GUNDIK SUAMIKU
Part 12
"Sini kamu ikut aku!" Kutarik tangan wanita yang kutebak dia adalah Marisa.
"Ampun, Mbak!" ringisnya memelas.
Lengan tangannya kucengkram erat menuju toilet yang berada di dekat ruang periksa.
"Buka maskermu! Aku yakin kau Marisa! Dasar pelakor!" kataku meledak-ledak. Aku amat geram dengannya. Karena dia Mas Ari jadi sering berbohong padaku, karena dia juga, rumah tanggaku jadi hancur. Meski aku yang akan menggugat cerai Mas Ari. Namun, jika semua masalah tak bersumber dari dia. Rumah tanggaku pasti akan baik-baik saja.
"Aku yakin kau Marisa! Dasar wanita murahan! Untuk apa kau berhijab segala! Wanita iblis, wanita tak punya hati!" Sekali tarikan napas. Kuceloskan semua umpatan yang selama ini mengendap di hati. Biar saja, aku berperilaku begini. Toh semua ini gara-gara dia.
"Stop, Mbak! Jangan hina pakaianku! Aku bukan pelakor, Mbak. Aku ini istri Mas Ari." sanggahnya tak ter
GUNDIK SUAMIKUPart 13"Apa?! Buta permanen, Dok?!" Aku terbelalak tak percaya dengan apa yang dikatakan Dokter ini. Mas Ari buta? Pasti dia akan sangat syok sekali jika mengetahuinya."Iya, ini diakibatkan karena benturan keras sewaktu kecelakaan yang menimpanya. Jadi, ada kerusakan sel syaraf pada bagian matanya.""Apa tidak bisa disembuhkan, Dok?""Kalau metode penyembuhan untuk buta permanen sepertinya tidak ada, Bu. Kecuali pasien mendapat donor mata."Hatiku langsung tercelos, donor mata? Mana ada yang mau mendonorkan matanya untuk orang lain. Tapi jika Mas Ari tidak mendapat donor mata, ia akan hidup dalam gelap untuk selamanya.Terkadang jika ingat sakit hati yang ia torehkan, aku ingin bersikap bodo amat.Arrgh! Kenapa aku kadang malah merasa kasihan sama dia juga. Tuhan, tolong aku ... aku harus bagaimana menghadapi semua ini? Ingin menjerit frustasi rasanya."Ya, sudah
GUNDIK SUAMIKUPart 14Segera aku dan Marisa berlari masuk ke dalam ruang.Gelas kaca dan nampan yang sebelumnya berada di atas nakas pun sudah hancur terserak di lantai."Mas! Tenang!" kataku mencoba menangkan Mas Ari yang tengah terduduk di lantai. Selang infusnya juga sudah terlepas, hingga darah segar mengucur perlahan."Kenapa mataku sakit, Vin? Kenapa?!" teriaknya sambil menjambak rambut frustasi. Karena darah bekas jarum infus masih mengalir. Akhirnya kuputuskan untuk menyuruh Marisa memanggil Dokter. Padahal sedari tadi Marisa terdiam dengan wajah panik yang membias. Aku tahu, dia mungkin takut kalau Mas Ari kaget kalau dia berada di sini."Marisa, panggil Dokter!" seruku setengah memekik.Mas Ari yang semula menunduk, seketika langsung mendongakan wajahnya."Marisa? Apa Vin maksudmu?" Tangan Mas Ari meraba-raba ke udara."Nanti aku jelaskan, Mas. Sekarang, naiklah kembali ke a
GUNDIK SUAMIKUPart 15Itu 'kan ... satpam di rumah sakit itu.Kenapa dia ada di sini? Pakaiannya pun berbeda sekali. Ia mengenakan kemeja panjang yang lengannya ditekuk hingga ke siku. Terlihat lebih berkelas dari pada saat aku bertemu dengannya di rumah sakit."Ini, Mbak. Totalnya," Baru saja mataku hendak memerhatikannya intens. Ucapan resepsionis ini membuyarkan semuanya."Iya, Mbak. Bisa pake asuransi 'kan? Kebetulan pasien bekerja di kantor saya. Dan ada asuransi bagi beliau." tukasku lantas merogoh sesuatu di dalam tas."Loh, Mbak. Kenapa pake asuransi? Kenapa nggak Mbak Vina bayar cash aja?" celetuk Marisa dengan tatapan penuh tanya."Lah, buat apa aku bayar pake uangku. Kalau ada asuransinya. Kamu pikir, ini perbulannya nggak bayar apa? Ini tuh, bayar ya, dan kamu tahu 'kan Mas Ari selama ini kerja di kantor siapa? Itu kantor aku, Marisa!" tekanku sebal.Bagian keuangan rumah s
