Share

Kemana Nama Baik Suamiku?

Author: Widanish
last update Last Updated: 2022-01-24 15:36:14

"Kok kamu gitu sih, Mil? Kalau mau bayar utang ya bayar aja, jangan hubung-hubungkan dengan sisa uangku." 

 

 

Mulut ini terasa gatal ingin mengatakan hal itu pada Mila, tapi kedatangan Bapak Mertua yang mengendarai motor membuatku urung melontarkan kalimat itu. 

 

 

Mata Mila terbelalak seperti orang kepergok saat melihat Bapak Mertua turun dari motor dan menghampiri kami. Kemudian Mila meraih tanganku, dan menyerahkan keresek berisi jagung padaku.

 

 

"Nih, aku mau pulang!" katanya setengah berbisik, buru-buru sekali.

 

 

Bapak Mertua melihat Mila yang pergi tergesa menaiki motornya. "Dia kenapa, Mur?" tanyanya padaku.

 

 

"Gak tahu, Pak."

 

 

"Ada-ada aja anak itu," gumam Bapak Mertua. "Oh ya, kamu udah terima jagungya? Bapak ke sini mau mastiin kamu terima jagung itu."

 

 

Aku melihat ke keresek yang kujinjing dan melihat isinya. "Jagung yang ini, Pak?" tanyaku memastikan.

 

 

"Iya, yang itu." 

 

 

"Gimana ya, kalau nunggu sore aku bayarnya gimana, Pak? Soalnya jualanku belum dapat seratus dua puluh ribu," kataku. Kupikir Bapak mau nagih uang jagung ini.

 

 

"Ngomong apa kamu, Mur?" Bapak Mertua malah mengernyit.

 

 

"Ini lho, Pak. Kan jagung ini harus kubeli, kan?"

 

 

Bapak Mertua tersentak mendengarnya. "Memangnya siapa yang jual jagung itu, Mur. Kamu pikir, Bapak jual jagung itu ke anak sendiri? Enggak, gak usah bayar! Tadi Bapak nitip jagung ini ke Mila untuk kamu dan Dasep, daripada hasil kebun Bapak numpuk gak terjual, mending dibagiin ke anak-anak. Makanya Bapak ke sini mau mastiin kamu udah terima jagungnya atau belum," jelas Bapak.

 

 

Aku pun terdiam. Berarti tadi itu akal-akalannya Mila aja jual jagung ini padaku, padahal Bapak Mertua niatnya ngasih. Dasar, Mila ... ada-ada aja kelakuannya.

 

 

"Kok kamu mikir jagung itu Bapak jual, sih? Apa Mila tadi minta uang ke kamu?" lanjut Bapak bertanya, mungkin Bapak heran melihatku yang jadi terdiam.

 

 

"E—eh, nggak kok, Pak. Mila gak ngomong apa-apa," jawabku terbata sambil cepat-cepat menyimpan jagung ini ke dalam warung. 

 

 

Kalau aku ceritakan yang sebenarnya tentang Mila tadi, Bapak pasti akan marah pada Mila. Dan aku tak ingin itu terjadi, karena marahnya Bapak itu menakutkan. Semua anggota keluarga takut padanya. Sekali Bapak marah, semuanya tidak akan sama lagi, bahkan mungkin Mila bisa memutuskan tali silaturahmi jika kuadukan kelakuannya ke Bapak Mertua.

 

 

Aku mempersilakan Bapak beristirahat di rumah selagi aku melayani pembeli. Namun, Bapak menolak dan lebih milih duduk di bangku depan warungku.

 

 

Anak-anak masih jajan di warungku. Setelah makroninya habis, kini mereka beli pop es.

 

 

Siang hari cuaca di kampungku memang cenderung panas. Aku membuatkan es teh manis untuk Bapak Mertua.

 

 

"Bapak perhatikan, jualanmu laris, Mur," komen Bapak saat kusuguhkan es teh manis.

 

 

"Alhamdulillah, Pak."

