Di aula Kota Gardraff, Atalla, Dryas, dan Xalma sedang mendengarkan penjelasan dari Callia dan Tirana. Kekhawatiran pun tampak di wajah mereka. Setelah Tirana menceritakan hal yang dialami saat latihan, Xalma memintanya kembali ke laboratorium sementara Callia menuju ke markas pasukan pengintai.
“Aku sudah memanggil mereka berempat ke sini,” kata Argana yang baru saja tiba.
Tak berselang lama, Leander dan Seema yang menunggangi Lyonell tiba di depan aula kota, kemudian disusul Hero dan Luka yang mengajak Flash atas izin Dann.
Hampir satu minggu mereka tak menginjakkan kaki di pusat kota, tak ada yang berbeda hanya saja terasa menyenangkan melihat penduduk berlalu lalang. Mereka berempat bahkan tampak berbisik-bisik merencanakan sesuatu setelah urusan di aula selesai.
Keempat remaja itu menunduk hormat saat bertemu Atalla, Dryas, Xalma, dan Argana. Mereka diminta menceritakan tentang Snakeroot, terutama Hero yang langsung berinteraksi dengan ib
Sembilan pedang suci dilatih secara khusus agar mereka menguasai banyak kemampuan. Jika berada dalam keadaan mendesak dan tak memiliki apa pun untuk dijadikan sebagai senjata, sembilan remaja itu dapat memanfaatkan kemampuan unik yang sudah dikuasai.Sembilan pedang suci ditempa untuk menjadi lebih berani dari remaja lainnya yang seusia dengan mereka dan dipersiapkan untuk berada di medan pertempuran.Atalla dan Dryas yakin bahwa perang pasti akan terjadi lagi, karena itulah tak hanya sembilan remaja itu yang dilatih melainkan pasukan keamanan kota juga terus dibekali dengan latihan setiap hari.“Senjata ini menjadi salah satu andalan pasukan,” ucap Dryas sambil mengangkat busur panah di tangan kanannya.Hari ini Dryas melatih sembilan pedang suci untuk belajar memanah. Mereka tampak berdiri dan berjejer rapi menghadapi sembilan papan target yang sudah disiapkan.“Silakan gunakan kemampuan khusus kalian!” seru Dryas yang mem
Dryas mengedarkan pandangan menembus keheningan hutan. Tak ada siapa pun di sana, hanya terdengar suara dersik angin bertiup pelan dan ranting pohon yang saling bersinggungan. Bruukk! Dryas tiba-tiba tersungkur karena ada kekuatan yang mendorongnya dari belakang. Seketika Dryas pun berdiri dan mencermati keadaan di sekitarnya. “Purple flame!” Dryas berada dalam lingkaran api ungu dan berkonsentrasi untuk menemukan posisi Helldan. “Terbakarlah!” lirih Dryas saat melihat Helldan menampakkan wujudnya. Namun, bola api ungu yang dilemparkan oleh Dryas bisa dihindari Helldan dengan cepat. Iblis yang memiliki tubuh tinggi berotot dengan bentuk dagu lancip itu menyeringai hingga barisan giginya yang kehitaman dan bergerigi pun tampak. Helldan tidak memiliki lengan kiri karena sudah terbakar oleh api milik Dryas belasan tahun lalu. Namun, dua senjata andalan Helldan berupa tongkat yang berbentuk tombak sekarang menjadi lengan kirinya s
