“Apa benar dia ibuku?” Hero bertanya-tanya, tiga hari berlalu sejak festival berdarah yang membuat setiap orang siaga hingga saat ini.
Hero berjalan menuju istana dari latihan malamnya, otot-otot di tubuhnya sekarang lebih terbentuk. Kecepatan dan ketangkasannya juga membaik, namun ia masih saja belum dapat mengalahkan Arion saat latihan di siang hari.
“Walau dalam mimpi, semoga nanti aku bisa bertemu dengannya lagi,” lirihnya pelan dan tersenyum.
Dulu Hero memang tak penasaran tentang orangtuanya, ia tak pernah mencari tahu, karena menurut Hero jika ia berada di panti asuhan itu berarti orangtuanya tak membutuhkan Hero. Namun sekarang berbeda, ia sangat ingin tahu, “Mungkin saja terlempar ke kota ini menjadi jalanku untuk menemukan kedua orangtua kandungku,” kata Hero penuh harapan.
Ia sudah sangat bersyukur diangkat menjadi anak oleh Atalla dan Mana, tetapi Hero penasaran apa alasan orangtuanya menitipkan Hero di panti asuhan.
“Aduh!”
<Rapat para orang dewasa kembali diadakan di aula. Namun, kali ini Arion tidak menyelinap menggunakan kemampuannya sebab ia pergi sendirian ke tempat Hero dan Nino terkena ledakan. Oh, ternyata ia tak benar-benar sendiri. Leander juga di sana sedang mengendus-endus tanah menyelidiki aroma tertentu yang ia takutkan mengandung racun berbahaya. “Kau sedang melakukan apa, Leander?” tanya Arion. “Hei, apa kau tak melihatku?” ia balik bertanya dengan posisi tubuh yang merangkak. “Penyakit aneh yang menyebabkan tubuh menghitam itu adalah racun, bentuknya seperti serbuk pasir kehitaman yang tidak berbau, jika mengenai kulit sedikit saja bisa dipastikan kita akan tumbang, penyebarannya cepat sekali,” terang Leander. “Dari mana kau tahu?” Arion penasaran, seingatnya mereka belum membicarakan penyebab penyakit itu. Jika memang benar begitu maka dapat Arion bayangkan bahwa di masa lalu serbuk racun itu pastilah disebar di medan pertempuran dan membuat pasukan bang
“Penduduk Kota Gardraff,” ucap Atalla sembari membuka gulungan pengumuman. Matanya melihat penduduk kota dari barisan sebelah kanan hingga di sebelah kirinya. “Saat ini, kota dalam keadaan siaga ... serangan dari luar diperkirakan akan datang lagi.” Atalla mengembuskan napas dan melihat kekhawatiran di wajah penduduk.Terdengar suara beberapa orang yang berkomentar, “Kita dalam bahaya lagi,” kata mereka dan disambut anggukan dari yang lainnya.“Aku khawatir terjadi ledakan perang seperti 16 tahun lalu,” ujar mereka yang saling bercakap-cakap.“Semuanya mohon tenang!” seru Dryas menengahi keributan di tengah pengumuman yang disampaikan Atalla. Tak butuh waktu lama, suasana kembali hening dan Dryas memberi kode dengan tangannya bahwa Atalla dapat lanjut membacakan pengumuman.“Mulai saat ini, pasukan keamanan akan bergantian patroli di sekitar rumah penduduk, di setiap toko dan bangunan, sert
Beberapa orang mendapat keistimewaan berupa kekuatan yang diwarisi dari keluarga mereka. Namun, ada pula seseorang yang harus berjuang sekuat tenaga untuk menjadi lebih kuat. Telapak tangan Hero terasa kasar karena terus latihan berpedang, urat-urat lengannya bahkan terlihat lebih menonjol. Hero bukan lagi remaja kurus kering yang berjalan sambil menahan rasa lapar. Ia memang tidak memiliki kemampuan khusus, tetapi tekadnya semakin menguat dari hari ke hari. Hero ingin melindungi penduduk kota dan membuat mereka semua dapat melihat langit biru. “Mulai saat ini, kalian akan tinggal di sana.” Telunjuk Hector mengarah jauh ke hutan yang berjarak tiga kilometer dari gerbang kota. Setelah menyatakan kesiapan untuk tidak akan mundur, sembilan remaja yang dikomando oleh Hector langsung menuju lokasi latihan. Mereka menunggangi kuda melewati gerbang kota bersama dengan barang bawaan masing-masing. “Sesekali aku akan tetap datang ke sini.” Hero menepuk
