"Beristirahatlah dengan baik, Ann, nanti aku akan datang saat kamu membutuhkan teman seperti hari ini. Aku tidak bisa janji, tapi, aku akan usahakan," ucap Alex sesampainya di depan gerbang. Anna mengangguk sebagai tanda percayanya terhadap Alex. "Terima kasih banyak, Lex. Kamu benar-benar pandai menerka-nerka." "Ya, sudah, masuk!""Ok! Sampai jumpa." Anna memasuki gerbang dan meninggalkan Alex yang sudah berjalan pergi dari depan rumahnya. Memasuki rumah, Anna sudah disambut hangat oleh sang ibu. Senyuman Lusi benar-benar membuat suasana hati Anna selalu dalam keadaan baik. "Baru pulang?" Anna mengiyakan dengan sedikit memberikan anggukan kepala pada Lusi. "Tuan Gama sudah pulang, Bu?" "Sudah. Dia ada di kamarnya sejak tadi. Ibu sudah makan. Tuan Gama juga sudah makan di luar. Kamu makanlah, lalu bersihkan diri dan beristirahat.""Baiklah, Bu." Anna berjalan menuju kamarnya dengan tubuh yang melelahkan karena menghabiskan waktu bersama Alex. Entah mengapa setiap bersama Alex,
"Ann, bangun. Ini sudah siang." Anna perlahan membuka mata, bertapa terkejutnya ia ketika melihat wajah sang ibu berada di depan wajahnya"Astaga!" seru Anna seraya bangkit dan menoleh ke samping di mana Gama terakhir kali tidur tepat di dekatnya. "Ada apa? Kenapa kamu panik sekali, Ann?" Anna lantas menggeleng seraya tersenyum kaku. Ia merasa lega karena Gama sudah pergi dari kamarnya. Tidak terbayang bagaimana seandainya Lusi melihatnya tidur satu kamar, bahkan satu ranjang dengan Gama. "Ayo, mandi. Tuan Gama sudah menunggu di meja makan. Ia ingin membicarakan sesuatu dengan kita. Ibu tidak tahu apa, tapi dia menunggumu juga. Jadi, cepatlah. Jangan membuatnya menunggu lebih lama." "Bicara dengan kita? Soal apa?" "Kita tidak akan tahu kalau kamu masih bertanya-tanya di sini. Sudah, cepatlah bersiap dan turun. Semoga saja tidak ada hal buruk dan tidak ada sesuatu yang mengecewakannya," tutur Lusi sebelum akhirnya meninggalkan kamar sang putri. Anna yang cemas diam beberapa saat
Hari pertama bekerja cukup berkesan bagi Anna. Ia diajak berkeliling oleh Gama, ia juga diberikan penjelasan tentang hal-hal yang perlu ia kerjakan. Ternyata, Anna hanya diperlukan saat Gama memerintah. Namun, ia juga diberikan pelajaran bagaimana mengerjakan urusan sederhana di perusahaan tersebut. Menghabiskan banyak waktu di kantor, Gama dalam perjalanan pulang bersama Anna menuju ke kediaman yang sama. Rasa lelah Anna setelah banyak berinteraksi dengan orang lain membuat perempuan itu tidur lelap dalam mobil. Gama hanya tersenyum, bahkan lelaki itu dengan sigap membopong tubuh kekasihnya menuju kamar untuk langsung beristirahat. Di dampingi Lusi, Gama membuka sepatu dan menyelimuti sebagian tubuh Anna. "Aku ke kamar dulu, Bu. Anna mungkin sedikit kelelahan hari pertama bekerja. Biarkan saja dia istirahat dulu." "Iya, Tuan," timpal Lusi seraya tersenyum hangat menatap kepergian tuan rumah itu dari hadapannya. Setelah memastikan Gama benar-benar telah turun dan ke kamarnya, Lusi
Selama Gama melakukan meeting, Anna hanya duduk di salah satu kursi yang tersedia untuk menunggu Gama membutuhkan bantuannya. Saat itu, Anna mulai melihat sisi lain lagi dari seorang Gama. Tidak salah jika Gama dikenal bos yang tegas dan cukup digemari. Anna yang tidak begitu paham dunia barunya itu pun dibuat kagum. Cara Gama menjelaskan proyek dan planningnya terhadap client sangat menarik dan tidak membosankan, namun sangat mudah dipahami. Cukup lama membahas untuk program kerja sama, Gama akhirnya menutup pertemuan saat melihat kekasihnya duduk dalam keadaan tertidur. "Saya rasa semua sudah cukup jelas. Kesepakatan kita sudah ada dalam kertas kerja sama. Sisanya, kita hanya tinggal survei langsung ke lapangan. Bagaimana?" tutur Gama mendapat anggukan setuju dari beberapa orang client. Uluran tangannya pun disambut hangat. "Terima kasih Pak Gama. Asisten saya akan segera mengubungi asisten ...." Lelaki paruh baya yang menjadi client Gama menggantung kalimatnya saat menyadari ba