 

 

"Kamu pinter lihat peluang. Di sini banyak anak-anak main, dan cuaca juga panas ... kamu manfaatin untuk jual jajanan anak dan minuman dingin," kata Bapak Mertua setelah meneguk es teh manis buatanku. "Coba ibumu seperti kamu, Mur. Kreatif, gitu ... pasti warungnya maju dan gak harus dapat sumbangan modal terus dari Husni," lanjutnya.

 

 

Tanpa sadar, Bapak Mertua mengungkapkan keluh kesahnya. Pasti itulah uneg-uneg yang selama ini terpendam dalam hatinya. 

 

 

Aku duduk di samping Bapak Mertua, mendengarkannya bercerita sambil melihat anak-anak berlarian main bola.

 

 

"Bapak malu sama Husni. Ibu ngerepotin dia terus," kata Bapak. 

 

 

Husni adalah suaminya Mila. Pekerjaannya di proyek-proyek gitu, aku kurang ngerti. Yang jelas, sekali dapat proyek, dia dapat uang banyak. 

 

 

"Kenapa memangnya, Pak?" Aku merespon.

 

 

"Sore lalu, Mila datang ke rumah bawa dus-dus barang dagangan. Katanya itu pemberian Husni untuk modal Ibu dagang. Maklum, beberapa hari sebelumnya warung Ibu kosong karena gak punya uang untuk belanja," jelas Bapak.

 

  

"Ap-apa, Pak?" Aku ingin memastikan lagi cerita Bapak barusan. Karena sepertinya, itu bukan pemberian Husni, tapi barang yang diambil Mila dari warungku. 

 

 

"Iya, Mur. Husni belanjain barang dagangan untuk warung Ibu, dia kan baru menang proyek. Husni memang menantu yang baik dan pengertian dengan mertua, setiap punya rezeki selalu ngasih. Tapi Bapak malu, Mur, sama dia ... rasanya Bapak dan Ibu ini ngerepotin dia terus, apalagi kemarin kata Ibu, Husni juga ngasih uang lima ratus ribu untuknya."

 

 

Bapak bercerita dengan ekspresi yang membanggakan Husni, padahal sebenarnya semua yang didapatkan Ibu Mertua itu pemberianku. 

 

 

Kudengar, Husni itu pelit. Bahkan Mila pernah cerita kalau dia hanya dikasih nafkah secukupnya saja oleh Husni, hampir semua gaji Husni diberikan pada ibunya Husni.

 

 

Tapi, Bapak dan Ibu Mertua tak pernah tahu hal itu. Mereka tahunya Husni baik dan suka memberi. Mila memang pintar menutupi kejelekan suaminya, tapi caranya salah. 

 

 

Setiap Husni pulang dari proyek, Mila selalu datang ke rumahku minta apa aja yang aku punya, lebih seringnya minjam uang. Kemudian Mila akan memberikannya pada Ibu dan Bapak Mertua dengan mengatakan bahwa itu semua oleh-oleh Husni, pemberian Husni.

 

 

Ya, Mila sampai rela berutang padaku untuk menjaga citra suaminya agar dipandang baik oleh Ibu dan Bapak Mertua.

 

 

"Oh, ya? Kalau begitu, berarti Husni sudah menemui Ibu dan Bapak, ya?" Aku coba mencari tahu.

 

 

"Enggak. Kata Mila, dia langsung berangkat lagi ke Jakarta, cuma nitipin pemberian yang Bapak sebutkan tadi. Setiap pulang ke kampung, Husni memang jarang sekali menemui Ibu dan Bapak ke rumah, paling hanya sekali-dua kali. Yah, Bapak maklum karena dia orang sibuk, pekerjaannya gak kayak kita di kampung ini yang cuma petani."

 

 

Berarti benar dugaanku. Husni tidaklah memberi barang dagangan dan uang itu, tetapi itu semua dariku. Karena, jika memang Husni yang memberikannya, dia pasti masih di sini tidak buru-buru ke Jakarta lagi. Dia ke Jakarta pasti untuk menemui orangtuanya, Husni memang berasal dari Jakarta.

