah mempromosikan usaha melalui dunia maya, lagi pula cara itu gratis dan ampuh.

"Kenan, alah siap?" Mak Rusli berdiri di ambang pintu kamar Kenan yang terbuka.

Kenan yang baru saja selesai menyisir rambutnya, berbalik. Dia berjalan mendekat. "Sudah, Mak."

"Capeklah, beko malam bana hari."(1) Mak Rusli menepuk bahu kemanakannya pelan, lalu beriringan turun ke lantai satu.

Di ruang tamu Naya terlihat sudah rapi. Mengenakan gaun terusan berlengan pendek, yang
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Hidup di Dua Hati   Akhiri Saja

    Lagi-lagi hujan. Hasna mengurungkan niatnya pulang cepat hari ini. Dia kembali masuk ke dalam studio, berniat menyelesaikan editan foto. "Lah, enggak jadi pulang?" Refan yang sudah bersiap pulang menyapa Hasna yang berjalan ke ruangannya."Hujannya deras, tunggu reda aja," jawab Hasna terus berjalan."Ya, pake gocar. Motornya tarok di sini." Refan memberi ide, dia heran, kok, bosnya itu tidak berpikir ke sana.Tangan Hasna yang sedang memegang gagang pintu ruang kerjanya, berhenti sejenak, menatap ke arah Refan. "Siapa yang bayar? Kamu?" Refan langsung mencebik. "Ogah, mending duitnya buat jajan bakso bareng Juleha, bisa suap-suapan. Lagian, ya, kamu itu banyak duit, kok, perhitungan banget?" Pria itu tak habis pikir dengan pemikiran Hasna.Hasna menekan gagang pintu ke bawah, hendak masuk ke ruangannya, tetapi sebelum itu dia menjawab, "Kalau bisa gratis, ngapain bayar." Dia mengulas senyum yang terlihat sangat menjengkelkan di mata Refan. "Prinsip apa itu? Yang ada penyuka gratis

    Last Updated : 2022-12-19
  • Hidup di Dua Hati   Kecewa

    Nuraida mencoba bersikap biasa saja selama resepsi, meski hatinya dipeluk kesedihan. Pertama kali melihat Hasna di rumah sakit, instingnya mengatakan wanita berambut panjang itu adalah wanita baik. Naluri seorang ibu sangat tahu mana yang terbaik untuk putra. Di setiap sujudnya, Nuraida selalu berdoa agar keduanya berjodoh.Apalagi melihat perubahan dalam diri Kenan. Walau tidak kentara terlihat, tetapi dia tahu putranya tampak lebih bersemangat. Mata Kenan selalu memancarkan binar bila menyebut nama, Hasna. Pria itu juga akan menceritakan apa-apa saja kelakuannya yang membuat Hasna jengkel. Tak pernah Nuraida melihat putranya sehidup itu."Ma, kok ngelamun?" Suara Kenan mengembalikan kesadaran Nuraida. Dia mengedipkan mata untuk mengalihkan fokusnya. Nuraida mencoba tersenyum untuk menutupi gundahnya. "Enggak, Mama ingat Papa," elaknya, mata Nuraida memindai wajah Kenan dan Hasna yang berdiri di depannya, bergantian.Nuraida meminta Hasna mendekat. Meski ditutupi oleh si wanita, tet

    Last Updated : 2022-12-20
  • Hidup di Dua Hati   Kesepakatan

    Hasna masih bergelung dalam selimutnya. Keadaan wanita itu sedang tidak baik. Dua hari yang lalu dia nekat menembus hujan menggunakan sepeda motor, tanpa mengenakan mantel. Hasilnya, sesampai di rumah Indah mencak-mencak. Hasna tak membantah perkataan ibunya. Pikirannya sedang kalut memikirkan permintaan Mama Kenan. Harusnya dia tak memedulikan, tetapi nuraninya tak bisa bertindak sekejam itu. Apalagi Mama Kenan baru pulih, bisa saja kambuh kembali bila mendengar kebenaran itu."Ibu sudah bilang, kalau hujan mending tunggu sampe berhenti." Indah menempelkan kompresan ke dahi putrinya."Kelamaan, Bu. Hujan enggak bakalan berhenti juga." Hasna meraih tisu lalu mengeluarkan ingus yang menyumbat hidungnya."Kamu dibilangin. Tau dari mana hujan enggak bakal berhenti?" "Ya, nebak aja."Indah menepuk lengan Hasna dengan gemas. "Kebiasaan! Jawab suka asal. Kalau dibilangin itu dengar. Ini ngenyelnya ngelebihin cilok." Indah mulai mengeluarkan omelan khasnya, meanalogikan semua dengan makanan

