“Senyam-senyum sendiri kayak news anchor lagi naik gaji lo!”Suara teguran Leon spontan membuat Yura yang tadinya hanya duduk diam termenung, lantas terkekeh.Siang itu mereka memutuskan untuk makan siang bersama di salah satu restoran yang paling dekat dengan kantor mereka.Yura sudah masuk lagi ke kantornya, berjibaku dengan rasa sakit dan luka tidak membuat jiwa dan pikirannya merasa lebih baik. Maka Yura memilih untuk kembali bekerja. Setidaknya dengan bertemu banyak orang, Yura tidak akan terlihat menyedihkan.“Apaan sih, El?”“Lo yang apaan! Jadi tempo lalu Krisna datengin lo di rumah nyokap? Terus, terus? Apa dia bilang?” tanya Leon penasaran.“Ya intinya sih dia nggak ngebelain diri, El. Dia bilang kalau dia menyesal, dia juga mau mengakui kesalahannya. Dia bahkan ngasih hadiah gue kalung ini.” Yura meraih bandul pesawat yang melingkar di lehernya, lalu tersenyum. “Tapi yang bikin gue tersentuh adalah… dia bilang kalau gue yang dia jadikan rumah untuk tempatnya pulang.”Senyum
“Janinnya lemah, Bu. Mohon maaf kami sudah berusaha, hanya saja janinnya belum bisa dipertahankan.” Dokter Padma menghela napas. “Kami akan segera melakukan kuretase setelah ini.”Wulan mendadak limbung saat mendengar perkataan Dokter Padma. Jantungnya seperti baru saja diremas kuat, nyeri hebat memukulnya dari dalam hatinya.“Mbak, gimana kondisinya Yura?”Maura dan Davin berjalan cepat menghampiri Wulan yang saat ini tengah berdiri di depan ruang perawatan. Wulan menggeleng lemah, menatap Maura dan Davin yang baru saja tiba. Sementara Krisna masih dalam perjalanan ke rumah sakit.“Janinnya nggak bisa dipertahankan, Mbak.” Wulan terisak pelan. “Kondisi kandungan Yura terlalu lemah.”Tidak hanya Wulan, bahkan Maura yang mendengar hal itu, tiba-tiba saja dadanya terasa sesak.“Sekarang Dokter Padma sedang melakukan tindakan. Kita hanya perlu menunggu,” ujar Wulan menambahkan.Tak berselang lama, Krisna yang baru saja tiba di sana, berlari tergopoh-gopoh. Ada kepanikan yang kini memanc
“Bang…”Suara teguran Maura seketika menarik Krisna dari lamunannya. Pria itu tengah berdiri bersandar di koridor depan ruang rawat Yura dengan hatinya yang berkecamuk. Matanya terlihat bengkak lantaran sejak tadi pria itu menangis. Namun kini tatapannya kosong dan Maura bisa melihat ada banyak penyesalan yang memancar dari balik matanya.“Bagaimana kondisinya Yura, Ma?”Maura mengulas senyum, lalu mengusap lengan Krisna dengan lembut. Kemudian dia bersuara. “Yura udah dikasih obat penenang, Bang. Dia sekarang lagi istirahat, dan percaya sama Mama kalau dia akan baik-baik saja.”Pria itu menghela napas lega. Setidaknya kondisi Yura sudah tenang sekarang.Krisna menundukkan wajahnya dalam-dalam. Menatap lantai koridor yang terlihat dingin. Merasakan gemuruh hebat di hatinya.Tidak hanya Yura merasa terpukul karena kepergian sang jabang bayi. Pun begitu dengan Krisna yang juga hancur berkeping-keping, terlebih saat dia lah yang menjadi penyebab kehilangannya perempuan itu.Nyatanya, mes
KRISNA berdiri tak jauh dari pusara tempat Awan dimakamkan. Dengan mengenakan pakaian serba hitam dan kacamata hitam yang membingkai di wajahnya, sesekali pria itu menghela napas.Steven yang sejak kemarin sibuk mengurusi segalanya. Kini tengah berjongkok, menatap nanar pada gundukan tanah yang masih basah.Krisna tahu jika Awan tidak memiliki siapapun sekarang. Keluarganya meninggalkannya di panti asuhan, dan dia menolak untuk diadopsi, hingga akhirnya perempuan itu tumbuh menjadi orang sukses dengan karirnya yang meroket sebagai seorang chef celebrity.Krisna sama sekali tidak membenci Awan. Biar bagaimanapun perempuan itu pernah menjadi ‘segalanya’ dalam hidup Krisna di masa lalu. Hingga akhirnya perasaan itu memudar dan tergantikan oleh sosok perempuan lain.Awan pernah menjadi sosok perempuan yang sempat dikagumi Krisna. Dia juga pernah menjadi alasan mengapa Krisna tetap bertahan, disaat dia justru ditinggalkan. Dan kini perasaan ganjil itu terjawab sudah. Meskipun takdir kini