 

 

Wajah renta Bapak Mertua terlihat polos ketika mengucapkan kebanggaannya pada Husni. Ah, ingin rasanya kuberitahu yang sebenarnya ... bahwa semua itu adalah dariku. Tapi, nanti dia akan sedih dan kecewa karena terlanjur berbangga dengan Husni.

 

 

Lagipula, aku tak bisa bayangkan jika kubongkar semua. Bapak pasti akan marah besar.

 

 

Setelah meneguk es teh terakhirnya, Bapak kembali berkata, "sebenarnya Bapak tak mengharapkan pemberian dari anak dan menantu. Tapi Husni itu ... dia bahkan lebih perhatian dari Dasep kalau soal ngasih ke orangtua. Rasa-rasanya yang anak lelakiku itu Husni, bukan Dasep. Dasep cuek banget, dia gak kayak Husni yang ingat untuk memberi. Ya, walau Bapak tak mengharapkan ... tapi jujur, ada saatnya Bapak ingin merasa diperhatikan oleh Dasep."

 

 

Asal Bapak tahu saja, yang selama ini Bapak anggap pemberian Husni itu sebenarnya dariku, dan ada uang Mas Dasep juga di situ karena itu semua sebagian kutabung dari nafkah yang diberikan Mas Dasep.

 

 

Aku tersenyum tipis merespon perkataan Bapak. Miris. Untung Bapak tak melihat senyum palsuku, dia langsung pamit pulang.

 

 

Beruntung, Mas Dasep sedang tidak ada di rumah. Dia biasanya pulang sore. Kalau Mas Dasep dengar, pasti dia akan sangat sakit hati. Nama baiknya seolah 'direbut paksa' oleh Husni. Mending kalau Husni benar baik, tapi kenyataannya Husni tidak sebaik yang dipikirkan mertuaku.

 

 

Setelah motor Bapak menjauh, aku hendak masuk ke dalam warung. Namun betapa kagetnya ketika kulihat di depan pintu rumah, Mas Dasep tengah berdiri dan wajahnya terlihat sedih juga kecewa. Kemudian dia berjalan mendekatiku.

 

 

"Aku dengar semua yang dikatakan Bapak, Mur," katanya ketika kami sudah berhadapan.

 

 

Jleb!

 

 

"Bapak sudah salah mengira sampai sejauh itu, Mur. Aku akan katakan yang sebenarnya ke Bapak," lanjut Mas Dasep sambil bersiap menyusul Bapak.

 

 

"Jangan, Mas!" cegahku.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Haeroen
hahahhaa ada lagi cerita yang aga gmn yaa.. kebodohan yg beda tipis ma sabar.. bener
goodnovel comment avatar
Ida Nurjanah
waduhhhh bakalan rame nih....habis si mila pe'a tuh.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Hartaku Unlimited (Mereka Ingin Membuatku Miskin)   Keputusan Suamiku

    Tangan Mas Dasep sudah mengepal, otot-otot lengannya menegang kencang saat kutahan dia agar tak jadi pergi.Mas Dasep terbakar amarah. Aku mengerti bagaimana perkataan Bapak tadi sangat menyakitkan bagi suamiku ini. Wajah yang berubah merah padam dan ekspresi menakutkan, menguatkan hatiku untuk berani menghadapi kemarahan Mas Dasep.Mas Dasep marah terhadap Mila dan Husni, tapi api kemarahannya itu bisa membakar semua anggota keluarga yang tidak bersalah dan tidak tahu apa-apa. Untuk itulah, aku harus berani menghadapi kemarahan Mas Dasep saat ini.Seperti halnya suamiku itu selalu menenangkanku saat aku menangis, maka aku pun harus bisa menenangkannya saat dia marah.Mas Dasep mewarisi emosi Bapak Mertua, dia akan marah semenakutkan saat Bapak Mertua marah. Jika Mas Dasep bicara dalam kead

    Last Updated : 2022-01-24
  • Hartaku Unlimited (Mereka Ingin Membuatku Miskin)   Mila Dapat Balasan?

