"Bye, girls. Have fun there." Gaffandra dan Katya berdiri sambil melambaikan tangan mereka, tersenyum mengantarkan Oma Adelia dan Cia yang berada di dalam mobil yang bergerak perlahan keluar dari pintu gerbang rumah kediaman Gaffandra.Tujuan mereka adalah ke bandara, dimana Mahendra Adhyatama telah lebih dulu berada di sana untuk mengurus keberangkatan keluarganya ke Belanda malam ini juga."Haah, akhirnya duo pengganggu itu pergi juga." Suara desah penuh kelegaan yang menguar dari bibir Gaffandra membuat Katya tersenyum geli. Meskipun pria itu melabeli Oma Adelia dan Cia sebagai 'pengganggu', tapi Katya bisa merasakan kalau mereka saling menyayangi.Gadis itu merasakan tangan kekar yang tiba-tiba mendekap pundaknya dan sebuah kecupan singkat yang mendarat di puncak kepalanya."Masuk yuk? Udaranya lumayan dingin. Mungkin sebentar lagi akan hujan." Katya pun sontak mendongak, menatap ke arah langit malam tanpa bintang. Hembusan angin memang terasa agak dingin menyapa kulitnya, sepe
"Gimana, kamu suka?" Pertanyaan itu sesungguhnya telah dapat dijawab oleh manik coklat bening Katya yang sejak tadi membelalak tak berkedip memandangi sekitarnya dengan penuh kekaguman.Baru kali ini Katya menginjakkan kakinya di sebuah tempat tinggal yang super mewah selain rumah kediaman milik Gaffandra. Namun bangunan yang ia masuki kali ini posisinya terletak di lantai paling atas sebuah gedung tinggi, bukanlah rumah besar yang bertingkat.Rasanya Katya masih tak percaya, bahwa gadis yatim piatu miskin sepertinya akan pernah mengalami suatu masa dalam hidupnya untuk berkesempatan memasuki ruangan luas semewah ini. "Rasanya nggak mungkin banget kalau nggak suka, Pak. Ini terlalu indah," sahut Katya tanpa melepaskan pandangannya dari seluruh interior di dalam ruangan itu. Katya masih terpesona memandangi dinding kaca yang sangat panjang dan memperlihatkan pemandangan kota Jakarta dari ketinggian 38 lantai. Rasanya seperti sedang melayang di ketinggian. Hari ini banyak sekali ke
"Pak~""Daddy. Call me Daddy, Baby Girl." Katya tak lagi sanggup mendengar dengan jelas perkataan Gaffandra, karena pikirannya telah dipenuhi oleh panasnya gelora yang lebih berkuasa.Setiap kali Gaffandra menyentuhnya, Katya seolah dalam kondisi yang terhipnotis oleh tatapan dari bola mata gelap bagaikan jurang dalam yang tak berdasar milik pria itu.Tubuhnya tersentak-sentak pelan di atas pangkuan Gaffandra akibat hujaman pria itu dari bawah. Katya baru sekali merasakan bercinta dengan posisi duduk begini. Dan meskipun cukup melelahkan, namun sensasinya terasa benar-benar berbeda.Katya mengerang lirih ketika merasakan sengatan panas di garis pundaknya, saat bibir Gaffandra sedang menghisap kulitnya dengan kuat di sana. Ikut menambah jejak merah yang telah banyak tercipta.Puas menagut kulit pundak Katya, Gaffandra kini meninggalkan bekas kecupannya, dan menyeringai puas melihat banyak sekali tanda yang telah ia berikan pada tubuh sensual gadisnya. Ia akan terus menandai gadis ini
