Hantaran Diminta Kembali Rizal masih menatap foto Lila diponsel itu. Satu-satunya foto Lila sendiri. Ada beberapa foto dirinya dan Lila di kebun teh itu. Foto dengan pose yang biasa saja. Rizal terkejut ketika men-scrol foto di album dari aplikasi hijau. Banyak sekali foto lama Rizal dan Selvi di ponsel Lila. "Selvi mengirim banyak fotoku dan Selvi pada Lila,"Cerita Rizal pada Yuda. "Pasti foto mesra, ya, pak!" sahut Yuda lagi. Kebanyakan foto mesra, berangkulan, saling memeluk, bahkan ada beberapa foto Rizal sedang mencium pipi Selvi. Foto yang berbeda dengan foto Rizal dan Lila di kebun itu. Foto yang terkesan kaku, tanpa ekspresi. Sementara ekspresi Lila banyak yang menunjukkan senyum manisnya. Berbanding terbalik dengan pria yang berdiri di sisinya. "Yulia! Lila punya teman yang bekerja di butik," seru Rizal tiba-tiba ingat sosok gadis mungil itu dan Rizal segera menelponnya. "Ya?!" Terdengar suara ragu gadis itu. "Aku Rizal, suami Lila," Rizal memperkenalkan diri
Hantaran Diminta Kembali Rizal mengecup puncak kepala Lila. Ia memeluk sambil mengelus punggung itu dengan lembut. Lila hanya pasrah, tidak memberontak seperti tadi."Alhamdulillah, baikan juga!" Yuda berkata sambil menghela nafas tenang. "Ini bukan baikan, dia pingsan!" sergah Rizal panik. Tangan Lila terkulai begitu saja, juga tubuhnya yang tiba-tiba seperti tak punya tenaga."Ooh, makanya tiba-tiba saja udahan latihan boxingnya!" ucap Yuda sambil terkekeh. Dengan kesal Rizal menendang kursi Yuda. "Ayo ke rumah sakit, cepat!" seru Rizal khawatir. Ia beberapa kali menepuk pipi Lila dan berusaha membuat wanita itu sadar kembali. Yuda menepikan mobil di pelataran IGD rumah sakit kota itu. Rizal segera menggendong Lila keluar dan keluar dari mobil. Dengan lebaynya pria itu membuat kericuhan di ruangan itu. Ia minta pemeriksaan lengkap pada istrinya saat itu juga, dari rotgen hingga Ct scan. Seolah hanya istrinya, pasien yang perlu diperhatikan serius di sana. Sement
Hantaran Diminta Kembali Rizal dan Lila tersentak ketika mendengar suara ketukan beruntun di pintu kamar mereka. "Biar aku saja!"Rizal berkata ketika ia melihat Lila hendak beranjak dari tempat tidurnya. Rizal termangu melihat begitu banyak wajah yang tampak khawatir ketika ia menguak pintu kamarnya. Tidak mengenakkan memang kedatangan tamu pagi hari, dalam keadaan belum fresh dan badan meriang. Tentu akan banyak cercaan pertanyaan yang makin membuatnya pusing. "Lila kenapa? Kecelakaan di mana?" tanya Ibu dengan wajah panik. "Kenapa tidak ke rumah sakit?" serbunya lagi."Apanya yang terluka?"Pertanyaan beruntun dari ibu saja sudah membuatnya mundur kembali ke ranjang dan duduk bersandar di sana. Bahkan ibunya itu tak melihat bagaimana kondisi anaknya yang lemah lesu itu. Sementara Rizal melirik Lila yang hanya menebar senyum lebar melihat semua orang mengkhawatirkannya. "Lila enggak apa-apa. Ini hanya luka kecil, dan lebam saja," jawab Lila sambil menunjuk kakinya yang