    "Kamu bisa berpikir untuk menjaga hubungan semua orang, itu hal yang baik. Tapi aku aku tetap harus bicara pada Bapak. Ini tentang harga diri."Itulah yang diucapkan Mas Dasep sesaat sebelum dia pergi.*Selesai salat magrib, aku kembali menjaga warung. Hatiku tak tenang karena Mas Dasep belum juga pulang dari rumah Bapak.Tak sengaja, aku menyentuh cincin pernikahan yang melingkar di jari manis. Cincin yang sudah kupakai selama delapan tahun. Meski dalam kondisi keuangan sulit pun, aku tak pernah berpikir untuk menjualnya. Karena, bagiku cincin ini sangat berharga dan menyimpan banyak kenangan.Pernikahanku dengan Mas Dasep terbilang bahagia, kami hampir tak punya masalah meski hidup pas-pasan dan masih mengontrak. Ujian rumahtanggaku ha

    Last Updated : 2022-01-25
  • Hartaku Unlimited (Mereka Ingin Membuatku Miskin)   Pesan Mas Dasep

    "Mending kamu pulang, Mil. Sudah malam.""Ngusir nih, ceritanya!" balasnya ketus seraya memakai helm dan menaiki motor.Kelakuan adik iparku itu membuat geleng-geleng kepala. Untung aku masih punya stok sabar yang cukup.*Jam 9 malam.Aku masih berjaga di warung sambil menunggu Mas Dasep datang. Pesanan jagung terus kuterima, dan kali ini aku tengah membakar pesanan jagung terakhir.Saat hendak membungkus jagung bakar, kudengar motor butut suamiku parkir di pinggir rumah. Sejenak kemudian mesin motornya berhenti, sepertinya suamiku itu masuk lewat pintu belakang."Sudah jadi, Mur?" tanya Mang Jaka yang sedari tadi duduk di bang

    Last Updated : 2022-01-25
  • Hartaku Unlimited (Mereka Ingin Membuatku Miskin)   Bau Hangus Tengah Malam

    "Kenapa, Mas?" tanyaku."Kemarin, untuk pertama kalinya Mas ngasih Ibu uang. Jadi, seharusnya Ibu tak akan meminjam lagi. Kalau Ibu sampai pinjam, berarti dia iseng," jawab Mas Dasep.Aku mengangguk. Lalu mengajak Mas Dasep ke warung menemaniku memasak. Azan subuh masih cukup lama, aku ingin ngobrol dulu dengannya sebentar."Barang-barang dagangan ini pemberian Bi Tika, Mas. Kemarin aku mau cerita. Tapi, Mas buru-buru ke rumah Bapak dan pulang malam," kataku begitu tiba di warung.Aku tak ingin Mas Dasep salah paham dan mengira uangku masih cukup banyak setelah kemarin menagih ke Ibu."Bi Tika yang dulunya tetangga kita?" tanya Mas Dasep sambil membantuku memarut tiga buah jagung berukuran besar untuk dijadikan puding.&n

    Last Updated : 2022-01-25
  • Hartaku Unlimited (Mereka Ingin Membuatku Miskin)   Siapa Pelakunya?

    "Mur! Bangun!"Jendela semakin digedor kencang. Bi Siti—tetangga belakang rumahku—berdiri di sana dengan muka panik begitu aku membuka gorden."Cepat keluar!" katanya. "Kamu ini dikasih tahu ada api, tapi diam saja!"Bi Siti memberikan kode dengan tangannya, agar aku segera mengikutinya ke belakang rumah.Sudah ada Bi Siti dan suaminya di belakang rumahku, juga Mas Dasep. Rupanya suamiku itu gercep, begitu mencium bau hangus langsung lari ke belakang.Mereka terlihat syok melihat gundukan jagung bakar, singkong, ubi, dan pisang yang hangus terbakar di sana. Dinding belakang rumah tampak menghitam, rupanya api belum sempat meluluhlantakkannya. Dan pintu belakang juga hangus sebagian, untung tidak sampai membuat hancur.