Manik coklat gadis itu lekat memandangi gedung-gedung tinggi yang melukis kota metropolitan Jakarta dengan cahayanya yang semarak dan benderang mewarnai malam. Indah sekali. Seumur hidupnya, baru kali ini ia merasakan berada di tempat yang setinggi ini, di antara kemegahan gedung-gedung lain di sekelilingnya. Sejak tadi suara decak kagum terus menguar dari bibir merah ranum itu sebagai apresiasi kekagumannya. Ia bahkan tak mempedulikan udara yang mulai terasa dingin karena ia sedang berdiri di balkon Penthouse, dan dirinya yang hanya mengenakan selimut untuk menutupi tubuhnya. Bukan karena ia malas mengenakan pakaian, namun karena Gaffandra yang sedang kumat sikap jahilnya itu sama sekali tak mengijinkannya. Bahkan pria itu pun dengan curangnya menyembunyikan pakaiannya di dalam walk in closet, lalu mengunci ruangan penuh pakaian itu.Maka tak mau, ia pun terpaksa mengambil selimut dan membalutkan material itu ke seluruh tubuhnya, daripada berjalan kesana kemari tanpa busana.CUP
"Bodoh." Gaffandra pun tertawa tanpa suara, setelah menggumankan satu kata yang dengan sangat tepatnya menggambarkan dirinya saat ini.Atau lebih tepatnya, sejak mengenal Katya.Pria itu kini sedang menyetir sendirian membelah jalanan yang mulai sepi dari lalu lalang kendaraan, karena waktu saat ini yang memang sudah cukup larut malam. Gaffandra rela menyetir malam-malam dari kantornya ke Penthouse bolak-balik, padahal pekerjaannya sangat menumpuk. Hanya untuk bisa bertemu dengan gadisnya, ia bersikap seperti remaja yang sedang baru pertama kali merasakan cinta pertama.Tunggu. Cinta?Haha. Tidak mungkin.Meskipun perasaannya kepada Katya memang berbeda dengan wanita lain yang pernah mengisi hidupnya, Gaffandra tidak yakin bahwa apa yang ia rasakan kepada Katya adalah cinta.Ck. Ia bahkan tidak tahu apa makna dari satu kata yang tak pernah ia sangka akan tercetus di dalam otaknya.Pria itu pun lalu menambah kecepatan mobilnya, karena kondisi jalanan yang semakin sepi. Tak ingin me
"Aa~"Satu sendok penuh makanan pun meluncur ke mulut Gaffandra yang terbuka, lalu pria itu mulai mengunyah bubur ayam yang diberi topping suwiran ayam, irisan jamur, potongan daun bawang dan seledri serta bawang goreng itu dengan penuh semangat. Dua tangan kokohnya terjulur untuk memeluk erat pinggang ramping Katya yang saat ini sedang berada di atas pangkuannya.Meskipun ini adalah posisi yang tidak biasa bagi gadis itu untuk menyuapi makan seseorang, tapi Katya tidak membantah saat Gaffandra yang memintanya.Lebih tepatnya, ia malas berdebat. Lebih baik ia menyuapi pria ini sambil duduk di atas pangkuannya daripada Gaffandra yang menariknya ke atas tempat tidur. "Kenapa kamu nggak bisa tidur semalam?" tanya pria itu tiba-tiba, di sela-sela kunyahannya."Uhm... mungkin karena aku nggak pernah tinggal di tempat semewah dan seluas itu sendirian," sahut Katya jujur. Seumur hidupnya, ia bahkan tidak pernah tidur sendirian. Terkadang di satu tempat tidur bersama Bu Sadna, atau salah sa
"Ya ampun, apa yang bisa kukenakan kalau begini??" Katya meringis ketika melihat onggokan kain yang menumpuk berserakan di atas lantai, yang merupakan baju serta pakaian dalamnya.Semuanya sudah robek di sana sini tak berbentuk, akibat keberingasan Gaffandra yang tadi sangat tak sabaran untuk membukanya.Gadis itu baru saja terbangun lima belas menit yang lalu, dan lagi-lagi hanya menemukan ranjang kosong di sebelahnya. Selalu seperti ini. Katya memang tahu tak sepantasnya ia berharap lebih dari Gaffandra yang super sibuk sebagai CEO di perusahaannya, hanya saja terkadang ia sebal karena selalu terbangun paling akhir dan selalu menjadi yang ditinggalkan.Tiba-tiba suara ketukan sopan di pintu membuyarkan lamunannya, yang seketika membuatnya refleks melompat dari atas ranjang. Manik coklat Katya pun berkelana ke segala penjuru untuk menemukan sesuatu yang bisa ia kenakan untuk menutupi tubuhnya, dan pandangannya pun tertumbuk pada bath robe putih yang tergeletak di atas kursi. Katy
