Wanita di hadapan Alex kini menggeleng lemah. Seolah tak percaya dengan informasi yang baru saja menyusup ke telinga.
“Gak, kamu hanya mempermainkanku ‘kan?” kata wanita itu mulai histeris. Baik Alex maupun Reza melemparkan pandangan penuh tanya. “Apa maksudmu?” tanya Reza tak terima. “Ya, kalian itu memanfaatkan situasi! Entah apa yang terjadi padaku sebelumnya, salah satu dari kalian pasti sedang mencoba mengeruk keuntungan dariku. Iya ‘kan?” Lagi, wanita itu kembali meronta. Kini posisinya sudah berubah menjadi duduk. Selang infus yang sedang tertanam di tangannya mengikuti pergerakan wanita itu yang cukup brutal. “Aku mau pulang! Kalian sudah gila.” Di seberangnya, Alex melihat tingkah pongah wanita yang menjadi korban atas rencananya itu dengan tatapan sedingin es. Ia tak akan terpengaruh oleh setiap drama yang coba dipertontonkan oleh wanita ini. Cih. Andai ia tidak mengingat ada benih yang telah ditanam di rahim wanita dengan panjang rambut sebahu itu, mungkin saat ini Alex sudah pergi mencampakkannya tanpa meninggalkan rasa bersalah sama sekali. Membiarkan dia hidup menderita dengan calon anaknya, sendirian. Tanpa perlu membuat Alex pusing dengan segala tanggungan biaya hidup. “Silahkan saja kalau kamu mau pergi, aku hanya memberimu penawaran satu kali. Setelah kakimu melangkah keluar, semua tanggung jawab sebagai orang tua otomatis kamu tanggung sendiri,” ucap Alex santai memaku pandangannya dengan pandangan wanita itu. Melihat lawan bicaranya kehabisan kata, adalah sebuah kebanggaan bagi seorang Alex Alison dalam menjinakkan seseorang. Alex pulang dengan perasaan campur aduk yang memenuhi hatinya. Membanting tubuhnya di sofa ruang tengah rumahnya, Alex menghela napas berat. Dia memang pria bejat yang rela menghalalkan segala cara untuk mendapatkan wanita incarannya. Namun, mengapa rencananya kali ini harus gagal hanya karena masalah sepele. Salah menjebak seseorang karena warna pakaian yang sama. Sungguh, Alex geram. Ia pun tak bisa menyalahkan Reza untuk hal ini. Sahabatnya sudah melakukan tugas sesuai arahannya. “ARGHH!!” Prang!! Emosi meluap, meja kaca di depan Alex menjadi sasaran empuk untuk melupakannya. Mendengar suara gaduh dari ruang tengah, seseorang berjalan tergopoh-gopih dari arah dapur. “Ya ampun, den. Ada apa? Kenapa marah-marah?” tanya asisten rumah tangga fi rumah ini. Wajahnya menampakkan raut terkejut ketika melihat serpihan kaca sudah berserakan di sekitar Alex. “Gak apa-apa, bi. Gak sengaja tertendang tadi,” jawa Alex berbohong. “Tolong bereskan ya, bi. Saya mau ke kamar.” Alex melenggang pergi menapaki anak tangga rumahnya menuju lantai tiga rumah mewah bergaya Modern klasik itu. Saat sampai di kamar, terpintas niatan untuk menghubungi seseorang yang ia rindukan. Bayangan wajahnya tak pernah luntur dalam ingatan Alex. “Ah, apapun yang sedang aku rasakan, Dea adalah sebuah magnet penyembuhku,” kata Alex. Ia merogoh saku celananya untuk menghubungi sang pujaan hati. Tuut… Nada panggilan terhubung berbunyi beberapa kali, Dea tak kunjung mengangkat telepon Alex. Pria itu mulai gelisah, tak seperti biasanya Dea mengabaikan panggilannya. Penantian panjang Alex berakhir ketika suara wanita tiba-tiba menyapanya. “Ya, ada apa, Alex?