Share

Bab 4

Penulis: NurulQ
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Lila berusaha untuk memejamkan mata. Ia menguap beberapa kali tapi ia tak bisa memejamkan mata.

Lila mendengkus kesal.

Kepalanya makin pusing, apalagi suara dari sound system itu makin keras terdengar.

Mereka meletakkan sound-sound ukuran besar itu di halaman rumah Lila.

Bi Pur bahkan tidak ijin pada empunya rumah saat meletakkan empat buah sound besar itu di sana.

Bagaimana bisingnya suasana rumah Lila saat itu.

Pesta Pernikahan mewah di gedung saja tidak memakai sound besar yang berisik seperti itu.

Lagu-lagu dangdut patah hati terdengar seperti konser sejak pagi, padahal pernikahan baru akan dilaksanakan keesokan harinya.

Lila semakin geram saja melihat ulah keluarga Bibinya itu.

Tapi bapak dan Ibu tidak pernah berusaha membalas atau memarahi keluarga Bi Pur. Mereka masih menghormati Bibi Purwati sebagai keluarga meski adik kandung ibu itu tidak pernah memperlakukan hal yang sama mereka.

"Ayo, kamu ikut saja tidur di rumah Bu Anggraini!" Titah Ibu begitu menyibak pintu kamarnya.

Lila bangkit dengan malas. Ia berganti baju dan mengambil jilbabnya.

"Ibu sudah pulang dari rumah Bi Pur?"

Tanya Lila mengeraskan suaranya yang tenggelam karena suara lagu dangdut itu.

"Iya! Malas aja lama-lama di sana!"

Seru ibu sambil mendekat.

"Apa!" Tanya Lila sambil memegang telinga.

"Ayo kita ke rumah Bu Anggraini saja. Lama-lama orang satu rumah seperti orang tuli," ucap Bapak mendekat dengan suara keras.

Lila dan ibu tertawa terbahak.

"Bawa baju ganti juga, sekalian bawa baju yang akan kita pakai ke pesta nanti," Seru Ibu sambil keluar dari kamar Lila.

Lila segera mengambil tas dan mengemasi baju gantinya. Lebih baik ia mengikuti ibunya menginap di rumah majikannya daripada tidur di rumah sendirian.

Karena Suara rumah begitu riuh oleh suara sound system yang disewa untuk acara hajatan itu.

Kaca jendela bahkan sampai bergetar-getar saking kerasnya.

Akhirnya malam itu mereka keluar rumah menuju rumah majikan ibunya Lila dengan mengendarai motor.

Badan mungil Lila cukup untuk bersepeda bertiga dengan orangtuanya.

Seketika motor bebek itu terlihat begitu penuh sesak dan melaju pelan meninggalkan kecil itu.

Bapak menekan bel rumah itu sekali.

Tak lama suara alas kaki beradu dengan lantai terdengar mendekat.

"Lo, kok balik? Biasanya kalau libur kalian menginap di rumah sendiri." Tanya wanita itu begitu pintu terbuka lebar.

"Iya, Bu. Kami menginap saja di sini," Sahut ibu sambil tersenyum malu-malu.

Bu Anggraini, majikan ibu itu membuka pintu lebar-lebar.

Lila mendekat dan segera mencium tangan Bu Anggraini.

"Enggak apa-apa! Kami malah seneng kalian berlibur di sini. Jadi besok kita enggak repot bikin sarapan," Kata bu Anggraini sambil tertawa.

"Lila sudah besar, ya! manis banget!" Ucap Bu Anggraini sambil menepuk pipi Lila.

Lila hanya tersenyum malu.

"Maaf bu, kami terpaksa membawa Lila menginap di sini, di rumah berisik banget, karena suara hajatan saudara."

Ucap bapak menjelaskan sambil mengikuti anak istrinya memasuki rumah mewah itu.

"Apa adik Bu Eni itu yang mengadakan hajatan?"

Tanya Bu Anggraini yang mendapat anggukan dari Ibu.

"Iya, Bu, pestanya besok, jadi kami libur, untuk bantu-bantu di pesta itu."

Urai ibu menjelaskan pada Bu Anggraini yang terlihat malah sibuk mengamati Lila.

"Iya, boleh saja," Sahut Bu Anggraini singkat.

"Apa keponakan kalian jadi menikah dengan mantan tunangan Lila?"