Dryas menemui Atalla setelah melatih sembilan pedang suci. Ia pun menanyakan beberapa hal karena terusik dengan ucapan Helldan yang menyebutkan kutu pengganggu. Awalnya, Dryas berpikir maksud sebutan itu tertuju pada Farrabi sebab Farrabi adalah satu-satunya manusia di Kota Gardraff.Namun, sejak belasan tahun Farrabi berada di Kota Gardraff, para iblis tak menganggu sesering belakangan ini. Ia pun akhirnya sadar bahwa tak hanya Farrabi, melainkan Hero juga seorang manusia meskipun Atalla sudah mengangkatnya sebagai anak.Sementara itu, Atalla tidak merasakan ada sesuatu yang janggal di diri Hero. Remaja lelaki itu datang ke Kota Gardraff karena ia memenuhi syarat seperti manusia-manusia yang datang sebelum Hero.Dryas yang masih belum puas pun mendatangi Hero di malam hari. Mereka berbincang empat mata dan Dryas ingin mendengarkan cerita Hero selama di dunia manusia.“Sebelumnya aku tak terlalu peduli dengan manusia yang dipanggil Atalla ke kota in
Sembilan pedang suci terus berlatih mengasah kemampuan mereka. Melewati hari demi hari dengan latihan tanpa henti, Hector dan Argana bahkan pernah dibuat takjub akan kemampuan sembilan remaja itu.Namun, saat kebosanan mencapai puncak, beberapa orang di antara mereka diam-diam pergi ke pusat kota karena rindu pada suasana keramaian di sana.“Hero, kenapa berhenti?” tanya Seema ketika melihat Hero tertinggal di tengah-tengah pusat perbelanjaan kota.“Seema, Leander ... ayo, ikut aku!” ajak Hero kemudian menjauh dari keramaian. “Aku merasakan keberadaan aura itu lagi,” ucap Hero dan mengingatkan kedua temannya pada pertarungan Dryas melawan Helldan.“Di mana?” tanya Leander berbisik.Hero menunjuk hutan larangan dan kedua temannya pun terdiam sejenak. “Tunggu apa lagi? Ayo!” ajak Seema dan mereka pun kembali memasuki hutan larangan.Deretan pepohonan mulai bergerak secara acak. Mereka
Helldan melahap jiwa peri penjaga kota yang ditangkapnya. Sayatan di kaki Helldan pun perlahan sembuh dan racun yang telah menyebar tak lagi bereaksi. Tawa iblis pengikut itu menggelegar memecah kedalaman hutan larangan.Helldan terbang ke sana ke mari seolah mengejek tiga remaja yang terduduk lemas karena menyaksikan salah satu penduduk Kota Gardraff telah gugur. Ia pun menghilang setelah melemparkan baju zirah penjaga kota ke arah Hero kemudian tertawa puas.Sementara itu, Hero, Seema, dan Leander nyaris tak mampu berdiri karena terkejut. Keberanian yang selama ini mengalir di diri mereka seketika menciut saat melihat kematian di depan mata untuk pertama kalinya.Hero terduduk sambil memegang baju zirah penjaga kota yang dijatuhkan Helldan. Tubuh penjaga itu telah sirna saat jiwanya ditelan.Pepohonan yang bergerak hampir menjauhkan posisi karena mereka bertiga hanya berdiam diri, tetapi Lyonell datang dan langsung melemparkan ketiga remaja itu ke pungg
Pengalaman hadir sebagai peringatan agar tak melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Kelalaian atau kecerobohan yang telah dilakukan memiliki peran layaknya sebuah pelajaran.Di dalam ruangan sempit, Hero terlelap dengan sebilah pedang di tangannya. Deru napas yang sangat kelelahan membuat remaja itu meringkuk dengan tenang. Ia memiliki alis tebal dan bulu mata yang lurus, jika benar-benar diperhatikan Hero memiliki tahi lalat kecil di bawah dagu.Di alam bawah sadarnya, Hero kembali lagi ke tempat itu dan seseorang yang mengaku sebagai ibunya sedang tersenyum lalu duduk di sebelah Hero.“Hero, tanganmu berdarah,” ucap perempuan itu sambil memegang kedua tangan Hero. Sejenak kemudian, luka lecet dan darah di tangan Hero pun hilang setelah diusap oleh perempuan berambut merah gelap itu.Cuaca di sana hangat, langitnya biru cerah, dan angin yang bertiup pelan menggerakkan rambut panjang bergelombang milik seseorang di sebelah Hero.
