"Waaah, buahnya seger- seger banget, makan disini boleh, ya Mas?" Rajukku. Entah kenapa benar-benar sudah tak sabar ingin memakan rujak itu sekarang."Lama ga? Takutnya Mama khawatir, aku ga bawa ponsel soalnya,""Engga lama, kok. Sebentar aja," pintaku memelas.Mas Ubay akhirnya mengabulkan permintaanku. Usai makan rujak kami pun berniat hendak pulang."Mas, mau burger!" Cicitku."Burger? Tumben! kamu kan ga suka burger?"."Bukan, aku. Tapi, anak kita," ujarku sambil mengusap perutku yang masih rata."Oke, yuk kita cari,"Sesampainya di sebuah restoran Mas Ubay berhenti."Aku ga mau beli disini. Maunya di Abang-abang yang pake gerobak!""Emang ada?""Ada!" sahutku penuh semangat."Tapi, kan ga bersih, Sayang. Ga steril,""Aku pokoknya mau itu, ga mau yang lain,"rasanya ingin nangis saja. Apa begini perasaan wanita hamil? Kenapa aku tiba-tiba jadi cengeng begini."Iya, yaa ... Yuk kita cari,"Kami pun berkeliling mencari tukang burger. Sampai berkali-kali bertanya pada warga yang lewa
"Mama sebenarnya mau ngadain resepsi besar-besaran. Biar kita bisa mengundang kerabat besar dan juga rekan rekan bisnis Papa. Gimana pun, Ubay nanti yang akan menggantikan Papa. Anggap saja ini perkenalan Ubay dengan mereka. Tapi, Mama khawatir dengan kesehatan Alina. Lagi hamil muda takutnya kecapean," ujar Mama saat kami sedang makan malam."Gimana kalau sekalian resepsi Lea aja, Ma?" sanggah Lea. Yang malam itu menginap di rumah mama.Semua mata menatap ke arah Lea. Lea tampak malu lalu menundukkan kepalanya."Emang kamu mau menikah lagi?" cecar Mama tajam."Lea, dalam proses perkenalan dengan seorang laki-laki, Ma. Dia pengacara, orangnya InsyaAllah baik. Alina yakin, dia bisa membimbing Lea, dan alina juga percaya jika Lea memang punya keinginan untuk menikah semata-mata ingin mendapatkan ridho Allah," sahutku cepat.Kini semua melihat ke arahku. Lea menatap dengan mata berkaca-kaca. Aku tahu, Mama sudah tak percaya pada Lea. Setiap laki-laki yang dijodohkan dengannya berakhir ka
"Ya, gapapa kali, Al. Kasian tuh anak, bete banget sejak suaminya uring-uringan minta balik ke luar negeri,""Kenapa mereka ga balik aja, sih!" Sangat berharap malah aku, dia segera menjauh sejauh-jauhnya."Flo mau buka usaha di sini, apalagi sejak aku cerita kamu punya sebuah restoran. Wajah dia sangat bersemangat, biar dia nyontoh kamu, Al,"Aku tersenyum miring, aku yakin Flo bukan semangat ingin mengikuti jejakku. Tapi, semangat ingin menghancurkanku. Untuk bicara pada Lea, aku segan. Flo saudara Lea, takutnya mereka malah selisih paham karena aku.Paginya."Alina lagi hamil lho, jangan aneh-aneh Mama ga suka. Nanti kalian disana ga bisa jaga Alina, cucu Mama nanti kenapa-kenapa," tolak Mama tegas saat Lea mengutarakan rencana kami."Ada Ubay kok, Ma. Flo dan Andre juga ikut," seru Mas Ubay meyakinkan Mama.Aku memilih diam. Hati kecil melarangku untuk ikut, tapi alasan apa yang akan gunakan?Dan akhirnya rencana itu pun terealisasi. Keesokan harinya menjelang subuh kami sudah ber
