Beranda / Romansa / Hidden Truths of My Husband / 16. Kunjungan Dari Kakaknya

Share

16. Kunjungan Dari Kakaknya

Penulis: AdByt3
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-22 14:20:28
Matahari siang menembus tirai jendela, menciptakan pola bayangan di lantai ruang tamu. Nadia duduk di sofa, menggenggam cangkir teh hangat yang aromanya menyebar ke seluruh ruangan. Hatinya berdebar, menyadari bahwa kakaknya, Arman, akan segera tiba. Hubungan mereka tidak pernah mudah, terutama sejak Nadia menikah dengan Raka. Arman selalu merasa superior, dengan pekerjaan dan gaya hidupnya yang serba mewah. Dia sering memandang rendah Raka, dan Nadia tahu bahwa kunjungan ini tidak akan berbeda.

Pintu rumah terbuka, dan Arman melangkah masuk dengan langkah mantap. Penampilannya selalu rapi, seakan-akan dia baru saja keluar dari kantor meskipun ini hari libur. Nadia tersenyum tipis, mencoba menyembunyikan perasaan gugup yang mulai merambat di hatinya.

“Selamat datang, Mas Arman,” sapa Nadia lembut, mencoba menyambutnya dengan tulus.

Arman membalas senyuman itu dengan anggukan singkat, sebelum duduk di sofa yang berhadapan dengan Nadia. Dia melirik sekilas ke arah sekeliling rumah, seola
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Hidden Truths of My Husband   17. Kekecewaan yang Terus Bertambah

    Malam itu, udara di dalam rumah terasa lebih dingin dari biasanya, meski pendingin ruangan sudah dimatikan. Nadia dan Raka duduk di sofa ruang tamu, di mana lampu meja memancarkan cahaya lembut. Atmosfer yang biasanya nyaman kini terasa tegang, dan Nadia tidak bisa mengabaikan perasaan kesedihan yang menggerogoti hatinya. Dia merasa seperti berada di persimpangan yang tidak ada jalan keluar antara cinta yang tulus dan tekanan yang terus-menerus dari keluarganya.Nadia menggenggam tangan Raka, jari-jari mereka saling berinteraksi dalam kesenyapan malam yang penuh emosi. “Raka, aku merasa sangat tertekan dengan semua ini,” ucap Nadia, suaranya hampir tak terdengar. “Mereka terus merendahkanmu, dan aku tidak tahu harus bagaimana.”Raka memandang Nadia dengan mata yang penuh pengertian. Dia tahu betapa beratnya beban yang harus dipikul Nadia, terutama saat dia terus-menerus menjadi sasaran kritik dari keluarganya sendiri. Raka merasakan ketulusan dalam setiap kata Nadia, dan dia bisa melih

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-22
  • Hidden Truths of My Husband   18. Perbincangan di Kantor

    Raka merasakan beban di pundaknya semakin berat setiap hari. Meski dia mencoba mengabaikan bisikan-bisikan dan tatapan sinis dari rekan-rekannya di kantor, kata-kata mereka terus menghantuinya. Saat itu, di ruang makan siang yang ramai, Raka duduk sendiri di sudut ruangan, menatap piring makanannya yang setengah kosong tanpa nafsu. Suara bising dan canda tawa dari sekelilingnya terasa samar, seolah teredam oleh kebisingan pikirannya sendiri.“Aku tidak mengerti, sungguh tidak mengerti. Apa yang dilihat Nadia dalam diri Raka?” kata seorang rekan, suaranya cukup keras hingga Raka bisa mendengarnya meskipun dia duduk jauh.Kata-kata itu seperti belati yang menusuk langsung ke hatinya. Raka mencoba untuk tidak menghiraukannya, tapi setiap kali dia mendengar nama Nadia disebutkan dalam nada meremehkan, rasa sakit itu terasa lebih dalam. Dia tahu betul betapa Nadia adalah sosok yang istimewa, dan dia berusaha keras untuk membuktikan kepada dunia terutama kepada diri sendiri bahwa dia layak u