Hantaran Diminta Kembali Rizal berjalan melewati tempat parkir klinik itu. Klinik yang tidak besar dengan beberapa dokter spesialis praktek bersama dengan fasilitas lengkap. Sudah ada ruang radiologi, laboratorium, IGD, apotik tersedia dalam satu tempat. Bagaimana bisa klinik baru bisa selengkap itu. Karena Rizal juga punya saham yang besar di sana. ACA Group pun membuat klinik itu mejadi tujuan fasilitas kesehatan bagi semua karyawannya. Tak lain semua karena campur tangan Rizal dan ACA Group yang menjadikan klinik itu besar dalam waktu singkat. "Ada yang bisa saya bantu?" Seorang gadis cantik menyapa Rizal dengan wajah ramah di meja pelayanan konsumen itu."Saya mau menemui dokter Hendra Baskara," Jawab Rizal tegas. "Saya Rizal, pasien dokter Hendra," sambung Rizal lagi. Tak lama gadis itu segera menelpon, sementara Rizal hanya berdiri menunggu dengan bosan. Rizal menyebut namanya agar ia lebih mudah mendapatkan ijin untuk bertemu dengan dokter sekaligus manager rumah sa
Hantaran Diminta Kembali Lila termangu memegang alat tes kehamilan yang diberikan Aiza kemarin. Entah kenapa adik iparnya itu sangat yakin dirinya hamil. "Tes aja, Mbak. Nih, aku membawa satu alat tes kehamilan di tasku,"Aiza berkata sambil mengulurkan tespack pada Lila. Lila segera mengambil dan menyusupkannya pada saku celananya. "Darimana mbak yakin kalau aku hamil?" tanya Lila ragu-ragu."Aku lihat mbak Lila agak gemukan, bentuk badan juga beda, gitu," ucap Aiza yakin. "Aduh aku gemuk, ya? jelek, dong!"seru Lila sambil meraba pipi. Aiza meneguk ludah, ia merasa telah salah bicara. Seharusnya ia tidak membahas masalah ukuran badan pada sesama wanita. Tentu saja Lila tiba-tiba menjadi sensitif."Bukan, maksudku beda gitu, lo!" Aiza meralat ucapannya tapi tampaknya Lila sudah percaya dengan ucapan Aiza yang pertama. Dan kini Lila masih termangu di kamar memegang tespacknya. "Bagaimana jika beneran hamil?"Lila meremas tangan resah. Bagaimana jika Rizal meragukan k
Hantaran Diminta Kembali Lila tidak banyak bersuara. Ia hanya beberapa kali melirik Rizal yang asyik mengemudi tanpa bicara sama sekali. Raut wajah pria itu terlihat muram meski ia menyatakan bahagia karena kehamilan Lila. Inikah ujian yang harus mereka terima lagi setelah teror Selvi berhenti. "Sepertinya ada tamu!"Lila berkata ketika melihat sebuah motor yang sedang terparkir di halaman rumah mereka. "Itu Bapak sama ibu!" seru Lila dengan riang melihat bapak dan ibunya sudah duduk di bangku teras itu. Rizal memasukkan mobilnya langsung ke garasi. Bapak menghampiri dan membantu Lila keluar dari mobilnya. "Kalian dari mana?" tanya Ibu Ia menyongsong mereka yang baru menapakkan kaki di beranda rumah itu. "Dari rumah sakit, Bu!" sahut LilaWanita itu segera menyambut tangan sang ibu."Apa kakimu masih sakit?" Ibu bertanya dengan nada khawatir. Lalu tatapannya beralih pada Rizal yang baru muncul sambil memakai tas selempang berwarna pink itu. Mata ibu tertuju pada tas mi
Hantaran Diminta Kembali Rizal menghenyakkan tubuh di sofa empuk itu. Matanya langsung terpejam dan tangannya terkulai begitu saja. Ia merasa badannya begitu lelah seperti tak bertenaga.Lila mendekat dan menatap iba. Ia berjongkok dan melepas sepatu Rizal. Pria itu terkejut, spontan menarik kakinya dan segera bangkit."Kamu jangan jongkok-jongkok begitu, apa nggak sakit perutnya?" Rizal menarik kedua tangan istrinya dan mengajaknya duduk di sampingnya.Rizal melepas sepatunya sendiri dan membiarkannya begitu saja. "Sudah makan hari ini?" tanya Rizal Ia sambil menatap Lila lekat-lekat."Sudah," sahut Lila singkat. "Tadi siang aku makan spagetti bikinan Putri, enak banget!" lanjut Lila bersemangat. "Kamu mau?" Rizal seketika menelan ludah ketika Lila menyebut nama makanan itu. Terbayang bentuknya, rasa kenyalnya dan seolah ia telah mencium aroma oregano yang membuatnya mual. Putri datang membawa secangkir kopi panas. "Buatkan aku jeruk peras saja, ya, perutku mual!" pinta