Setiap orang pasti memiliki rasa takut dalam dirinya, ketakutan akan kehilangan sesuatu, takut pada kegelapan, dan takut berhadapan dengan sosok yang jauh lebih kuat, serta ketakutan lainnya yang diam-diam bersemayam dalam hati.“Lean, apa kau tidak takut gagal melewati ujian besok?” tanya Hero sambil duduk bersandar di dinding. Keringat tampak mengalir di wajahnya karena latihan terus menerus.“Sejujurnya ... tentu takut, tapi aku percaya bahwa tak hanya ketampanan yang kumiliki, kemampuan dan kekuatan fisik juga,” jawab Leander percaya diri.“Konon, orang yang sombong akan kalah sebelum pertarungan dimulai,” timpal Seema yang menyinggung Leander.“Aku tidak menyombongkan diri, Seema! Memang itulah kenyataannya,” sanggah Leander dan perdebatan pun dimulai.Hero tersenyum mendengar kedua temannya bercekcok. Ia memandangi kedua tangannya yang sama sekali tak memiliki bekas luka meskipun Hero terus memu
Dini hari dengan udara dingin menyeruak yang membuat bulu kuduk berdiri, wajah Hero dan Leander justru dipenuhi keringat karena berlomba menghancurkan dinding yang menghubungkan ruangan mereka.“Lihat saja, aku pasti bisa menghancurkan dinding ini lebih dulu!” ucap Leander yang sama sekali tak peduli dengan perban di tangannya.“Tak akan kubiarkan, lihatlah dinding ini sudah retak!” kata Hero sambil melayangkan pukulan tanpa henti seolah dinding itu adalah tumpukan pasir.“Dasar, kekanakan!” umpat Seema seraya mengatur napasnya.Mereka bertiga menunggu waktu pembebasan dari hukuman sebab hari ini ujian akan dimulai, sementara enam anggota sembilan pedang suci lainnya telah siap dengan segala bentuk ujian yang akan dilewati.“Tiga ruangan di pojok lantai atas cukup heboh,” komentar Dann sambil berjalan-jalan pelan memeriksa persenjataan yang akan digunakan. “Tombak ini sepertinya cocok denganku,&
Setiap orangtua tentu menginginkan hal terbaik untuk anaknya. Begitu pula Atalla yang sudah menyanggupi tantangan Hero. Ia ingin melihat putranya tumbuh menjadi lebih kuat dan mampu melindungi banyak orang.Sementara itu, Hero bertaruh pada keberanian dan latihannya selama ini. Remaja lelaki yang menguncir setengah rambutnya itu pun tahu bahwa tidak mudah untuk mengalahkan Atalla. Namun, ia masih ingin mencoba dan tak mau menyia-nyiakan kesempatan sekecil apa pun.“Tidak masalah jika kau ingin mundur sekarang, Hero,” gertak Atalla sebelum pertarungan mereka dimulai.“Itu adalah hal yang tak mungkin kulakukan, Ayah,” ucap Hero dengan raut wajah yang serius.“Tapi ... kau bisa terluka,” kata Atalla sambil mengeluarkan pedang.“Hal yang sama juga berlaku untukmu, Ayah.” Hero tampak bersiap-siap untuk melancarkan serangan.Di detik selanjutnya ketika denting pedang beradu, pertarungan antara ayah d
Kekalahan tidak selamanya hanya menelurkan rasa putus asa, melainkan juga dapat menjadi sebuah motivasi untuk memperbaiki diri dan terus berlatih hingga mencapai versi terbaik diri sendiri.Seema tak hanya sekali atau dua kali saja kalah dari Arion, ia sama sekali belum pernah memiliki kesempatan untuk menang. Dengan memilih Arion sebagai lawannya di momen ujian ini, Seema ingin membuktikan bahwa kemampuannya sudah jauh lebih baik.“Arion, kau tak perlu ragu untuk menyerangku dengan alasan apa pun!” tantang Seema agar Arion tetap serius meski sedang bertarung dengan seorang gadis.“Tentu, aku tak pernah berpikir untuk mengalah,” ucap Arion sambil bersiaga.Seema cenderung lebih berani dan nekat dari gadis seusianya, tetapi bukan berarti ia tidak memiliki rasa takut. Jauh di dalam hatinya, ia merasa cemas jika teman-temannya dilukai oleh para iblis dan ia pun khawatir penduduk akan diserang.“Kali ini aku akan mengalahk