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-23
  • Hidden Truths of My Husband   19. Hinaan di Acara Keluarga

    Acara keluarga besar itu digelar di sebuah rumah megah yang dimiliki oleh salah satu kerabat jauh, suasana riuh dengan canda tawa dan percakapan meriah. Nadia dan Raka datang dengan harapan yang tipis, berusaha untuk menjaga suasana tetap positif meskipun mereka tahu betul bahwa acara ini bisa menjadi ajang kembali untuk merendahkan Raka.Nadia melirik Raka dari samping. Wajahnya tegang, tapi dia berusaha tersenyum untuk memberi semangat pada suaminya. “Kita akan baik-baik saja,” katanya lembut, sambil meremas tangan Raka dengan lembut. Raka menatapnya, berusaha memberi senyum yang meyakinkan meskipun hatinya terasa berat.Saat mereka memasuki ruang utama, ibu Nadia, Bu Retno, tampak berdiri di tengah kerumunan, menerima tamu dengan senyuman lebar yang terkadang terasa dingin. Nadia tahu bahwa Bu Retno tidak pernah benar-benar menyukai Raka dan sering menunjukkan ketidaksenangannya dengan cara yang halus namun tajam.“Ah, Nadia dan Raka! Selamat datang,” sambut Bu Retno dengan suara ce

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-23
  • Hidden Truths of My Husband   20. Ketabahan Raka

    Malam itu, suasana di rumah terasa berbeda. Hujan turun dengan lembut di luar jendela, seolah-olah langit pun memahami kepedihan yang dirasakan Nadia dan Raka. Setiap tetes hujan menambah ketenangan malam yang seharusnya menenangkan, namun bagi Nadia, ketenangan ini lebih terasa seperti ketegangan yang menekan perasaannya.Raka memimpin Nadia menuju ruang tamu, berusaha keras untuk menyingkirkan rasa sakit hati yang mendalam. Dia menghidupkan lampu di ruangan, dan sinar lembut dari lampu itu tampak menciptakan aura yang nyaman, meskipun beban emosional masih menggelayuti pikiran mereka."Bagaimana perasaanmu?" tanya Raka lembut, matanya penuh kekhawatiran saat dia memandangi Nadia yang duduk di sofa. Nadia hanya menggelengkan kepala, air mata yang tertahan hampir mengalir di pipinya.Nadia merasa seolah-olah kata-kata Bu Retno masih terngiang-ngiang di telinganya. Setiap kali dia menutup mata, dia bisa melihat ekspresi sinis ibunya, dan rasa sakit itu membuat hatinya terasa berat. Raka

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-24
  • Hidden Truths of My Husband   21. Perdebatan dengan Ayahnya

    Keesokan paginya, Nadia menerima panggilan telepon dari ayahnya, Pak Surya, yang meminta untuk bertemu di kantornya. Setiap kali dia mendapatkan panggilan seperti itu, Nadia merasa jantungnya berdegup kencang. Dia tahu bahwa ayahnya, meskipun penuh kasih sayang, sering memiliki pandangan yang keras dan sulit diubah. Dengan perasaan campur aduk, Nadia bersiap dan menuju kantor Pak Surya, berusaha menenangkan diri.Setibanya di kantor ayahnya, Nadia dihadapkan pada suasana yang formal dan dingin, berbeda dari kehangatan rumahnya sendiri. Pak Surya, seorang pria berwibawa dengan wajah tegas dan mata yang tajam, sudah menunggu di ruang kerjanya. Dia duduk di belakang meja besar yang dipenuhi dokumen-dokumen penting. Nadia merasakan ketegangan di udara ketika Pak Surya melambaikan tangan, mempersilakan Nadia duduk di kursi di depan mejanya.“Nadia, terima kasih telah datang,” kata Pak Surya dengan nada yang lebih tegas dari biasanya. “Aku ingin kita berbicara tentang masa depanmu.”Nadia du