Hantaran Diminta Kembali Lila menyilangkan tangan di dada, sambil menatap sosok yang masih bergelung selimut itu. "Mas! Jadi nggak?" seru Lila kesal. Rizal bergumam tak jelas. Matanya juga tidak terbuka."Sayang!" Lila berseru sekali lagi. Rizal membuka matanya yang berat, mengerjap ketika melihat Lila menarik kasar selimutnya. "Udah jam sembilan masa masih ngantuk aja, sih!" Lila melempar selimut itu kesal. "Kenapa jadi marah-marah melulu, sih," gerutu Rizal kesal sambil bangkit. Ia tidak berdiri tapi hanya duduk di ranjang dengan wajah mat setengah terpejam.Lila diam sambil memalingkan muka, menyadari tingkahnya terlalu berlebihan. Ia seharusnya toleran karena suaminya yang sedang mengalami sindrom cauvade itu. Ia tentu lebih menderita mengalami morning sick setiap hari. Sedangkan Lila bisa santai, segar bugar tanpa merasakan apapun. "Kamu, kan sudah janji mau mengantar beli pizza di warung," ucap Lila dengan nada merajuk. Wajah galaknya berganti menjadi cemberut."
Hantaran Diminta Kembali"Yud, cepat, ya!" seru Rizal dengan gusar. Ia menatap Lila yang nampak duduk dengan gelisah sambil beberapa kali menghembuskan nafas dengan cepat. "Ambil nafas, sayang!" ucap Rizal sambil mengusap keringat di dahi Lila. "Ambil nafas mulu, sudah ngos-ngosan ini!" seru Lila marah sambil melirik dengan tatapan tajam. Rizal bungkam seketika. "Iya, sabar, ya!" ucap Rizal tetap bersikap tenang sambil mengelus pinggang Lila. Dengan cepat Lila melesakkan dirinya dalam pelukan Rizal. Mencoba tenang dan menikmati sensari nyeri dan mulas yang semakin terasa. "Tenang, ya!" kata Rizal kembali sambil melirik ke depan. Jalanan di depan terlihat padat dan gelap. Banyak lampu terlihat di depan mereka, menandakan kondisi jalan yang sedang ramai. Lila diam, merasakan dada suaminya yang berdegub keras tak beraturan. Menandakan pria itu juga panik dan merasakan ketegangan yang sama. "Macet, pak!" keluh Yuda sambil membuang nafas kasar. Ia melirik Lila di jok belakang den
Hantaran Diminta Kembali Lila menajamkan pandangannya saat ia melihat sosok berbaju putih dengan rok lilit batik berwarna hitam itu, terlihat sibuk di antara meja prasmanan. "Yulia!" seru Lila tak percaya. Gadis yang dipanggil segera menoleh dengan cepat dan tampak terkejut. "Lila! Oh ... maaf, Nyonya!" Yulia menyapa dengan gelagapan. Lila tampak terkejut, ia mendekati Yulia dan menggamit lengan Yulia untuk ke pinggir ruangan. "Ngapain manggil Nyonya?" Lila bertanya sambil mendongakkan dagu. Yulia tersenyum kikuk. "Eh, Nyonya-" Yulia menyebut lagi panggilan resmi itu dengan kaku. "Kenapa harus bersikap formal begitu, kalau teman, ya, sapa saja seperti biasa, Mbak," sela Rizal sambil mendekat. "Maaf, Pak, kan para tamu tamu di sini semua orang terhormat," Sahut Yulia malu-malu sambil membenahi celemek kecil yang melingkari pinggangnya. "Saya kok malah sok akrab sama ...." Yulia tidak melanjutkan ucapannya. "Ya ampun! bisa-bisanya, ya kepikiran begitu?"sergah Lila kes