"Arsel?" Seorang pemuda yang sedang tertawa dan bercanda dengan anak-anak panti asuhan itu pun seketika menoleh, ketika mendengar seseorang menyebut namanya.Pemuda yang bernama Arsel itu pun tersenyum dan melambaikan tangannya kepada Katya yang barusan memanggilnya.Gadis itu baru saja tiba di rumah singgah karena kangen dengan adik-adik asuhnya, namun ia tak menyangka jika akan bertemu dengan temannya yang telah lama tidak berjumpa.Arsel bangkit dari duduknya yang semula di atas rumput bersama anak-anak untuk menyambut Katya yang baru saja turun dari sebuah mobil mewah. Tatapan pria itu sejenak memindai busana Katya yang sangat berbeda dari biasanya. Yang ia ingat, Katya itu cuek dan lebih menyukai baju kaus longgar dibandingkan gaun feminin selutut bermotif bunga-bunga yang manis yang saat ini ia kenakan.Gaun yang indah dan terlihat mahal, juga mobil mewah. Jangan lupakan juga rumah singgah untuk anak panti asuhan yang lebih mirip villa properti milik orang kaya.Katya sudah b
"Kak Kendra??" Katya menatap heran ke arah wanita bule yang berjalan dengan lesu sembari menggeret koper di belakangnya. Katya semula sedang iseng berjalan-jalan di sekitar bagian samping lobby hotel yang ternyata memiliki spot untuk bersantai, sembari menikmati beberapa lukisan serta instalasi seni yang artistik. Gadis bersurai coklat kemerahan itu duduk di salah satu sofa bulat tanpa sandaran, menunggu Gaffandra yang sedang membelikannya kopi.Kendra yang mendengar namanya disebut, serta merta menoleh. Saat menemukan sosok Katya yang datang menghampirinya, sontak saja gadis itu waspada dan menoleh ke sekelilingnya dengan wajah yang agak panik."Uhm... hai, Katya. Kamu... sendirian? Gaffandra mana?" "Dia sedang beli cemilan dan minuman," sahut Katya sambil tersenyum. Manik coklatnya melirik ke arah suitcase merah yang digeret oleh kakak tirinya itu. "Kak Kendra mau pindah hotel ya?" tebak Katya.Kendra menggeleng pelan. "Aku mau ke bandara dan kembali ke Jakarta," ungkapnya menge
Katya mengerjapkan maniknya saat melihat sorot penuh kejujuran dan ketulusan yang terpancar dari bola mata sehitam malam milik Gaffandra. Yang barusan tadi itu... apa benar pria ini sedang melamarnya??((Aku tidak mau melanjutkan hubungan kita yang sebelumnya, Katya. Karena yang aku mau adalah hubungan yang baru, yaitu kamu sebagai istriku))"Pak?" "Ya, Baby Girl?""Mmm... itu bener barusan melamar aku? Bukannya... Pak Gaffandra dulu kan pernah bilang kalau..." "Uh-hum. Kamu benar, dulu aku memang pernah mengatakan kalau tidak akan percaya pada cinta, apalagi pada pernikahan. Semua itu terlihat bullshit di mataku," cetus Gaffandra sembari menjulurkan jemarinya dan mengusap lembut bibir penuh Katya."Lalu waktu itu aku pun hanya bisa menjanjikan kesetiaan dan hubungan monogami kepadamu..." tambah pria itu lagi seiring dengan senyum kecil yang mulai terbit di wajahnya untuk Katya."Terus? Kenapa sekarang berubah?" tanya Katya dengan penuh rasa ingin tahu. "Karena aku selalu merasa g