“ sapa Dea dari balik balik telepon. Suasana hati Alex yang sebelumnya buruk seketika membaik saat mendengar suara lembut itu. “Hai, aku hanya ingin memastikan kalau kamu sampai di rumah dengan selamat, Dea. Maafkan aku yang tidak bisa mengantarmu pulang tadi,” kata Alex penuh rasa bersalah. “Gak apa-apa. Aku pulang dengan selamat karena aku dijemput oleh seseorang. Kamu gak perlu khawatir.” Deg! Mendengar jawaban Dea, darah Alex seketika mendidih. Pria mana yang berani mendekati Dea saat ini? “Siapa yang menjemputmu? Apa aku kenal orangnya?” Alex memancing. Bukannya menjawab, Dea malah terkekeh seolah pertanyaan itu adalah pertanyaan paling lucu yang pernah ia dengar. “Rahasia. Lagipula apa urusannya denganmu, Alex? Kita hanya teman, aku bebas menentukan siapa yang berhak menjemputku,” balas Dea membuat hati Alex berdesir. Sebuah penolakan untuk kesekian kalinya harus Alex terima. Ucapan Dea bagaikan tamparan yang membawanya ke alam nyata. Fakta bahwa Alex tidak akan bisa mendapatkan cinta Dea terus membayangi. Semakin sering Dea menolaknya, semakin besar pula ambisi Alex untuk mendapatkan wanita itu. Melemahkannya dengan segenap pesona yang Alex miliki. Kharisma dalan diri Alex selalu mampu membuat wanita manapun bertekuk lutut, tetapi, mengapa pada Dea hal itu seolah tak berguna? “Sayang, kaku teleponan sama siap?” Suara berat pria dari balik telepon Dea langsung merampas perhatian Alex. Bukan, bukan hanya tentang siapa yang menjemput Dea. Melainkan siapa pria yang sudah berani melangkahi Alex demi mendapatkan hati Dea? Apalagi panggilan sayang yang terdengar sangat intim di antara mereka. “Dea, dengan siapa kamu saat ini?” Alex bertanya. Dahinya berkerut hingga berlapis-lapis menyembunyikan kinerja otaknya yang bekerja lebih keras untuk mencari tahu tentang pria itu. “Bukan siapa-siapa, aku sudah bilang, kamu gak perlu khawatir. Aku sangat senang, sebagai seorang teman kamu sangat perhatian. Sudah dulu, ya. Ada urusan yang harus aku selesaikan. See you!” “De—Dea? Halo? Dea?” Tut. Tut. Tut. Sambungan telepon berakhir dengan nada kekecewaan yang diutarakan Alex lewat helaan napasnya. Ia tidak bisa tinggal diam. Dea hanyalah miliknya. Alex tidak bisa membiarkan wanita itu jatuh ke tangan orang lain. “Baiklah, aku akan menerima tawaranmu, dengan satu syarat,” Blash! Entah apa yang ada di pikiran Alex saat ini. Di tengah ambisinya yang menggebu-gebu, otaknya kembali memutar ulang momen dimana wanita yang menjadi korban rencananya itu menyetujui tawarannya. Di tengah ambisi Alex yang begitu besar untuk menaklukan hati Dea, ia terpenjara dengan sebuah tanggung jawab yang tak akan pernah selesai. Sial! Dosa apa yang Alex lakukan hingga membuatnya berada di posisi sulit saat ini? Meski Alex dikenal sebagai seorang pemain wanita, jika hatinya telah memilih satu nama, itulah yang akan ia perjuangkan. Namun, sebuah pertanyaan kembali muncul di benaknya. Bagaimana nasib calon anak yang kini bersemayam di dalam rahim wanita itu? Jika Dea sampai mengetahui rencana pernikahan yang akan dilaksanakan esok hari, apa mungkin Alex masih memiliki kesempatan untuk mengejar Dea? “Aaargh sialan!! Mengapa aku harus terjebak di situasi yang sulit seperti ini?” Makinya pada diri sendiri. Kebodohan konyol yang baru saja Alex lakukan adalah menghamili seorang wanita bahkan tanpa perlu menyentuhnya. Hebat bukan? Ketika teknologi mampu menyetarakan derajat dengan pikiran dan nafsu manusia, ada segelintir resiko yang juga harus Alex tanggung. Tok! Tok! Tok! Ketukan di pintu kamarnya membuat Alex bergegas mendekat. Asisten rumah tangga berdiri di hadapan Alex dengan sulas senyum ramah. “Ada apa, bi?” “Itu den, ada yang mencari den Alex. Katanya ada hal darurat yang harus dia