Hal buruk yang ada di benak Arlin ternyata akan terjadi, Vardyn mendekatkan wajahnya ke wajah Arlin dan jemarinya mulai akan menyentuh pipinya, tetapi Arlin yang sadar akan kelakuan tuannya, cepat-cepat menghindar dan menjauh dari pria itu.“Tuan, tolong jangan ambil kesempatan disaat aku melayani anda. Tugasku sudah cukup, aku mau beristirahat!” ucap Arlin ketus sambil akan melangkah pergi.“Oke, besok pagi kau harus kembali melayaniku, karena aku akan libur dua hari, dan akan tinggal disini sepekan, kita akan sering bertemu, pelayan” ucap Vardyn yang masih duduk di kursi dapur sambil tersenyum dengan sudut bibirnya.Arlin yang mendengar ucapan tuannya tadi seolah ingin kabur dari rumah itu, kalau saja ia tidak mengingat permintaan nyonya Rubi untuk ia tinggal di sana dan janjinya pada pria itu untuk menjadi pelayannya.Pagi, dini hari pukul 04:45Arlin sudah mengolah adonan untuk dibuat roti, ia memanggangnya dan menunggunya di depan oven.“Non Arlin bikin apa pagi-pagi begini?” dari
‘Kenapa gadis ini selalu sempurna membuat segala sesuatunya’ puji Vardyn lagi untuk Arlin di batinnya.Tak lama berselang Arlin dan sang mama Vardyn masuk kedalam rumah setelah selesai mengurus tanaman. “Hey, kau tidak menunggu kami sayang” nyonya Rubi mengecup kepala putranya yang tengah menikmati sarapan paginya.“Terlalu lama ma, aku lihat kalian sedang asik mengurus tanaman, hingga aku tidak terurus begini, enaknya jadi tanaman” ujar Vardyn yang membuat nyonya Rubi tertawa.“Hahahaa, apa kau cemburu pada tanaman?” ucap sang mama.Setelah membersihkan tangan nyonya Rubi menggeser kursi makan dan mulai duduk disana untuk menyantap sarapannya.“Arlin, bergabunglah dengan kami, ayo!, makanlah disini” nyonya Rubi menepuk kursi sebelahnya yang kosong, yaitu kursi yang berada tepat di hadapan Vardyn.“Ah, I-iya nyonya” jawab Arlin agak ragu.Arlin menatap Vardyn sejenak, mata pria itu melirik sedikit keatas kearah Arlin, karena posisi kepalanya yang tertunduk karena sedang menyantap maka
Nyonya Ruby hanya memandanginya dari kejauhan, alangkah berbedanya ketika ia bersama Arlin, yang selalu membuatkannya sarapan, menemaninya mengobrol dan bahkan sampai mengantarnya untuk beristirahat di kamar.Tak lama berselang, seorang kurir pengantar makanan datang dan mengantar pesanan Melinda.Dari sofa ruang tamu Melinda yang tengah memainkan ponselnya memanggil si mbak dengan berteriak untuk mengambil pesanan dari kurir di depan pagar.Akhirnya makanan telah berada di hadapan Melinda. Seketika itu ia makan sendiri sambil asyik bergelut dengan ponselnya.Tanpa sadar Melinda tengah diperhatikan oleh nyonya Rubby dari kursi meja makan, yang tanpa menawarkan makanan pesanannya itu pada sang mertua.Nyonya Rubby hanya menggeleng melihat kelakuan menantunya. Akhirnya wanita tua itu berdiri dan membuat bubur oat gandumnya sendiri.Malam mulai melebar, Di sebuah persimpangan, di jalan yang sedikit redup, sebuah sedan hita