“Ini juga nggak mudah buat Yura, Bang. Tapi sebagai suami yang baik, meskipun Abang pernah melakukan kesalahan, akan alangkah baiknya Abang tetap ada di samping Yura. Jangan nyerah, ya. Mama akan selalu ada di sini buat dukung Abang.”Krisna menghela napas panjang. Dia baru saja tiba di rumah sakit siang itu. Setelah mampir di kediaman Wulan untuk mengambil makanan yang sudah disiapkan mertuanya tadi, dia lantas bergegas menuju rumah sakit.Empat hari telah berlalu, sebanyak itu pula Yura menolak kehadiran Krisna. Meskipun rasanya sangat menyedihkan, tapi Krisna akan berusaha untuk memaklumi.“Titip Yura sebentar ya, Nak Krisna. Mama harus ngasih tau pegawainya Mama karena ada pesanan. Nanti Mama nyusul ke rumah sakit.”Krisna hanya bisa tersenyum getir. Entah hatinya yang sedang sensitif atau memang ibu mertuanya tidak bermaksud mengatakan hal itu.“Yura istrinya Abang, Ma. Mama nggak perlu mengatakan hal itu, Abang sudah pasti menjaganya.”Pandangan Krisna nanar ke arah ruang rawat
DUA MINGGU telah berlalu. Yura sudah diizinkan pulang dan dia memutuskan untuk tinggal di rumah ibunya sementara waktu. Dia masih membutuhkan waktu untuk memikirkan keputusannya. Yang untungnya Krisna memakluminya.Hatinya yang merasakan keganjilan akan hubungannya dengan Krisna, Yura juga perlu mengoreksi dirinya. Meskipun tak jarang Krisna selalu memperlihatkan usahanya agar dia mendapatkan maaf darinya.Hampir setiap hari dia datang ke rumah setiap kali dia pulang bertugas. Dengan wajahnya yang lelah, dia hanya perlu waktu sebentar untuk berdiri menatap Yura, sambil sesekali dia berkata, ‘Lumayan recharge energy, besok Abang ke sini lagi, ya’.Sesekali dia mengirimi hadiah. Entah itu bunga, coklat, dan terakhir dia mengirimkan boneka beruang yang berukuran cukup besar.Katanya, ‘Selagi kita jauh, kalau emang kamu kangen sama Abang, jangan dilawan, ya. Peluk bonekanya, dan anggap aja itu Abang. Kamu boleh memukul mukanya kalau perlu. I love you, Istrinya Abang.’Lalu wajah Yura akan
“Aku udah keluar dari kantor. Nanti jemputnya di supermarket sebelah aja, ya? Ada yang mau aku beli dulu soalnya.”“Nggak mau Abang temenin jalan? Daripada sendirian gitu? Kalau digodain sama orang asing gimana?”Refleks Yura menghentikan langkahnya, lalu mengedarkan matanya ke sekitar. Lalu kekehan di seberang sana terdengar. Rupanya Krisna sudah berdiri tak jauh darinya, tetapi Yura tidak menyadari kehadirannya.Diam-diam senyum Yura mengembang saat tak sengaja tatapannya bertemu dengan Krisna yang kini masih mengenakan seragam kebanggaannya.“Kalau mau senyum nggak usah ditahan. Abang pakai kacamata hitam, kok. Nggak bakalan lihat.”Yura sontak memalingkan wajahnya. “Apaan sih!”Perempuan itu lantas membalikkan badan, lalu dia kembali melangkah menuju ke supermarket yang terletak tak jauh dari kantornya.“Aku tutup.”Saat Yura tengah fokus menyimpan ponselnya. Seseorang yang tengah berlari kencang di belakangnya, membuat Yura lantas terkesiap.Entah bagaimana kejadiannya, tiba-tiba
“Em, Abang mau nginep?”Jeda selama beberapa saat untuk Krisna mencoba memahami kalimat yang baru saja terlontar dari bibir Yura.“Huh?”Pria itu mengerjapkan matanya, terlihat ingin memastikan pendengarannya masih berfungsi dengan baik.Sementara Yura memalingkan wajahnya ke sembarang arah.“Nginep di sini. Lagian Abang barusan pulang nugas langsung jemput aku, kan? Nggak sekalian… makan malam di sini dulu?”“Boleh?” tanya Krisna dengan senyuman tertahankan.“Cuma nginep. Semalam. Anggap saja sebagai ucapan terima kasih aku karena Abang udah nolongin aku tadi.”“Boleh perhitungan nggak, sih? Masa sama suami sendiri cuma disuruh nginep semalam doang?”“Emang Abang besok nggak nugas?” Yura mendelik ke arah Krisna.“Ya nugas, tapi kan balik ke Jakarta lagi. Lagian jarak rumah sini ke bandara lebih dekat, kan?”Yura mencebikkan bibirnya, sedikit menyesali ucapannya. “Dasar dikasih hati minta jantung!”Krisna tergelak. Wajah Yura terlihat sangat menggemaskan sekali malam ini.“Mumpung ada