    Last Updated : 2022-12-20
  • Hidup di Dua Hati   Rasa yang Lebih Luas

    Persiapan pernikahan Kenan dan Hasna dilakukan segera mungkin, semua atas permintaan Nuraida. Dia mengatur kapan acara pernikahan tersebut diadakan. Dia takut jika kedua orang itu berubah pikiran. Bagaimanapun dia tahu, keduanya tidak memiliki cinta di dada mereka, setidaknya belum. Nuraida yakin, bila terbiasa bersama, rasa akan tumbuh perlahan. Apalagi Hasna wanita yang sangat menyenangkan, akan sangat mudah menyukai wanita tersebut.Seperti hari ini, Nuraida bercermin, memastikan penampilannya sudah rapi. Wanita itu berencana ke kantor kelurahan untuk mengurus surat pengantar nikah untuk Kenan, sebelum diserahkan kepada pihak Hasna. Dia seolah-olah tak pernah sakit sebelumnya. Senyum tak berhenti terulas dari bibir wanita tersebut. Meski Kenan sudah menyarankan untuk membayar orang saja seperti pernikahan Salwa, tetapi Nuraida menolak. Dia ingin melakukan semua sendiri. Namun, baru saja hendak membuka pintu kamar, dadanya terasa amat sakit. Seperti ada yang menindih jantungnya di d

    Last Updated : 2022-12-22
  • Hidup di Dua Hati   Sesuatu yang Ada Padamu

    Hari ini awal November, minggu pertama di musim penghujan. Langit seolah-olah tak pernah lelah menumpahkan titik-titik air dari lambungnya. Seperti pagi ini, mendung tidak hanya menggelayuti nabastala, tetapi juga di keluarga besar Kenan. Sang mama tercinta akhirnya berpulang ke pangkuan Yang Maha Kuasa menyusul almarhum Papa mereka. Rumah megah berlantai dua terlihat ramai oleh orang-orang yang hendak bertakziah. Sebelumnya, para tetangga terdekat telah mengeluarkan kursi-kursi sebagai tempat duduk para tamu. Pemuda-pemuda yang ada di sekitar sana juga mendirikan tenda dan menyiapkan keranda untuk mengusung jenazah Nuraida ke pemakaman. Tempat pemandian pun juga sudah disiapkan di belakang rumah dan ditutupi dengan tirai-tirai, agar jenazah tak terlihat auratnya saat dimandikan.Salwa tampak sangat terpukul dengan kepergian mamanya. Dia tak berhenti menangis di pelukan sang suami. Sementara Kenan terlihat lebih tabah. Tak setitik pun air mata jatuh di pipinya. Dia hanya diam sembar

    Last Updated : 2022-12-22
  • Hidup di Dua Hati   Obsesi

    Naya berkali-kali menelpon ayahnya. Dia tak sabar mendengar kabar baik. Pasti Kenan tak akan bisa menolak permintaan Mamaknya, karena hanya Mak Rusli satu-satunya keluarga dekat yang pria itu punya.Naya tak bisa menemani ayahnya ke Jakarta karena bertepatan dengan sidang skripsinya. Akan tetapi, sebelum sang ayah pergi, dia sudah meminta agar menikahkan dirinya dengan Kenan. Tentu dengan sedikit drama dan kebohongan. Gadis itu mengatakan, dia yakin sepupunya itu juga menyukainya, hanya saja segan kepada Mak Rusli yang membuat pria tersebut enggan mengutarakannya.Deru mobil yang memasuki pekarangan rumah, membuat Naya setengah berlari menyongsong. Dia tersenyum melihat sang ayah keluar dari mobil. Dia segera menghampiri Mak Rusli, mengambil alih tas kecil dari tangan pria tersebut, lalu mencium takzim tangannya."Baa telepon Ayah indak aktif?" tanya Naya lembut.(1)Mak Rusli merangkul bahu putrinya, seraya mengajak masuk ke dalam rumah. "Tadi Ayah matian. Lupo maaktifkan baliak."(2)