    Last Updated : 2022-01-25
  • Hartaku Unlimited (Mereka Ingin Membuatku Miskin)   Gengsi Tapi Butuh

    Bola matanya bergerak ke kiri dan ke kanan saat kutanyai, seperti salah tingkah."Itu suami saya baru mau melapor," lanjutku.Mbak Ayu mengusap-usap sikunya, "ya tadi saya lewat belakang rumahmu, dan lihat ada hangus-hangus gitu," jawab Mbak Ayu.Kuperhatikan terus gerak-gerik Mbak Ayu, dan sepertinya dia mulai tak nyaman."Mbak Mur, saya ke sini mau memperkenalkan diri, karena saya warga baru di sini. Gak ada maksud lain, jadi tolong tatapannya jangan aneh begitu," lanjut Mbak Ayu. "Oh iya, dari awal saya pindah ke sini, saya sudah niat jual bebakaran. Seperti sosis bakar, bakso bakar, burger, termasuk jagung bakar. Jadi, nanti kalau jualan kita sama, Mbak jangan nganggap saya niru-niru Mbak ya," kata Mbak Ayu.Ada tatapan aneh yang tersirat saat Mb

    Last Updated : 2022-01-27
  • Hartaku Unlimited (Mereka Ingin Membuatku Miskin)   Kok Ada Orang Kayak Gitu?

    "Ya Alloh, lindungilah suamiku."Pada akhirnya, kupasrahkan keselamatan Mas Dasep pada Yang Maha Kuasa. Tak akan cukup waktu untuk terus memikirkannya. Aku harus segera memasak, berharap suamiku segera pulang dan makan dengan lahap."Assalamualaikum."Yang kunantikan telah pulang. Mas Dasep melongokkan kepalanya di pintu warung, mengejutkanku yang tengah memasak sup ayam untuknya."Masih masak di warung, kompor yang baru belum dipasang?" tanya Mas Dasep."Belum, Mas. Aku masih takut nyalain api di dapur belakang. Mas dari mana saja?""Tadi Mas langsung berangkat ke pabrik. Kan Mas sudah cerita, kalau pabrik dapat borongan, jadi bos gak izinkan libur karena banyak kerjaan. Lagian gak enak, uang bonu

    Last Updated : 2022-01-27
  • Hartaku Unlimited (Mereka Ingin Membuatku Miskin)   Kenapa Mila Menangis?

    "Mbak Ayu mau beli apa? Biar saya ambilkan," kataku. Pura-pura tak mengerti kalau dia hendak meniru apa saja yang kujual di sini."Nggak kok Mbak Mur, aku cuma mau lihat-lihat saja barang daganganmu. Soalnya, dari pagi kuperhatikan warga bolak-balik belanja ke warungmu, sudah pasti kamu jual yang mereka butuhkan, kan. Makanya, aku ke sini mau ngecek Mbak Mur jual apa aja biar aku juga ikutan jual di warungku " jawabnya.Rasanya aneh melihat senyuman di raut wajah Ayu yang jutek."Bukannya barang dagangan Mbak Ayu lebih banyak, ya? sindirku halus."Ya banyak sih, tapi kupikir barang dagangan kita beda. Soalnya kok warungku sepi banget. Ternyata, semua yang kamu jual di sini, aku juga jual di warungku. Tapi, kok kenapa mereka malah beli di warungmu, ya?" katanya.