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-24
  • Hidden Truths of My Husband   22. Tekanan yang Terus Meningkat

    Malam itu, Nadia duduk di ruang tamu rumahnya, perasaan tertekan yang semakin mendalam setelah pertemuan tadi pagi dengan ayahnya, Pak Surya. Dia memandang keluar jendela, menatap langit malam yang gelap dengan hati yang terasa berat. Setiap kata yang diucapkan ayahnya, setiap ekspresi kecewa, terus berputar dalam pikirannya. Dia merasa seperti terjebak dalam labirin yang tak ada ujungnya, di mana setiap jalan hanya mengarah pada rasa sakit dan ketidakpastian.“Alya,” Nadia memanggil adiknya yang baru saja masuk ke rumah setelah seharian di luar. Alya, yang selalu menjadi pendukung setianya, melihat ke arah Nadia dengan penuh perhatian.“Ada apa, Mbak?” Tanya Alya sambil mendekat dan duduk di samping Nadia. Melihat ekspresi wajah Nadia yang cemas, Alya bisa merasakan betapa mendalamnya beban yang dipikul kakaknya.Nadia menghela napas panjang, suaranya hampir terdengar seperti bisikan. “Aku merasa seperti terjebak, Alya. Tekanan dari keluarga semakin besar, dan aku tidak tahu harus bag

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-25
  • Hidden Truths of My Husband   23. Kesetiaan yang Diuji

    Hari-hari terasa semakin berat bagi Nadia. Ketegangan dan tekanan yang datang dari keluarganya, terutama dari Bu Retno dan Pak Surya, tidak kunjung reda. Hinaan dan kritik terus-menerus mengguncang ketenangan hidupnya, dan Nadia merasakan setiap kata seperti tusukan yang mendalam. Meskipun demikian, dia tetap teguh pada keputusan untuk mempertahankan pernikahannya dengan Raka, tetapi itu tidak berarti bahwa hatinya tidak sedang diuji.Suatu sore, saat Nadia sedang membersihkan rumah, teleponnya berdering. Melihat nama yang tertera di layar, Nadia merasakan campuran rasa rindu dan kekhawatiran. Itu adalah Maya, teman lama dari sekolah. Mereka sudah lama tidak bertemu, dan Nadia tidak yakin apa yang ingin dibicarakan Maya, terutama di tengah situasi yang sudah sangat menegangkan ini.“Nadia, sudah lama sekali kita tidak berbicara,” kata Maya begitu telepon diangkat. Suaranya penuh kehangatan, tetapi Nadia bisa merasakan nada prihatin di balik kata-katanya.“Iya, Maya. Ada apa?” Nadia ber

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-25
  • Hidden Truths of My Husband   24. Raka Mulai Menjauh

    Hari-hari terasa semakin muram bagi Nadia. Meskipun matahari terbenam dengan indah setiap malam, tidak ada keindahan itu yang mampu menghibur hatinya yang gelisah. Raka, suaminya, mulai menjauh. Perubahan itu sangat halus pada awalnya, tetapi Nadia bisa merasakannya dengan jelas. Ketenangan yang biasanya menyelimuti mereka di rumah kini terasa berat dan penuh ketegangan.Nadia mengamati Raka dari sudut ruang tamu saat suaminya duduk di sofa, matanya fokus pada ponsel yang berada di tangannya. Raka tampak seolah sedang berusaha menenggelamkan diri dalam sesuatu yang membuatnya sibuk, menghindari kontak mata. Hal ini berbeda jauh dari Raka yang dulu, yang selalu penuh semangat dan perhatian.Suatu malam, setelah Raka pulang terlambat lagi tanpa penjelasan yang memadai, Nadia memutuskan sudah saatnya untuk menghadapi suaminya. Dia menunggu hingga Raka meletakkan tasnya di sudut ruangan, melepaskan jasnya dengan gerakan yang terburu-buru. Nadia mengambil napas dalam-dalam sebelum memulai

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-27

Bab terbaru

  • Hidden Truths of My Husband   66.