Hantaran Diminta Kembali Lila berdiri menghadap kaca besar di kamarnya. Ia menipiskan bibir melihat bentuk tubuhnya yang terpantul di kaca itu. Kemudian melempar pandangan ke arah ranjang dengan lelah. Tampak setumpuk baju tergeletak di atas ranjang. "Belum siap, juga?" Rizal berjalan memasuki memasuki kamar dan melihat istrinya itu masih belum bersiap. "Kenapa? Bajunya sudah jelek semua?" Rizal bertanya dengan nada lembut sambil mengamati gaun-gaun itu. "Bukan bajunya yang jelek, aku yang yang terlihat jelek," keluh Lila sambil menatap lagi bayangan dirinya di cermin. Rizal tersenyum menatap wanita yang tengah hamil besar itu. Wanita yang memakai gaun sutra yang flowy itu sudah terlihat begitu anggun dan cantik di matanya. "Kamu cantik dan seksi sekali!" Rizal berkata sambil mengambil selembar scarf untuk Lila. Namun Lila tidak terpengaruh pujian itu. Ia hanya mengira Rizal hanya sedang menghiburnya saja. Menurut Lila, mana ada wanita hamil dengan perut membuncit dan b
Hantaran Diminta Kembali Dimas tersentak, bibirnya sampai terbuka saking terkejutnya. "Bangun, nggak! cari kerja sana!" Sari menghardik sambil menunjukan jari ke pintu ke pintu."Kau tahu aku juga setiap hari pergi melamar kerja," sahut Dimas seraya bangkit dari ranjangnya Ia melihat Sari sudah mengenakan seragam warna khakinya. Wanita hamil itu sudah siap bekerja. "Aku menyuruhmu kerja, bukan hanya mencari kerja!" Sari berseru marah. "Aku kan sudah berusaha, Sari!" Dimas menyahut sambil meruyak rambut dengan kasar. "Berusaha itu ada hasilnya, tapi ini tidak!" Sari memotong dengan suara melengking. "Ingat, aku hampir melahirkan, Mas dan aku masih terus bekerja, bahkan cari obyekan ke sana kemari demi cicilan mobilmu," seru Sari makin emosional. "Iya, iya, aku akan kerja!" Dimas menyahut gusar."Aku seperti ini juga gara-gara kamu!" Dimas balik berteriak dan segera beranjak menuju ke kamar mandi dan menutupnya dengan keras. Bu Eni yang sedang menjemur baju di samping ruma
Hantaran Diminta Kembali Selvi memasuki mobilnya dengan wajah ceria. Sebuah telepon pagi ini membawa kabar yang membuat mood-nya seketika membaik. Tumben pria angkuh itu menelpon, meminta dirinya datang ke kantornya jam sepuluh pagi ini. Rizal tak perlu memohon, Selvi seketika menyanggupi akan datang saat itu juga."Tentu, dengan seneng hati," sahut Selvi dengan nada manja. Selvi melonjak girang, melempar ponsel di atas ranjang dan gegas menuju kamar mandi, memakai baju terbaik dan sedikit mengekspos keindahan tubuhnya, menyemprotkan parfum beraroma seksi seluruh tubuhnya, bahkan ia sibuk memilih sepatu dan tas termahalnya. Semua harus istimewa demi memenuhi panggilan Rizal. "Kamu yakin mau datang memenuhi panggilan Pak Rizal?" Elsa bertanya ragu. Melirik Selvi yang asyik mengemudi sambil bersenandung. "Tentu saja, kapan lagi aku memuaskan rindu pada Zal, kalau tidak mendatanginya pagi ini," sahut Selvi seraya mengibaskan rambut panjangnya. "Entahlah, aku merasa ia akan
Hantaran Diminta Kembali Rizal perlahan membuka pintu kamar. Ia tersenyum melihat sosok yang berbaring di atas ranjang. Lila sudah pulas dengan posisi seenaknya. Kakinya bahkan menggantung begitu saja. Rizal mendekat dan membenahi posisi kaki Lila yang menggantung. Rizal terkejut saat melihat kaki Lila agak bengkak. Diusapnya pelan kaki itu, membuat Lila terusik. Ia hanya menggerakkan kaki dan kembali pulas. Rizal berdiri dan beranjak keluar dari kamar. Rizal segera menuju ruang tengah, karena masih mendengar suara dari televisi dari ruang itu. Ibu dan bapak masih duduk sambil selonjoran di sofa. Rizal dan Lila memang memutuskan menginap di rumah mertuanya itu. "Kenapa belum tidur, Mas?" Bapak bertanya pada menantunya itu. Rizal dengan santai duduk di dekat kaki ibu mertuanya. Bu Eni tersenyum, kebiasaan Rizal saat kecil dulu masih tak berubah hingga ia menjadi dewasa."Belum ngantuk, Pak," sahut Rizal sambil menoleh pada ibu yang kini membenahi letak jilbabnya. "Buk,