GUNDIK SUAMIKUPart 16Berhari-hari dibuat penasaran. Akhirnya manusia misterius ini kudapatkan. Jangan harap bisa lolos lagi dari tanganku."Sini kamu!" Kutarik tangannya menjauh dari mesin ATM. "kamu sebenarnya siapa sih? Kenapa selalu mengikuti aku?!" tegasku masih dengan tangan yang mencengkramnya kuat."Aku ....""Mbak, Vina! Kamu kok sama mantan suami aku?" Cepat aku menoleh, ternyata Marisa sudah berada di sini. Ia melangkah semakin mendekat. Tadi Marisa bilang, laki-laki ini mantan suaminya?"Maksud kamu apa? Kenapa kamu menyebut dia mantan suami kamu?!" Telunjukku menunjuk wajah pria di depanku. Namun pandangan mataku mengarah pada Marisa."Iya, Mbak. Dia mantan suamiku dulu," Pengakuan Marisa terdengar yakin. Aku beralih menatap lelaki yang disebut Marisa sebagai mantan suaminya."Apa benar kamu mantan suami Marisa?" tegasku menekan."Iya," jawabnya singkat. Yang membin
GUNDIK SUAMIKUPart 17Bugh!Lemas terasa tubuhku bak di hantam benda berat di tengkuk kepala.*Aku terbangun, dengan pandangan mata yang masih meremang. Pusing yang ada di kepala pun tak kunjung reda."Vin, kamu sudah bangun ...." Panji tengah duduk di sebelah bangsal tempatku berbaring. Apa yang terjadi padaku? Kurasa tadi aku sedang berada di kamar Mas Ari."Aw!" Hampir saja aku tergelincir jatuh karena hendak duduk.Secepat kilat Panji menangkap tubuhku yang tadi terhuyung."Kamu istirahat dulu, jangan banyak gerak." Ia sibuk menata bantal dan selimut yang kupakai."Sebenarnya ada apa? Bukannya aku tadi di kamar Mas Ari? Tadi aku ngerasa kayak ada yang memukulku dari belakang." lirihku mencoba mengingat-ingat kejadian tadi."Iya, Vin. Untung saja aku tadi tidak ikut kamu masuk ke ruang inapnya Ari. Karena setelah kamu ke luar, lelaki agak tua
GUNDIK SUAMIKUPart 18Masa bodo dengan apa yang dibicarakan Marisa dan Panji di luar sana. Itu bukan urusanku. Yang terpenting, sekarang aku harus secepatnya mengurus surat cerai dengan Mas Ari.Tak nyaman juga mengenakan baju khas rumah sakit ini. Kurasa badanku juga sudah enakan. Mendingan aku ganti baju dan bergegas pergi."Bu Vina mau ke mana?" Ketika aku hendak turun dari bangsal. Satu perawat datang membawakan nampan berisi obat."Saya mau ke kamar mandi, Sus. Oya, baju saya ke mana?""Oh, baju Bu Vina ada di laci." Tunjuknya pada lemari kayu di samping gorden."Saya udah boleh pulang 'kan?""Ibu sudah boleh pulang hari ini, tapi harus minum obat dulu ya," tukasnya lalu memberiku tiga butir obat beserta segelas air.Kuteguk pil berbeda ukuran itu bersamaan dengan air dalam gelas hingga tandas."Sus, minta rekapan biaya perawatan saya selaman di sini." pintaku. W
