“Hey!, mana kopi susu untukku!, dasar pelupa!” tiba-tiba nada bicara Vardyn berubah seperti dulu pertama ia mengenal Arlin, galak dan dingin.“Eeh, kapan anda menyuruhku membuatkan kopi?” protes Arlin sambil mengerutkan alisnya.“Dasar pikun!, sudah sana buatkan aku kopi susu. Kemudian ambil sepatuku dan kembali kesini!” perintahnya lagi.Dengan wajah cemberut menahan kesal, Arlin bangkit dari duduknya dan melaksanakan perintahnya.“Ish!, mulai lagi perintah-perintah!” gerutu Arlin yang didengar oleh Vardyn.“Heh!, kau menggerutu!” ujar Vardyn pura-pura galak.“Tidak!…” “Itu tadi, aku dengar!”“Tidak ada!!” Arlin tidak dapat menyembunyikan kejengkelannya.Vardyn tersenyum dengan sudut bibirnya melihat ekpresi Arlin yang kesal, benar-benar membuatnya terhibur.Di kantor, perusahaan yang di berikan mertua Vardyn.Di depan pintu President Direktur, seorang mengetuknya dengan agak keras dan buru-buru.“Ya ,masuk!” perintah Vardyn dari kursinya.“Pak!, pak!, tiba-tiba saja saham kita anjlo
“Tapi setidaknya kita tahu dan punya bukti kalau ini adalah ulah nyonya Melinda tuan” ujar Arlin mencoba menenangkan Vardyn.“Ya, baiklah terimakasih. Oya, kau beri nomer rekening temanmu, biar aku transfer uang padanya”“Baik tuan”Lima hari berlalu, Ternyata perusahaan pemberian ayah mertua Vardyn tidak dapat di selamatkan. Penurunan omset dan saham terus anjlok. Akhirnya Vardyn berniat bertemu dengan ayah Melinda untuk memberitahu yang sebenarnya.Vardyn berusaha menelpon Melinda, tapi wanita itu tidak pernah menjawabnya. Vardyn juga tidak menemukan Melinda di rumahnya, kemungkinan wanita itu sudah pindah dari rumahnya.Di depan gerbang mansion ayah mertua Melinda, sedan Vardyn berhenti. Pria itu turun dari mobilnya dan mendekati gerbang.Seorang laki-laki setengah baya berpakaian security mendekati gerbang tanpa membukanya.“Hey Pak!, kenapa tidak membuka gerbangnya?!, aku ingin bertemu tuan Ronald!” pekik Vardyn yang merasa tidak diizinkan masuk.“Maaf tuan Vardyn, nyonya Melinda
“Pelayanmu dan bekas pelayanku akan menjadi jaminan jika kau berbuat sesuatu, maka dia tidak akan bisa melihatmu lagi, dan jika kau membunuhku sekalipun kau tidak akan menemukannya, anak buahku akan langsung membunuhnya, kau paham kan sayang, … tuuuut….”Vardyn membanting hanphonenya ke kursi mobil. Ia sangat geram, tetapi mau tidak mau ia harus menemui Melinda malam itu.Malam pukul 11:05, di depan kamar suite room 233, Hotel bintang lima Binson, Vardyn berdiri berusaha meredakan amarahnya. Pria itu menghela nafas panjang, dan mulai mengetuk pintu kamar.“Masuklah” suara dari dalam kamar.Vardyn membuka pintu kamar tersebut, disana Melinda berpakaian sangat tipis dan menggoda, wanita itu tengah duduk di sofa tengah memegang gelas kristal indah. Penerangan di ruangan juga dibuat sedikit redup dan romantis.“Kenapa kau lakukan ini Mel?” tanya Vardyn yang seolah enggan mendekati Melinda.“Kenapa ya?, um, aku rasa hanya sedikit balas dendam, mungkin bisa dibilang seperti itu” ucap Melinda