Suasana ruangan pagi itu terasa sedikit menegang. Kemewahan ruang makan menjadi tidak ada artinya bagi Mona yang masih mencoba membeberkan semua kabar tentang hubungan Gama dan Anna di hadapan Dena. "Siapa yang memberimu kabar kalau Gama pergi ke luar untuk pekerjaan membawa perempuan bernama Anna itu?" Mona dengan cepat menaruh beberapa lembar foto di mana menunjukan kebersamaan dua sejoli di dalam sebuah minimarket, dalam mobil dan di halaman rumah milik Gama. Dena menelaah satu demi satu foto tanpa memberi ekspresi apa pun. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi pada anaknya yang lagi lagi sulit dikendalikan. "Mereka tinggal satu atap, Bu. Apa ibu tidak tahu?" Mona menambahkan kabar yang tidak kalah mengejutkannya. "Satu atap? Maksudnya ini menjadi alasan Gama tidak pernah pulang ke rumah ini? Dia sudah hidup dengan perempuan yang usianya jauh lebih muda?""Iya, Bu.""Apa anak itu seorang pekerja dunia malam? Kenapa Gama bisa tertarik dengan seseorang yang tidak jelas bibit bobo
Sepanjang perjalanan menuju rumah, Gama tidak berhenti tersenyum bahagia. Terlihat jelas bahwa lelaki itu sangat senang dengan niat yang akan dilakukan pada Anna. Ia sudah siap membawa Anna ke hadapan sang ibu untuk meminta doa restu, meski kemungkinan sangat sedikit karena hubungannya dengan Mona. Tapi, Gama sudah merencanakan tahap lain agar pernikahan itu terjadi. Di tengah rasa bahagia yang menguasai. Gama dibuat heran oleh Anna yang sibuk mengotak-atik kain di lehernya. Perempuan berbalut dress biru itu tampak risih dan sibuk sendiri. "Ada apa, Ann? Apa lehermu gatal?" Tanpa menjawab pertanyaan Gama dengan ucapan, Anna menatap tajam, lalu membuka kain yang menunjukan sebuah bekas kemerahan akibat ulah dari Gama. Gama sontak tertawa melihat raut kesal Anna terhadapnya, belum lagi tanda merah kecil yang membuat Anna menyatakan perasaan terhadapnya. "Kenapa tertawa? Apanya yang lucu. Bagaimana jika ibuku lihat? Habis aku dimarahi," dengus Anna. "Coba pakai alas bedak. Itu past
Hari yang telah ditunggu oleh Anna dan Gama akhirnya datang. Anna tampak cantik dengan dress yang telah dipilihkan langsung oleh Gama. Dress berwarna sage itu berhasil membuat warna kulit Anna kian cerah dan lebih terkesan ceria. Tidak terhitung seberapa rasa senang yang tengah menyelimuti Gama dan Anna, rasa cemas jauh lebih besar bagi Anna. Ia tidak bisa menyembunyikan perasaan itu dari kekasihnya yang sudah memperhatikan sikap gugupnya. "Segugup itu, Ann?" tanya Gama tiba-tiba. Anna mengangguk cepat. "Iya. Bagaimana jika aku bersikap buruk di depan keluarga tuan?" "Ann, di rumah hanya ada ibuku. Jadi, kamu tidak perlu segugup itu. Semua akan baik-baik saja." "Begitu, ya?" "Tapi, rencananya hari ini aku akan bicara juga dengan Mona. Ya ... sekaligus memperkenalkanmu padanya. Tidak apa-apa, 'kan?" lanjut Gama memberi tahu niatnya pada Anna. Anna kembali mengangguk-anggukan kepalanya. Ia hanya mengiyakan apa yang Gama rencanakan. Sepenuhnya Anna percaya pada Gama, meski kecemas
"Maaf semua tidak sesuai janjiku, Ann." Setelah sekian lama perjalanan tidak terdengar suara, Gama akhirnya memecah keheningan karena tidak tahan melihat kekasihnya diam seribu bahasa. Ada banyak hal yang mengusik ketenangan Anna setelah pertemuan dengan dua perempuan yang ia pikir akan memahami posisinya. "Ann?" sebut Gama lebih keras hingga Anna berhasil menoleh dan menunjukan ekspresi bingung. Gama yang paham pun ikut tersenyum tipis. "Maaf semua tidak sesuai perkataanku. Aku tidak menyangka jika ibu dan Mona bisa merendahkanmu sampai seperti itu."Anna mengangguk dengan senyum getir. "Tidak apa-apa. Itu memang fakta. Mana bisa aku marah.""Ann, kamu tidak begitu.""Benar kata ibu. Aku tahu sekarang kenapa ibu tidak setuju dengan hubungan kita.""Ann, aku mohon jangan bilang begitu. Keputusanku tidak akan berubah.""Tuan, kita jangan bicarakan ini. Aku ingin istirahat, rasanya sangat lelah," timpal Anna berusaha mengalihkan.Gama tidak lagi kukuh saat Anna berusaha menghindari se