    Nadia duduk termenung di kursi hotel, tatapannya terpaku pada surat yang baru saja ia temukan di meja kerja Raka. Surat itu terasa begitu berat, seperti memegang potongan terakhir dari teka-teki besar yang tidak pernah ia sadari sedang ia susun. Beberapa minggu sebelum Raka menghilang, ia menulis ini, menyisakan pesan yang begitu ambigu.Tangannya gemetar saat ia mengangkat surat itu lagi, mencoba memahami setiap kata. "Aku harus pergi, Nad. Bukan karena aku ingin meninggalkanmu, tapi karena aku tak ingin kamu terluka oleh apa yang akan terjadi."“Apa maksudnya?” Nadia berbicara pada dirinya sendiri, namun suaranya hampir tak terdengar. Otaknya dipenuhi dengan pertanyaan, tetapi tidak ada jawaban yang muncul. Apakah Raka telah mengetahui sesuatu yang ia tak ketahui? Apakah dia terlibat dalam situasi yang jauh lebih berbahaya daripada yang ia bayangkan? Atau mungkin ini hanya rasa bersalah yang menumpuk dalam dirinya? Nadia menghela napas berat, berusaha memproses perasaannya.Telepon

  • Hidden Truths of My Husband   65.

    Nadia duduk di sofa ruang tamunya, matanya menatap layar laptop yang menampilkan halaman pencarian terbuka, tetapi pikirannya melayang jauh. Berhari-hari telah berlalu sejak ia mulai bekerja dengan Zaki untuk menemukan jejak Raka, dan setiap kali hasilnya sama: nihil. Raka seolah lenyap begitu saja, meninggalkan Nadia dalam kekosongan yang semakin dalam.Zaki, teman lamanya yang kebetulan bekerja sebagai ahli forensik digital, duduk di depannya. Di tangannya, ia memegang secangkir kopi yang sudah dingin. Wajahnya menunjukkan ekspresi serius, namun tidak kehilangan semangat. "Nad," kata Zaki lembut, "jejak digital Raka benar-benar bersih. Tidak ada transaksi aneh, tidak ada login media sosial. Seperti dia benar-benar memutuskan semua hubungan dengan dunia."Nadia menghela napas panjang, menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa. “Aku tidak tahu lagi harus mencari di mana, Zak. Aku sudah memeriksa setiap sudut, setiap hal kecil yang mungkin memberikan petunjuk, tapi semuanya terasa sia-si

  • Hidden Truths of My Husband   64.

    Nadia duduk di sofa kecil di sudut apartemennya, tangannya gemetar saat merapikan koper yang hampir penuh. Kepalanya dipenuhi pikiran, antara kesedihan, kebingungan, dan ketakutan. Raka menghilang tanpa sepatah kata. Meninggalkan pertanyaan yang menggantung di udara, seakan menguji kesabaran Nadia yang selama ini berusaha tegar. Apa yang sebenarnya terjadi?Terdengar ketukan pelan di pintu. Nadia menghapus air mata yang mengalir tanpa disadarinya, lalu membuka pintu dengan wajah yang berusaha tetap tegar."Maria..." Nadia tersenyum lemah melihat rekan kerjanya yang selama ini setia mendampinginya."Aku datang karena aku tahu kamu butuh teman bicara," jawab Maria, masuk ke dalam apartemen tanpa menunggu undangan. Tatapan matanya mengamati koper yang sudah siap di sebelah pintu, lalu kembali menatap Nadia dengan cemas.Nadia menarik napas panjang dan duduk kembali di sofa. "Aku tidak tahu lagi harus bagaimana. Rasanya seperti semua jalan tertutup. Raka pergi tanpa jejak, dan aku tidak t

  • Hidden Truths of My Husband   63.