sampaikan.” “Siapa bi?” tanya Alex penasaran. “Bibi gak tahu, den. Dia gak mau sebut kan nama. Seorang wanita cantik tapi bibi belum pernah lihat den Alex bawa dia kemari,” jawab bibi seraya menggelengkan kepalanya pelan. Rasa penasaran membawa Alex untuk melangkah menuju pintu rumah. Saat dahan pintu tinggi itu terbuka, betapa terkejutnya Alex melihat bayangan wanita yang tak asing di hadapannya. “Untuk apa kamu ke sini?”Alex tercengang melihat siapa orang yang bertamu di rumahnya saat ini. Seorang wanita dengan tinggi badan semampai, kecantikannya tak kalah jauh dengan Dea–wanita yang selama ini dipuja oleh Alex.Wanita itu memaku tatapanya tepat di kedua manik indah milik Alex, sorotnya seolah menghipnotis pria itu untuk balik menatapnya lekat. Namun, sayangnya, wanita di hadan Alex saat ini bukanlah seorang wanita yang diinginkan Alex dalam kehidupannya.“Dari mana kamu tahu rumahku?” tanya Alex setelah sebagian ruhnya mulai kembali ke alam nyata.“Tidak penting darimana aku tahu rumahmu. Aku ingin kamu menjelaskan padaku apa yang sebenarnya terjadi. Aku tidak mengenalmu sama sekali. Pertemuan tadi juga adalah pertemuan pertama kita. Bagaimana bisa kamu bersedia untuk menikahi aku secara tiba-tiba?” cerocos wanita itu tanpa henti.Jika Alex tak ingat siapa lawan bicaranya saat ini sudah pasti wanita itu sudah menjadi santapan empuk amarahnya.Alex menyapu pandangannya ke sekitar. Khawatir ada oran
“Ayo, Lex. Jangan bengong aja. Lo niat tanggung jawab Tidak?” bisikan Reza yang duduk di samping Alex menyadarkan pria itu pada sebuah kenyataan yang sejujurnya dielak oleh Alex. Kini, Alex sudah duduk di hadapan penghulu dan wali nikah yang mana adalah ayah dari wanita bernama Alea itu. “Apa ada masalah , Nak Alex?” tanya pria paruh baya dengan garis wajah mirip putrinya. Alex menggeleng cepat kemudian menghela napas berat berusaha menetralkan perasaan bergejolak di dadanya. “Tidak, pak. Ayo kita mulai.” Penghulu mengulurkan tangannya di depan Alex. Ia pun menyambutnya dengan mantap seraya mempersiapkan diri untuk mengucap janji suci pernikahan. Acara pernikahan ini dilaksanakan secara privat. Hanya orang-orang tertentu yang diundang untuk menjadi saksi dan tamu. Setelah melewati diskusi cukup panjang, disinilah Alex berada. Semua mata kini tertuju padanya yang tampil gagah mengenakan setelan jas putih dan peci warna senada. Wajahnya yang merupakan campuran Jerman dan Jawa itu t
Berulang kali Reza membujuk, keras kepala Alex memang tak pernah bisa dikalahkan oleh apapun. Setelah menimbang-nimbang, pria itu tetap memilih urusan pekerjaannya dan meninggalkan sang istri. Kini Alex tengah disibukkan dengan tumpukkan dokumen yang perlu ia tanda tangani. Tiba-tiba, hatinya tergerak untuk membuka akun sosial medianya tanpa sebuah alasan. Ia menggulir layar menikmati tampilan foto-foto estetik yang dipamerkan teman dan para koleganya. Hingga sebuah foto muncul, jemari yang sebelumnya bergerak lihai terasa kaku dan mati rasa. Postingan dari Dea. Tampak wanita itu tengah memeluk erat tubuh seorang pria yang sedang duduk berdua di pinggir pantai. Hati Alex memanas melihat pemandangan yang tak pernah ia kira sebelumnya. Ini pertama kalinya Dea memposting foto diri bersama seorang pria. Bahkan, hampir setiap hari Alex berada di samping wanita itu, Dea tak pernah sekalipun mengajaknya untuk berswafoto. Hari-hari mereka lalui tanpa kenangan yang tertinggal. “Sialan! Siap
