Barra mengadakan pesta barbecue di rumahnya hari ini, untuk merayakan keberhasilan film yang diperankannya kali ini. Barra mengundang beberapa pemeran dalam film itu, para teman Artisnya, serta aku, Ryan, dan Naomi juga turut diundang untuk hadir.
16.20
“Eh? Erin?” Ujar Barra kepadaku yang sudah tiba di rumahnya.
“Ahh aku terlalu cepat, ya?” Tanyaku yang melihat wajah Barra tampak heran dengan kedatanganku.
“Em. Apa kamu tidak tahu, kalau acaranya jam 6 nanti?” Ujar Barra kepadaku.
”Ohh tahu... Aku tahu acaranya itu jam 6. Tapi, kebetulan aku baru selesai melakukan pekerjaanku di kantor tadi, jadi aku malas jika harus pulang dahulu ke rumah lalu datan
Teng nong~ Teng nong~ “Emm... Barra!” Panggilku yang akhirnya bisa melepaskan bibirku darinya, dengan berusaha mendorong tubuhnya. Barra yang akhirnya melepas pelukannya dariku, wajahnya langsung menatapku dengan ekspresi terkejut dan bingung. Dia tampak terkejut dengan suatu hal yang dia perbuat sendiri. Dia sepertinya belum sadar sepenuhnya. Pria itu hanya terus menatapku, dia sepertinya belum dapat mendengar suara bel yang terus berbunyi sejak tadi. “Hei! Apa kamu tidak dengar suara bel itu? Itu ada orang di luar. Ada tamu yang datang.” Ucapku, berusaha menyadarkan Barra yang jiwanya belum benar-benar terkumpul sepenuhnya. “Ahhh... Ah iya!” Ujarnya agak terbata-bata, lalu segera beranjak untuk membukakan pintu bagi tamu yang sudah menunggunya sejak tadi.
Aku menepati perkataanku ke Barra tadi. Aku mulai beranjak kembali ke rumah itu untuk menemui Barra. Namun, langkah kakiku tiba-tiba terhenti. Rasa resah dan gelisah itu mulai datang kembali. Hatiku merapa begitu berat untuk kembali ke sana. Aku mulai memikirkan berbagai hal yang mungkin terjadi bila aku kembali ke sana. “Apa yang kamu pikirkan saat itu, Erin? Mengapa kamu tidak berusaha menolak tadi? Mengapa pula kamu harus kembali ke sana? Apa lagi yang kamu perlu bicarakan dengannya?? Apa kamu tidak takut, jika hal itu terjadi lagi? Apa kamu sudah siap berbicara lagi dengannya? Ada apa denganmu, Erin? Apa kamu menyukai pria itu?”Batinku mulai bergumul. Aku ragu, aku benar-benar masih bingung untuk menghadapi situasi ini. Aku tiba-tiba menjadi khawatir dan takut untuk kembali ke rumah itu, bertemu dengan Barra. Namun, tak bisa kupungkiri, ada sisi lain dalam diriku yang begitu ingin menanyakan ala
“Eh? Barra!” Panggil Ibu yang tanpa sengaja, bertemu dengannya di depan sebuah toko. Saat Ibu berniat untuk masuk ke sebuah toko roti di sana. Ibu melihat kerumunan orang yang sepertinya sedang rekaman untuk iklan di toko yang tidak jauh dari tempat Ibu berdiri. Ibu yang rasa ingin tahunya tinggi pun akhirnya pergi mendekati kerumunan itu untuk melihat apa yang terjadi. Lalu, tanpa disangka, dia bertemu dengan anak kesayangannya di sana. Ya, Artis utama iklan itu, ternyata adalah Barra. Ibu pun langsung memanggil Barra, setelah dia melihat bahwa Barra belum memulai rekamannya. “Oh! Ibu? Ibu sedang apa di sini?” Tanya Barra yang juga terkejut dengan kedatangan Ibu. “Ahh ini... Ibu mau beli sesuatu di toko kue itu. Lalu, mataku yang tajam ini melihat kerumunan orang ini dan menjadi penasaran.” Jelas Ibu kepada Barr