Aina keluar dari mobil bersama Flo. Senyumku seketika padam. Kenapa ada dia? Lalu kenapa Mas Ubay tampak sangat marah."Kita balik sekarang!" Titah Mas Ubay mendekat lalu mengandeng tanganku masuk."Ada apa ini, Bang?" Tanya Lea panik."Tanya sama sepupu lu, itu! Udah gw bilang ga usah bawa dia, lu ngotot!" sahutnya sambil terus berlalu."Bang, jelasin dulu!"Mas Ubay berhenti yang membuatku seketika juga berhenti."Dia membohongi gw! Dia sengaja pura-pura sakit perut dan meminta gw menemaninya ke klinik. Dan lu tau apa? Ternyata dia menunggu perempuan itu disana, bukan untuk berobat!""Astaghfirullah ..." Lea menatap ke arah Flo dengan tatapan tajam."Sorry, ya teman-teman, kami duluan pulang," seru Mas Ubay."Sabar ya, Bro," bisik suami Dea sambil menepuk pundak Mas Ubay."Saya yang minta maaf kepada kalian semua. Acara kumpul-kumpul kita jadi berantakan gara-gara, saya." "Tak apa, Mas. Kami maklum," sahut Anggi cepat, sebagai ketua geng, Anggi tentu merasa punya tanggung jawab."A
Rahang Mas Ubay mengeras."Kalau kenapa-kenapa dengan bayiku, aku bunuh mereka," Geramnya."Bang, lu apaan sih! Kayak mafia. Alina gapapa kok. Bestie gw kuat!" Seloroh Lea."Lu sih, biang keroknya!""Gw juga ga nyangka bakal begini jadinya, kalau tau seperti ini, tu anak bukan gw bawa ke puncak. Tapi, langsung gw ceburin ke jurang,""Samanya lu, otak mafia!"Melihat mereka mulai beraksi, aku tak bisa menahan tawa. "Alhamdulillah, syukurlah, rileks ya, Al. Emang menonton tom and Jerry versi dunia nyata itu seru, ya!" sindir Anggi."Gw, Tom nya!" Sahut Ubay cepat."Enak aja! Gw yang tom. Lu, si tikus jail,"."Mana ada tikus setampan gw!""Mana ada juga Jerry se-feminim gw!" Lea tak mau kalah. Melihat kakak adik itu asik bertengkar, anak-anak mengajakku ke balkon. Dimana dari sana pemandangan kota Bogor terlihat jelas. Bukit yang rindang dan angin yang sejuk menyambut. Lega rasanya dada. Hingga mas Ubay dan Lea tersadar dan ikut nimbrung bersama.****Kami sampai di Jakarta. Rumah terl
Setelah melihat keadaan Mas Gunawan, pikiranku tak tenang. Walau dia bukan siapa-siapaku lagi. Tapi, entah kenapa aku teringat akan Sabila. Gimana nasib anak itu."Mikirin apa? Kayaknya setelah melihat mantan tadi, kamu banyak melamun?"Aku terdiam. Ragu untuk mengatakan padanya."Kan sudah, Mas bilang. Jika ada masalah jangan pendam sendiri. Sampaikan saja, kita selesaikan bersama,"Mata itu penuh ketulusan. Mungkin tak ada salahnya aku mengatakan pada Mas Ubay apa yang mengganjal di hatiku."Aku kepikiran Lala, Mas. Jika Mas Gunawan keadaan seperti itu, gimana dengan Lala dan Siti? Aku khawatir dengan anak itu," setelah berkata seperti itu. Aku kembali menunduk.Mas Ubay mengelus rambutku, "hanya itu?" tanyanya. Aku mengangguk cepat."Nanti kita cari tahu. Sekarang istirahat, ya. Mas ada sedikit urusan di kantor. Kalau ada apa-apa jangan lupa telepon. Nanti kamu, Mas titipkan pada Mama. InsyaAllah, mas ga lama,"Aku kembali mengangguk. Memang tadi sewaktu di rumah sakit. Beberapa ka
"Flo, menikah bukan karena cinta. Sebab itu, dia sama sekali ga menghargai Andre,""Maksudnya, Ma?" Setahuku dulu Flo sangat menyukai Andre, bahkan sampai rela mempermalukan diri saat upacara bendera di sekolah untuk menyatakan cintanya, walau saat itu Andre sedang menjalin hubungan denganku. Hingga akhirnya Andre meminta putus dan memilih Flo. Setelah mereka jadian, apapun dia berikan pada Andre. Yang membuatku sakit hati, mereka berdua menyerangku dengan membuat foto editanku tak memakai baju, tengah tidur dengan seorang laki-laki. Walau editannya kasar, tapi Ayah dan Ibu, saat itu sempat jatuh sakit. Namun, teman-teman yang kenal aku bagaimana, berhasil meyakinkan Ayah juga Ibu jika itu hanya gambar editan.Seharusnya aku yang dendam pada Flo, tapi entah kenapa. Justru dia yang memusuhiku sampai detik ini. Sialnya, aku bertemu lagi dengannya dan dia sepupu suamiku sendiri. Betapa sempitnya dunia.Setelah mendengar penjelasan Mama itu, hatiku sedikit berdamai. Menyingkir kebencian p
