Natalie tadinya merasa senang. Gadis cantik itu berada di elemennya—persis di sebuah kedai bunga yang cantik di kawasan Chaillot, Paris. Kota ini romantis. Banyak pasangan muda datang untuk memilih bunga bersama pacar masing-masing. Namun, Natalie tidak. Gadis itu memilih bunga untuk acara orang lain.Natalie memiliki sebuah usaha event organizer yang dirintis bersama teman-temannya. Dia tidak sungguhan ingin bekerja. Biasanya pun Catherine—temannya— yang menjadi pentolan grup dan lebih banyak bekerja dalam berbagai rapat penting serta bertemu klien. Natalie hanya … well … mengatur bunga apa yang harus dirangkai agar tempat pestanya nanti tampak cantik. Setidaknya, Natalie tahu seleranya cukup bagus untuk itu. Akan tetapi, Catherine kemudian menikah. Lagi! Lantas sekarang, sahabat Natalie itu tengah mengandung bayi kembar. Padahal, dia sudah memiliki dua anak perempuan berumur lima tahun yang sedang aktif-aktifnya. Kepengurusan Lyubova Event Organizer dalam sekejap berganti kepem
Natalie selalu sendiri. Dia berada di urutan kedelapan tahta Monako, sedangkan dua kakak laki-laki ada di atasnya. Ibunya, anak ketiga dari raja, menikah dengan pengusaha dari kalangan rakyat jelata, dan lebih memilih agar putra-putrinya tidak menyandang gelar di depan nama.Lingkungan pergaulan Natalie terbatas. Tidak banyak yang bisa diajak benar-benar terlibat dalam sebuah pertemanan tulus di kalangan jetset. Seolah semua orang punya maksud dan tujuan masing-masing untuk mendekati Natalie.Kecuali, mungkin, keluarga Toussaint dari Belgia.Mereka sangat kaya. Darah mereka biru bahkan lebih biru daripada monarki yang kini berkuasa—meski mereka tidak lagi memiliki gelar. Toussaint dianggap sebanding. Setara. Kekuasaan mereka sungguh luas karena para wanita dalam keluarga itu selalu menikah dengan bangsawan tinggi atau minimal pemimpin sebuah keluarga.Termasuk Catherine—sahabat Natalie sejak bayi. Perempuan itu belum lama ini menikah kembali dengan mantan suami—bisakah Natalie men
Lyubova Event Organizer lumayan ramai siang itu karena Catherine Toussaint—adik Dietrich—juga datang. Kalau dia datang, suaminya pun ikut lalu jika suaminya ikut, maka satu pasukan anak buah mafia Rusia sebanyak satu tank juga akan mengikuti.Benar-benar kacau."Kalian basah kuyup." Catherine berusaha bangkit dengan susah payah. Kehamilannya memasuki trimester tiga bulan ini. Plus, perempuan cantik itu hamil bayi kembar laki-laki yang membuat perutnya membesar bagai balon."Duduk saja, Kitkat. Jangan repot-repot." Dietrich mengangkat tangannya di udara. Lelaki itu sudah melepaskan coat-nya yang basah, dan kini hanya memakai kemeja yang juga basah hingga badan atletisnya tercetak jelas di sana.Di sisi lain, Natalie aman dengan sebuah kemeja cadangan milik Dietrich yang jelas-jelas kedodoran. Well, gadis itu berhasil meminta Dietrich untuk berbalik agar ia dapat melepaskan pakaian tadi di dalam mobil.Itu adalah sebuah prestasi. Dietrich biasanya super angkuh dan paling anti menur