    Last Updated : 2022-01-27

Latest chapter

  • Hartaku Unlimited (Mereka Ingin Membuatku Miskin)   Miskin

    “Enggak, Mas Dasep, Ayu gak sedang pura-pura. Sepertinya dia beneran gak waras!” kata Pak RT dengan nada dan ekspresi terkejut. “Lihat saja!”Pak RT menunjuk wajah Ayu, tatapan biang onar itu memang benar-benar kosong, tak terlihat seperti akting.Mas Dasep mendekat, diikuti semua warga mendekati Ayu yang masih tertawa cekikan tak jelas. Kurasa benar, Ayu tidak sedang berpura-pura.“Aduh, bagaimana ini? Sekarang tersangkanya malah tidak bisa ditanyai,” kata Bapak Mertua seakan bicara pada dirinya sendiri.Bapak dan Pak RT membangunkan Ayu hingga sekarang posisi Ayu berdiri, namun nampaknya Ayu lemas dia hampir terjatuh meskipun beberapa kali Bapak Mertua dan Pak RT membangunkannya.“Gimana nih nasib uang kita kalau tersangkanya gak waras kayak gini? Boro-boro minta ganti rugi, diajak ngobrol aja gak nyambung!” kata warga.“Sudahlah, kita berhenti bicara soal uang dulu. Yang terpenting sekarang bagaimana kita menenangkan Ayu!” jawab Bapak Mertua. “Lihat, dia terus berontak sambil teria

  • Hartaku Unlimited (Mereka Ingin Membuatku Miskin)   Ayu Menjadi Gila

    Kulihat Mas Dasep keluar dari arah dapur produksi dan berlari ke arah kerumunan. Refleks kakiku melangkah ke luar warung, mengejar Mas Dasep.“Ada apa ini, Mur? Kok pada bawa golok segala itu?” Rupanya, saking terlalu fokus di dapur produksi, Mas Dasep baru ‘ngeuh’ kalau Ayu sudah tertangkap.“Itu Ayu yang dibonceng Pak RT, Mas! Warga mau menghakiminya!” jawabku tak kalah panik. “Cepat hentikan mereka, Mas!”“Astaghfirulloh!”Mas Dasep langsung menerobos kerumunan hingga kini dia berada diantata Ayu dan Pak RT, menengahi pertikaian mereka dan warga.Satu orang maju mengacungkan tinju pada Ayu dan hendak saja memukulnya, namun ditahan oleh Mas Dasep. Tak berhenti sampai di situ, warga yang lain pun melakukan aksi serupa dan membuat Mas Dasep semakin kewalahan menghadapi mereka, bahkan kulihat Mas Dasep tak sanggup lagi menahan gejolak amarah warga.Tak lama kemudian, aku kesulitan menyaksikan lagi apa yang terjadi di kerumunan sana, karena warga yang berdesakkan dan tak mau diam mengha

  • Hartaku Unlimited (Mereka Ingin Membuatku Miskin)   Tinju, Tongkat, Hingga Golok!

    "Minta tolong apa, Mbak?""Selama ini saya menghilang karena saya kabur-kaburan, saya dikejar-kejar pihak kepolisian, karena disangka telah membantu menyembunyikan Ayu. Padahal, selama ini saya sendiri tidak tahu kalau Ayu adalah buronan. Saya mengenalnya karena waktu itu tak sengaja bertemu di minimarket, dia minta tolong dicarikan rumah kontrakan dan akhirnya saya bantu. Saya juga lumayan sering mengunjunginya untuk memberinya sedikit makanan, karena kasihan dia mengaku diusir dari kampungnya dan hanya membawa pakaian yang menempel di badan. Saya juga bayarkan rumah kontrakannya yang di belakang minimarket itu," jelas Mbak Widi di telepon dengan panjang lebar."Kalau begitu, Mbak Widi gak perlu merasa takut. Jangan kabur lagi, kalau ditanyai polisi tinggal jelaskan saja seperti yang tadi Mbak jelaskan ke saya. Lagipula, polisi minta keterangan Mbak sebagai saksi, bukan sebagai tersangka," kataku. "Tetap saja, kalau di depan polisi saya pasti gugup. Saya sudah takut duluan, Mbak Mur