Tamu kehormatan Papa itu menaiki panggung, sedangkan asistennya menunggu di bawah dengan mata mengikuti gerakan sang tuan. Hingga mata kami beradu. Laki-laki itu sangat jelas gelagapan dan salah tingkah. Aku menatapnya lekat, tak peduli jika ada yang melihat. Bahkan sengaja menyunggingkan senyum meremehkan.Lihatlah siapa dirinya sekarang, hanya kacung yang mengekor di belakang tuannya. Dia pasti tau siapa laki-laki yang kini menjadi suamiku. Seorang pengusaha kaya raya pemilik perusahaan yang banyak diincar perusahaan lain untuk bekerja sama. Setelah laki-laki bernama Freddy itu turun dan kembali ke meja dimana Papa menunggu, Mas Ubay menyolek tanganku."Kamu kenapa?" Tanyanya."Kacung itu laki-laki yang menyebabkan Ayahku meninggal," Bisikku dengan suara agak parau menahan sesak di dada.Meski saat itu Mas Gunawan membantu menutup malu. Tapi, Ayah stres berat karena merasa di injak-injak harga dirinya."Aku mau Mas membalaskan sakit hatiku," lirihku dengan mata masih terus melirik
Perjalanan pun kami lakukan, menikmati alam meski kami tengah diberi ujian olehNya. "Kenikmatan kita itu lebih banyak dari pada ujian yang Allah berikan, Sayang. Jangan berkecil hati. InsyaAllah akan ada kemudahan dibalik kesulitan. Nadiva akan menjadi gadis cantik seperti bundanya." Mas Ubay tak henti-hentinya menguatkanku.Bahkan saat Nadiva dibawa ke ruang operasi, dia selalu menjadi tempatku bersandar. Air mata tak kunjung habis mengingat bayiku sedang dalam perawatan.Hafidz dan Bude Tia menunggu di hotel. Aku percaya bude Tia akan menjaga Hafidz selama kami dirumah sakit.Sekitar 3 jam, Nadiva selesai di operasi. Alhamdulillah, Operasinya berjalan lancar. Hanya saja menurut dokter nanti perlu terapi wicara untuk Nadiva. Namun, dokter menyakinkan jika bekas operasi itu tak akan menganggu penampilan Nadiva kelak. Teknologi sudah canggih, apapun bisa tampak sempurna saat ini. Hanya butuh uang saja.***Hari berlalu, tahun berganti.Nadiva sudah menginjak usia 4 tahun. Memang ada s
Kelahiran Nadiva Az-Zahra anak perempuan keduaku menjadi harapan yang seakan kandas. Nadiva lahir dengan keadaan fisik yang tak sempurna. Bibir dan langit-langit mulut Nadiva tidak normal. Orang biasa menyebutnya bibir sumbing. Awalnya aku menangis mengetahui hal itu. Apalagi tampak gurat kecewa diwajah Mama.Bersyukur Mas Ubay selalu menguatkan hatiku."Semua ciptaan Allah itu indah, bersyukur hanya secuil kekurangan ini saja yang Allah berikan pada kita. Tak usah berkecil hati. Nanti kita cari solusi gimana Nadiva bisa tumbuh menjadi gadis yang percaya diri."Mama agak acuh padaku, lebih sering ke rumah Lea yang juga telah melahirkan. Anak Lea laki-laki. Tampan dan sempurna, Mama selalu membicarakan perkembangan Hasan anak kedua Lea itu.Aku lebih sering menghindar dari obrolan itu. Menyibukkan diri di dapur atau pura-pura sedang menyusui Nadiva.Melihat keadaan itu, Mas Ubay memutuskan untuk sementara kami menempati rumah kami yang telah lama kosong.Mama keberatan, tapi kali ini M