Langit di Kota Gardraff masih tampak sendu, suasana malam hari di dalam hutan tak berbeda jauh dengan keadaan di kota, bola api berwarna ungu pucat menyala di bagian depan bangunan tempat tinggal sembilan pedang suci.Mereka baru saja menyelesaikan makan malam dan duduk di ruang tengah lantai pertama. Tak ada orang dewasa, di luar hanya ada beberapa orang dari pasukan keamanan yang sedang berjaga.“Sejujurnya, aku tidak pernah melihat Dann, Teon, dan Luka saat latihan bersama guru Farrabi,” kata Hero memecah keheningan di antara mereka.“Kalau di kelas berpedang, aku berada di tingkat menengah dan memang lebih banyak menghabiskan waktu di kelas ramuan obat,” ujar Teon sambil mengingat-ingat bahwa ia pernah melihat Hero sekali di dekat pusat kesehatan.“Aku lebih aktif di kelas berkuda, dan lebih menyukai tombak daripada pedang,” sahut Dann seraya berdiri lalu memeriksa keadaan di luar, dari pintu ia melihat Flash yang s
Hero dan Leander mengendap-endap menuju bagian belakang bangunan tempat mereka tinggal. Leander memberi kode dengan tangannya untuk menahan langkah Hero. “Di sini saja,” kata Leander lalu menyentuh sebatang pohon dengan telapak tangannya. “Apa yang kaulakukan, Lean?” bisik Hero sambil menahan rasa penasaran. “Aku akan memanggil Lyonell ke sini,” ucap Leander kemudian mengirimkan pesan lewat akar-akar pohon di dekatnya. Hero kagum dengan kemampuan keluarga Lupine yang dapat mengendalikan pohon. Ia ingin sekali mempelajari itu, tetapi kekuatan yang dimiliki peri tak semuanya bisa dipelajari, beberapa kemampuan memang hanya diwarisi. Namun, ada pula kekuatan yang dapat dimodifikasi seperti yang dimiliki keluarga Mimosa. Mereka dapat membuat diri menjadi transparan, hampir tak terlihat, dan Callia memodifikasinya menjadi kekuatan yang dapat menghilangkan aura keberadaan. “Bagaimana kau akan mengelabui penjaga, Lean?” “Rencanaku kita akan p
Di bawah langit dengan warna yang tak berubah, sembilan remaja sedang fokus mendengarkan pengarahan Farrabi. Latihan hari pertama dimulai, Farrabi akan membuat sembilan remaja itu mengasah kemampuan berpedang lebih baik lagi.“Di kota ini tak diwajibkan menggunakan pedang selama kalian bisa melindungi diri,” ucap Farrabi sambil memperhatikan ekspresi tegang di wajah sembilan remaja di hadapannya.“Namun, khusus untuk sembilan pedang suci ... harus dinyatakan lulus di tingkat ahli. Silakan jika ingin menggabungkan kemampuan berpedang dengan kekuatan khas yang kalian miliki,” tegas Farrabi kemudian meminta murid-muridnya memakai pelindung tubuh dan segera bersiap-siap.Selama ini, setiap latihan memang hanya mengandalkan kekuatan fisik dan taktik tanpa kemampuan yang diwarisi dari keluarga. Latihan kali ini juga berbeda dengan latihan yang didapatkan di kelas, sebab mereka akan berhadapan langsung dengan Farrabi.Pada tingkat pemula,