    Nadia tertegun, ponselnya nyaris terjatuh dari tangannya. Kata-kata Alya terus bergema di kepalanya: Raka membawa koper besar, seolah-olah berencana pergi jauh. Hatinya seolah diremas keras, menambah berat beban di dada yang sudah sulit ia pikul. Raka tidak pernah meninggalkan tanda-tanda sebelumnya. Tidak ada kata-kata perpisahan, tidak ada penjelasan. Yang tersisa hanyalah misteri yang semakin menjeratnya.“Alya, kau yakin melihatnya sendiri?” tanya Nadia, suaranya hampir bergetar.“Iya, Kak. Aku sempat bertanya pada tetangga di sana juga. Mereka bilang Raka pergi pagi-pagi sekali, membawa koper besar. Tapi anehnya, dia tampak begitu tenang. Seperti dia tahu ke mana dia pergi dan tidak terburu-buru,” jelas Alya dengan pelan, mencoba menenangkan kakaknya.Nadia menghela napas panjang, mencoba memahami situasi. Raka bukan tipe orang yang bertindak sembarangan atau membuat keputusan impulsif, apalagi yang sebesar ini. Seandainya ada sesuatu yang dia sembunyikan, pasti itu sangat pentin

  • Hidden Truths of My Husband   62.

    Pagi itu, Nadia berdiri di depan cermin kamar hotelnya, menatap pantulan dirinya dengan tatapan kosong. Kepalanya penuh dengan keraguan. Telepon dari Bu Retno, ibunya, kemarin malam begitu melekat dalam benaknya. Kata-kata ibunya terus berputar di pikirannya, memintanya untuk pulang, untuk menghadapi kenyataan yang semakin mencekam. Namun, kepulangannya tidak hanya soal keluarga. Di balik alasan itu, Nadia tahu bahwa ada sesuatu yang lebih besar, lebih misterius: keberadaan Raka yang tidak jelas.Saat ia mencoba mengatur napas, pikirannya beralih ke pekerjaannya. Karier yang baru saja ia bangun dari nol, yang ia perjuangkan setelah menikah dengan Raka. "Apakah aku siap mengorbankannya?" Nadia bergumam lirih, merasa cemas. Di satu sisi, ia tahu bahwa hatinya tidak akan pernah tenang sebelum ia menemukan suaminya, tetapi di sisi lain, pekerjaannya di sini adalah fondasi yang menopang hidupnya selama Raka tak ada.Perasaan ini begitu mengganggu, seolah-olah ia berdiri di tepi jurang, har

  • Hidden Truths of My Husband   61.

    Nadia duduk di meja kantornya, pandangan matanya terfokus pada layar komputer, namun pikirannya melayang jauh dari ruang kerjanya. Setiap kata yang muncul di layar terlihat kabur, tertutup oleh pertanyaan yang berputar-putar di kepalanya sejak Zaki menyampaikan saran itu.“Mungkin Raka tidak benar-benar menghilang. Mungkin dia sedang mencari sesuatu.”Kata-kata Zaki berulang kali menggema di benaknya, menelusup jauh ke dalam relung hatinya yang penuh kekhawatiran. Apa mungkin Raka benar-benar sedang menyembunyikan sesuatu? Apakah ini bukan kali pertama ia merahasiakan sesuatu darinya? Pikiran itu semakin menekan perasaannya, membuat Nadia sulit untuk fokus pada pekerjaannya.“Kenapa aku tidak pernah melihat tanda-tandanya?” bisiknya dalam hati. Sebagai seorang istri, seharusnya dia bisa merasakan setiap perubahan kecil pada suaminya. Namun selama ini, ia terlalu sibuk berjuang dengan ekspektasi keluarganya dan tekanan hidup yang terus menghimpit.Nafasnya terasa berat, dan tanpa sadar

  • Hidden Truths of My Husband   60.