“Ini bukan urusanmu!” ujar Fedri.“Dia bersamaku, berarti itu menjadi urusanku” ucap Vardyn tegas.Tiba-tiba tangan Vardyn sudah mencengkram lengan Fedri, ia mencoba menyingkirkan genggamannya di tangan Arlin.Akhirnya Fedri melepaskan Arlin. Tapi kini ia menatap mata Vardyn dengan tatapan tajam.Arlin diarahkan Vardyn untuk bergeser dan berlindung ke belakang tubuhnya yang tegap. Kepala Arlin menyembul dari belakang tubuh Vardyn.“Sebaiknya anda pergi sekarang, sebelum aku memanggil security” tatapan Vardyn seolah menantang dan siap untuk berduel.“Hey, apa kau suaminya? Atau cuma bodyguard yan--..ugh!” tiba-tiba tangan kekar Vardyn meraih kerah atas kemeja Fedri dan menariknya agak naik meninggi, hingga Fedri sedikit tercekik.“Siapapun aku, itu tidak penting buatmu bung!, yang jelas aku tidak mau melihat wajah brengsekmu lagi, cepat pergi dari sini!” Vardyn melepaskan cengkraman kemeja pria didepannya sambil sedikit mendorongnya, hingga Fedri sedikit oleng.Fedri tidak berbicara sat
Malam mulai meninggi.Beberapa saat berlalu, Vardyn mengetuk pintu kamar Arlin.“Ya sebentar!” ucap Arlin dari dalam kamar.“T-tuan?, ada apa?” tanya Arlin melihat pria di depannya dengan wajah seolah bingung di bibir pintu.“Besok siang Melinda mau datang kesini” ucap Vardyn.Nampak wajah Arlin yang terkejut dan penuh tanda tanya.“Hah? Nyonya Melinda mau datang?!”“Aku juga tidak tahu kenapa dia mau kesini dan bagaimana dia akan kesini, suaranya juga seperti orang yang sehat. Aku mau kau pergi besok sebelum dia datang, kau coba cari tahu ke mbok Min apa yang terjadi dengan Melinda, dan jangan pulang dulu sebelum aku perintahkan, paham!” “Iya tuan”Vardyn terdiam sejenak memandang baju Arlin.“Hey, baju tidurmu robek begitu, kenapa tadi tidak membeli baju tidur baru?, malahan kau beli lampu tidur, dasar aneh” ujar Vardyn setelah menatap baju tidur Arlin yang bermotif Hello kitty yang sedikit robek di lengannya.“Um, ini,..aku tidak masalah dengan bajuku tuan, kenapa anda seolah perdu
“Untuk apa kau datang kesini?!” tanya Vardyn ketus ketika Melinda duduk di sebelah Vardyn.“Hm, aku hanya ingin memperbaiki hubungan kita” ucap Melinda sedikit tenang.“Memperbaiki katamu?!, hah, bukankan itu sudah terlambat” ucap Vardyn dengan nada sedikit acuh.“Aku rasa belum”“Sudahlah, aku sedang tidak ingin membahas masalah kita” Vardyn bangkit dari duduknya dan berlalu ke lantai atas.Malam mulai meninggi,Vardyn dan Melinda terpaksa bermalam satu kamar karena kepura-puraan mereka takut terbongkar nyonya Ruby jika wanita tua itu mengetahui mereka tidak tidur satu kamar.Vardyn dan Melinda duduk di ranjang besar, bersandar pada sandaran ranjang. Mereka duduk agak berdekatan, tetap Vardyn agak menjaga jarak.“Bagaimana kau bisa sembuh secepat ini?!, atau kemarin kau hanya berpura-pura sakit di depanku?” tanya Vardyn ketus pada Melinda dengan suara agak tertahan.“Apa kau tidak suka aku sembuh?” ucap Melinda yang masih terlihat tenang.“Uang dari mana kau membeli barang-barang mewa
“Kau punya otak, pikirkan saja sendiri” kemudian suara shower berbunyi hingga Melinda tidak dapat melanjutkan obrolannya dengan Vardyn.‘Dasar menyebalkan!’ umpat Melinda.Dengan sedikit geram Melinda melangkah turun menuju lantai bawah.Di ruang makan nyonya Ruby tengah meminum teh hangat sendirian. Ia seolah kehilangan seorang yang setiap pagi selalu menemaninya.“Pagi ma …” sapa Melinda sambil mengambil cangkir yang sudah tersedia di meja makan.“Ah, pagi, kau sudah bangun Mel” ucap nyonya Ruby dengan senyuman di wajahnya yang sudah berkerut.“Hari ini aku ingin mengajak mama shoping dan makan di restauran, tapi kata Vardyn kemarin mama sudah diajaknya” Melinda menuang teh kedalam cangkirnya.“Ah iya, kemarin Rico sudah mengajak mama dan Ar- …”“Ehm!, Ma!, hari ini aku ada jadwal ke gedung Emzy di pusat kota, mama mau nitip apa?” tiba-tiba Vardyn bersuara agak keras dari arah tangga.“Tidak usah sayang, aku tidak ingin membeli apa-apa” ucap nyonya Ruby yang spontan menoleh kearah pu