  • Hartaku Unlimited (Mereka Ingin Membuatku Miskin)   Yang Datang Kembali

    "Ya, Mas paham."Satu jawaban yang membuatku tenang. Mas Dasep kemudian membantuku mencetak adonan pentol. Kami menghabiskan waktu menjelang subuh bersama, mengobrol dan bertukar pikiran tentang kejadian-kejadian yang akhir-akhir ini menimpa kampung dan keluargaku."Tapi, bagaimana mereka tahu tentang permasalahan kita dengan Pak Hendar ya, Mas?" tanyaku."Palingan juga dari Mang Sidik. Waktu ngurusin Aminah kan dia lumayan sering bolak-balik rumah kita, mungkin dia tak sengaja mendengar kita membahas Pak Hendar," jawab Mas Dasep."Bisa juga sih. Tapi apa iya Mang Sidik suka nyebar gosip? Rasanya tidak, Mas. Apa jangan-jangan Mang Kosim dan Mang Surya, yang waktu malam kemarin Pak Hendar bertamu ke sini mereka tengah ngobrol dengan Bapak dan Pak RT. Bisa jadi Mang Kosim dan Mang Surya mencuri dengar percakapan kita?""Entah. Sudahlah, tak penting siapa yang menyebar, tak penting orang-orang mau menggosipkanmu. Yang penting aku percaya padmau, iya kan?"Seulas senyum tersungging di bib

  • Hartaku Unlimited (Mereka Ingin Membuatku Miskin)   Dipandang Rendah

    "Maaf, Bu Rosita, tolong ulangi sekali lagi perkataan Ibu barusan?" tanyaku dengan hati yang meletup karena kaget."Jangan pura-pura tak mendengar, Mbak Murni. Saya mengatakan dengan jelas, tadi," jawabnya sinis. Delikan matanya menyiratkan persaingan sengit terhadapku.Kucoba mengatur napas, untuk sedikit meredakan emosi yang mulai naik gara-gara pernyataan barusan."Bagaimana bisa Bu Rosita berpikir saya ada macam-macam dengan Pak Hendar, sementara Bu Rosita sendiri tahu saya ini sudah bersuami?" kataku."Memang, sudah bersuami. Tapi, jaman sekarang status perkawinan tidak jadi penghalamg untuk seseorang berbuat serong," balasnya."Maksudnya bicara begitu supaya apa, ya?" tanyaku, masih coba bersabar meladeninya."Supaya Mbak Murni jauh-jauh dari Pak Hendar. Saya sedang dalam proses penjajakan dengannya. Dan saya harap, Mbak Murni jangan jadi penghalang. Keluarlah dari kegiatan, jangan mau diajak jadi pemateri oleh Pak Hendar. Pokoknya, menjauh deh dari kehidupan kami!" jawabnya lan

  • Hartaku Unlimited (Mereka Ingin Membuatku Miskin)   Oh, Ternyata

    Tak hanya Mas Dasep, aku pun mencemaskan hal yang sama. Jika Ayu bebas berkeliaran, dia akan semakin leluasa menjalankan misinya."Satu hal yang menjadi pertanyaanku, tentang ambisi Ayu untuk mengganggu kehidupanku. Kenapa dia sampai sejauh ini melakukannya padaku terus-menerus, sejak pertemuan kami yang pertama bahkan hingga saat ini? Dia bilang dendam. Ingin membuatku miskin dan ingin menghancurkan rumahtanggaku. Kenapa dia begitu benci padaku, Bu, Pak? Aku tak pernah sedikitpun menyakitinya." Aku bertanya pada kedua mertuaku yang sepertinya juga tak tahu jawabannya. Tampak Bapak dan Ibu saling melirik sekilas dengan ekspresi yang entah seperti apa, sulit kubaca. Namun, sepertinya mereka teringat sesuatu yang sudah jauh berlalu."Sudah jelas kan, awal mulanya karena saingan warung," jawab Ibu Mertua."Tapi kan semua sudah berlalu. Warung Ayu sudah lama bangkrut. Dia juga sudah pergi dari kampung ini. Tapi kenapa dendamnya masih awet? Kurasa, ada sesuatu yang lain.""Entahlah, Kak M