    Last Updated : 2022-12-23
  • Hidup di Dua Hati   Kolase Harapan yang Hancur

    Kenan menyibak gorden putih yang menutupi jendela kamar Hasna. Dia mendorong kaca dan membiarkan udara pagi menyentuh tulang hidungnya. Aroma tanah basah dan kicauan burung ikut menyambut pagi. Sisa-sisa embun bergelantungan di ujung daun, menunggu jatuh ke tanah atau kering disapu angin. Hujan semalam masih menyisakan udara dingin, meski tidak terlalu menusuk. Kenan suka suasana seperti ini. Begitu tenang dan damai.Dia melirik ke arah pembaringan. Di mana Hasna sedang tertidur sangat nyenyak. Kenan tersenyum, seraya mendekat. Orang bilang, kalau ingin membuktikan seorang wanita memiliki kecantikan alami, lihatlah saat dia tertidur. Sepertinya ujaran itu benar. Hasna tampak seperti seorang putri. Wajah tanpa polesan make-up membuatnya terlihat jauh lebih muda dari usia sebenarnya. Sayang sekali, pose tidurnya membuat Kenan terkekeh. Kaki kiri di barat, kanan di timur. "Pokoknya, kamu tidur di sofa!" Hasna berkacak pinggang menatap Kenan dengan wajah cemberut."Mana boleh." Kenan men

    Last Updated : 2022-12-23
  • Hidup di Dua Hati   Romansa Mengharu Biru

    Hasna berulang kali menyembunyikan wajah di dada Kenan. Dia tak ingin para tamu di pesta ulang tahun salah satu relasi Kenan melihat rautnya yang kini memerah. Bagaimana tidak? Pria itu tanpa tahu malu menggendongnya ala bridal, hanya karena dia mengeluh pergelangan kakinya sakit sebab terlalu lama memakai sepatu hak tinggi. Hasna sudah berbisik minta diturunkan, alih-alih pria semakin merapatkan tubuh si wanita ke dadanya."Duduk di sini." Kenan menurunkan Hasna, lalu mendudukkannya di atas kursi. Dia lalu berjongkok melepas sepatu tinggi yang menjadi alas kaki si wanita."Eh, jangan. Aku bisa sendiri." Hasna bermaksud mencegah, tetapi urung melihat sorot mata Kenan yang tegas yang seakan melarangnya bergerak.Hasna kembali menegakkan tubuhnya dan membiarkan Kenan membuka tali sepatu hak tinggi miliknya. Dia sedikit mengenyit saat sepatu itu dilepas."Sakit?" tanya Kenan, seraya menengadah menatap Hasna.Hasna meringis. "Dikit."Kenan menganjur napas panjang. "Lain kali enggak usah p

    Last Updated : 2022-12-26

Latest chapter

  • Hidup di Dua Hati   Bertahun Kemudian

    Hasna membekap mulut agar isaknya tak terdengar keluar. Hati wanita itu lelah terus berharap agar manik matanya melihat dua garis merah. Namun, hampir dua tahun pernikahan dan menghabiskan banyak tespack, lagi-lagi dia harus menelan kecewa. Dia selalu berdebar saat jadwal menstruasi datang. Berharap siklus bulanan itu berhenti dan memberikan kabar baik. Namun, sepertinya Hasna harus memupus harapan memiliki anak."Sayang, buka pintunya." Suara Kenan terdengar dari balik pintu kamar mandi. Panggilan sang suami tak membuat Hasna bergeming. Dia masih sibuk mengemasi rasa kecewa yang kembali berhamburan ke dadanya. Dia menatap pantulan wajah yang terlihat kacau di dalam cermin. Pikiran-pikiran buruk bertandang ke tempurung kepalanya. Bagaimana jika dia tak bisa memiliki anak? Bagaimana jika Kenan menggantikan posisinya dengan wanita lain? Lalu, jawaban apa yang akan diberikan kepada sang ibu yang sangat berharap menimang cucu?Bila pertanyaan-pertanyaan itu mendesak kepalanya, Hasna kemb

  • Hidup di Dua Hati   Cinta Akan Membawamu Kembali

    Harusnya Hasna menahan diri lebih lama tinggal di rumah, tetapi tiga hari menghabiskan waktu melepas kerinduan, berbincang pengalamannya selama dua tahun dengan ayah serta ibunya, dia tak tahan untuk tidak menemui Refan. Dia penasaran, bagaimana temannya itu mengelola studio foto yang dia titipkan. Apakah berkembang? atau malah berantakan?Setelah berpamitan kepada kedua orang tuanya, Hasna meraih kunci dan mengemudikan mobil menuju studio foto. Di sepanjang perjalanan hatinya menghangat melihat tempat-tempat yang pernah dikunjungi bersama Kenan. Sosok pria itu selalu mengikuti ke mana saja dia pergi, seakan tak bosan menghadirkan ke dalam ruang imaji. Sekuat apa pun Hasna mencoba mengusir, bayang-bayang pria tersebut selalu datang. Namun, sosok Kenan yang dia lihat beberapa hari yang lalu, menghantarkan perih ke dadanya. Apakah pria itu telah melupakannya? Mengapa Refan tak mengatakan apa pun? Hal ini juga yang membuatnya ingin segera bertemu.Dering telepon membuyarkan ingatan Hasn

  • Hidup di Dua Hati   Masih Adakah Cinta Untukku?