Toussaint adalah kutukan.Natalie sudah mengenal hampir semua orang dalam keluarga tersebut sejak kecil dan gadis itu percaya tidak ada sedikit pun keburikan pada paras semua anggota keluarga Toussaint. Ditambah lagi, mereka rata-rata memiliki otak cerdas yang lebih sering digunakan dalam kelicikan. Catherine juga Axel mungkin adalah yang paling tenang. Selain mereka berdua, Natalie tidak memiliki kesabaran lebih untuk menghadapi mereka.Terutama, Dietrich.Kapan pun lelaki itu muncul, dapat dipastikan hari Natalie bakal berakhir buruk. Seperti hari ini."Nat! Tunggu aku! Astaga, apa telingamu sudah tuli? Nat—" Tangan Dietrich telah berhasil menyambar siku Natalie. Dalam sekejap, lelaki itu membalikkan badan Nat dan berbicara dengan nada menegur yang menyebalkan. "Dengarkan jika ada yang berbicara padamu."Natalie menghela napas. Ketika mendongak, gadis itu melihat sosok wajah tampan rupawan dengan ekspresi memelas yang membuat Nat seketika mendapatkan bombastic side eye dari orang se
Dietrich bersenandung riang selama menyetir sendiri kembali ke Brussel malam itu. Paris, Brussel, dan perjalanan di antara kedua kota itu diiringi langit cerah tak berawan, meski angin berembus lumayan kencang.Dietrich selalu menyukai musim gugur. Aroma daun kering, kayu-kayuan, perapian baru, rasa panas yang mulai berganti lebih sejuk, serta sederetan long coat fashionable yang tidak setebal bahan musim dingin, tapi juga tidak setipis baju di musim panas. Semuanya terasa sangat pas.Akan tetapi, ada satu hal yang merusak kesenangannya hari ini. Ketika membuka pintu ganda menuju ruang kerja kepala keluarga, Dietrich mendapati Paman Axel berada di balik mejanya. Menduduki kursinya lalu,l ketika melihat Dietrich masuk, sang paman mengeluarkan ekspresi tidak setuju karena Dietrich pulang lumayan larut."Ada masalah yang tidak bisa ditunda hingga besok, Paman?" Dietrich melepaskan coat-nya, lalu menuangkan scotch untuk dirinya sendiri. Permasalahan apa pun, jika butuh selarut ini untuk b
Natalie pada awalnya begitu bersemangat untuk pergi liburan ke Brussel. Koper-kopernya sudah siap. Mobilnya juga hampir penuh—sebelum ibu, ayah dan kedua kakak laki-lakinya, beserta keluarga kecil mereka masing-masing, juga bergabung dengan Nat di hall depan istana milik Princess Stéphanie.Semua orang berpenampilan sangat chic, syal-syal hangat dikenakan. Tak lupa dengan scarf warna-warna merah dan cokelat di atas kepala. Plus, kacamata hitam super trendi."Mau ke mana kalian semua?" Natalie bertanya bingung.Semua orang saling berpandangan dengan alis terangkat, lalu meledak tertawa.Princess Stéphanie merangkul bahu putri bungsunya lalu tersenyum lebar, memamerkan deretan gigi-giginya yang putih mengkilap bak porselen. "Mau ke mana, katamu? Tentu saja kami ingin ikut denganmu ke Brussel! Kami juga mendapatkan tawaran liburan di kastil Toussaint. Bukan cuma kau."Natalie memaksa dirinya agar tidak meringis ngeri. "Undangan ... dari Dietrich?""Oh, bukan, Sayang. Dari kawan lamaku Ax
Ketika hari beranjak sore, Natalie mendengar pintu kamarnya diketuk pelan."Nona. Ini hampir waktunya minum teh. Apakah Anda sudah bangun? Kami bisa membantu Anda bersiap."Natalie merenggangkan tubuh, kemudian turun dari tempat tidur bertiang empat di sini dan mengenakan selop kamar. Perempuan itu beranjak ke pintu, membukanya, lalu membiarkan beberapa pelayan perempuan dari Toussaint untuk masuk."Nyonya Catherine berpesan agar kami membawakan sebaskom air es untuk menyegarkan wajah Anda." Salah satu dari mereka berujar.Yang lain ikut masuk dengan senang. "Kami juga membawakan pesan dari Tuan Julien."Oh, yang satu ini membuat Natalie mengernyit. "Julien?" Bukan Dietrich?"Oui, Mademoiselle—Ya, Nona." Salah satu pelayan menyodorkan nampan kecil, membuka tudung sajinya yang berwarna keperakan, kemudian membiarkan Natalie mengambil secarik kertas dengan tulisan cakar ayam dari sana.[Selamat sore, Nona Manis. Aku menunggu untuk mengobrol lebih banyak denganmu pada acara minum teh har