Hari ini adalah hari kepulangan Dino ke Indonesia. Aku, Ibu, Ayah dan Ryan sudah tiba dan menunggu di bandara. “Dino!! Ya ampun anak Ibu ini sudah jadi bule!” Ucap ibu yang langsung kegirangan dan memeluk Dino. “Iih apaan sih, Ibu?” Ujar Dino yang mulai gelisah dengan sikap Ibunya itu, sambil melihat keadaan sekitar. “Tahu nih, Ibu. Bule dari mananya coba?? Dia masih buluk seperti waktu dia pergi.” Ejekku. “Hmm sebenarnya aku membawakan sesuatu untuk Kakak. Tapi, sepertinya aku tidak jadi memberikannya.” Ujar Dino yang mulai kesal dengan ucapanku barusan. “Eh? Eh.. jangan gitu dong. Tidak kok, Ibu benar. Perkataan Ibu tadi benar. Kamu sudah seperti bule sekarang... Ya, baunya. Baumu sudah seperti bau bule yang berj
17.28 Matahari mulai tenggelam. Hari mulai gelap. Senja mulai menyelimuti seluruh langit, seiring Kak Ariana yang menyelimuti kedua bayinya, yang mulai mengarungi alam mimpi. “Kak Ryan!” Panggil Dino, kemudian memberi isyarat khusus kepada Ryan sambil menunjukkan botol besar di tangannya. “Wah! Kamu benar-benar membelinya, No. Love you, No!” Ujar Ryan setelah melihat botol di tangan Dino itu. Lalu segera mengambil dan memeluk botol itu. Dino ikut senang, melihat Ryan yang tampak begitu gembira setelah menerima sebotol wine yang sudah dinanti-nantikannya. “No, kamu hanya m
Barra mulai disibukkan kembali dengan jadwal syuting drama terbarunya. Dia hanya mampu berkomunikasi dengan Erin melalui telepon. Hari berganti hari. Sudah hampir sebulan, Barra dan Erin tidak berjumpa. Barra pun langsung mengajak Erin untuk bertemu saat jadwalnya kosong. Keduanya memutuskan untuk bertemu di sebuah kafe dengan outdoor yang terletak di pinggir sungai, sudut kota itu. Mereka memilih tempat itu karena lokasinya yang cukup jauh dari tengah kota. Berharap tidak akan ada yang mengenali sosok Barra di sana. Barra tiba terlebih dahulu di tempat itu. Lalu, tidak lama kemudian Erin pun tiba. Namun, dia tampaknya tidak datang sendiri. Erin datang dengan diboncengi oleh seorang pria, yang tidak familiar di mata Barra. Sesampainya Erin di depan Barra, Barra segera
Beberapa foto yang memperlihatkan Barra dengan seorang wanita, mulai tersebar di berbagai media. Berita itu seketika langsung menjadi perbincangan publik, hanya dalam waktu singkat. Berbagai spekulasi, rumor serta kontroversimulai muncul dan meramaikan berita mengenai Artis kenamaan itu. Pak Manajer dan para staf perusahaan mulai sibuk untuk menangani berita tersebut. Suasana perusahaan benar-benar tidak bisa tenang, setelah berita itu muncul. Ribuan undangan interview terus berdatangan ke perusahaan. Publik terus berusaha untuk meminta klarifikasi dari Idola Kesayangan Negeri itu. Hubungan percintaan selebriti memang selalu mampu membuat publik ramai. Banyak pihak yang selalu penasaran dan merasa harus tahu mengenai orang yang mampu menjadi pacar Artis tersebut. Bahkan terkadang beberapa pihak sering merasa bahwa dirinya berhak untuk menila
“Halo?” Tanya Erin kepada penelepon tak dikenal, yang terus meneleponnya sejak tadi. “Halo, Erin. Ini aku Barra.” Ujar penelepon itu. Erin yang saat itu masih berada di kantor, segera menyingkir dari rekan-rekan kerjanya. Erin bergegas pergi ke bagian rooftop kantor, yang saat itu kosong. Dia berusaha untuk bersikap tidak mencurigakan dan mengendalikan ekspresinya sedatar mungkin. “Halo, Bar…” Ujar Erin sambil mulai mengatur napasnya, karena ketegangan tadi. “Mengapa tarikan napasmu terdengar berat? Apa yang terjadi?” Tanya Barra yang mulai khawatir. “Ah ini… Aku masih di kantor sekarang. Aku takut, aku tiba-tiba mengucapkan namamu saa