Tanya wanita setengah baya itu sambil melirik Lila.

Lila sedikit terkejut, darimana majikan ibunya itu tahu cerita tentang Dimas yang akan menikahi Sari, sepupunya.

Ah, pasti ibu yang bercerita pada Bu Anggraini.

"Ya, jadi, Bu!" Jawab Bapak cepat.

"Sabar, ya!" Ucap bu Anggraini sambil merangkul bahu Lila, membuat gadis itu canggung.

"Iya, Bu!"

Lila mengangguk rikuh sambil mengikuti langkah Bu Anggraini memasuki ruang tengah yang terdengar riuh.

Keluarga Bu Anggraini berkumpul sambil menikmati kudapan di ruang santai itu.

"Tidak jadi berlibur, pak Man?" Sapa Zain, putra bungsu bu Anggraini itu.

"Liburan di sini saja, Mas!" Jawab Pak Man sambil tersenyum.

"Ini Lila, ya?" Sapa wanita yang Lila duga sebagai menantu Bu Anggraini itu.

"Iya, Bu!" Jawab Lila sambil mengangguk.

"Jangan panggil Bu, begitu. Panggil mbak Aiza, saja!" Sahut wanita manis itu ramah.

"Hem, menolak tua!" Sindir Zain melirik Aiza.

"Apaan, sih!" Sergah Aiza sewot.

"Ayo, duduklah. Kamu juga Lila," Ucap Bu anggraini sambil duduk di sofa bed itu.

Pak Man dan Bu Eni mengikuti duduk di atas karpet berbulu tebal itu, bergabung dengan kedua cucu Bu Anggraini yang sedang bermain ular tangga itu.

Ibu dan Bapak memang akrab dengan majikannya yang baik itu. Bahkan Bu Anggraini yang membiayai sekolah Lila dari SD hingga ia bisa sekolah SMA di sekolah terbaik di kota itu.

Karena Lila juga termasuk gadis yang cerdas dan berprestasi membuat Bu Anggraini tidak segan mengeluarkan uangnya untuk membiayai pendidikan Lila.

"Lila, kamu nanti bisa tidur di paviliun saja, kalau di kamar ibu enggak akan muat!"

Ucap Bu Anggraeni sambil menatap Lila.

"Apa Lila kerja di sini, juga?" Tanya Zain sambil menatap Pak Man dan Bu Eni bergantian.

Ia merasa sayang jika gadis itu menjadi pembantu di rumah mereka.

Zain juga tahu, putri Pak Man itu anak yang pandai dan ia bahkan bisa kuliah jika ada kesempatan.

"Enggak, Zain. Mereka ini berlibur ke sini dalam rangka mengungsi," Terang Bu Anggraini.

"Adik Bu Anggraini akan melaksanakan pesta pernikahan putrinya dan mereka terganggu suara bising dari sound system hajatan itu." Cerita Bu Anggraeni seolah menjadi jubir terpercaya mereka.

"Tapi, kok kalian gak bantu acara pernikahan itu?"

Tanya Zain heran.

Bu Eni dan Pak Man saling pandang.

"Gini! Jadi adik keponakannya Bu Anggraini ini akan menikah dengan mantan tunangannya Lila." Jelas Bu Anggraini kepada.

Lila menatap Bu Anggraini terkejut, darimana majikan ibunya itu tahu tentang semua kisah dramatisnya?

Kini Lila melirik ibunya, pasti ibu yang bercerita banyak hal pada Bu Anggraini.

"Kok bisa?"

tanya Zain terkejut.

"Buktinya bisa!" Sahut Bu Anggraini lagi.

"Menurutku, gagalnya perjodohan Lila ada sangkut pautnya dengan mereka. Buktinya, setelah putus dari Lila, beberapa saat kemudian sepupu dan mantan tunanganmu akan menikah."

Timpal Bu Anggraini lagi.

Zain dan Aiza menatap Lila dengan tatapan penuh simpati.

"Kalau begitu besok tidak usah datang saja. Biar kamu di sini saja, daripada kamu makan hati,"

Seru Bu Anggraini mulai kesal. Entah kenapa ia menjadi ikut baper.

"Ya enggak boleh gitu, mereka itu sepupu. Pasti orang akan menilai Lila ini jelek."

sahut Zain memberi opininya. Lila mendengarkan serius ucapan itu.