    Nadia duduk di tepi tempat tidur apartemennya, matanya menatap ponselnya yang bergetar. Nama Alya muncul di layar, dan ada sesuatu dalam hatinya yang tiba-tiba berdebar lebih cepat. Sudah larut malam di kota asing ini, dan Alya jarang menelepon kecuali ada hal penting. Segera, ia menggeser layar untuk menerima panggilan."Hallo, Kak Nadia," suara Alya terdengar, pelan namun penuh kecemasan."Ada apa, Alya? Kamu baik-baik saja?" Nadia segera bertanya, merasa ada sesuatu yang salah."Ini tentang Kak Raka…" Suara Alya terdengar bergetar, membuat Nadia langsung duduk lebih tegak. "Kakak harus tahu… dia menghilang."Nadia membeku sejenak. Pikiran itu menghantamnya seperti petir. "Menghilang? Apa maksudmu, Alya?" Suaranya pecah, seolah tak percaya."Dia pergi, Kak. Tak ada yang tahu ke mana dia. Sebelum dia pergi, dia hanya meninggalkan pesan singkat…""Apa yang dia tulis?" Nadia merasakan napasnya mulai pendek, dadanya terasa sesak."‘Aku

  • Hidden Truths of My Husband   59.

    Hari pertama Nadia di perusahaan startup itu penuh dengan harapan dan ketegangan. Ruangan yang dipenuhi warna-warni kain dan desain yang beragam membuatnya merasa seakan memasuki dunia baru. Begitu melangkah masuk, ia disambut dengan senyum hangat dari rekan-rekannya, yang langsung membuatnya merasa lebih nyaman."Nadia, bukan?" suara lembut menyapa dari arah kanan. Seorang wanita berambut keriting dengan riasan ceria mendekatinya. "Aku Mira, bagian desain. Selamat datang! Kita akan segera memulai proyek besar, dan aku yakin kamu akan suka."Nadia tersenyum, merasa sedikit lebih tenang. "Terima kasih, Mira. Aku sangat bersemangat!"Seiring berjalannya waktu, Nadia mulai beradaptasi dengan lingkungan barunya. Ia belajar bahwa orang-orang di sekitarnya tidak terjebak dalam pandangan sosial yang sempit seperti keluarganya. Di sini, status dan kekayaan bukanlah yang utama; ide, kreativitas, dan passion menjadi hal yang jauh lebih berharga.Selama satu minggu pertama, Nadia terlibat dalam b

  • Hidden Truths of My Husband   58.

    Pagi itu, Nadia menatap koper yang sudah tertata rapi di ujung kamar. Ruangan tampak hening, hanya suara detik jam yang terdengar. Di luar, Raka baru saja pergi, mengendarai motor tuanya menuju tempat kerja. Nadia merasakan berat di dadanya, tetapi ia tahu ini keputusan yang harus diambil. Surat yang ia tulis semalam kini tergeletak di atas meja kecil, menunggu untuk ditemukan Raka.Dengan langkah perlahan, Nadia mengambil tas jinjingnya dan berjalan keluar dari rumah yang selama ini mereka tempati bersama. Setiap langkah terasa semakin berat, namun ada sesuatu yang mendorongnya maju, sebuah dorongan untuk mencari kejelasan di luar semua kebingungan yang kini melingkupinya.Saat tiba di bandara, tangannya sedikit gemetar saat menyerahkan tiket kepada petugas. "Apakah aku benar-benar melarikan diri?" gumamnya dalam hati. Namun, suara di dalam dirinya terus mengatakan bahwa dia butuh waktu, dia butuh ruang untuk berpikir.Saat pesawat lepas landas, Nadia menatap awan putih yang membentan

DMCA.com Protection Status