Natalie berpikir. Berpikir keras. Mengesampingkan seluruh perasaan asing menyakitkan yang menderanya, gadis cantik itu mulai mempertanyakan banyak hal. Ini adalah hidupnya. Kisah cintanya. Mengapa banyak sekali orang yang ingin ikut campur?Suasana minum teh di Toussaint begitu hangat dan seharusnya menyenangkan. Denting sendok kecil beradu dengan porselen Sevrés, aroma berbagai macam teh bercampur dengan susu dan madu, dan percakapan-percakapan ringan yang bergulir di seluruh ruangan.Namun, Natalie justru larut dalam lamunan."Nat?" Mungkin ini sudah ketiga kalinya sang mama memanggil—sebelum Natalie pada akhirnya menoleh."Oui—Ya?" Natalie membalas tatapan ibunya dengan sorot teguh tak menampilkan kerapuhan apa pun, meski jauh di dalam hati ia sedikit merasa hancur.Oke, lumayan banyak. Kehancurannya. Nat tidak tahu mengapa, tapi yang diinginkannya saat ini adalah kabur dan menangis di suatu tempat terpencil di sudut kastil atau berada di dalam perlindungan kamarnya dan tidak kelua
Monte Carlo, Monaco.Sudah hampir sebulan berlalu semenjak Natalie kehilangan bayinya. Tak ada satu hari pun berlalu tanpa ia mendapatkan surat berisi permohonan maaf—permintaan agar wanita cantik itu mau memberikan kesempatan sekali lagi pada pernikahan—yang datang bersama buket bunga dan cokelat dari Dietrich.Terkadang, buket itu juga disisipi boneka-boneka beruang mini yang dipesan khusus dari tempat Vladimir memesankan Teddy Bear pembawa tomat milik Nasya dan Tata. Boneka-boneka itu, si beruang mini, selalu memiliki tiga item dalam satu serinya. Beruang ayah, beruang ibu, dan beruang anak laki-laki. Si beruang ayah dan beruang ibu memiliki warna mata Dietrich dan Natalie. Serta, warna rambut mereka sebagai corak bulu di seluruh badan.Pada sebuah surat yang dikirimkan beberapa waktu lalu, Natalie hampir tersenyum. Hampir saja, jika perempuan itu tidak ingat bahwa dirinya sedang berada dalam masa berkabung.Mon Amour, tulis Dietrich.Jangan bersedih lagi. Musim dingin yang menyeba
Dietrich kembali ke Brussel sendirian, setelah Natalie dibawa pulang ke Monte Carlo malam itu ... tanpa berpamitan. Seluruh keluarga Toussaint masih berada di istana musim panas Babushka. Vladimir dan Catherine berencana menghentikan pesta yang berlangsung untuk menyambut kelahiran kedua putra mereka—demi menghormati Dietrich dan menyatakan bahwa mereka turut berduka atas kehilangan yang Dietrich dan Natalie rasakan.Namun, Dietrich menolak. Fyodor dan Mykola berhak mendapatkan semua pesta itu. Begitu pula dengan Catherine—yang meski sudah memiliki empat anak, tetapi baru pertama kali merasakan bahwa pengalaman melahirkannya dirayakan. Jadi, malam itu juga Dietrich mengemasi barang-barangnya kemudian bertolak menuju bandara Pulkovo untuk selanjutnya terbang kembali ke rumah.Ke kastil Toussaint.Malam di awal bulan Januari itu gelap dan sungguh tanpa bintang. Membeku ... menggigit hingga ke dalam sukma. Dietrich menatap hampa semuanya melalui jendela pesawat—dan limosin yang dikemudik