"Orang akan menilai kamu itu tidak bisa move on, sirik hingga gak mau hadir di pernikahan saudaranya sendiri." Tambah Zain lagi.

"Iya juga, sih. Kamu harus datang Lila! Kamu harus tampil cantik dan buat mantan tunanganmu itu menyesal memutuskan pertunangan denganmu,"

Seru Aiza bersemangat.

"Heem, bener juga! Tapi apa kamu siap mental, nih?" Tanya bu Anggraini sambil menatap Lila yang tampak bingung itu.

"Dia harus datang dengan seseorang yang bisa menguatkannya, Bu. Tapi bukan ibu dan Pak Man aja, lo!" Imbuh Aiza lagi.

"Jadi, Kamu juga harus menggandeng cowok juga. Minim buat menunjukkan kalau kamu sudah move on!"

Kata-kata Bu Anggraini membuat Lila seketika putus asa.

"Tidak mungkin, Bu. Saya ini tidak pernah punya teman cowok!"

Sahut Lila pasrah

"Teman kerja? yang bisa diajak main sandiwara gitu?"

Tanya Bu Anggraini

Lila menggeleng.

"Saya kerja di butik, nggak ada teman cowoknya," sahut Lila pelan.

"Carilah jomblo yang sekiranya mau dibawa ke pesta pernikahan itu!" Ucap Aiza sambil tersenyum pelik.

Zain hanya melirik istrinya sekilas.

Lila hanya tertawa kecil. Pak Man dan Bu Eni menatap putrinya dengan tatapan kasihan.

"Bu, buatkan saya kopi, ya!" Seru suara yang berasal dari kamar yang terletak di dekat ruang santai itu menghentikan perbincangan seru itu.

"Iya, Mas!"

Jawab Bu Eni segera berdiri. Ia segera melaksankan titah Rizal, putra sulung Bu Anggraini itu.

Semua orang melirik ke arah pria yang hanya berdiri di ambang pintu kamarnya itu.

"Om, sini! Ada kue!" Seru Almira. Gadis itu melambaikan tangan pada pada Rizal.

Rizal hanya menggeleng

"Habiskan buat Mira, aja!" Ujar Rizal sambil tersenyum kecil kemudian kembali berbalik dan masuk ke kamarnya.

Lila melirik sekilas anak majikannya yang berwajah dingin itu. Pria itu memilih berada di dalam kamar sementara semua orang berkumpul di ruang tengah menonton tengah. Bahkan para pembantu saja ikut bergabung dalam ruang keluarga itu.

"Nah, begitu kalau jomblo, ngadem aja dalam kamar," gumam Bu Anggraini setengah mengeluh.

Aiza dan Zain saling menatap.

"Jomblo!" Mereka berkata bersamaan sambil mengerling iseng.

"Maksudnya?" tanya bu Anggraini menoleh pada Zain.

Zain tidak menjawab, ia hanya mengangkat alis tebalnya sambil menatap Lila yang masih bersimpuh di karpet itu.

"Oooh ...."

Bu Anggraini membulatkan mulut sambil manggut-manggut. Wanita sepuh itu paham dengan maksud Zain.

"Sad man dan sad gril." Gumam Bu Anggraini sambil melirik ke arah Lila yang kini sedang bermain dengan Almira.

"Manis juga!" Gumam Bu Anggraini sambil mengerling pada Aiza, menantunya itu.

"Ibu mau apa?" Tanya Zain sambil menatap ibunya curiga.

Ia paham sekali sifat ibunya.

"Enggak, kok!" Sahut Bu Anggraini cepat.

Bab terkait

  • Hantaran Diminta Kembali   Bab 5

    5. Hantaran Diminta Kembali"Zal, kamu bareng saja sama Lila berangkat kondangan,"Usul bu Anggraini ketika melihat putranya itu duduk di taman sambil menyesap teh pekat. Lila yang sedang menyiram tanaman itu seketika menoleh, gadis itu terkejut luar biasa. Ia tak menyangka Bu Anggraini malah menyuruh anaknya menemani Lila ke acara kondangan itu. Dada Lila rasanya sudah bergemuruh menahan kesal sekaligus malu. "Aku nggak bisa, Bu-" Suara pria itu terdengar sangat kesal."Jadi, selesai kondangan ke tempat pegawaimu, kalian langsung ke acara pernikahan sepupu Lila!" Potong Bu Anggraini cepat. "Kenapa harus aku, sih? Dia bisa berangkat sendiri, kan?"Balas Rizal kesal sambil menatap ibunya. Lila seketika meremas jari resah, malu luar biasa. Bu Anggraini keukeh merayu anaknya yang jelas menolak berangkat ke acara kondangan bersama Lila. Pergi ke acara kondangan saja dia tidak mau apalagi diajak ke pelaminan. Lila rasanya ingin menghilang saja saat itu karena malu yang luar biasa.