“Apa yang dia lakukan padamu?” kali ini Vardyn menatap mata indah Arlin seolah penasaran.“Dia,…um. Sepertinya tidak perlu kujelaskan tuan” Arlin kembali tertunduk.“Jelaskan padaku, apa yang bajingan itu perbuat padamu” ujar Vardyn tegas.“Dia, mencoba mendekatiku”“Bajingan!!” Vardyn memukul setir dengan keras, membuat Arlin terperanjat kaget.Vardyn menghela nafas panjang.“Lalu, apalagi yang dia perbuat?” tanya Vardyn kembali.“Aku menendang bagian bawahnya sebelum dia berbuat yang lebih padaku, kemudian aku lari” kisah Arlin.“Hm, bagus!. Lalu apa hubungannya si brengsek ini dengan Melinda?” tanya Vardyn kembali.“Setelah kemarin aku bertemu mbok Min di pasar, mbok Min menceritakan padaku bahwa pria itu hampir setiap hari datang kerumah nyonya. Nyonya Melinda seperti sangat senang dan bersemangat bertemu dengan pria itu, kemudian mereka masuk ke kamar. Tapi setelah beberapa hari setelah itu, justru kondisi nyonya Melinda berangsur membaik. Nyonya sudah mulai bisa berjalan, juga ti
Arlin diantar pulang oleh Rey. Di dalam mobil, mereka lebih banyak diam, memendam perasaan masing-masing.“Tuan Rey, besok kau tidak perlu repot untuk mengunjungiku dan menjagaku seperti ini. Aku tahu kesibukanmu” akhirnya satu kalimat terlontar dari bibir Arlin setelah sebelumnya beberapa saat hening.“Benarkah kau tidak membutuhkan aku?” tanya Rey seolah sindiran halus.Arlin hanya diam dan menunduk.Sepekan berlalu, Vardyn telah kembali ke sisi Arlin. Namun Arlin mendapati sikap Vardyn yang sedikit berubah, ia agak pendiam semenjak kepulangannya dari Luar Negeri.“Richo, kalau ada masalah mungkin kau bisa bercerita padaku” ucap Arlin di sela waktu santai mereka dan di temani suguhan teh melati hangat.“Masalah?, sepertinya tidak ada masalah. Oya, bagaimana kabar bu Siska?, kau bilang tempo hari ingin mengunjunginya?” tanya Vardyn sedikit mengalihkan pembicaraan.“Bu Siska sedang pulang kampung. Aku belum tau apa dia s
“Yup, ini kediaman kecilku” jawab Rey santai.“Kecil?” gumam Arlin.Mereka duduk di sofa mewah tadi. Arlin agak canggung dengan keadaanya. Ia seperti anak desa yang berada di istana megah.“Apa kau tinggal sendirian disini tuan Rey?” tanya Arlin masih menyimpan kekaguman luar biasa pada pribadi Rey yang sedikit demi sedikit terkuak.“Aku tinggal bersama anak buahku dan, ohya … tadi aku ingin mengenalkanmu pada Big Black” Rey mengisyaratkan jarinya pada pria yang berdiri tegak di dekat dinding.Pria itu menghampiri Rey dan menunduk karena Rey berbisik sesuatu padanya. Pria itu mengangguk kemudian berlalu dari sana.Tak lama kemudian, si pria tadi membawa seekor anak macan kumbang yang berbulu hitam mengkilat. Ia di rantai di lehernya. Matanya kuning menyeramkan. Tapi anak macan kumbang tersebut sungguh menggemaskan, bagai kucing hitam yang lucu.“Nah, kenalkan, dia Big Black” Rey menggendong Big Black kemudian mengelusnya. Hewan itu sangat penurut di tangan Rey.“I-ini piaraanmu?. Dia s