"Kau dengar sendiri apa yang dikatakan oleh putriku." Dietrich mendengar Tuan Casiraghi—ayah mertuanya—berjalan mendekat tatkala Natalie tertidur di dalam kamar rawat inapnya.Ya. Dietrich tidak tuli. Tentu saja dia mendengar semuanya."Kami akan membawanya pulang ke Monte Carlo," kata Tuan Casiraghi di depan semua orang. "Urusan perceraian nanti akan diselesaikan oleh tim pengacara yang kami tunjuk."Dietrich termenung. Semua yang terjadi padanya hari ini benar-benar terasa bagai mimpi yang jauh—sebuah mimpi buruk. Lelaki itu mengerling pada Natalie yang masih berada di atas bed pasien, namun sosok cantik itu telah mengalihkan pandangan ke arah lain.Bagaimana semuanya bisa menjadi seperti ini? Bagaimana cintanya dapat menyerah pada hubungan mereka berdua di saat mereka sama-sama kehilangan?Di saat seluruh ruangan hening selama beberapa saat, Dietrich tahu bahwa semua orang sedang menunggu jawabannya. Maka, ia mengangguk. Ia tidak sanggup mengatakan apa pun. Dan ia menahan diri agar
Derap kaki Dietrich menggema di seluruh lorong rumah sakit, diikuti langkah kedua orang tuanya—Anthony Toussaint dan Lady Louise. Raut penuh kepanikan tampak jelas di wajah pria tampan itu. Tubuhnya yang tinggi dan tegap berpacu lebih dulu dibandingkan dengan siapa pun untuk mencapai ruang operasi tempat istrinya berada.Operasi masih berlangsung. Ruang tunggu di depannya lengang. Sunyi. Seolah mengejek lelaki itu dalam keheningan yang menyakitkan."Duduklah dulu dan tenangkan dirimu, Dietrich," bujuk Anthony Toussaint. "Kita doakan saja agar semuanya berjalan lancar dan Natalie baik-baik saja."Lady Louise sependapat dengan sang suami. "Aku sudah menghubungi Stéphanie. Dia dan keluarganya sudah dalam perjalanan kemari."Kedua tangan Dietrich lari ke kepala untuk meremas rambutnya sendiri. Kemudian, turun ke bagian tengkuk, dan berakhir membentuk sebuah kepalan yang diarahkannya ke mulut pria tampan itu sendiri. Kekalutan melanda dirinya—sampai paru-parunya mulai terasa kesulitan untu
Pada saat mobil telah berhenti di depan ruang gawat darurat rumah sakit, Natalie tidak sempat berpikir lagi. Segalanya terasa bagai mimpi—bagaimana dia diangkat dan diletakkan di sebuah brankar. Brankar tersebut didorong ke dalam, lalu Dokter Özge tampak berbicara dengan beberapa petugas medis dan dalam sekejap Natalie dimasukkan menuju sekat pemeriksaan.Sebuah gelengan pelan yang dilakukan oleh Dokter Özge sesaat setelah pemeriksaan menghancurkan hati Natalie bahkan sebelum sang dokter sempat berbicara."Nyonya Natalie maafkan saya. Saya tidak menemukan detak jantung janin Anda lagi." Dokter Özge berkata gamblang.Penegasan itu membuat Natalie sontak terisak. Tangisannya pecah begitu saja—tanpa bisa ditahan lagi. Ini adalah hal yang menakutkan. Tidak, bukan. Sesungguhnya, ini adalah hal yang paling ia takutkan. Bahkan sejak awal kehamilan, Natalie tidak pernah merasa percaya diri bahwa semua akan baik-baik saja. Seolah dia sudah tahu bahwa ini akan terjadi."Nyonya," Dokter Özge men
"Apa yang Anda rasakan?"Pertanyaan Dokter Özge menyentakkan Natalie kembali pada kenyataan. Wanita itu melarikan tangan ke belakang leher, lalu mengusap keringat dingin yang terus membasahi kerah sweater-nya di sana sembari menelan ludah. "Tidak ada."Dokter Özge mengangguk. "Nyonya .... Sering kali kita tidak memerhatikan. Namun, apa yang kita rasakan tidak selalu itulah yang bayi kita rasakan. Anda mungkin tidak merasa lelah ... atau mungkin tidak sadar bahwa Anda sebenarnya sedang stres. Banyak sekali hal yang bisa memicu timbulnya flek. Pemeriksaan oleh dokter Anda di Venezuela menunjukkan beberapa gejala yang tidak bagus. Namun, jangan khawatir. Bukan berarti sekarang kondisinya belum membaik."Natalie mengangguk, kemudian memejamkan mata. Sebelah tangannya mengusap lembut perutnya. Wanita cantik itu berusaha merasakan. Apa pun—entah itu hingar bingar suara musik di kejauhan, kembang api yang terus memeriahkan langit musim dingin, suhu udara yang semakin menurun seiring bertamba