  • Hantaran Diminta Kembali   Bab 6

    6. Hantaran Diminta Kembali Suasana riuh rendah dan sibuk terasa saat Lila memasuki tenda itu. Lila terkagum-kagum melihat dekorasi pesta yang mewah. Lampu gantung, kelambu satin dan aneka bunga artifisial ditata dengan apik menambah kemewahan dekorasi tenda pernikahan itu. "Wah, ini tamu agungnya baru saja datang," seru Bi Pur dengan nada sinis. Senyum lebar tersungging di bibir merahnya. Ia berjalan pelan karena terhambat oleh lilitan jarik prada dan kebaya pas badan yang membalut tubuh padatnya. "Ayo, Lila, kapan mau menyusul?" tanya Bi Pur berbasa-basi sambil tersenyum pada Lila. Senyum yang menjadi seringaian sinis saat wanita itu berpaling dari Lila. "Akad nikahnya sudah selesai, ya?" tanya Bapak sambil menghampiri Paman. "Belum, Kang," jawab Paman pelan. Pria itu tampak gugup."Mempelai lelaki masih berganti pakaian," lanjut paman sambil melirik ke pintu rumah. Bapak menatap ibu yang tampak mengamati ruangan pesta itu. "Pengantin prianya terlambat banget,"bisik i

  • Hantaran Diminta Kembali   Bab 7

    Hantaran Diminta Kembali Lila melirik Bibi Purwati yang beranjak menjauh dengan langkah tergesa itu. Kakinya tidak bisa melangkah sempurna karena lilitan kain jarik yang terlalu sempit itu. Lila merasa heran kenapa bibinya berusaha membuatnya menjauh dari tempat pesta itu begitu Dimas keluar dari kamar pengantin dan menuju ke tempat pesta. Wanita itu bahkan selalu mengawasi gerak gerik Lila.Bi Pur dengan tergesa mendekatinya dan menyuruhnya melakukan berbagai pekerjaan. Pesta itu memang terkesan kurang persiapan. Minuman saja belum tertata rapi meski tamu sudah mulai berdatangan. Bahkan ada makanan yang belum selesai dimasak. Acara akad nikah juga mundur dari jadwal pernikahan. "Bu, gimana sih EO-nya kok tidak beres, ya?"tanya Lila ketika melihat ibunya datang membawa tumpukan piring itu. "Mereka itu tidak pakai jasa EO atau katering, mereka cuma mengandalkan bantuan tetangga kanan-kiri saja," ucap Paman Manto sambil membawa semangkuk besar soup merah dan menuangnya dal

  • Hantaran Diminta Kembali   Bab 8

    Hantaran Diminta Kembali Rizal mengalihkan wajah jengah. Ia mengedarkan pandangannya. Kenapa orang harus ribut kalau ada seorang pria datang sendirian ke pesta pernikahan tanpa membawa pasangan. Apa hal itu tampak mengenaskan?Anggap saja Rizal memang terlalu sensitif."Itu dia, sebentar," seru Rizal ketika melihat seorang gadis memakai celemek dan membawa piring oval besar itu. Rizal segera meninggalkan keluarga Dimas yang merubung.Keluarga Dimas dan Sari seketika sibuk memperbaiki baju, letak sanggul dan juga mengintip rapinya riasan mereka dari kaca kecil yang selalu mereka bawa. Mereka harus tampil sempurna saat berfoto dengan Pak direktur tampan itu. "Salsa, rapikan riasanmu!" bisik Bi Pur pada putri bungsunya itu sambil menyerahkan cermin lipat itu. "Dimas! Apa direkturmu itu sudah menikah?" tanya Bi Pur pada menantunya itu. "Setahu saya belum, Bu," jawab Dimassambil menatap mertuanya yang sibuk membenahi riasan putrinya itu. "Sepertinya usianya sudah matang, ya!"u