  • Hartaku Unlimited (Mereka Ingin Membuatku Miskin)   Tabayun

    "Nah, itu orangnya datang, Mur. Cepat selesaikan masalahmu."Ibu Mertua yang telah mengetahui kesalahpahaman dengan Pak Hendar, lantas mengambilalih kukusan dari tanganku dan menyuruhku cepat-cepat ke ruang tamu untuk meluruskan kesalahpahaman yang terjadi.Masih ada Pak RT dan tiga orang warga di ruang tamu, kini ditambah Pak Hendar. Aku menyapanya begitu sampai menemuinya.Mas Dasep juga tampak sudah menungguku dan langsung menyuruhku duduk di sampingnya."Tadi saya dikasihtahu tetangga, katanya Mas Dasep ke rumah cari-cari saya, ya? Tadi saya sedang ada seminar, jadi gak ada di rumah. Ada apa kiranya, Mas Dasep?" Pak Hendar mengawali pembicaraan."Begini, Pak Hendar. Sehari yang lalu, istri saya dapat paket berisi sepatu berhak tinggi, tas mahal, dan set make up lengkap dengan kuas-kuasnya. Saya kaget, kok ada yang mengirimi istri saya barang-barang seperti itu, secara istri saya ini kan orangnya tidak suka pakai-pakai begituan, seakan-akan orang yang mengirim ini ingin istri saya

  • Hartaku Unlimited (Mereka Ingin Membuatku Miskin)   Tamu yang Mencariku

    "Ah, jangan iseng, Mur," keluh Mas Dasep, dia kecewa karena menganggapku berbohong."Tapi benar, Mas. Chat nya terhapus," jelasku dengan suara pelan.Lemas sudah rasanya, kecerobohanku berujung ketidakpercayaan dari suamiku. Kedua mataku mulai menghangat, rasanya lelah hati dan pikiran ini menghadapi situasi sekarang. Jika dulu aku banyak menelan fitnah dan tuduhan dari Ayu dan Bu RT tentang dukun penglaris, juga para warga yang sempat tidak percaya pada kejujuranku dalam berdagang, aku dapat menerima itu semua. Tapi, kali ini ketika Mas Dasep mempertanyakan kejujuranku, sungguh tak ada yang lebih menyakitkan daripada tak dipercayai suami sendiri.Rasanya lebih baik aku tak dipercaya orang lain ketimbang tak dipercaya suami."Kamu lagi sensitif, Dasep." Bapak Mertua menimpali."Mas kenapa seperti tak percaya padaku?" tanyaku."Sudahlah, Murni. Mas lelah, ingin istirahat dulu."Mas Dasep beranjak menuju rumah. Dari sikapnya, dia memang tak benar-benar menunjukkan sedang marah padaku.

  • Hartaku Unlimited (Mereka Ingin Membuatku Miskin)   Pesan Yang Terhapus

    "Kok ke sini, sih?" gumamku refleks. Tentu aku keberatan jika Aminah tinggal di kampung ini. Meski tak serumah, tapi pasti dia akan jadi biang masalah nantinya."Ya, yang kulihat, Aminah itu merasa aman kalau dekat Dasep," kata Mang Sidik. Rupanya dia mendengar gumamanku barusan."Mang Sidik mengerti kan apa yang saya khawatirkan?""Ngerti kok, Mur. Tapi jangan dulu berpikiran macam-macam. Bisa jadi Aminah hanya membutuhkan rasa aman saja, bukan berarti suka, terus mau mengambil hatinya Dasep.""Tetap saja meresahkan," jawabku. "Pantas saja istri Mang Sidik cemburu, saya bisa rasakan sendiri waktu Aminah menginap di sini.""Lho, memangnya kenapa harus cemburu? Aduh, perempuan suka ada-ada saja kelakuannya. Masa suami gak ngapa-ngapain aja cemburu?" komentar Mang Sidik. "Lagipula belum tentu dia jadi ngontrak di sini. Coba bayangkan, kalau dia ngontrak, siapa yang mau bayar kontrakannya? Aminah kan hanya ibu rumah tangga biasa, dia gak punya pekerjaan."Aku mengambil gelas bekas kopi M

DMCA.com Protection Status