"Kalau ada niat mah, apa saja bisa, Ma! Mau tinggal disebelah rumah kita, juga pasti mampu." sahut Papa yang baru datang dari kamarnya."Eh, Om. Apa kabar, Om?""Sehat! Apalagi sejak ada Alina di sini. Berdua dengan mamanya Ubay, cerewetin Om untuk makan makanan sehat dan rutin minum vitamin."Aina mencebikkan bibirnya. Walau segera dia tersenyum setelah itu. Tapi, hati kecilku berkata jika Aina datang bukan membawa keberkahan sebagai seorang tamu. Namun, sedang menunjukkan eksistensinya sebagai wanita pelakor sejati. "Nak Aina mau makan di sini? Kebetulan kami mau makan siang. Tapi, kayaknya bik irah ga masak nasi lebih, ya, Al?" Papa beranjak masuk. Aku berusaha menahan tawa. Papa mengajak orang makan tapi, ga punya nasi. Orang yang punya otak, pasti akan paham maksud papa mertuaku itu."Ga usah, Om. Lain kali aja. Nanti Aina mampir lagi." Tak lama perempuan itu pamit.Aku dan Mama mengantarkanku ke pintu, lalu kami sama-sama kembali masuk dan masuk ke ruang makan."Kamu ini, giman
Bayang-bayang Aina mengusik hatiku. Ternyata perempuan itu sudah keluar dari penjara. Kini penampilannya juga jauh berbeda. Tak ada lagi rambut panjang bergelombang dengan bibir bergincu merah menghiasi wajah.Yang tampak wajah dengan riasan sederhana dibalut kain panjang dan baju longgar seperti yang kukenakan. Tak terlihat apakah perutnya besar atau tidak karena seingatku waktu ditangkap, Aina dalam keadaan hamil. Ah, kenapa dia yang kupikirkan? Tapi, aneh saja. Kenapa dia datang ke restoran? Lalu menatapku dengan tatapan seperti itu. Seolah sedang mengatakan "Aku kembali!"Sudahlah, aku yakin setiap episode kehidupan akan menemukan ujiannya masing-masing. Dan aku sangat percaya, jika aku sanggup melewatinya."Alina, makan dulu, Nak. Ini Mama buatkan sop hangat untuk kamu." Teriakan Mama terdengar dari luar. Aku yang sedari pulang dari resto masih rebahan di kamar. Langsung bangkit dan berjalan ke pintu."Iya, Ma.""Sini, Sayang. Kamu pasti lapar. Mama masak sop iga sapi muda. Hmmm
Aku ingin melawan, tapi rasa sakit ini membuatku tak sanggup bangkit lagi. Doa minta pertolongan tak henti-hentinya aku lafaskan. Hanya pertolongan Allah yang saat ini aku harapkan. Sakit di perut makin menggila. Hingga aku merasa ada yang basah dibawah sana. Ya Allah, kenapa ini? Mencoba meraba, ada warna merah ditanganku. Ya Allah, aku kenapa?Ketika, Alex hendak mendekat lagi, pintu tiba-tiba terbuka dengan kencang hingga menimbulkan suara gaduh Karena pertemuan kayu dengan tembok itu.Beberapa orang laki-laki masuk dan langsung menghajar Alex. Sementara aku tak kuasa lagi menahan rasa sakit di perut."Cepat angkat! Korban mengalami pendarahan." Aku hanya mendengar teriakan itu sebelum semua menjadi gelap.****"Kamu sudah sadar, Sayang? Alhamdulillah, ya Allah..."Mas Ubay mengabaikan pertanyaanku. Laki-laki itu menciumi wajahku, lalu meraih tangan dan menggenggamnya erat. Ada air yang mengambang di matanya."Makasih, ya Allah. Makasih, Sayang, kamu sudah bertahan demi kita, demi
Aku terbangun dalam ruangan serba putih. Kepala masih sedikit pusing. Perlahan aku menoleh mengitari setiap sisi ruangan ini. Sepi, hanya aku sendiri di sini. Tak lama, terdengar samar-samar suara obrolan dari luar. Meski sangat pelan tapi masih dapat kudengar dengan jelas.Aku tersenyum tipis mendengar jawaban Mas Ubay atas permintaan perempuan yang dapat kupastikan itu adalah Aisyah. Silahkan saja coba rebut dia dariku. Aku telah menyerahkan hatiku dan cinta kami pada Allah. Dengan seyakin-yakinnya aku berkata, jika Mas Ubay akan menjadikan aku istri satu-satunya yang akan mendapatkan penghargaan berupa cinta darinya.Terlepas, jika kelak Allah takdirkan dia bersanding dengan perempuan lain, nyatanya cinta kami sudah terlebih dahulu terpupuk bersama.Aku mencoba menulikan pendengaran, seharusnya Aisyah lebih mengerti tempat untuk mengutarakan isi hati. Aku yang kini lemah tak berdaya butuh dukungan untuk bangkit dan melupakan kenangan pahit saat Alex berusaha menjadikan aku wanita