  • Hantaran Diminta Kembali   Bab 9

    Hantaran Diminta Kembali Lila melirik sekilas ke arah Rizal yang sedang fokus mengemudi. Hampir tiga puluh menit mereka di dalam mobil, tak ada obrolan apapun di antara mereka. "Orang aneh!"Maki Lila dalam hati. Ia tak akan mungkin mengatakan hal itu di depan Rizal. Bagaimana tidak aneh? Beberapa menit yang lalu pria itu membuat kejutan dengan bersikap manis saat di pelaminan Dimas dan Sari. Dan menit berikut, Rizal sudah bertingkah seolah Lila tidak ada di sampingnya saat ini.Yang terjadi di pesta pernikahan Dimas itu memang hanya sandiwara.Tampaknya mereka sukses membuat keluarga Sari dan Dimas tertampar melihat Lila malam itu. Apa yang Lila dapatkan? Tentu ia merasa tenang karena ada yang menemaninya saat itu. Seperti ada yang mendukungnya saat ia terlihat mengenaskan. Lila sudah hampir menangis karena kesal dengan perlakuan Bi Pur kepada keluarganya. Ia juga menebalkan telinga dengan gunjingan tetangga dan saudara mereka tentang mantan tunangan Lila yang kini tela

  • Hantaran Diminta Kembali   Bab 10

    Hantaran Diminta Kembali Lila berjalan ragu-ragu mendekati lobby hotel. Seorang bellboy mendekati, membukakan pintu kaca itu. Pria berpakaian tapi itu bertanya pada Lila."Ada yang bisa dibantu?"Sapa Bellboy itu sopan. Sikap ramah itu malah membuat Lila sungkan."Ee, toiletnya sebelah mana, ya, Mas?" tanya Lila sambil tersenyum malu."Mbak jalan terus belok sebelah-""Kamu ngapain di sini?" tegur seseorang memotong ucapan pegawai hotel itu.Lila terkejut ketika mendengar suara berat bernada dingin itu. Gadis itu segera menoleh dan melihat Rizal sudah berdiri, menatap dengan pandangan tajam ke arahnya. "Terima kasih, ya Mas!" ucap Lila mengangguk ramah pada pegawai hotel itu sambil berjalan menuju toilet yang dimaksud. "Kamu mau kemana?"tanya Rizal menahan langkah Lila. "Saya mau ke toilet, Pak,"jawab Lila berjalan cepat menghindari Rizal. Ia sedikit takut melihat pria itu. Rizal memang melarangnya masuk hotel dan Lila kini justru berkeliaran di tempat itu. Dengan langka

  • Hantaran Diminta Kembali   Bab 11

    Hantaran Diminta Kembali Lila berdiri di depan sebuah band lengkap. Di hadapannya terlihat meja-meja bundar yang dipenuhi tamu-tamu undangan yang berpakaian mewah. Ballroom itu juga dihias dengan dekorasi pesta yang indah dan berkilau. Lila tak pernah melihat tempat pesta pernikahan semewah itu.Tiba-tiba saja gadis itu menjadi gugup, jantungnya berdegub kencang dan tangannya mulai berkeringat dingin. Ia tidak berlatih ataupun membuat persiapan untuk tampil saat ini.Bagaimana kalau Lila pbertemu Rizal dan pria itu akan memarahinya.Ah, bodoh amat, yang penting ia bisa mendapat uang hari ini dan tak ada urusan dengan pria yang bukan sanak kadangnya itu. Jadi, kenapa harus takut? "Gaes, kita ada teman baru, nih!" Freedy berkata pada anggota band.Ketiga anggota band yang telah siap dengan alat musik yang mereka pegang masing-masing itu menoleh.Mereka melambai sambil tersenyum ramah menatap Lila.Mereka seolah menyalurkan semangat pada Lila. Freedy mengambil standing mikrophon