Melinda tersenyum dengan sinisnya dan membuat Vardyn kehilangan akal.Vardyn mengangkat tangannya akan menampar wanita itu, tetapi ia khawatir jika sesuatu akan terjadi pada Arlin.“Baik Mel, kau yang menang, lakukanlah semaumu, asalkan setelah itu kau bebaskan Arlin” ucap Vardyn pasrah.Vardyn menjatuhkan tubuhnya duduk di sofa sambil meraup kasar rambutnya. Ia menunggu Melinda melakukan sesuatu padanya, tetapi Melinda justru terdiam.Ponsel Melinda bergetar, dan sepertinya wanita itu terkejut dengan pesan yang tampil di layar ponselnya.“A-apa ini?, sial!” mata Melinda membulat seolah terkejut menatap layar handphone-nya.Vardyn yang melihat tingkah aneh Melinda hanya bisa menautkan alisnya, seolah ada suatu masalah besar di depan Melinda.Belum lagi hilang terkejutnya, wanita itu lagi-lagi terperanjat. Suara deringan ponselnya membuatnya mengerutkan alisnya.‘Papa?’ bisiknya bingung.Vardyn yang mendengar Melinda menyebut papa langsung memandang kearah wanita itu lagi dengan serius
Vardyn serasa ingin memeluk gadis itu, tapi dengan cepat ia urungkan niatnya.“Kau selamat Arlin” hanya itu yang Vardyn ucapkan sambil membuka ikatan yang membelenggu gadis itu.Perasaan rindu, cemas dan bahagia masih disembunyikan oleh Vardyn, ia masih bersikap seolah-olah biasa saja.“Tuan, bagaimana anda menemukanku?” tanya Arlin dengan mata yang berkaca-kaca, membuatnya semakin indah.“Sudahlah, jangan banyak tanya dulu, ayo cepat pulang, mama sudah menunggu” ujar Vardyn.Sesampainya dirumah, nyonya Rubby tidak dapat membendung cemasnya, ia langsung memeluk Arlin dengan erat dan menangis dalam pelukannya.“Syukurlah kau selamat sayang” ujar wanita tua itu.“Aku juga tidak mengira akan selamat nyonya” ucap Arlin dengan air mata yang juga tumpah.“Ma, aku mau bicara sebentar” ujar Vardyn.“Arlin, kau mandilah dulu kemudian istirahat ya” ucap nyonya Melinda sambil mengusap bahu gadis itu yang terlihat kusut.“Iya nyonya, terimakasih”Di ruang tengah, “Aku tidak mengerti, kenapa tuan
Di rumah Vardyn,Arlin beraktifitas seperti biasa. Gadis itu melayani keperluan nyonya Ruby dan Vardyn. Nyonya Ruby berencana berkebun hari itu dan meminta Arlin untuk membeli bibit bunga Ambrosia di toko bunga langganan nyonya Ruby tidak jauh dari blok jalan.“Aku juga akan mencoba menanam mawar putih nyonya, aku akan membelinya agak banyak” ujar Arlin yang sudah siap keluar.“Baiklah sayang, hati-hati di jalan”Vardyn yang tengah bersiap memakai pakaian kantor melihat dan memanggil Arlin dari atas jendela kamar.“Hey pelayan!, mau diantar tidak?” ejek Vardyn dari atas jendela.“Tidak perlu!, kakiku sudah terlatih” ucap Arlin sambil terus berjalan keluar pagar.Beberapa saat kemudian, Vardyn menyambar roti di meja makan, mengecup kening mamanya, pamitan kemudian berlalu ke garasi.Kali ini Vardyn berada di kantor miliknya sendiri. Ia berada di ruang Presdir. Setelah mengadakan rapat dan pertemuan dengan klient satu jam yang lalu, Vardyn memandang keluar jendela di kursi boss-nya.Tiba
Melinda tersenyum dengan sinisnya dan membuat Vardyn kehilangan akal.Vardyn mengangkat tangannya akan menampar wanita itu, tetapi ia khawatir jika sesuatu akan terjadi pada Arlin.“Baik Mel, kau yang menang, lakukanlah semaumu, asalkan setelah itu kau bebaskan Arlin” ucap Vardyn pasrah.Vardyn menjatuhkan tubuhnya duduk di sofa sambil meraup kasar rambutnya. Ia menunggu Melinda melakukan sesuatu padanya, tetapi Melinda justru terdiam.Ponsel Melinda bergetar, dan sepertinya wanita itu terkejut dengan pesan yang tampil di layar ponselnya.“A-apa ini?, sial!” mata Melinda membulat seolah terkejut menatap layar handphone-nya.Vardyn yang melihat tingkah aneh Melinda hanya bisa menautkan alisnya, seolah ada suatu masalah besar di depan Melinda.Belum lagi hilang terkejutnya, wanita itu lagi-lagi terperanjat. Suara deringan ponselnya membuatnya mengerutkan alisnya.‘Papa?’ bisiknya bingung.Vardyn yang mendengar Melinda menyebut papa langsung memandang kearah wanita itu lagi dengan serius