“Apa anda tidak sibuk tuan Rey?” tanya Arlin dengan keheranan yang belum sepenuhnya hilang.“Tidak, aku tidak sesibuk Vardyn” jawab Rey entang.“Anda selalu berkata seperti itu” kata Arlin sambil memalingkan wajahnya ke arah jendela.Sesampainya di kediaman bu Siska. Mereka turun dari mobil. Tapi Arlin melihat rumah bu Siska sepi dan seolah sudah ditinggal beberapa hari yang lalu, terbukti dari debu yang menempel di lantai teras.Seorang tetangga sempat menghampiri Arlin, seorang ibu sedang menggendong anak bayinya melangkah mendekat kearah Arlin.“Cari bu Siska ya, Mba?” tanya si ibu sopan.“Ah, iya bu, apa bu Siska pergi ya?” Arlin juga menjawab sopan.“Iya, bu Siska sedang pulang kampung, sudah beberapa hari yang lalu” ujar si ibu tersebut.“Oh, gtu ya bu. Saya gak tau bu. Baik, terimakasih ya bu, permisi” kata Arlin sambil sedikit menundukan kepalanya.“Iya, Mba sama-sama” Arlin mendekat
Kemudian Vardyn mendekati istrinya dan mereka menikmati kebersamaan di malam itu.Hari kepergian Vardyn ke Luar Negeri sedikit berat untuk Arlin, walau suaminya hanya pergi untuk beberapa pekan, tapi tetapi ia akan menjalani hari-harinya dengan sendirian.Arlin menatap punggung Vardyn ketika pria itu sudah akan beranjak ke mobil sedannya setelah sebelumnya mencium dan mengucapkan kata-kata perpisahaan sementara diantara mereka.Dari dalam pintu mobil yang kecanya terbuka, Vardyn menyembulkan kepalanya sambil menoleh ke belakang dan memberi lambaian tangan pada Arlin, sambil memekik agak keras, “Rey akan datang siang ini, sayang. Kau tunggu saja ya. Dah! aku pergi!”“Hah?! tuan Rey akan kesini siang ini?” ekspresi terkejut Arlin tidak sempat di saksikan suaminya, karena sudah berlalu dari sana.Arlin yang masih berdiri di posisinya masih tercengang dengan kata-kata terakhir dari Vardyn. “Dia serius akan mengirim tuan Rey untuk menemaniku”
“Vardyn, aku tahu kau masih memikirkan tentang penabrak mobilmu. Bagaimana jika pelaku penabrak mobilmu ditemukan?, apa yang akan kau lakukan?” tanya Rey.“Entahlah, mungkin aku ingin pelakunya merasakan apa yang aku rasakan. Kehilangan sebuah harapan, merasakan sakit yang mendalam” ujar Vardyn terdengar geram.Rey hanya diam dengan pernyataan sepupunya itu.“Oya Rey, sebenarnya aku ingin meminta tolong padamu, tapi aku khawatir kau tidak akan bersedia”Rey mengerutkan alisnya. “Memangnya kenapa aku harus tidak bersedia?,” tanya Rey penasaran.“Pekan ini aku harus pergi ke Luar Negeri. Ada bisnis yang harus kujalani. Aku khawatir jika meninggalkan Arlin sendirian. Maukah kau menjaganya sementara aku pergi?”“Hah?, apa kau gila Vardyn?!. Dia istrimu, mana mungkin aku menjaganya disini” tolak Rey dengan wajah heran.“Nah, kan. Aku sudah tahu jawabanmu” kata Vardyn datar.“Bukan begitu maksudku. Apa kau yakin istri
Entah darimana datangnya, aliran deras air mata yang tiba-tiba melucur jatuh membasahi selimut Arlin. Wanita itu sudah bisa menerka apa yang terjadi walau dokter belum menjelaskannya.“A-apa itu tentang bayiku dokter?” tanya Arlin, suaranya bergetar diiringi tangis yang mulai membuncah.“Maaf nyonya, iya benar, bayi anda tidak selamat, akibat guncangan hebat maka kandungan anda mengalami pendarahan, dan terpaksa kami harus mengangkat rahim anda karena beberapa resiko yang akan kami jelaskan nanti” jelas dokter yang membuat Arlin memecahkan tangisnya.Arlin menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Dengan segera bu Siska yang sudah mengetahui yang sebenarnya memeluk Arlin dengan erat.Tangisan Arlin tumpah dalam pelukan bu Siska, kini keduanya berduka dan menangis.“yang sabar ya sayang …” hanya itu yang mampu di ucapkan bu Siska dengan isak tangisnya dan suaranya yang bergetar hebat.Sedangkan Arlin hanya lemas dengan air mat