Setelah melihat pedang Seema meleleh, Farrabi pun menjeda latihan. Beberapa saat kemudian, ia memanggil Teon Nigella. Tak membutuhkan waktu lama, Farrabi bisa mengalahkan Teon karena pertahanan muridnya itu masih lemah. Teon memang belum terbiasa melakukan latih tanding satu lawan satu.“Bahaya jika tak bisa menangkis atau mengelak dari serangan lawan. Kau harus menjaga posisi pedangmu, Teon,” pesan Farrabi. “Luangkan waktumu untuk latihan sendirian atau duel dengan teman,” tambahnya.Angin bertiup pelan menghilangkan ketegangan di tengah-tengah mereka. Hero tampak memberikan semangat untuk Teon. “Nanti, kita bisa latihan bersama,” ujar Hero lalu keduanya melakukan jabat tangan homie handshake.Setelah Teon, Dann Orchid maju dan tampak percaya diri memegang pedang kemudian mengayunkannya dengan kecepatan yang mengagumkan. Seperti tombak yang biasa digunakan oleh Dann, pedangnya pun tampak berputar disertai gemuruh sua
Dua pedang masih beradu. Keringat di wajah Hero menetes dan rambutnya yang dikuncir setengah itu tampak sedikit berantakan. Hero ingin memberikan serangan balasan pada gurunya, tetapi wajahnya mendadak tegang.“Guru, ada serangan mengarah ke sini. Teman-teman, lari!” teriak Hero lalu bergegas memacu langkah. Farrabi memang tak dapat menghilangkan atau merasakan aura, tetapi instingnya mengatakan ada seseorang yang mengirim serangan dari atas.Duaarr!!Suara ledakan membuat mereka semua tiarap dan menutup telinga. Berbeda dari ledakan yang menyerang Hero dan Nino saat itu, kali ini tertinggal tombak kecil yang merupakan sumber ledakan.Beberapa penjaga mendatangi lokasi latihan, tetapi Farrabi menahan langkah mereka sebab ia waspada pada ledakan susulan. Namun, tak ada lagi suara ledakan. Setelah beberapa menit berlalu dan memperhatikan keadaan di sekitar mereka, Farrabi meminta murid-muridnya berdiri.“Tidak, jangan disen
Setiap orangtua tentu menginginkan hal terbaik untuk anaknya. Begitu pula Atalla yang sudah menyanggupi tantangan Hero. Ia ingin melihat putranya tumbuh menjadi lebih kuat dan mampu melindungi banyak orang.Sementara itu, Hero bertaruh pada keberanian dan latihannya selama ini. Remaja lelaki yang menguncir setengah rambutnya itu pun tahu bahwa tidak mudah untuk mengalahkan Atalla. Namun, ia masih ingin mencoba dan tak mau menyia-nyiakan kesempatan sekecil apa pun.“Tidak masalah jika kau ingin mundur sekarang, Hero,” gertak Atalla sebelum pertarungan mereka dimulai.“Itu adalah hal yang tak mungkin kulakukan, Ayah,” ucap Hero dengan raut wajah yang serius.“Tapi ... kau bisa terluka,” kata Atalla sambil mengeluarkan pedang.“Hal yang sama juga berlaku untukmu, Ayah.” Hero tampak bersiap-siap untuk melancarkan serangan.Di detik selanjutnya ketika denting pedang beradu, pertarungan antara ayah d
Kekalahan tidak selamanya hanya menelurkan rasa putus asa, melainkan juga dapat menjadi sebuah motivasi untuk memperbaiki diri dan terus berlatih hingga mencapai versi terbaik diri sendiri.Seema tak hanya sekali atau dua kali saja kalah dari Arion, ia sama sekali belum pernah memiliki kesempatan untuk menang. Dengan memilih Arion sebagai lawannya di momen ujian ini, Seema ingin membuktikan bahwa kemampuannya sudah jauh lebih baik.“Arion, kau tak perlu ragu untuk menyerangku dengan alasan apa pun!” tantang Seema agar Arion tetap serius meski sedang bertarung dengan seorang gadis.“Tentu, aku tak pernah berpikir untuk mengalah,” ucap Arion sambil bersiaga.Seema cenderung lebih berani dan nekat dari gadis seusianya, tetapi bukan berarti ia tidak memiliki rasa takut. Jauh di dalam hatinya, ia merasa cemas jika teman-temannya dilukai oleh para iblis dan ia pun khawatir penduduk akan diserang.“Kali ini aku akan mengalahk