Vardyn serasa ingin memeluk gadis itu, tapi dengan cepat ia urungkan niatnya.“Kau selamat Arlin” hanya itu yang Vardyn ucapkan sambil membuka ikatan yang membelenggu gadis itu.Perasaan rindu, cemas dan bahagia masih disembunyikan oleh Vardyn, ia masih bersikap seolah-olah biasa saja.“Tuan, bagaimana anda menemukanku?” tanya Arlin dengan mata yang berkaca-kaca, membuatnya semakin indah.“Sudahlah, jangan banyak tanya dulu, ayo cepat pulang, mama sudah menunggu” ujar Vardyn.Sesampainya dirumah, nyonya Rubby tidak dapat membendung cemasnya, ia langsung memeluk Arlin dengan erat dan menangis dalam pelukannya.“Syukurlah kau selamat sayang” ujar wanita tua itu.“Aku juga tidak mengira akan selamat nyonya” ucap Arlin dengan air mata yang juga tumpah.“Ma, aku mau bicara sebentar” ujar Vardyn.“Arlin, kau mandilah dulu kemudian istirahat ya” ucap nyonya Melinda sambil mengusap bahu gadis itu yang terlihat kusut.“Iya nyonya, terimakasih”Di ruang tengah, “Aku tidak mengerti, kenapa tuan
Arlin diantar pulang oleh Rey. Di dalam mobil, mereka lebih banyak diam, memendam perasaan masing-masing.“Tuan Rey, besok kau tidak perlu repot untuk mengunjungiku dan menjagaku seperti ini. Aku tahu kesibukanmu” akhirnya satu kalimat terlontar dari bibir Arlin setelah sebelumnya beberapa saat hening.“Benarkah kau tidak membutuhkan aku?” tanya Rey seolah sindiran halus.Arlin hanya diam dan menunduk.Sepekan berlalu, Vardyn telah kembali ke sisi Arlin. Namun Arlin mendapati sikap Vardyn yang sedikit berubah, ia agak pendiam semenjak kepulangannya dari Luar Negeri.“Richo, kalau ada masalah mungkin kau bisa bercerita padaku” ucap Arlin di sela waktu santai mereka dan di temani suguhan teh melati hangat.“Masalah?, sepertinya tidak ada masalah. Oya, bagaimana kabar bu Siska?, kau bilang tempo hari ingin mengunjunginya?” tanya Vardyn sedikit mengalihkan pembicaraan.“Bu Siska sedang pulang kampung. Aku belum tau apa dia s
“Yup, ini kediaman kecilku” jawab Rey santai.“Kecil?” gumam Arlin.Mereka duduk di sofa mewah tadi. Arlin agak canggung dengan keadaanya. Ia seperti anak desa yang berada di istana megah.“Apa kau tinggal sendirian disini tuan Rey?” tanya Arlin masih menyimpan kekaguman luar biasa pada pribadi Rey yang sedikit demi sedikit terkuak.“Aku tinggal bersama anak buahku dan, ohya … tadi aku ingin mengenalkanmu pada Big Black” Rey mengisyaratkan jarinya pada pria yang berdiri tegak di dekat dinding.Pria itu menghampiri Rey dan menunduk karena Rey berbisik sesuatu padanya. Pria itu mengangguk kemudian berlalu dari sana.Tak lama kemudian, si pria tadi membawa seekor anak macan kumbang yang berbulu hitam mengkilat. Ia di rantai di lehernya. Matanya kuning menyeramkan. Tapi anak macan kumbang tersebut sungguh menggemaskan, bagai kucing hitam yang lucu.“Nah, kenalkan, dia Big Black” Rey menggendong Big Black kemudian mengelusnya. Hewan itu sangat penurut di tangan Rey.“I-ini piaraanmu?. Dia s