“Arlin!, jangan-jangan kau hamil!” Vardyn mengeraskan suaranya menandakan semangatnya.“Hamil?” ucap Arlin yang masih menahan mualnya.“Ayo bergegas, kita ke rumah sakit!” ucap Vardyn sambil melangkah cepat ke kamar untuk mengganti pakaian.“Benarkah dok?!, istriku hamil?” wajah kegembiraan Vardyn tak bisa di sembunyikan, ia sangat bahagia mendengar Arlin hamil, karena memang selama ini ia ingin sekali memiliki keturunan.“Ya pak, usia kandungan istri bapak baru berjalan satu minggu lebih, hampir dua minggu” jelas Dokter yang memeriksa Arlin.Arlin dan Vardyn saling memandang sambil tersenyum bahagia. Hari demi hari yang mereka lalui seolah semua sempurna. Arlin juga sangat beruntung karena Vardyn mencintainya sepenuh hati. Sikap pria itu kini sangat berbeda dengan ketika pertama kali ia bertemu.Usia kandungan Arlinpun semakin membesar, sudah tiga bulan wanita cantik itu mengandung benih Vardyn.“Sayang, bukankah ini terlalu cepat, pakaian bayi bisa kita beli ketika usia kandunganku
Arlin sedikit mendongak, ia menatap wajah Rey tanpa berkata apa-apa. Tanpa disadari mereka berdua mendekat.Rey memiringkan sedikit wajahnya, jemarinya memegang lembut leher belakang Arlin, mereka berdua menautkan bibir dalam sebuah rasa yang sama walau tak bisa bersatu.Arlin seolah tidak ingin saat itu berakhir, namun semua harus diakhiri.“Jaga dirimu baik-baik Arlin” Rey kembali mengecup kening Arlin dengan lembut. Karena bisa jadi setelah ini mereka tidak akan bertemu untuk waktu yang cukup lama.“Tuan Rey, aku…aku sangat mengagumimu” ucap Arlin lembut.“Aku juga … kau adalah wanita yang spesial untuk pria manapun” Rey mengelus pipi Arlin.“Apa kita akan bertemu lagi tuan Rey?” ucap Arlin lirih.“Aku harap begitu dan aku pasti selalu menginginkannya ” Rey menghela nafas.“Baiklah mari kita kembali ke dalam, mungkin Vardyn mencari kita” ujar Rey sambil berlalu dari hadapan Arlin, mungkin tak sanggup menatap lama gadis yang dicintainya itu.Arlin menatap punggung pria itu seolah ti
Vardyn yang datang dari arah belakang Arlin langsung menghampiri Rey. Mereka saling berpelukan. Rey mencoba menguatkan Vardyn dan memintanya untuk bersabar.“Bibi Rubby adalah wanita terbaik yang pernah kutemui” ujar Rey pada Vardyn sambil menepuk-nepuk punggung sepupunya.“Yah, kita semua kehilangan” ucap Vardyn.“Dia tidak bisa menghadiri pernikahan yang sangat diinginkannya, mama sangat ingin memiliki menantu Arlin, andaikata aku lebih awal mengenal Arlin”“Hey, tidak ada yang sia-sia, semua pasti sudah diatur seperti itu” ujar Rey “Jadi kapan pernikahanmu?”“Bulan depan semua sudah siap, Hey jangan bilang kau akan kembali ke luar negeri” ucap Vardyn sambil merangkul sepupunya.“Sayangnya, itu benar, aku harus kembali secepatnya” ucap Rey sambil menunduk kemudian melihat kearah Vardyn.“Ck!, kau sok sibuk!, apa tidak bisa sehari saja disini hadir di pernikahanku” decak Vardyn.“Hey, aku memang orang sibuk bun