    Rumah berlantai dua di hadapan Kenan masih sama. Hamparan rumput jepang, bunga-bunga hias, dan riuh kicau burung perkutut milik Ayah Hasna. Pria itu tak melihat perubahan apa pun meski putri sang empunya rumah melanglang buana entah ke mana. Hanya saja saat bertamu, ada kekosongan di mata renta Hasan, setiap kali nama putrinya disebut."Hasna paling tidak suka suara burung perkutut," celutuk Hasan. Saat ini keduanya duduk di teras, seraya menikmati mentari yang mulai lingsir ke barat.Kenan tersenyum tipis. Dia ingat omelan Hasna saat hendak membawa salah satu burung perkutut milik Hasan. Wanita itu bilang, suara perkutut itu tidak merdu, membuat telinganya pekak. Dia pikir alasan yang dikatakan si wanita sangat mengada-ngada, tetapi Kenan tak berani memprotes. Bila satu pertanyaan mengandung protes saja keluar dari bibirnya, Hasna dengan senang hati membawakan bantal dan selimut ke sofa. Tak lupa mengatakan bahwa dia ingin tidur sendirian."Dia pasti mengatakan kalau suara perkutut i

  • Hidup di Dua Hati   Ruang Hampa

    Kenan membuka jendela kamar untuk melihat bulan sabit yang tergantung di langit malam. Angin sedikit berisik, entah apa yang sedang mereka perbincangkan. Mungkin sedang membicarakan pria yang terlihat hidup, tetapi mati. Seseorang pecundang yang kini hidup dari sisa kenangan yang dikais dari masa lalu.Pandangan Kenan jatuh pada bunga-bunga hias di samping rumahnya. Bunga lili beraneka warna memenuhi rak-rak besi yang dicat merah menyala. Dia ingat, dulu Hasna merengek padanya agar dibuatkan rak-rak tersebut. Kesukaan pada bunga lili, sama persis seperti almarhumah sang mama. Hampir setiap sore, wanita itu berada di sana. Memberikan kasih sayang seperti seorang ibu kepada anaknya. Sering Kenan meledek, mengapa Hasna bicara pada bunga yang jelas tak bisa mendengar atau merespon ucapannya. Wanita itu menjawab, bunga-bunga itu seperti anak baginya. Bila dirawat dengan segenap kasih sayang, dia akan tumbuh subuh. Mereka memang tak bisa mendengar, melihat, tetapi bisa merasakan kasih s

  • Hidup di Dua Hati   Waktu yang Tepat Untuk Berpisah

    Kenan menatap pintu bercat putih di hadapan dengan sorot entah ... seperti pintu, hati Hasna juga tertutup untuknya. Kata-kata wanita yang pernah mengisi hatinya itu, teramat tajam menikam jantung. Meski tak berkata kasar, tetapi mampu menebas semua harapan yang dia bangun sejak beberapa hari yang lalu. Setelah mengantar jenazah almarhum Naya ke kampung halaman dan memakamkannya di sana, Kenan kembali ke Jakarta dengan seribu doa yang selalu dia langitkan. Semoga Hasna mau memperbaiki dan mengarungi kembali samudera rumah tangga bersamanya. Dia yakin, tak mudah cinta pupus dari hati wanita tersebut. Apalagi mereka nyaris memiliki seorang anak. Oleh karena itu, dengan keyakinan penuh dia mendatangi Hasna. Meminta maaf dan berharap sang wanita mau kembali padanya. Namun, dia lupa sesuatu. Hati yang tersakiti tidak mudah melupakan siapa penggores luka begitu saja.Raut datar dan dingin Hasna masih terbayang di pelupuk mata saat tadi keduanya berbicara di teras rumah. Tatapan sang wanita