Pada saat Natalie sampai di kamar tempat Catherine dan anak-anaknya berada, Dokter Özge membuka pintu dan keluar sebelum Natalie sempat menyentuh gagang pintu. Wanita berkacamata tebal itu agak terkejut, tetapi senang melihat kedatangan Natalie."Nyonya Toussaint!" Dokter Özge berseru lalu kedua tangannya meraih pundak Natalie. "Saya mendengar banyak hal tentang pernikahan Anda yang sensasional. Selamat, Nyonya. Semoga pernikahan Anda mendapatkan keberkahan dan langgeng. Anda ingin menjenguk Nyonya Alexandrov?"Natalie tersenyum. "Terima kasih. Ya, Dok. Saya kemari untuk melihat bayi-bayi Catherine."Dokter Özge mengangguk. "Bagaimana dengan kehamilan Anda sendiri? Apakah semuanya baik-baik saja?"Natalie terdiam agak lama."Nyonya? Apakah ada yang bisa saya bantu? Anda tampak ... sedikit pucat." Dokter Özge membantu Natalie untuk duduk di sebuah kursi di lorong. "Apakah ada masalah?"Natalie menelan ludah. "Saya sempat memeriksakan kandungan sebelum terbang kemari, tetapi ... dokter
Natalie tidak berani banyak bergerak. Dokter kandungan yang diam-diam ia temui di Venezuela meresepkan serangkaian obat penguat kandungan dan beberapa vitamin tambahan, serta memberikan saran untuk beristirahat sebanyak mungkin demi menghindari stres.Yang terakhir adalah yang paling sulit. Natalie tidak merasa stres akan apa pun, tetapi entah mengapa dokter mengatakan itu. Badannya pun tidak terasa lelah bahkan setelah perjalanan panjang dari Brussel ke New York, kawin lari ke Las Vegas, kembali ke Monte Carlo, berbulan madu ke Caracas, kemudian sekarang sedang dalam penerbangan lanjutan dari Brussel menuju St. Petersburg."Selamat datang di Rusia, Tuan-Tuan dan Nyonya-Nyonya sekalian!" Erik—tangan kanan Vladimir Alexandrov—menyambut kedatangan pesawat jet pribadi terbesar milik Alexandrov, Lexstream One, yang ditugaskan khusus menjemput keluarga Toussaint—di bandar udara Pulkovo, dengan senyum ramah yang kini tidak lagi tampak seperti seringaian beruang di mata Natalie.Dietrich men
"Vladimir Alexandrov baru saja memberi tahuku bahwa hari perkiraan lahir anak-anaknya sudah dekat. Keluarga Toussaint sudah akan berangkat ke Rusia. Tapi, aku ingin bertanya padamu dulu sebelum memutuskan apa pun. Bagaimana menurutmu? Apakah kita ikut berangkat ke St. Petersburg? Atau kita masih tinggal di sini untuk beberapa lama lagi?"Dietrich Toussaint kembali pada istrinya setelah memesan makan siang dan menerima telepon lain dari adik iparnya. Lelaki itu tampak riang. Sumringah. Senyumannya teramat lebar menandakan kebahagiaan menyambut calon keponakan-keponakan barunya.Ia menghampiri sisi ranjang istrinya, kemudian menggenggam jemari perempuan cantik itu lembut. "Mereka baru akan lahir, tetapi aku sudah tidak sabar menanti mereka dewasa. Kurasa, mereka akan sama ugal-ugalannya dengan kedua kakak mereka," ucapnya. "Dan mereka akan menjadi sepupu-sepupu yang baik untuk anak kita."Natalie menelan ludah. Sekilas, Dietrich sempat melihat kilau kesedihan di mata wanita cantik itu,