“Apa anda tidak sibuk tuan Rey?” tanya Arlin dengan keheranan yang belum sepenuhnya hilang.“Tidak, aku tidak sesibuk Vardyn” jawab Rey entang.“Anda selalu berkata seperti itu” kata Arlin sambil memalingkan wajahnya ke arah jendela.Sesampainya di kediaman bu Siska. Mereka turun dari mobil. Tapi Arlin melihat rumah bu Siska sepi dan seolah sudah ditinggal beberapa hari yang lalu, terbukti dari debu yang menempel di lantai teras.Seorang tetangga sempat menghampiri Arlin, seorang ibu sedang menggendong anak bayinya melangkah mendekat kearah Arlin.“Cari bu Siska ya, Mba?” tanya si ibu sopan.“Ah, iya bu, apa bu Siska pergi ya?” Arlin juga menjawab sopan.“Iya, bu Siska sedang pulang kampung, sudah beberapa hari yang lalu” ujar si ibu tersebut.“Oh, gtu ya bu. Saya gak tau bu. Baik, terimakasih ya bu, permisi” kata Arlin sambil sedikit menundukan kepalanya.“Iya, Mba sama-sama” Arlin mendekat
Kemudian Vardyn mendekati istrinya dan mereka menikmati kebersamaan di malam itu.Hari kepergian Vardyn ke Luar Negeri sedikit berat untuk Arlin, walau suaminya hanya pergi untuk beberapa pekan, tapi tetapi ia akan menjalani hari-harinya dengan sendirian.Arlin menatap punggung Vardyn ketika pria itu sudah akan beranjak ke mobil sedannya setelah sebelumnya mencium dan mengucapkan kata-kata perpisahaan sementara diantara mereka.Dari dalam pintu mobil yang kecanya terbuka, Vardyn menyembulkan kepalanya sambil menoleh ke belakang dan memberi lambaian tangan pada Arlin, sambil memekik agak keras, “Rey akan datang siang ini, sayang. Kau tunggu saja ya. Dah! aku pergi!”“Hah?! tuan Rey akan kesini siang ini?” ekspresi terkejut Arlin tidak sempat di saksikan suaminya, karena sudah berlalu dari sana.Arlin yang masih berdiri di posisinya masih tercengang dengan kata-kata terakhir dari Vardyn. “Dia serius akan mengirim tuan Rey untuk menemaniku”
“Vardyn, aku tahu kau masih memikirkan tentang penabrak mobilmu. Bagaimana jika pelaku penabrak mobilmu ditemukan?, apa yang akan kau lakukan?” tanya Rey.“Entahlah, mungkin aku ingin pelakunya merasakan apa yang aku rasakan. Kehilangan sebuah harapan, merasakan sakit yang mendalam” ujar Vardyn terdengar geram.Rey hanya diam dengan pernyataan sepupunya itu.“Oya Rey, sebenarnya aku ingin meminta tolong padamu, tapi aku khawatir kau tidak akan bersedia”Rey mengerutkan alisnya. “Memangnya kenapa aku harus tidak bersedia?,” tanya Rey penasaran.“Pekan ini aku harus pergi ke Luar Negeri. Ada bisnis yang harus kujalani. Aku khawatir jika meninggalkan Arlin sendirian. Maukah kau menjaganya sementara aku pergi?”“Hah?, apa kau gila Vardyn?!. Dia istrimu, mana mungkin aku menjaganya disini” tolak Rey dengan wajah heran.“Nah, kan. Aku sudah tahu jawabanmu” kata Vardyn datar.“Bukan begitu maksudku. Apa kau yakin istri
Entah darimana datangnya, aliran deras air mata yang tiba-tiba melucur jatuh membasahi selimut Arlin. Wanita itu sudah bisa menerka apa yang terjadi walau dokter belum menjelaskannya.“A-apa itu tentang bayiku dokter?” tanya Arlin, suaranya bergetar diiringi tangis yang mulai membuncah.“Maaf nyonya, iya benar, bayi anda tidak selamat, akibat guncangan hebat maka kandungan anda mengalami pendarahan, dan terpaksa kami harus mengangkat rahim anda karena beberapa resiko yang akan kami jelaskan nanti” jelas dokter yang membuat Arlin memecahkan tangisnya.Arlin menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Dengan segera bu Siska yang sudah mengetahui yang sebenarnya memeluk Arlin dengan erat.Tangisan Arlin tumpah dalam pelukan bu Siska, kini keduanya berduka dan menangis.“yang sabar ya sayang …” hanya itu yang mampu di ucapkan bu Siska dengan isak tangisnya dan suaranya yang bergetar hebat.Sedangkan Arlin hanya lemas dengan air mat