**BEBERAPA SAAT SEBELUMNYA**Saat private jet akhirnya mendarat darurat, Gaffandra dan Kendra pun langsung disibukkan oleh jadwal kunjungan kerja ke lokasi proyek pembangunan hotel di salah satu jalan utama di Kota Surabaya. Tak salah memang jika Andrew Harrison memberikan wewenang penuh kepada putrinya ini untuk mengambil alih jabatan CEO sementara dirinya sedang memulihkan kondisi kesehatannya, karena Kendra memang sangat menguasai hal-hal teknis dalam pekerjaan.Pasti telah lama Andrew mendidik putrinya untuk menjadi generasi penerus yang akan memimpin perusahaan.Tanpa terasa waktu terus bergulir, hingga akhirnya memasuki jam istirahat siang. Gaffandra memutuskan untuk kembali sebentar ke hotel tempatnya menginap setelah menghadiri jamuan makan siang yang telah disiapkan. Ia merasa lelah dan ingin beristirahat, sembari menelepon seseorang yang sejak tadi terus memonopoli otaknya.Seharian ini yang terbayang di pikirannya adalah wajah Katya yang tersenyum dengan sangat manis, mem
"Yakin nih kamu nggak mau ikut?" Katya tersenyum, ketika sebuah suara diikuti oleh kecupan lembut mendadak mendarat lehernya.Gadis itu sedang membuatkan kopi pagi di pantry untuk teman sarapan Gaffandra, saat pria itu tiba-tiba saja memeluknya dari belakang.Katya terkikik geli ketika Gaffandra dengan sengaja menggelitik lehernya menggunakan ujung hidung pria itu, membuatnya tak tahan namun tak bisa berkutik karena Gaffandra mencengkram pinggangnya. Pria itu baru berhenti setelah Katya berteriak-teriak minta ampun."Kamu tega banget, Katya. Gimana kalau nanti aku kangen, hm?" Gaffandra membalikkan tubuh gadis itu hingga menghadapnya, lalu meraup bibir Katya dengan kecupan gemas yang singkat namun dengan sengaja berkali-kali."Cuma satu hari kok, Pak. Aku janji akan langsung menyusul ke Surabaya kalau urusan dengan Papa Andrew selesai." Hari ini seharusnya Katya ikut bersama Gaffandra yang hendak meninjau lokasi proyek pembangunan hotel di Surabaya. Tapi Andrew meminta gadis itu unt
"Kamu nggak apa-apa, Baby Girl?"Katya menolehkan wajahnya ke arah Gaffandra, tanpa sadar memperlihatkan bayang-bayang kecemasan yang terlukis cukup jelas di sana. Meskipun ingin menyembunyikan perasaannya, namun Katya tak bisa menampik bahwa ia sesungguhnya sangat gelisah.Manik coklatnya terlihat tidak fokus dan berkaca-kaca, napasnya pun tampak tak beraturan."Hei, it's okay." Gaffandra meremas lembut jemari lentik yang ia genggam, lalu mengangkat dan menempelkannya ke bibirnya untuk dikecup. "Atau kamu mau pulang saja? Nggak apa-apa kalau memang kamu belum siap untuk bertemu dengan Andrew sekarang, Katya. Kita pulang ya?"Saat ini Katya tengah berada di dalam mobil mewah milik Gaffandra, yang melaju dengan kecepatan sedang di jalan raya. Malam ini adalah malam yang sudah ditentukan untuk pertemuan kedua antara Katya dan Andrew, tentunya dengan atas persetujuan Katya.Namun kini gadis itu justru terlihat ragu. Katya pun tak mengerti dengan apa yang ia rasakan, mengapa mendadak ras
Udara kota Jakarta pagi ini yang masih terasa agak dingin setelah hujan semalam, tampaknya tak menyurutkan semangat serta niat Katya untuk berolah raga di dalam air. Penthouse yang ia tinggali ini memang memiliki kolam renang berukuran sedang dan menyatu dengan bagian balkon depannya. Pagi ini Katya terlihat manis sekali, ia mengenakan busana renang bikini two piece berwarna pink lembut yang sangat serasi dengan warna kulitnya yang juga putih bersih. Meskipun bikini, namun di bagian atas yang berbentuk draperi membuat gelombang-gelombangnya sedikit menutupi lekuk dada, sehingga membuat Katya lebih terlihat imut dan lembut. Ditambah bagian bawah bikini yang ia kenakan sebenarnya lebih pantas disebut hot pants tipis karena ukurannya yang lebih lebar hingga menutupi setengah perut dan pangkal paha. Gadis itu melangkah menuju ke balkon Penthouse bersama Gaffandra yang memeluk pinggangnya, sambil mendengarkan Katya yang asyik berceloteh dengan riang tentang apa saja. Rasanya menyenang