  • Hidup di Dua Hati   Hati yang Masih Bersiteru

    Kata ikhlas mungkin sangat mudah untuk diucapkan, tetapi sulit diaplikasikan. Bisa saja bibir mengatakan ratusan kali. Namun, bagaimana dengan hati yang telanjur tersakiti? Tidak mudah luka yang bersarang di dada sembuh begitu saja. Bagi sebagian orang butuh waktu yang sangat lama, tapi bagi sebagian lagi mungkin bisa sangat cepat, tergantung sedalam apa perih terhunjam ke kalbu dan sebesar apa benak mengingat rasa kecewa.Seperti Hasna, dia mungkin memaafkan almarhumah Naya. Dia mencoba mengerti alasan yang melatarbelakangi gadis tersebut berbuat keji padanya. Harapan terlalu besar, tetapi sama sekali tak sesuai kenyataan, membuat gadis itu depresi. Membiarkan pikiran-pikiran buruk menguasai dirinya, hingga terjebak dalam ilusi yang diciptakan sendiri. Pola salah asuhan juga memicu kepribadian yang tak menerima penolakan dari siapa pun. Doktrin sejak kecil bahwa dia adalah seorang ratu, putri kesayangan almarhum Mak Rusli, bisa memiliki apa saja, boleh meminta apa pun, membuat Naya

  • Hidup di Dua Hati   Lepaskan dan Ikhlaskan

    Nahas ... pijakan-pijakan pengampu terjerat ketetapan adat Tali Tigo Sapilin. Tercabar hatiku tertebuk pasak kelaziman etika. Isyarat jarimu seolah-olah menyuruhku diam dan mendengarkan semilir angin di persawahan. Langkah-langkah berangasan kakiku berhenti beranjak, beradu tajam pada sengatan matahari Tertunduk, mataku melihat hamparan keindahan padi mulai menguning. Di senja kala kupetik setangkai dan menyelipkan di daun telinga. Tersenyum dan berlari sesekali melewati sungai-sungai kecil di antara seruan-seruan manja memanggilku, memaksa mengejar mengiring selaras pada seiras wajahmu yang memesona.Naya, ruang sepi.-----------Kenan termenung melihat goresan tangan Naya. Sebuah diary bersampul biru langit diberikan gadis itu semalam dan berpesan agar membaca semua yang tertulis di buku berukuran dua telapak tangan orang dewasa. Dari sekian banyak curahan hati Naya, yang semuanya perihal kerinduan kepada sang pria, juga betapa kesepiannya dia tanpa kasih sayang seorang ibu meski

  • Hidup di Dua Hati   Bukan Mereka, tapi Untukmu

    Susah payah Hasna menahan air mata agar tak jatuh di ruang perawatan Naya. Dia bergegas keluar dari tempat itu, menolak bantuan Salwa mengantar kembali ke kamarnya. Dia seolah-olah punya kekuatan lebih untuk menghindar lebih cepat. Napasnya memburu, dia menggerakkan kursi roda dengan gesit. Namun, bukan ke kamarnya. Hasna justru membelokkan kursi roda ke taman rumah sakit. Di bawah pohon akasia yang berdaun rimbun, sepi dari lalu-lalang orang, dia menghentikan gerakan tangannya. Genangan air di kelopak mata, akhirnya luruh jua. Tetes-tetes tangis menderas di pipi Hasna, sementara bibirnya bergetar menahan isak. Dia tak tahu apa yang tengah dirasakan. Semua rasa padu di dada. Kasihan, marah, dan benci. Dia tak bisa mendefenisikan, hanya ingin marah pada nasib yang tengah dilakoni. Salahkah jika belum mampu memaafkan Naya? Dia hanya manusia. Tak mudah bersikap baik-baik saja, sedangkan hatinya sudah tak berbentuk lagi, hancur berkeping-keping. Hasna lelah berpura-pura tegar. Selalu me

  • Hidup di Dua Hati   Pusaran Samsara

    Hasna berharap bulan Desember tak pernah ada, pasti lebam-lebam di dadanya juga tak akan tercipta. Juga berharap tak pernah mengenal kata cinta. Dua kali membuka hati, selalu kecewa menjadi muara. Andai saja tiada sang ayah menjadi penguat, mungkin saat ini dia tinggal nama. Bukan berarti dia pecundang, memilih menyelesaikan dengan cara hina, tetapi luka di dada terlalu dalam hingga menyeretnya dalam pusaran lara. "Ini takdir. Kita dipaksa berdiri di tengah-tengah pusaran samsara dan parahnya, tidak bisa menolak. Hanya menerima pasrah hantaman dari keperkasaan garis nasib." Hasan menasehati sang putri yang duduk termangu di atas kursi roda. Keadaan Hasna sudah lebih baik. Dia hanya butuh beberapa kali terapi dan pengobatan rutin agar kembali pulih seperti sedia kala. Namun, pria itu tahu. Luka batin putrinya butuh waktu yang sangat lama untuk kembali baik-baik saja. Saat luka itu sembuh, bukan berarti lupa. Benaknya akan menyimpan ingatan tersebut menjadi kenangan paling kelabu yang

DMCA.com Protection Status