Hantaran Diminta Kembali Lila menyalami para tamunya dengan wajah ceria. Sementara para mereka mengucapkan terima kasih dan mendoakan kebaikan untuk Lila. Para tamu mendapat hidangan yang berlimpah dan mendapat sufenir yang mewah.Lila dan Rizal telah menjamu tamunya dengan baik. Mereka tidak membedakan antara tamu relasi Rizal atau para warga kampung dan keluarga, semua berbaur bersama dalam satu ruangan. Hanya berbeda tempat antara tamu pria dan wanita saja. Satu hal yang tak akan mereka lupakan dalam acara itu adalah upaya Sari yang hampir mencelakai Lila dengan mencoba mencampur pil penggugur kandungan itu pada minuman Lila. Para tamu dan tetangga kini sibuk bergunjing, bagaimana nasib Sari setelah ini, apakah wanita hamil itu akan mendekam di penjara untuk waktu yang lama. "Kalau aku yang jadi Lila, akan aku laporkan si Sari ke kantor polisi," bisik Bu Eneng dengan ketus. "Iya, Bu. Ini kejahatan yang direncakanan, efek obat itu berbahaya sekali, Bu!" sahut Bu Ema, wani
Hantaran Diminta Kembali"Pinternya, playing victim!" Yuda berdecak muak. "Aku tidak bersalah!" Sari berteriak histeris mengundang kerumunan para tamu. Mereka merubung, ingin mengetahui perselisihan dua keluarga yang memang sudah sejak lama mereka ketahui itu. Sudah bukan rahasia lagi jika dua keluarga itu tidak akur. Ada yang pro dan kontra, meski tak sedikit yang ikut membenci keluarga Lila karena hasutan Bi Pur dan rasa dengki mereka."Jangan asal menuduh, Mas, kalau tak ada bukti!" Seorang wanita yang merupakan tetangga mereka ikut mendukung. "Bukti ini kurang jelas?" Sentak Yuda menunjukkan pecahan gelas dan butiran tablet yang hampir larut itu. "Pasti ada orang lain yang meletakkan di sana, dan kebetulan Sari yang mengambilkan minuman untuk Lila!" seru Bi Pur berang. "Maksud baik dibalas fitnah!" imbuh Bi Pur memanaskan suasana. "Sungguh aku tidak bersalah, Bu, aku difitnah!" Sari menangis tersedu-sedu sambil bersimpuh. Para tamu yang kebanyakan ibu-ibu itu merasa jat
Hantaran Diminta Kembali Sari takjub melihat suasana acara empat bulanan itu, Kemeriahannya seperti sebuah pesta pernikahan. "Duh, ini berlebihan! mereka mau pamer kalau sudah jadi keluarga sultan!" Bi Pur bergumam nyinyir.Sari hanya diam, dongkol sekaligus iri melibas hatinya. Acara empat bulanan kehamilan Sari tidak semeriah acara ini, biasa saja. Hanya pengajian ibu-ibu kampung. Mereka memasuki tenda yang penuh hiasan bunga segar itu. Seluruh bagian dan isi tenda yang berhias kelambu satin dengan warna pink dan putih itu tak luput dari perhatian mereka. Lila menjadi seorang ratu dengan pakaian yang indah, duduk di kursi putih dikelilingi bunga dan didampingi, suami, orangtua, mertua, bahkan bahkan ipar dan semua keponakannya yang semua memakai baju bernuansa biru muda. Lila seperti ratu dengan kecantikan paripurna. Rizal terlihat beberapa kali melirik dan tersenyum menatap istrinya. Mereka terlihat sangat bahagia. "Perasaan, si Lila makin cantik, ya?"Salsa, adik bu