"Sudaah... ampuun!!" Sejak tadi Katya terus memekik dan tertawa karena tak bisa menahan geli, akibat Gaffandra yang tak hentinya menggelitik pinggang, leher serta telinganya.Gaffandra menggunakan jemarinya untuk menggelitik pinggang Katya, dan ujung lidahnya untuk menjilati kulit leher dan lekuk telinga Katya.Ia tahu Katya tidak tahan jika tiga bagian sensitif itu disentuh, dan Gaffandra memang sengaja melakukannya karena ingin menghukum Katya."Pak... please. Aku nggak tahan..." Napas gadis itu sampai terengah karena tak sanggup lagi menahan merinding."Tapi aku masih ingin menghukum kamu, Baby Girl..." goda Gaffandra yang kini telah memindahkan bibirnya dari leher Katya untuk memagut bibir gadis itu dengan kecupan yang selembut kapas."Uhm..." Katya pun mengguman pelan, saat kecupan pria itu semakin mendalam namun tanpa menanggalkan seluruh kelembutannya. Jemari Gaffandra yang semula menggelitik Katya, kini telah berubah menjadi membelai pinggang ramping gadis itu dengan gerakan
Harum.Diam-diam Katya tersenyum sambil menghirup aroma bunga mawar putih yang terbungkus kertas buket mengkilat berwarna hitam. Perpaduan yang kontras juga sekaligus terlihat mewah dan elegan. Feminin sekaligus maskulin. Bahkan kertas hitam itu seolah bukan saja membungkus bunga mawar putih yang rapuh, tapi juga menjaganya. Sangat Gaffandra sekali.Katya melirik ke arah pria yang sedang asyik melahap makanan yang ia masak dan bawa dari rumah. Gadis itu pun kembali tersenyum melihat isi lunch box yang hampir tandas oleh Gaffandra. Sebenarnya bisa saja pria ini membeli makanan mahal yang jauh lebih enak dari resto mewah dengan Chef-nya yang bertaraf Internasional. Tapi Gaffandra malah meminta Katya memasak dan membawanya ke kantor setiap hari. "Kamu nggak makan?" Pria bersurai hitam itu bertanya dengan nada heran kepada Katya yang sejak tadi hanya diam sambil menggenggam buket bunga.Katya menggeleng pelan. "Nanti saja. Aku masih kenyang," sahutnya. "Pak?""Ya, Katya?""Makasih y
"Gaffandra!!" Pria itu menoleh ke sumber suara yang memanggilnya. Tampak seorang gadis melambaikan tangan sambil tersenyum.Kendra Harrison.Sesuai dengan isi chat semalam, Gaffandra menemui Kendra di sebuah cafe yang tak begitu jauh dari kantornya. Gaffandra memang sengaja mengatur pertemuannya dengan Kendra di tempat yang netral tanpa embel-embel pekerjaan.Pria bersurai gelap itu pun melangkahkan kakinya menuju meja dimana Kendra berada, lalu ikut duduk di seberang gadis itu saat dipersilahkan."Halo Kendra, apa kabar?" Pria itu mengulurkan tangannya kepada Kendra sambil tersenyum. "Dan bagaimana dengan Andrew?" "Kabarku baik. Sedangkan Daddy... dokter menyuruhnya untuk bedrest seharian ini agar perasaannya lebih tenang," sahut Kendra.Gaffandra mengangguk mengerti. "Maaf kalau semalam aku tidak kembali lagi ke nightclub," ucapnya meminta maaf, namun ia tidak mengatakan bahwa Katya-lah yang meminta."It's okay, Gaffandra, aku mengerti. Kamu pasti mencemaskan pacarmu itu kan?" Kend