Share

Bab 14

Penulis: Affad DaffaMage
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kata-kata adalah doa. Jangan bermain-main dengan doa.

“Semoga Zihan tidak melihat ini,” ucapan itu aku rapalkan saat menyaksikan video itu. Namun, itu sepertinya sebuah wishful thinking. Takdir seakan meledekku. Apakah ini akibat perkataanku kemarin?

“Gila sih, kalau gak diselamatin tuh Rahima bisa terluka,” komentar Zul. Iya, benar poin Zul. Cuma aku berharap justru Mas Faux yang menyelamatkan, bukan Mas Shad. Ini akan jadi buah bibir lintas fakultas, dan menjadi luka. Luka bagi Rahima, bagi Zihan.

“Kenapa kamu tampak mikir keras?” tanya Zul kepadaku. Aku menggelengkan kepala.

“Bukan apa-apa Zul. Hanya ada beban di benakku. Ya sudah, kita masih harus fokus dengan har

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Hati Biru Affa   Bab 15

    Waktu itu hanya mengajarkan tiga hal: lalu, kini, nanti. Masa lalu untuk dipelajari, masa kini untuk dijalani, masa nanti untuk diperjuangkan.Mars kebanggaan FTEI mengudara bebas kala para wisudawan berjalan menuju sebuah bendera yang menjadi simbol kebesaran FTEI. Satu mars terakhir dikumandangkan oleh pemimpin para wisudawan, yang diikut oleh semua mahasiswa dan wisudawan FTEI.Asap segera memenuhi tempat itu, menandakan perayaan. Sementara itu, bendera raksasa yang menghalau mereka langsung digulung ke atas, membukakan jalan. Penampilan dari mahasiswa baru segera mengikuti.Para wisudawan pun berlalu setelahnya menuju tempat duduk yang tersedia. Bersama kedua orang tua mereka. Beberapa dengan pendamping mereka. Aku melihat asisten-asisten lab perempuan membawakan Zihan dari X-106 ke bawah. Ya kan, aku gak habis pikir kok

  • Hati Biru Affa   Bab 16

    Ada banyak persahabatan yang dirusak oleh cinta. Ada banyak ikatan yang retak karena cinta. Ada banyak luka yang tercipta karena cinta. Pertanyaannya, apakah ini salah cinta?Mutia: Maaf baru selesai, Affa. [Link]Aku membuka link yang dikirimkan oleh Mutia. Sepertinya anak ini tidak terlalu bisa memakai git. Ah tidak masalah. Aku harus selesaikan pekerjaan ini sebelum tidur.Membaca seluruh kode, database, dan sistem yang diberikan. Aku mencoba memutar otak untuk memastikan semuanya sesuai. Azan subuh berlalu kala aku masih sibuk dengan pekerjaanku. Hembusan berat keluar dari mulutku setelah selesai azan.“Salat dulu. Sepertinya setelah tidur hari ini saja,” gumamku. Aku mengakhiri pekerjaanku dan mengambil wudu, melaksanakan subuh, lalu bera

  • Hati Biru Affa   Bab 17

    Kepercayaan, sekali retak, tidak bisa kembali ke bentuk awalnya.Aku tersenyum. Rasanya luar biasa setelah selama ini berjuang tanpa keyakinan bahwa ada yang benar-benar menyokongku diluar kehidupan laboratoriumku. Ini menunjukkan, terlepas alasan mereka, ada keinginan mereka untuk membantuku.“Heh, mereka sebegitunya peduli,” ucapku kepada diriku sendiri. Aku menyadari sesuatu, dan segera menggunakan ZLTS untuk memeriksa orang yang aku curigai. Aini dan Nuraini Agustina match.“Jadi, dia orangnya?” gumamku datar. Aku melihat ke arah perempuan itu sekilas, ZLTS menunjukkan foto dia, yang membuatku mengetahui yang mana Aini. Aku menutup aplikasiku.“Ah, setidaknya aku sudah tahu,” bisikku pelan. Aku

  • Hati Biru Affa   Bab 18

    Hati itu unik. Dia tidak mengikuti akal yang dimiliki manusia.Affa: Oh ya. Aku mulai kepikiran. Kamu akrab sama Aini?Aristy: Kenapa memangnya?Affa: Mau tanya. Aku jengkel soalnya.Aristy: Keknya kamu yang gak peka.Affa: Apa maksudmu?Aku merasa tersinggung dengan kalimat itu entah kenapa. Ini seperti Rahima mengejekku dengan kata ‘tidak peka’. Bedanya, ini adalah seorang perempuan yang tidak pernah bertemu denganku. Orang asing. Dia berani mengejekku.Aristy: Darimana aku harus mulai menjelaskan ya?

  • Hati Biru Affa   Bab 19

    Ada harapan yang tidak tertulis, selain dalam hati.Aristy: Semua ada di chat kemarin.Affa: Aku sudah baca semua itu.Aristy: Apa kurang? Aku sudah memberikan percakapan intinya.Affa: Rasanya masih ada yang kurang.Aristy: Saat kamu bilang di grup dulu kamu menyukai seniormu, dia nangis kejer di chat denganku. Aku aja sampai harus tenangin tuh anak.Affa: Oh, 3 tahun lalu.Aristy: 2 tahun lalu dia mulai mencoba move on, tapi tidak bisa.Affa: Kenapa?