Pertanyaan Alex seketika langsung membuat Alea salah tingkah. Di hadapan pria itu ia terpaku. Alex yang menyadari sang istri tengah menatapnya kagum tersenyum miring lantas memasuki area kamar mandi lebih dalam.“Kamu kagum dengan tubuhku kan?” kata Alex menggoda. Senyum miring itu tak pernah lepas dari wajah tampan blasteran Indonesia dan Jerman. Wanita manapun tak mungkin bisa mengelak ketampanan Alex barang sedetikpun.“Tidak, aku terkejut mas tiba-tiba datang,” jawab Alea setengah berbohong. Wanita itu menggerak-gerakkan tangannya di sisi tubuh ramping itu grogi.Hening beberapa saat, tak satupun dari mereka mencoba untuk membuat situasi mencair. Alea terfokus pada beberapa titik di tubuh Alex yang menarik perhatiannya sejak pria itu ada di sekitarnya. Sedangkan Alex, sibuk menatap sang istri yang terlihat menggoda dengan dress tidur berbahan tipis. Sepertinya Alea memang berniat untuk menggodanya secara tersirat.Sama-sama terpukau dengan tubuh satu sama lain, tak disadari bany
“Kamu yakin hanya mau beli itu saja? Tas kamu tidak mau ganti?”Alex memandangi wajah cantik wanita di sampingnya ini dengan terheran-heran. Tidak biasanya Dea akan menolak pemberiannya ketika mereka pergi belanja bersama. Wanita yang mengenakan dres bunga selutut itu mengangguk yakin, bak maskot restoran.“Ya, aku belum membutuhkan apapun saat ini,” kata Dea.Alex mengangguk kemudian mengajak Dea untuk keluar dari toko.Hari ini Alex sengaja mengajak Dea untuk pergi berdua. Layaknya sepasang kekasih, Alex memperlakukan Dea bak ratu dengan membelikannya banyak barang. Namun, apa yang dilakukan Alex justru semakin membuat wanita itu seolah menghindarinya.Alex memaku pandangannya tepat di netra indah miliknya. Memperhatikan Dea yang tengah menikmati ramen yang ia pesan.“Dea, apa aku boleh bertanya?” tanya Alex memberanikan diri mengutarakan isi kepalanya. Wanita di hadapannya menghentikan suapan kesekian ke dalam mulutnya balas memandang Alex penuh tanya kemudian berkata,“Tanyakan s
Alex keluar dari kamar mandi hanya mengandalkan sehelai handuk yang melingkar sebatas pinggang hingga ke lutut.Tangannya hendak meraih gagang pintu lemari untuk mengambil piyama tidur tetapi niatnya terhenti ketika melihat Alea tengah terbaring di atas tempat tidur menonton serial drama Korea di ponselnya.Seketika itu pula jantung Alex mulai ber marathon. Entah apa maksud tubuhnya menciptakan reaksi gila seperti sekarang. Wanita itu menoleh ketika menyadari kehadiran Alex yang mematung di tempatnya dengan pandangan kosong.“Mas sudah selesai mandinya? Ini aku sudah siapkan piyamanya,” kata Alea seraya bangkit dari posisinya. Gerakan Alea yang tergesa-gesa membuat ujung piyama satinnya tak sengaja tersingkap. Menunjukkan area intim yang paling dijaga selama ini.Kedua mata Alex tentu menangkap pemandangan indah di depannya. Untuk beberapa saat Alex terpaku pada satu titik yang terlihat begitu menggoda.Menyadari Alex tengah menjamah tubuhnya lewat tatapan penuh gairah, Alea langsung
Kedua manik mata Alex membola. Wajah sang istri maju semakin dekat hingga deru napasnya menerpa kulit Alex.Bukan ia khawatir dengan apa yang akan dilakukan oleh Alea. Namun, pesona wanita itu terlalu kuat untuk diabaikan membuat Alex tersihir.Semakin dekat…Semakin dekat..Cup!Bibir Alea kini menempel tepat di atas bibir Alex. Pria itu membeku dengan sepasang mata yang menunjukkan sorot terkejut.Aliran darah Alex semakin menderu ketika Alea mulai menggerakkan bibirnya mencoba menerobos pertahanan Alex.Tunggu, bukankah adegan seperti ini seharusnya dikepalai oleh Alex?Alex bertanya-tanya.Kini, otaknya bekerja semakin keras untuk mencerna situasi di tengah gerakan bibir Alea yang semakin menggoda.Dua tangannya dikalungkan di leher Alex sambil memejamkan mata, Alea terlihat begitu menikmati permainannya. Setiap gerakan di atas bibir Alex kian menggodanya untuk melakukan lebih. Peduli setan dengan cap wanita jalang yang mungkin saja dilabeli Alex di dahinya.Cup!Lagi, Alea semaki