Di bawah segel yang menyelimuti Kota Gardraff, kemampuan kaum peri memang terbatas, tetapi semenjak Atalla mengajarkan untuk memberi nama pada setiap kemampuan setidaknya energi mereka tak akan berkurang kecuali sudah benar-benar terluka parah.Tidak pernah terbayangkan oleh Leander harus berhadapan dengan Dann seserius sekarang. Mereka saling mengacungkan pedang dan bersiap untuk menyerang, sementara Lyonell dan Flash tampak siaga.“Aku tidak akan kalah darimu, Lean!” tukas Dann dengan mata cokelatnya yang menatap penuh hati-hati ke arah Leander.“Oh, ayolah! Aku pun tak akan membiarkanmu menang, Dann.” Leander mulai melancarkan serangan.Denting suara pedang yang beradu memecah keheningan hutan. Leander menangkis kecepatan Denocyphaca brassa milik Dann dengan bantuan akar-akar pohon. Hebatnya, Dann menggunakan dua pedang sehingga membuat Leander cukup kesulitan.Di detik selanjutnya, Leander melilit tubuh Dann dengan akar-
Dini hari dengan udara dingin menyeruak yang membuat bulu kuduk berdiri, wajah Hero dan Leander justru dipenuhi keringat karena berlomba menghancurkan dinding yang menghubungkan ruangan mereka.“Lihat saja, aku pasti bisa menghancurkan dinding ini lebih dulu!” ucap Leander yang sama sekali tak peduli dengan perban di tangannya.“Tak akan kubiarkan, lihatlah dinding ini sudah retak!” kata Hero sambil melayangkan pukulan tanpa henti seolah dinding itu adalah tumpukan pasir.“Dasar, kekanakan!” umpat Seema seraya mengatur napasnya.Mereka bertiga menunggu waktu pembebasan dari hukuman sebab hari ini ujian akan dimulai, sementara enam anggota sembilan pedang suci lainnya telah siap dengan segala bentuk ujian yang akan dilewati.“Tiga ruangan di pojok lantai atas cukup heboh,” komentar Dann sambil berjalan-jalan pelan memeriksa persenjataan yang akan digunakan. “Tombak ini sepertinya cocok denganku,&
Setiap orang pasti memiliki rasa takut dalam dirinya, ketakutan akan kehilangan sesuatu, takut pada kegelapan, dan takut berhadapan dengan sosok yang jauh lebih kuat, serta ketakutan lainnya yang diam-diam bersemayam dalam hati.“Lean, apa kau tidak takut gagal melewati ujian besok?” tanya Hero sambil duduk bersandar di dinding. Keringat tampak mengalir di wajahnya karena latihan terus menerus.“Sejujurnya ... tentu takut, tapi aku percaya bahwa tak hanya ketampanan yang kumiliki, kemampuan dan kekuatan fisik juga,” jawab Leander percaya diri.“Konon, orang yang sombong akan kalah sebelum pertarungan dimulai,” timpal Seema yang menyinggung Leander.“Aku tidak menyombongkan diri, Seema! Memang itulah kenyataannya,” sanggah Leander dan perdebatan pun dimulai.Hero tersenyum mendengar kedua temannya bercekcok. Ia memandangi kedua tangannya yang sama sekali tak memiliki bekas luka meskipun Hero terus memu
Pengalaman hadir sebagai peringatan agar tak melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Kelalaian atau kecerobohan yang telah dilakukan memiliki peran layaknya sebuah pelajaran.Di dalam ruangan sempit, Hero terlelap dengan sebilah pedang di tangannya. Deru napas yang sangat kelelahan membuat remaja itu meringkuk dengan tenang. Ia memiliki alis tebal dan bulu mata yang lurus, jika benar-benar diperhatikan Hero memiliki tahi lalat kecil di bawah dagu.Di alam bawah sadarnya, Hero kembali lagi ke tempat itu dan seseorang yang mengaku sebagai ibunya sedang tersenyum lalu duduk di sebelah Hero.“Hero, tanganmu berdarah,” ucap perempuan itu sambil memegang kedua tangan Hero. Sejenak kemudian, luka lecet dan darah di tangan Hero pun hilang setelah diusap oleh perempuan berambut merah gelap itu.Cuaca di sana hangat, langitnya biru cerah, dan angin yang bertiup pelan menggerakkan rambut panjang bergelombang milik seseorang di sebelah Hero.