“Arlin!, jangan-jangan kau hamil!” Vardyn mengeraskan suaranya menandakan semangatnya.“Hamil?” ucap Arlin yang masih menahan mualnya.“Ayo bergegas, kita ke rumah sakit!” ucap Vardyn sambil melangkah cepat ke kamar untuk mengganti pakaian.“Benarkah dok?!, istriku hamil?” wajah kegembiraan Vardyn tak bisa di sembunyikan, ia sangat bahagia mendengar Arlin hamil, karena memang selama ini ia ingin sekali memiliki keturunan.“Ya pak, usia kandungan istri bapak baru berjalan satu minggu lebih, hampir dua minggu” jelas Dokter yang memeriksa Arlin.Arlin dan Vardyn saling memandang sambil tersenyum bahagia. Hari demi hari yang mereka lalui seolah semua sempurna. Arlin juga sangat beruntung karena Vardyn mencintainya sepenuh hati. Sikap pria itu kini sangat berbeda dengan ketika pertama kali ia bertemu.Usia kandungan Arlinpun semakin membesar, sudah tiga bulan wanita cantik itu mengandung benih Vardyn.“Sayang, bukankah ini terlalu cepat, pakaian bayi bisa kita beli ketika usia kandunganku
Arlin sedikit mendongak, ia menatap wajah Rey tanpa berkata apa-apa. Tanpa disadari mereka berdua mendekat.Rey memiringkan sedikit wajahnya, jemarinya memegang lembut leher belakang Arlin, mereka berdua menautkan bibir dalam sebuah rasa yang sama walau tak bisa bersatu.Arlin seolah tidak ingin saat itu berakhir, namun semua harus diakhiri.“Jaga dirimu baik-baik Arlin” Rey kembali mengecup kening Arlin dengan lembut. Karena bisa jadi setelah ini mereka tidak akan bertemu untuk waktu yang cukup lama.“Tuan Rey, aku…aku sangat mengagumimu” ucap Arlin lembut.“Aku juga … kau adalah wanita yang spesial untuk pria manapun” Rey mengelus pipi Arlin.“Apa kita akan bertemu lagi tuan Rey?” ucap Arlin lirih.“Aku harap begitu dan aku pasti selalu menginginkannya ” Rey menghela nafas.“Baiklah mari kita kembali ke dalam, mungkin Vardyn mencari kita” ujar Rey sambil berlalu dari hadapan Arlin, mungkin tak sanggup menatap lama gadis yang dicintainya itu.Arlin menatap punggung pria itu seolah ti
Vardyn yang datang dari arah belakang Arlin langsung menghampiri Rey. Mereka saling berpelukan. Rey mencoba menguatkan Vardyn dan memintanya untuk bersabar.“Bibi Rubby adalah wanita terbaik yang pernah kutemui” ujar Rey pada Vardyn sambil menepuk-nepuk punggung sepupunya.“Yah, kita semua kehilangan” ucap Vardyn.“Dia tidak bisa menghadiri pernikahan yang sangat diinginkannya, mama sangat ingin memiliki menantu Arlin, andaikata aku lebih awal mengenal Arlin”“Hey, tidak ada yang sia-sia, semua pasti sudah diatur seperti itu” ujar Rey “Jadi kapan pernikahanmu?”“Bulan depan semua sudah siap, Hey jangan bilang kau akan kembali ke luar negeri” ucap Vardyn sambil merangkul sepupunya.“Sayangnya, itu benar, aku harus kembali secepatnya” ucap Rey sambil menunduk kemudian melihat kearah Vardyn.“Ck!, kau sok sibuk!, apa tidak bisa sehari saja disini hadir di pernikahanku” decak Vardyn.“Hey, aku memang orang sibuk bun