Hidup yang terasa biasa-biasa saja tidak mengartikan bahwa hidupmu tidak spesial atau kehadiranmu tidak penting. Di dunia ini, kita semua punya alasan dan tujuan masing-masing. Tuhan tidak menciptakan kita tanpa suatu alasan. Tuhan pasti punya maksud. Kita adalah pemeran utama di kehidupan kita masing-masing. Kita punya cerita ketika sendiri, dengan genre yang berbeda, dengan alur yang berbeda, dan juga dengan akhir yang berbeda. Kita punya waktu klimaks masing-masing. Jangan pernah menganggap dirimu sebagai seorang figuran, sebagai penghias dalam kehidupan orang lain. “Kamu juga punya peran yang penting.” “Tiap kamu adalah unik.” Jangan pernah menganggap dirimu tidak berguna. Dirimu biasa-biasa saja. “Kamu itu berharga.” “Dirimu tidak tergantikan.” Kita berhak memiliki happy ending dari kehidupan kita, masing-masing. Keadaan bisa berubah kapan saja. Semuanya pasti berakhi
07.20 “Heh! Ada apa denganmu? Mengapa kamu terus menatapku, seperti itu!?” Tanyaku, yang heran dengan sikap Dino yang terus menatapku dengan ekspresi datarnya sedari sarapan tadi. “Aku mau minta uang.” Jawab Dino, dengan tetap menunjukkan ekspresi datarnya. “Hah? Apa katamu!? Uang? Apa alasannya? Mengapa aku harus memberimu uang? Enak saja…” Ujarku. “Cepat berikan! Atau Kakak akan menyesal.” Ucap Dino, yang tiba-tiba mengancamku. “Menyesal? Apa yang harus aku sesali?” Tanyaku, yang tidak menanggapi perkataan Dino dengan serius. “Kalau Kakak tidak memberiku uang, aku akan memberitahukan kepada Ibu tentang apa yang aku saksikan kemarin malam.” Ucap Dino, dengan wajahnya yang tetap berekspresi
“Barra, apa kamu sebenarnya berlibur dengan Rio, Naomi, Alessa, Dino dan Erin waktu itu?” Tanya Kak Rio, sambil terus berusaha fokus untuk menyetir. “Oh! Bagaimana Kakak bisa tahu?” Ujar Barra. “Ya, kamu tidak tahu saja… Para ibu tu tidak bisa kalian bohongi. Setelah kalian berenam pergi, mereka semua berkumpul di rumahku dan mulai membicarakan kemiripan alasan kalian, yang sama-sama minta izin untuk pergi liburan bersama dengan teman lama ataupun rekan kerja kalian masing-masing. Ya, sesuai dugaan, kita semua tahu bahwa kalian sebenarnya pergi bersama. Masa, kalian pergi dalam waktu yang bersamaan secara kebetulan. Tentu tidak wajar, bukan?” Jelas Kak Rio. “Haha iya juga… Ya, kami semua sepertinya memang tidak pandai berbohong. Aku bahkan tidak terpikirkan akan hal itu, saat izin dengan Ibu.” Ujar Barra.
“Yah hujannya semakin deras.” Ujar Alessa. Kami baru saja selesai menikmati makan siang di salah satu tempat makan, yang terletak di sekitaran minimarket. Namun, di saat kami sudah ingin menyebrang jalan, hujan tiba-tiba saja turun dengan cukup deras. Ryan dan Barra sedang pergi ke minimarket untuk membeli beberapa payung saat ini. Kami berempat menunggu mereka di sebuah halte dekat situ. “Eh ini!” Ucap Ryan kepada Dino, sambil memberikan payung yang ia beli. Mereka membeli tiga buah payung. Dino pergi bersama dengan Alessa. Aku pun segera mendekat ke arah Naomi, berniat ingin sepayung dengannya. Namun, kekasihnya yang menyebalkan itu segera menyenggol tanganku dan memayungi Naomi, lalu segera pergi bersama dengannya. “Ish! Wah, ada apa dengan anak itu!? Mengap
Barra yang pada saat itu sudah berada di kamar, karena telah selesai dengan makan malamnya. Seketika, langsung terbangun dan keluar dari kamar, berkat teriakan yang dibuat oleh Erin. “Apa yang terjadi!?” Tanya Barra, yang heran dengan apa yang dia lihat sekarang. “Ada yang lupa untuk menutup kran air dan membiarkan lubang airnya tertutup.” Jelas Erin dengan singkat, dan mulai menguras air di lantai. “Hei! Kamu jangan hanya berdiam diri di sana! Cepat bantu aku membereskan ini semua!” Ujar Erin dengan nada tingginya, karena melihat Barra yang hanya celingak-celinguk melihat kondisi rumah. “Oh! Iya. Iya. Apa yang bisa aku bantu?” Tanya Barra, yang segera datang menghampiri Erin. “Itu. Tolong, angkat barang-barang itu ke at