Helldan melahap jiwa peri penjaga kota yang ditangkapnya. Sayatan di kaki Helldan pun perlahan sembuh dan racun yang telah menyebar tak lagi bereaksi. Tawa iblis pengikut itu menggelegar memecah kedalaman hutan larangan.Helldan terbang ke sana ke mari seolah mengejek tiga remaja yang terduduk lemas karena menyaksikan salah satu penduduk Kota Gardraff telah gugur. Ia pun menghilang setelah melemparkan baju zirah penjaga kota ke arah Hero kemudian tertawa puas.Sementara itu, Hero, Seema, dan Leander nyaris tak mampu berdiri karena terkejut. Keberanian yang selama ini mengalir di diri mereka seketika menciut saat melihat kematian di depan mata untuk pertama kalinya.Hero terduduk sambil memegang baju zirah penjaga kota yang dijatuhkan Helldan. Tubuh penjaga itu telah sirna saat jiwanya ditelan.Pepohonan yang bergerak hampir menjauhkan posisi karena mereka bertiga hanya berdiam diri, tetapi Lyonell datang dan langsung melemparkan ketiga remaja itu ke pungg
Sembilan pedang suci terus berlatih mengasah kemampuan mereka. Melewati hari demi hari dengan latihan tanpa henti, Hector dan Argana bahkan pernah dibuat takjub akan kemampuan sembilan remaja itu.Namun, saat kebosanan mencapai puncak, beberapa orang di antara mereka diam-diam pergi ke pusat kota karena rindu pada suasana keramaian di sana.“Hero, kenapa berhenti?” tanya Seema ketika melihat Hero tertinggal di tengah-tengah pusat perbelanjaan kota.“Seema, Leander ... ayo, ikut aku!” ajak Hero kemudian menjauh dari keramaian. “Aku merasakan keberadaan aura itu lagi,” ucap Hero dan mengingatkan kedua temannya pada pertarungan Dryas melawan Helldan.“Di mana?” tanya Leander berbisik.Hero menunjuk hutan larangan dan kedua temannya pun terdiam sejenak. “Tunggu apa lagi? Ayo!” ajak Seema dan mereka pun kembali memasuki hutan larangan.Deretan pepohonan mulai bergerak secara acak. Mereka
Dryas menemui Atalla setelah melatih sembilan pedang suci. Ia pun menanyakan beberapa hal karena terusik dengan ucapan Helldan yang menyebutkan kutu pengganggu. Awalnya, Dryas berpikir maksud sebutan itu tertuju pada Farrabi sebab Farrabi adalah satu-satunya manusia di Kota Gardraff.Namun, sejak belasan tahun Farrabi berada di Kota Gardraff, para iblis tak menganggu sesering belakangan ini. Ia pun akhirnya sadar bahwa tak hanya Farrabi, melainkan Hero juga seorang manusia meskipun Atalla sudah mengangkatnya sebagai anak.Sementara itu, Atalla tidak merasakan ada sesuatu yang janggal di diri Hero. Remaja lelaki itu datang ke Kota Gardraff karena ia memenuhi syarat seperti manusia-manusia yang datang sebelum Hero.Dryas yang masih belum puas pun mendatangi Hero di malam hari. Mereka berbincang empat mata dan Dryas ingin mendengarkan cerita Hero selama di dunia manusia.“Sebelumnya aku tak terlalu peduli dengan manusia yang dipanggil Atalla ke kota in