Di bawah segel yang menyelimuti Kota Gardraff, kemampuan kaum peri memang terbatas, tetapi semenjak Atalla mengajarkan untuk memberi nama pada setiap kemampuan setidaknya energi mereka tak akan berkurang kecuali sudah benar-benar terluka parah.Tidak pernah terbayangkan oleh Leander harus berhadapan dengan Dann seserius sekarang. Mereka saling mengacungkan pedang dan bersiap untuk menyerang, sementara Lyonell dan Flash tampak siaga.“Aku tidak akan kalah darimu, Lean!” tukas Dann dengan mata cokelatnya yang menatap penuh hati-hati ke arah Leander.“Oh, ayolah! Aku pun tak akan membiarkanmu menang, Dann.” Leander mulai melancarkan serangan.Denting suara pedang yang beradu memecah keheningan hutan. Leander menangkis kecepatan Denocyphaca brassa milik Dann dengan bantuan akar-akar pohon. Hebatnya, Dann menggunakan dua pedang sehingga membuat Leander cukup kesulitan.Di detik selanjutnya, Leander melilit tubuh Dann dengan akar-
Dini hari dengan udara dingin menyeruak yang membuat bulu kuduk berdiri, wajah Hero dan Leander justru dipenuhi keringat karena berlomba menghancurkan dinding yang menghubungkan ruangan mereka.“Lihat saja, aku pasti bisa menghancurkan dinding ini lebih dulu!” ucap Leander yang sama sekali tak peduli dengan perban di tangannya.“Tak akan kubiarkan, lihatlah dinding ini sudah retak!” kata Hero sambil melayangkan pukulan tanpa henti seolah dinding itu adalah tumpukan pasir.“Dasar, kekanakan!” umpat Seema seraya mengatur napasnya.Mereka bertiga menunggu waktu pembebasan dari hukuman sebab hari ini ujian akan dimulai, sementara enam anggota sembilan pedang suci lainnya telah siap dengan segala bentuk ujian yang akan dilewati.“Tiga ruangan di pojok lantai atas cukup heboh,” komentar Dann sambil berjalan-jalan pelan memeriksa persenjataan yang akan digunakan. “Tombak ini sepertinya cocok denganku,&
Setiap orang pasti memiliki rasa takut dalam dirinya, ketakutan akan kehilangan sesuatu, takut pada kegelapan, dan takut berhadapan dengan sosok yang jauh lebih kuat, serta ketakutan lainnya yang diam-diam bersemayam dalam hati.“Lean, apa kau tidak takut gagal melewati ujian besok?” tanya Hero sambil duduk bersandar di dinding. Keringat tampak mengalir di wajahnya karena latihan terus menerus.“Sejujurnya ... tentu takut, tapi aku percaya bahwa tak hanya ketampanan yang kumiliki, kemampuan dan kekuatan fisik juga,” jawab Leander percaya diri.“Konon, orang yang sombong akan kalah sebelum pertarungan dimulai,” timpal Seema yang menyinggung Leander.“Aku tidak menyombongkan diri, Seema! Memang itulah kenyataannya,” sanggah Leander dan perdebatan pun dimulai.Hero tersenyum mendengar kedua temannya bercekcok. Ia memandangi kedua tangannya yang sama sekali tak memiliki bekas luka meskipun Hero terus memu
Pengalaman hadir sebagai peringatan agar tak melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Kelalaian atau kecerobohan yang telah dilakukan memiliki peran layaknya sebuah pelajaran.Di dalam ruangan sempit, Hero terlelap dengan sebilah pedang di tangannya. Deru napas yang sangat kelelahan membuat remaja itu meringkuk dengan tenang. Ia memiliki alis tebal dan bulu mata yang lurus, jika benar-benar diperhatikan Hero memiliki tahi lalat kecil di bawah dagu.Di alam bawah sadarnya, Hero kembali lagi ke tempat itu dan seseorang yang mengaku sebagai ibunya sedang tersenyum lalu duduk di sebelah Hero.“Hero, tanganmu berdarah,” ucap perempuan itu sambil memegang kedua tangan Hero. Sejenak kemudian, luka lecet dan darah di tangan Hero pun hilang setelah diusap oleh perempuan berambut merah gelap itu.Cuaca di sana hangat, langitnya biru cerah, dan angin yang bertiup pelan menggerakkan rambut panjang bergelombang milik seseorang di sebelah Hero.