Semuanya berjalan sesuai dengan rencana Ryan dan Naomi. Mereka berenam akhirnya berhasil pergi berlibur tanpa dampingan para Ibu itu. Mereka pergi ke sebuah kota yang memang terkenal sebagai tempat wisata. Di kota itu, ada daerah yang masih memiliki suasana sebuah desa, yang masih asri dan tidak begitu ramai. Salah satu alasan Ryan memilih tempat itu, tentunya untuk kenyamanan Barra, Sang Idola. Ryan tidak mau membuat Barra merasa tidak nyaman, apalagi melihat kondisinya sekarang. 14.50 “Woah! Sudah lama sekali, aku tidak datang ke tempat seperti ini. Udaranya terasa masih begitu segar. Suasananya begitu nyaman dan tenang.” Ujar Naomi, Sang Anak Kota. “Em benar, Kak. Suasana di sini benar-benar membuat hati merasa tenang. Seketika, aku merasa bebanku seperti hilang.” Ucap Alessa, mendukung perkataan Naomi barusan.
“Bu, aku pamit pulang sekarang, ya. Aku mau bersiap untuk berangkat kerja.” Ujar Erin kepada Ibu. “Iya, hati-hati… Eh iya! Ingat-ingat semua pesan yang Ibu bilang padamu tadi, ya. Minyak goreng, jangan lupa sampai lupa dibeli.” Ujar Ibu. “Iya, siap Bu!” Jawab Erin, sambil bergegas melangkah ke arah pintu. “Eh Rin! Biar Kakak antar. Aku juga sekalian ingin pamit untuk pulang sekarang. Bi, benar-benar tidak apa, bukan?” Ujar Kak Rio, yang baru saja keluar dari kamar Barra. “Iya, tidak apa-apa, Rio. Lagipula, jika kamu di sini, apa yang mau kamu lakukan? Lebih baik, kamu tetap bekerja saja. Barra biar Bibi yang urus.” Jelas Ibu. “Iya, Bi. Aku percayakan Barra kepada Bibi, ya. Terima kasih banyak. Kalau begitu, Erin pamit pe
Barra dan Erin, keduanya sudah tiba di restoran, tempat Bi Trisha mengundang kami semua. Meja yang kami pesan terletak di bagian rooftop restoran itu. Sehingga, kami melihat keberadaan mereka dari gedung sebelah, yang merupakan sebuah penginapan. Kami menyewa ruangan itu, hanya untuk membuktikan dugaan kami akan hubungan Barra dan Erin. Beberapa menit pun berlalu, Erin dan Barra masih tampak canggung dan tidak berbicara satu sama lain, sehabis sapaan mereka di awal mereka datang. “Lihat, bukan?? Aku sudah bilang hubungan mereka sempat merenggang karena rumor kencan itu. Lihat! Sikap mereka tidak tampak seperti biasanya, bukan?” Ujar Ryan, yang mulai senang karena bisa membuktikan perkataannya. “Hmm iya… sepertinya aku mulai yak
Kondisi kesehatan Barra sudah benar-benar pulih, setelah peristiwa kecelakaan itu. Dia mulai kembali disibukkan dengan berbagai aktivitasnya di dunia hiburan. Namun, Kak Rio mulai menyadari bahwa sikap Barra tampak aneh akhir-akhir ini. Fisik Barra memang telah kembali sehat, tapi Kak Rio ragu dengan kesehatan mentalnya. “Bar, ada apa sebenarnya denganmu? Mengapa kamu sering terlihat melamun dan tidak fokus akhir-akhir ini? Apa ada masalah? Apa ada hal yang mau kamu ceritakan kepadaku?” Tanya Kak Rio, dengan ekspresi penuh kekhawatiran. “Hah? Ah tidak. Aku tidak apa-apa.” Jawab Barra. “Tidak apa-apa, bagaimana!? Di acara musik kemarin, di saat waktunya kamu mulai bernyanyi, kamu malah hanya terdiam membeku di panggung. Lalu, saat syuting tadi, di saat kamu seharusnya berpelukan dengan lawan mainmu, kamu malah men