Tatapan merendahkan disorotkan oleh Alex pada istrinya. Ada perasaan senang tak terduga dalam dada ketika ia melihat Alea begitu tertekan. Setiap kalimat yang keluar dari mulutnya bagai sebilah pisau yang telah menyayat hati Alea hingga bagian terkecil sekalipun.“Kamu baru saja berhasil menggodaku tadi, tapi kamu gagal memuaskanku. Jangan membanggakan statusmu sebagai istri ketika kamu belum bisa memuaskanku!”Srek!Tubuh kekar yang tadi mengungkung tubuh ramping Alea itu bergeser ke samping. Duduk di pinggir tempat tidur tanpa sekalipun menoleh.“Pergi kamu dari kamarku. Dan jangan sekalipun kamu memberanikan diri lagi tidur di sini,” ucap Alex dingin. Sebelah tangannya terkepal erat sebagai bentuk emosi yang tak bisa ia luapkan.Alea mematung untuk beberapa saat. Memandang punggung lebar nan kokoh itu dengan tatapan nyalang. Tak menyangka Alex tetap berusaha menyingkirkannya di tengah usaha Alea yang tengah membuat pria itu menaruh perhatian padanya.“Kenapa kamu masih diam di sana
Alex setia berdiri di balik pintu ruang model yang sengaja disiapkan khusus untuk Dea latihan berpose atau apapun yang berhubungan dengan profesi tercintanya. terdengar dua sejoli yang begitu akrab tengah berusaha saling meyakinkan satu sama lain."Dia pikir, dia bisa mengkhianatiku. Jangan salah, Dea. Aku bisa lebih keji dari iblis paling jahat di muka bumi ini. Ini semua aku lakukan karena aku mencintaimu," gumam Alex di balik tempat persembunyiannya.Belakangan Alex tahu skandal yang sedang terjalin diantara dalah satu kolega sekaligus komisaris agensi modeling tempat wanita pujaannya bernaung, setelah kejadian penyerangan yang menimpanya kemarin."Pak Alex, ada telepon dari Bu Alea."Suara Narco seketika merubah suasana menyenangkan yang tengah Alex selami menjadi suasana yang menjengkelkan ketika telinganya mendengar satu nama yang mengusik kenyamanannya. Alex mendengus kesal, melayangkan tatapan intimidasi atas kecerobohan sikap sang asisten karena telah menyebutkan satu-satinya
‘Mas, kamu mau kemana? Bukannya kamu mau temani aku cek kandungan?” ucap Alea dari arah dapur ketika melihat Alex yang menuruni anak tangga dengan langkah terburu-buru. Tubuh tegapnya sudah sudah dibalut kemeja dan jas formal. Sedangkan sebelah tangannya menjinjing tas tangan pria dengan merek terkenal. Terlihat formal namun santai. “Batalkan jadwalmu hari ini. Aku ada urusan kantor mendadak,” balas Alex santai sambil mengancingkan pergelangan tangannya. Alex terkesan acuh dengan kehadiran Alea disana . Bahkan tak sedetikpun dirinya melirik sang istri yang termangu dalam suasana hati yang buruk. “Tapi, mas, kamu kan sudah janj—“ “Kamu dengar apa yang aku ucapkan tadi ‘kan Alea? Kalau kamu tidak bisa membatalkannya, kamu kan bisa pergi sendiri,” seloroh Alex dengan nada tinggi. Ekspresi yang sebelumnya hangat berubah menyeramkan seiringan dengan emosi Alex yang tersulut. Setelah memastikan penampilannya sempurna, Alex berbalik menghadap sang istri. Di depannya, Alea berdiri dengan