  • Hati Biru Affa   Bab 20

    Kala kita meyakini bahwa semua beban kita bisa diselesaikan, kala itu kita mulai mencari jalan keluar dari beban itu dengan kepala dingin.Aristy: [Lihat Status] Takut kehilangan ya?Affa: Iya.Aristy: Kenapa?Affa: Hmmm....Aristy: Ya sudah. Gak ada yang maksa kok.Aku menutup percakapan itu dan menghembuskan nafas berat. Mungkin tidak ada salahnya menjelaskan sedikit. Setidaknya, beban di benakku bisa ku lepas.Affa: Aku kehilangan orang berharga dalam hidupku dulu.Aristy: Turut berduka.

  • Hati Biru Affa   Bab 21

    Jangan lupa untuk selalu memakai wajah poker, seperti seorang Kaito Kid.“Hei Affa!” suara tinggi itu mengejutkanku, membuatku menghentikan langkah dan membalikkan wajah, untuk dihadiahi dengan sebuah bogem mentah di wajah.“Apaan sih, Aristy!?” tanyaku ketus. Aristy mencoba mengoreksi tangannya yang baru saja membogem mentah wajahku.“Egois sekali,” jawabnya dingin.“Apa yang egois? Toh benar saja toh?” tanyaku datar. Aristy menatapku tajam.“Egois bangke! Lu gak sadar kalau tuh cewek mewek gara-gara lu bangke!” balasnya ketus. Terus, masalahnya apa dengan itu?“Lalu?”“Kamu takut kehilangan kan? Sikapmu i

  • Hati Biru Affa   Bab 22

    “Semua pilihan yang kita ciptakan, akan memiliki konsekuensi. Kita yang melarikan diri dari kenyataan pun, sadar akan hal ini.”“Maaf... saya telat,” ucapku dengan nada rendah kala aku tiba di laboratorium. Kesulitan tidur tadi malam karena kaset memori peristiwa hari sabtu kemarin masih berputar di otakku.“Tidak apa, Fa,” ucap Mutia, mewakili kelompoknya. Aku melihat praktikan lainnya tampak berbisik kecil ke diri mereka masing-masing. Antara hinaan, ejekan, atau apalah itu, aku tidak peduli opini mereka.“Langsung masuk saja. Asistensinya di ruangan lab,” komentarku kepada mereka seraya membuka pintu laboratorium.“Assalamu’alaikum,” sapaku kala memasuki laboratorium. Balas

Bab terbaru

  • Hati Biru Affa   Epilog

    Dering ponsel di jam dua malam itu mengejutkanku dari tidur nyenyakku setelah perjalanan indah bersama Fafa, kekasihku. Aku melihat sebuah nama yang cukup familiar di ponselku.“Huh? Malam, Zul,” ucapku pelan seraya mengangkat panggilan itu. Kesadaranku masih sebelumnya pulih.“Fafa diserang Mut!” teriak Zul di saluran seberang, membuatku langsung mengerjap sepenuhnya ke dunia nyata.“Apa!? Serius Zul!” teriakku tidak percaya. Kalau ini lelucon, aku pastikan Zul akan ku blacklist.“Serius oi! Aku gak main-main ini! Langsung di RS X Harapan, segera!” Aku langsung menjatuhkan ponselku. Peristiwa macam apa ini?Dengan kepanikan, aku segera berganti pakaian. Terburu-buru, suara

  • Hati Biru Affa   Bab 25

    “Aku terlalu sibuk dengan luka yang ku biarkan menghancurkanku.”Selesai makan, Mutia membuka percakapan. Aku memberi isyarat privasi kepada para pelayan, yang diikuti dengan mereka keluar dari ruangan.“Jujur saja, aku masih terkejut, Fa,” ucap Mutia pelan. Dia tampak memilah kata-kata yang ingin dia lontarkan.“Kenapa?” tanyaku datar. Aku meletakkan kedua tangan di depan wajahku, seakan berpikir.“Soal pekerjaanmu. Kamu sungguh-sungguh bekerja di sana? Entah kenapa... rasanya aneh,” jawabnya ragu. Maksudnya meragukannya.“Bekerja di Azhar EduTech tidak masuk akal jika melihat sekilas dari fakta aku baru kuliahan. Tapi, lihat sendiri,” balasku se

  • Hati Biru Affa   Bab 24

    “Kepercayaan adalah benda termahal yang kita jual kepada orang lain.”“Selamat pagi, Affa,” ucap Mas Azhar kala aku tiba. Semua anggota lainnya sudah terkumpul, dan jam menunjukkan angka 7 lewat 58. Dua menit lagi.“Selamat pagi Pak. Selamat pagi rekan-rekan semua,” sapaku kepada semua rekan tim yang hadir. Mas Azhar pun memulai rapat pagi itu.Jam menunjukkan angkat 11 lewat 30 saat Mas Azhar memperkenankan kami istirahat. Aku membuka ponselku, dan melihat banyak pesan dari Mutia dan telepon tidak terangkat langsung masuk sebagai notifikasi.“Good job, jammer,” keluhku.Mutia: Say?Mutia:

  • Hati Biru Affa   Bab 23

    “Tanpa hati, semuanya akan menjadi berat.”“SERIUSAN!?” teriakan itu dilontarkan oleh May kala anak-anak lab menghubungi asisten yang sedang lomba itu. Aku melihat asisten lainnya hanya menganggukkan kepala. Jam menunjukkan angka 7 malam.“Heh. Ada yang video gak eh!?” tanyanya lagi. Yusuf langsung memberikan jawaban.“Sudah aku rekam,” jawab Yusuf setegar mungkin. Ayolah Suf. Aku tidak sebodoh itu untuk tidak melihat kamu patah hati.“Widih. Mas Yusuf gapapa tuh?” sindir May langsung. Anak itu memang sangat frontal ya.“Tangguh dong,” balas Zul membantu Yusuf. Yusuf langsung memberikan tos kepada rekannya itu, yang dibalas dengan cepat oleh Zul.&

  • Hati Biru Affa   Bab 22

    “Semua pilihan yang kita ciptakan, akan memiliki konsekuensi. Kita yang melarikan diri dari kenyataan pun, sadar akan hal ini.”“Maaf... saya telat,” ucapku dengan nada rendah kala aku tiba di laboratorium. Kesulitan tidur tadi malam karena kaset memori peristiwa hari sabtu kemarin masih berputar di otakku.“Tidak apa, Fa,” ucap Mutia, mewakili kelompoknya. Aku melihat praktikan lainnya tampak berbisik kecil ke diri mereka masing-masing. Antara hinaan, ejekan, atau apalah itu, aku tidak peduli opini mereka.“Langsung masuk saja. Asistensinya di ruangan lab,” komentarku kepada mereka seraya membuka pintu laboratorium.“Assalamu’alaikum,” sapaku kala memasuki laboratorium. Balas

  • Hati Biru Affa   Bab 21

    Jangan lupa untuk selalu memakai wajah poker, seperti seorang Kaito Kid.“Hei Affa!” suara tinggi itu mengejutkanku, membuatku menghentikan langkah dan membalikkan wajah, untuk dihadiahi dengan sebuah bogem mentah di wajah.“Apaan sih, Aristy!?” tanyaku ketus. Aristy mencoba mengoreksi tangannya yang baru saja membogem mentah wajahku.“Egois sekali,” jawabnya dingin.“Apa yang egois? Toh benar saja toh?” tanyaku datar. Aristy menatapku tajam.“Egois bangke! Lu gak sadar kalau tuh cewek mewek gara-gara lu bangke!” balasnya ketus. Terus, masalahnya apa dengan itu?“Lalu?”“Kamu takut kehilangan kan? Sikapmu i

  • Hati Biru Affa   Bab 20

    Kala kita meyakini bahwa semua beban kita bisa diselesaikan, kala itu kita mulai mencari jalan keluar dari beban itu dengan kepala dingin.Aristy: [Lihat Status] Takut kehilangan ya?Affa: Iya.Aristy: Kenapa?Affa: Hmmm....Aristy: Ya sudah. Gak ada yang maksa kok.Aku menutup percakapan itu dan menghembuskan nafas berat. Mungkin tidak ada salahnya menjelaskan sedikit. Setidaknya, beban di benakku bisa ku lepas.Affa: Aku kehilangan orang berharga dalam hidupku dulu.Aristy: Turut berduka.

  • Hati Biru Affa   Bab 19

    Ada harapan yang tidak tertulis, selain dalam hati.Aristy: Semua ada di chat kemarin.Affa: Aku sudah baca semua itu.Aristy: Apa kurang? Aku sudah memberikan percakapan intinya.Affa: Rasanya masih ada yang kurang.Aristy: Saat kamu bilang di grup dulu kamu menyukai seniormu, dia nangis kejer di chat denganku. Aku aja sampai harus tenangin tuh anak.Affa: Oh, 3 tahun lalu.Aristy: 2 tahun lalu dia mulai mencoba move on, tapi tidak bisa.Affa: Kenapa?

  • Hati Biru Affa   Bab 18

    Hati itu unik. Dia tidak mengikuti akal yang dimiliki manusia.Affa: Oh ya. Aku mulai kepikiran. Kamu akrab sama Aini?Aristy: Kenapa memangnya?Affa: Mau tanya. Aku jengkel soalnya.Aristy: Keknya kamu yang gak peka.Affa: Apa maksudmu?Aku merasa tersinggung dengan kalimat itu entah kenapa. Ini seperti Rahima mengejekku dengan kata ‘tidak peka’. Bedanya, ini adalah seorang perempuan yang tidak pernah bertemu denganku. Orang asing. Dia berani mengejekku.Aristy: Darimana aku harus mulai menjelaskan ya?

DMCA.com Protection Status