GUNDIK SUAMIKUPart 19"Hah! Palsu?!"Kulihat mata Marisa membeliak lebar. Ketika pegawai toko mengatakan bahwa cincin itu palsu."Mbak, mana mungkin palsu?" kata Marisa masih tak percaya."Iya, Mbak. Kalau Mbak nggak percaya ya sudah. Bawa ke tempat lain saja." balas pegawai itu lalu menyerahkan kembali sertifikat beserta cicinnya."Hah, cincin kamu palsu, Mar?" tanyaku seolah tak tahu. Sebenarnya akulah dalang dibalik semua ini.Marisa tak mengindahkan ucapanku. Ia melangkah pergi dengan wajah sedih. Digenggamnya cincin beserta surat itu, kecewa.'Satu kosong Marisa. Mungkin akan ada kejutan lainnya lagin. Saat kau menyayat luka dalam rongga dadaku.' batinku tersenyum puas.Kuekori langkah wanita itu hingga ke parkiran depan."Marisa tunggu!" pekikku membuatnyaa berhenti melangkah."Mau apa lagi kamu?" lugas Marisa sembari menyeka air matanya. Rupanya dia menangis
GUNDIK SUAMIKUPart 20🌹🌹🌹"Ya Allah, kenapa Marisa bisa setega itu." lirihku seraya mengusap bulir bening yang perlahan menetes.Nyaris aku tak percaya dengan surat yang kubaca. Surat tersebut menyatakan bahwa aku tidaklah mandul. Namun, kenapa surat itu berada di tangan Marisa? Ada apa sebenarnya? Apa dia tega mempalsukan hasil tes seperti yang dibilang ibunya mas Ari.Ah, pikirku menjalar ke mana-mana. Akan aku kejar sampai ke manapun langkah Marisa untuk mendapatkan penjelasannya. Wanita itu benar-benar licik dan jahat, aku tak menyangka jika dia bisa melakukan tindakan seperti ini.Tok!Tok!"Masuk!" Segera kuseka air mata yang membasahi pipi. Tatkala pintu kamar yang terketuk dari luar. Itu pasti mbok Darmi mengantarkan minuman pesananku tadi.Kusembunyikan kertas yang terdapat bekas lipatan itu ke bawah bantal. Dan pura-pura tidak terjadi apa-apa. 
Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 65"Duh, maaf ya, Mas. Saya nggak sengaja," ucapku segera ikut tertunduk memunguti barang-barang yang berupa makanan ringan tersebut.Aku dan orang yang tadi kutabrak menggunakan troli itu sama sama tercengang ketika saling tatap."Kamu!" ucapku tertahan. Bisa-bisanya ya, aku juga ketemu dia di sini."Bu Vina, bisa-bisanya ya kita ketemu juga di sini?" Perkataan William mewakili apa yang aku katakan dalam hati."Haduh, nggak di kantor, enggak di mall. Semua ketemunya sama kamu kamu aja Will." Aku bersungut."Lagian sih, Bu Vina kenapa na
Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 64"Papaku meninggal Vin. Barusan aku dapat telepon dari pihak rumah sakit. Katanya mamaku yang menyuruh pihak rumah sakit buat melepaskan semua alat medis yang dipakai Papa karena kami sudah tidak mampu membayar.""Innalilahi wainnailaihi rojiun," ucapku dengan dada yang berdegup cepat. Teringat pada masanya aku pernah ditinggalkan Ibu pulang ke Rahmatullah.Isak tangis terdengar dari sambungan telepon."Jess, ini sekarang kamu lagi ada di mana? Masih ada di kontrakan 'kan? tanyaku juga panik."Iya, Vin. Aku mau ke rumah sakit tapi aku nggak punya uang buat naik ojek."Aku menghela napas. Ya Allah, tadi aku lupa nggak ninggalin uang buat Jessica."Kamu tunggu aku ya, jangan ke mana-mana. Aku akan segera ke kontrakan kamu
Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 63Jessica langsung menutup wajah dan meletakan ponsel yang masih menyala itu di atas kasur. Aku heran dengan perangai anehnya.Lekas kulihat gawai itu dan membaca pesan di sana. Begitupun sebuah foto testpack bergaris dua yang dikirim seseorang.Nomor bernama Mama itu yang mengirimkan foto alat tes kehamilan dengan garis dua dengan pesan bertuliskan.[Jessica! Ini apa maksudnya?! Mama menemukan testpack ini di tempat sampah kamar kamu.]
Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 62"Di jalan Cempaka dekat dengan toko kue."Degh!Jalan Cempaka? Dekat dengan toko kue? Jangan-jangan …."Kamu kenapa Vin?""Hah, apa?!" Aku terhenyak saat Jessica mengibaskan tangan di depanku. Ah, pasti tadi aku melamun karena memikirkan nama jalan itu."Kok kamu ngelamun?" Jessica menatapku heran."Eh, enggak pa-pa kok. Oya, kamu sudah puas belum jenguk papamu? Kalau sudah ayo kita ke rumahku, soalnya udah mau malam."
Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 61Aku menggaruk tengkuk yang tak gatal. Sebegitu tahunya Jessica tentang hidupku juga sekitarku."Vina, dosa nggak sih kalau aku menggugurkan bayi haram ini?""Astaghfirullahaladzim, Jessica!"Aku sontak beristighfar mendengar pertanyaan konyol dari Jessica. Bisa-bisanya dia berpikiran hal bodoh begitu."Katanya kamu seorang Islam. Kalau kamu muslim, pasti kamu tahu hal itu dosa apa enggak." Kucetuskan dengan tegas."Tapi aku sama sekali nggak menginginkan anak ini lahir Vin. Kamu nggak tahu gimana rasanya jadi aku." Jessica protes. Dan
Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 60Menjalani hari-hari kami masing-masing tanpa bertutur sapa lagi seperti sebelumnya.Mataku berkaca-kaca, menatap seonggok cincin berkilau yang Panji berikan padaku. Aku akan menjaganya, sebagaimana pesan yang ia katakan sebelum pergi.Aku masih berdiri dengan tubuh kaku seolah berat untuk beranjak pergi meninggalkan bandara ini.Punggung Panji semakin jauh dan jauh. Meski samar terlihat ia menoleh ke arah sini. Itu tidak akan membuat perpisahan kami tertunda.Selamat jalan, kasih. Semoga kau segera bisa lekas sembuh dan bisa berlari lagi mengejar apa yang belum tersampaikan. Aku berdoa dalam diam. M
Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 59Aku reflek menyentuh pelipis ini.Jika Panji sudah dibawa ke luar negeri. Itu artinya aku telah gagal menyingkap kebusukan yang selama ini mengancam keluarga Panji."Kalau ada hal yang ingin disampaikan, bisa bilang ke saya Mbak." Ibu-ibu yang sepertinya asisten rumah tangga Panji itu membuatku lekas menatapnya."Nggak ada, Bu. Terimakasih ya, saya permisi dulu." Aku berpamitan. Namun langkah ini terhenti saat terdengar ada deru mesin mobil yang melipir di depan rumah mewah Panji.Sesosok wanita muda ke luar dari sana.Mataku memincin
Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 58"Berhenti! Saya mau ketemu Vina!" Teriakan Panji kudengar pilu. Meski ia sudah jauh, tapi para perawat yang mendorong brankar tempat ia berbaring enggan menghentikan roda bulatnya walau sebentar saja. Pun keluarga Panji yang melintasi aku semua melemparkan tatapan sinis.Aku ingin mengejarnya. Tapi ….Tapi itu jelas tak mungkin. Biarlah, toh masalahku dengan Panji telah selesai. Dia akan menikah dengan wanita pilihan ibunya. Namun jika ingat niatan busuk gadis itu mau nikah sama Panji, ada sesuatu yang mendorongku untuk ingin mencegahnya.Lalu, apa yang akan aku lakukan? Jika aku mencegahnya pun akan sia-sia. Mamanya Panji terlalu benci terhadap
Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 57Siapa tahu video ini nanti akan berguna. Aku membatin."Heh, Vina! Kenapa kamu lama banget?!"Aku telonjak kaget. Mama menepuk pundakku hingga HP yang hampir masuk ke dalam tas itu nyaris jatuh ke lantai.Cepat kutarik Mama agak menjauh dari tempat aku menguping. Takut gadis setan dan mamanya itu melihat keberadaanku karena ulah Mama yang mengagetkan."Mama kenapa nganggetin aku sih?!" protesku sembari menautkan alis."Ya kamu sih, lama banget nebus obatnya. Papamu udah disuruh minum tuh obat sama Dokter Vina, eh kamu malah nggak balik-bali