“Jadi, apakah kamu mau mengambil tawaranku untuk kedua kali?” Pertanyaan Alex dilontarkan dengan penuh percaya diri sekaligus mampu mengintimidasi Dea yang mematung di hadapannya.Wanita itu melemparkan pandangan penuh kebencian. Lagi-lagi otaknya memutar ulang kejadian empat tahun lalu dimana Dea bertekuk lutut dan mengikuti permainan Alex demi peningkatan karirnya di industri hiburan.Alex yakin wanita pujaannya ini tak akan memiliki pilihan lain selain mengikuti kkemauannya. Seharusnya Dea lah yang tahu diri dalam situasi saat ini.“Kalau kamu menolak, aku akan menyebarkan semua rahasiamu selama ini. Termasuk rahasia tentang kita,” ucap Alex mengulang kembali kalimatnya empat tahun lalu.“Kamu gila, Lex. Semua cara kamu lakukan demi mendapatkanku. Kamu sudah dikuasai oleh ambisimu sendiri.” Dea berkelakar. Kedua tangannya terkepal erat menahan emosi. Hal itu tak lepas dari pandangan Alex yang memindai tatapan dari ujung kaki hingga ujung kepala.“Ya, aku gila karenamu. Aku rela mel
"Mas Alex, minum dulu, mas," pekik Alea kaget melihat refleks sang suami.Napas Alex tercekat seolah nyawanya berada di ujung tenggorokan. Terlalu kaget dengan akan pertanyaan mamanya barusan. Alex mengulurkan tangannya menerima segelas air putih dan meminumnya hingga tandas."Terima kasih," ucap Alex dengan nada dingin. Alea menurut, ia menarik dirinya kembali ke tempat duduk. Gestur sepasang suami istri itu tak luput dari perhatian Mila sebagai orang yang paling dituakan di sana. Secercah perasaan curiga muncul dalam benak wanita dengan kacamata berbingkai emas itu."Baru ditanya masalah malam pertama, kagetnya sampai begitu, Lex. Apalagi kalau mama tanya masalah cucu. Coba, bagaimana perkembangan calon anak kalian?" Seolah tak peduli dengan respon yang ditunjukkan anaknya tadi, Mila kembali melayangkan sebuah pertanyaan yang langsung membuat tubuh Alex menegang.Ya, Alex tidak pernah mengetahui secara pasti tentang perkembangan janin di dalam kandungan Alea. Semua fokusnya hanya te
Dua cangkir kopi panas yang asapnya masih mengepul menjadi saksi kediaman Alex sejak setengah jam lalu. Pria itu bergeming dengan sekelumit pikiran yang kini memenuhi kepalanya.Di depannya, Reza menatap bingung pada sang sang sahabat yang mode diamnya sedang aktif-aktifnya. Membiarkan Alex sibuk dengan dunianya sendiri namun tetap memastikan kediamannya tak menimbulkan curiga.Selama itu pula Reza memperhatikan gelagat aneh yang ditunjukkan oleh Alex.“Mau sampai kapan lo melamun? Kalau masih lama lebih baik gue pulang dulu. Nanti kalau lo sudah selesai gue balik lagi,” cibir Reza.Tepat setelah kalimat itu berakhir, separuh kesadaran Alex mulai pulih. Ia menatap nanar pada Reza yang kini menetapnya dengan pandangan penuh tanya.“Sampai kapan di Sydney?” Alex bertanya tiba-tiba. Mengabaikan cibiran Reza sebelumnya.Berita kepergian Dea cukup mengguncang mental Alex saat ini. Ia tidak menyangka Dea memilih jalan instan untuk menjauhinya. Berdalih pekerjaan, wanita itu bertandang ke ne
Suara berat milik Alex di telinga Alea terdengar begitu menggoda. Alex telah dilahap oleh gairahnya sendiri sehingga ia tak peduli lagi siapa wanita di hadapannya sekarang. Dalam satu kali tarikan, Alea telah jatuh ke dalam pelukan pria itu. Degup jantungnya yang berdetak tak karuan, membuat deru napasnya cepat dan naik turun.Alex tahu istrinya gugup, tetapi, dialah yang memulai semuanya.“Saat kamu mulai menggodaku, kamu harus menyelesaikannya,” ucap Alex lagi.Sedangkan Alea, mati-matiab dia bertekad untuk mempertahankan dinding kokoh yang ia bangun susah payah. Berusaha tak terintimidasi oleh godaan Alex karena sejujurnya, ia hanya menggoda pria itu tadi. Dengan bibir bergetar, tiba-tiba Alea mengucapkan sepatah kalimat yang langsung membuat Alex mati kutu.“Aku akan menyelesaikannya, tapi tolong jawab pertanyaanku dengan jujur. Wanita yang kamu sebut namanya ketika bersama Reza waktu itu siapa, mas?”Deg!“Apakah dia cinta pertamamu?”Jeder!Dua pertanyaan Alea bagaikan petir di