Helldan melahap jiwa peri penjaga kota yang ditangkapnya. Sayatan di kaki Helldan pun perlahan sembuh dan racun yang telah menyebar tak lagi bereaksi. Tawa iblis pengikut itu menggelegar memecah kedalaman hutan larangan.Helldan terbang ke sana ke mari seolah mengejek tiga remaja yang terduduk lemas karena menyaksikan salah satu penduduk Kota Gardraff telah gugur. Ia pun menghilang setelah melemparkan baju zirah penjaga kota ke arah Hero kemudian tertawa puas.Sementara itu, Hero, Seema, dan Leander nyaris tak mampu berdiri karena terkejut. Keberanian yang selama ini mengalir di diri mereka seketika menciut saat melihat kematian di depan mata untuk pertama kalinya.Hero terduduk sambil memegang baju zirah penjaga kota yang dijatuhkan Helldan. Tubuh penjaga itu telah sirna saat jiwanya ditelan.Pepohonan yang bergerak hampir menjauhkan posisi karena mereka bertiga hanya berdiam diri, tetapi Lyonell datang dan langsung melemparkan ketiga remaja itu ke pungg
Sembilan pedang suci terus berlatih mengasah kemampuan mereka. Melewati hari demi hari dengan latihan tanpa henti, Hector dan Argana bahkan pernah dibuat takjub akan kemampuan sembilan remaja itu.Namun, saat kebosanan mencapai puncak, beberapa orang di antara mereka diam-diam pergi ke pusat kota karena rindu pada suasana keramaian di sana.“Hero, kenapa berhenti?” tanya Seema ketika melihat Hero tertinggal di tengah-tengah pusat perbelanjaan kota.“Seema, Leander ... ayo, ikut aku!” ajak Hero kemudian menjauh dari keramaian. “Aku merasakan keberadaan aura itu lagi,” ucap Hero dan mengingatkan kedua temannya pada pertarungan Dryas melawan Helldan.“Di mana?” tanya Leander berbisik.Hero menunjuk hutan larangan dan kedua temannya pun terdiam sejenak. “Tunggu apa lagi? Ayo!” ajak Seema dan mereka pun kembali memasuki hutan larangan.Deretan pepohonan mulai bergerak secara acak. Mereka
Dryas menemui Atalla setelah melatih sembilan pedang suci. Ia pun menanyakan beberapa hal karena terusik dengan ucapan Helldan yang menyebutkan kutu pengganggu. Awalnya, Dryas berpikir maksud sebutan itu tertuju pada Farrabi sebab Farrabi adalah satu-satunya manusia di Kota Gardraff.Namun, sejak belasan tahun Farrabi berada di Kota Gardraff, para iblis tak menganggu sesering belakangan ini. Ia pun akhirnya sadar bahwa tak hanya Farrabi, melainkan Hero juga seorang manusia meskipun Atalla sudah mengangkatnya sebagai anak.Sementara itu, Atalla tidak merasakan ada sesuatu yang janggal di diri Hero. Remaja lelaki itu datang ke Kota Gardraff karena ia memenuhi syarat seperti manusia-manusia yang datang sebelum Hero.Dryas yang masih belum puas pun mendatangi Hero di malam hari. Mereka berbincang empat mata dan Dryas ingin mendengarkan cerita Hero selama di dunia manusia.“Sebelumnya aku tak terlalu peduli dengan manusia yang dipanggil Atalla ke kota in