"Cucu saya gimana, Dok?" lirih Mama yang tampak ripuh."Alhamdulillah, sejauh ini dia masih bertahan. Bantu do'a saja ya, Bu. Ini karena Bu Alina banyak kehilangan darah, juga mengalami dehidrasi. InsyaAllah semua akan baik-baik saja."Semua bernafas lega. Alhamdulillah, Alinaku memang wanita kuat, dia wanita hebat yang pernah kutemui. Aku yakin dia akan sembuh dan jauh lebih kuat."Ma, Mama, Papa juga Lea, pulang saja. Biar Ubay yang menjaga Alina di sini.""Mama juga mau di sini.""Ma, Mama harus menjaga kesehatan. Mama sebentar lagi akan punya dua cucu dari Ubay, dan dua cucu dari Lea. Jangan sampai Alina melihat mama dalam keadaan pucat karena kelelahan.""Benar, Ma. Kita pulang, biar Ubay menjaga Alina. Besok pagi-pagi kita kesini. Mudah-mudahan Alina sudah sadar."Akhirnya malam itu aku sendiri menjaga Alina. Jam delapan malam, ada telepon dari Pak Freddy. Aku bergegas keluar agar tidak menganggu tidur Alina."Saya ikut prihatin dengan apa yang terjadi dengan Pak Baihaqi. Saya h
Mama menangis melihat Alina yang masih belum sadarkan diri. Terpaksa aku menyampaikan kejadian yang sebenarnya kepada Mama. Walau sebenarnya tak tega. Tapi, jika nanti ada terjadi hal yang tak di inginkan aku tak mau Mama ngedown."Maafkan Ubay, Ma," lirihku.Mama terisak memelukku."Kamu kalau ada apa-apa kasih tau, Mama. Bagaimana pun Alina anak Mama, menantu Mama. Mama pasti akan mengusahakan yang terbaik untuknya. Kalau sudah begini, terjadi apa-apa dengannya gimana?""Sudah, Ma. Ubay memikirkan kesehatan Mama. Jangan salahin dia terus." Papa berusaha menenangkan Mama. Aku tertunduk, "sabar Bang, Mama hanya syok!" lirih Lea menenangkan."Gimana Mas, apa dalangnya sudah tertangkap?" tanya Arsyad."Belum, Ar. Menurut teman gw yang bekerjasama dengan polisi, orang itu melarikan diri keluar negeri.""Memang siapa dalangnya, Bay?" sahut Papa."Wiliam, Pa."Daniel sudah memastikan jika pelaku adalah William, dan seorang perempuan yang juga pengusaha seperti dirinya. Chaterine, perempua
Sesampainya di sana, gerbang rumah itu terbuka lebar. Sebuah mobil polisi sudah parkir di halaman dan beberapa mobil lain yang kupastikan itu mobil Daniel dan anak buahnya. Ternyata mereka sudah mengrebek rumah itu. Seorang laki-laki yang sangat kukenal sudah dalam kondisi terborgol. "Daniel, mana Alina?""Alina sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Lu susul ke sana. Gw sedang melacak otak dibalik semua ini. Tadi istri lu pingsan. Gw takut terlambat jika menunggu lu, sebab, istri lu pendarahan.""Innalilahi, pendarahan?""Iya, buruan lu ke sana. Laki-laki kurang aj*r ini berusaha menodai istri lu, untung Alina bisa bertahan sampai gw dan polisi datang."Bugh! Sebuah pukulan kulayangkan pada Alex sesaat setelah mendengar penjelasan Daniel."Biad*b!""Sabar, Pak! Kami dari pihak kepolisian yang akan menangani laki-laki ini dan menghukum sesuai hukum yang berlaku." Pak polisi itu mengiring Alex menjauh."Gimana rasanya perempuan bekasku!" ujar Alex dengan wajah yang sudah babak belur.