Pukul satu dini hari, Alex baru memasuki kamarnya dengan langkah gontai. Tubuhnya berjalan sempoyongan efek dari alkohol yang masih bersarang di tubuhnya.“Kamu pasti menjadi milikku, Dea,” gumam Alex tak jelas.Ketika ia hendak melangkah ke kamar mandi dengan sisa-sisa kesadarannya yang tinggal setengah, kepalanya menoleh ke arah tempat tidur pribadinya.Disana, Alea terbarung pulas menikmati malam seolah ia tak terbebani oleh apapun. Wajah cantiknya.“Dia lagi. Apa yang ada di pikiranku waktu itu hingga memutuskan menikahinya. Kini aku terjebak dalam rumah tangga yang tak aku inginkan sama sekali,” gerutu Alex lagi sambil melanjutkan langkahnya.“Emmhh..”Deg!Langkah Alex tiba-tiba terhenti ketika mendengar sebuah lenguhan yang keluar dari mulut Alea. Ia menoleh ke arah wanita itu. Alea membalikkan posisinya kini wanita itu memunggungi Alex.Dres satin mengkilap yang hanya sebatas paha itu tersingkap sempurna. Menampakkan bokong sintal milik istrinya yang terlihat menggoda.Untuk b
Dea terus mendesah. Sedangkan Alex tetap melancarkan aksinya lebih brutal. Ia melucuti satu per satu kain yang menempel di tubuh wanita itu. Dea terus memohon agar Alex melepaskan dan membiarkan dirinya pergi. Namun Alex seolah pua-pura tuli.“Lex, aku mohon jangan lakukan itu.”“Kenapa? Dengar Dea, aku terlalu mencintaimu namun kamu tak pernah melihat usahaku untuk mendapatkan hatimu. Bahkan kamu cenderung mengabaikan perasaanku tanpa alasan. Jadi, biarkan saat ini aku menunjukkan betapa besar cintaku padamu,” jawab Alex disertai seringaian licik yang membuat sekujur tubuh Dea merinding.Belum sempat Dea menyahut ucapan Alex, pria itu sudah membungkam mulut wanita pujaannya dengan pagutan lembut yang Alex berikan. Dea melenguh nikmat sekaligus merutuki perbuatan Alex yang semena-mena.Alex tak peduli lagi dengan apa yang akan Dea katakan. Lima tahun bukan waktu yang sebentar untuk memperjuangkan cinta pada seseorang dan Alex bukanlah pria yang memiliki tingkat kesabaran yang tinggi.
Alex menoleh dengan gerakan cepat ke arah sumber suara. Bak robot yang kehabisan baterainya, ia mematung tak memberikan respon ketika melihat Alea berdiri di ambang pintu ruang kerjanya.“Aku dengar keributan sejak tadi, ada apa?” tanya Alea melangkah semakin masuk ke dalam ruangan bergaya minimalis itu. Raut wajahnya terlihat khawatir. Apalagi sebelumnya ia mendengar suara Alex yang menggelegar hingga ke luar ruangan ketika membentak dua bawahannya.“Apa yang kamu lakukan di sini?” Alex balik bertanya. Nada bicaranya sedingin es di kutub utara. Pria itu pun terlihat tak tertarik dengan kehadiran sang istri di ruangannya.“Aku membawakan makan siang, pasti kamu belum makan. Tapi, tadi aku dengar kamu marah-marah. Apa ada masalah?”Habislah sudah riwayat Alex. apakah Alea telah mendengar semua hal yang ia ucapkan tentang Dea? Jika iya, mengapa istrinya justru bersikap tenang seolah ia tak mengetahui apapun?Batin Alex bertanya-tanya.Alex membiarkan Alea menempati posisi kosong di sebe