  • Hantaran Diminta Kembali   Bab 12

    Hantaran Diminta Kembali"Ayo, ambil makan dan cepat pulang!" Rizal berkata serius. "Tidak, aku mau menikmati pesta ini." ucap Juan sambil memperbaiki letak kursinya agar tepat menghadap ke panggung. "Kalau kamu ada acara lagi, pulang saja duluan!"sambung Juan mantap. Rizal merasa serba salah. Ia tidak mungkin juga meninggalkan Lila sendirian di tempat itu.Bagaimana kalau Juan bisa berkenalan dengan Lila? Lila gadis kampung dan tak terlalu pintar itu pasti bisa dengan mudah "digandeng" Juan. "Apalagi gadis seperti Lila pasti menyukai pria berwajah blesteran yang tampan demi memperbaiki keturunannya,"abtin Rizal nyinyir.Gadis itu sedang patah hati dan Lila akan senang saat ada pria tampan yang mendekatinya. Juan adalah penjaja cinta ulung, Rizal yakin Lila akan jatuh dalam perangkap pria itu. Lila saja mencari lelaki agar bisa dipamerkan pada mantan tunangannya dan tidak mungkin ia akan menerima saja rayuan JuanSiapa yang tak tertarik pada Juan? Pria tampan berwajah bule den

Bab terbaru

  • Hantaran Diminta Kembali   Bab 95

    Hantaran Diminta Kembali"Yud, cepat, ya!" seru Rizal dengan gusar. Ia menatap Lila yang nampak duduk dengan gelisah sambil beberapa kali menghembuskan nafas dengan cepat. "Ambil nafas, sayang!" ucap Rizal sambil mengusap keringat di dahi Lila. "Ambil nafas mulu, sudah ngos-ngosan ini!" seru Lila marah sambil melirik dengan tatapan tajam. Rizal bungkam seketika. "Iya, sabar, ya!" ucap Rizal tetap bersikap tenang sambil mengelus pinggang Lila. Dengan cepat Lila melesakkan dirinya dalam pelukan Rizal. Mencoba tenang dan menikmati sensari nyeri dan mulas yang semakin terasa. "Tenang, ya!" kata Rizal kembali sambil melirik ke depan. Jalanan di depan terlihat padat dan gelap. Banyak lampu terlihat di depan mereka, menandakan kondisi jalan yang sedang ramai. Lila diam, merasakan dada suaminya yang berdegub keras tak beraturan. Menandakan pria itu juga panik dan merasakan ketegangan yang sama. "Macet, pak!" keluh Yuda sambil membuang nafas kasar. Ia melirik Lila di jok belakang den

  • Hantaran Diminta Kembali   Bab 94

    Hantaran Diminta Kembali Lila menajamkan pandangannya saat ia melihat sosok berbaju putih dengan rok lilit batik berwarna hitam itu, terlihat sibuk di antara meja prasmanan. "Yulia!" seru Lila tak percaya. Gadis yang dipanggil segera menoleh dengan cepat dan tampak terkejut. "Lila! Oh ... maaf, Nyonya!" Yulia menyapa dengan gelagapan. Lila tampak terkejut, ia mendekati Yulia dan menggamit lengan Yulia untuk ke pinggir ruangan. "Ngapain manggil Nyonya?" Lila bertanya sambil mendongakkan dagu. Yulia tersenyum kikuk. "Eh, Nyonya-" Yulia menyebut lagi panggilan resmi itu dengan kaku. "Kenapa harus bersikap formal begitu, kalau teman, ya, sapa saja seperti biasa, Mbak," sela Rizal sambil mendekat. "Maaf, Pak, kan para tamu tamu di sini semua orang terhormat," Sahut Yulia malu-malu sambil membenahi celemek kecil yang melingkari pinggangnya. "Saya kok malah sok akrab sama ...." Yulia tidak melanjutkan ucapannya. "Ya ampun! bisa-bisanya, ya kepikiran begitu?"sergah Lila kes

  • Hantaran Diminta Kembali   Bab 93

    Hantaran Diminta Kembali Lila berdiri menghadap kaca besar di kamarnya. Ia menipiskan bibir melihat bentuk tubuhnya yang terpantul di kaca itu. Kemudian melempar pandangan ke arah ranjang dengan lelah. Tampak setumpuk baju tergeletak di atas ranjang. "Belum siap, juga?" Rizal berjalan memasuki memasuki kamar dan melihat istrinya itu masih belum bersiap. "Kenapa? Bajunya sudah jelek semua?" Rizal bertanya dengan nada lembut sambil mengamati gaun-gaun itu. "Bukan bajunya yang jelek, aku yang yang terlihat jelek," keluh Lila sambil menatap lagi bayangan dirinya di cermin. Rizal tersenyum menatap wanita yang tengah hamil besar itu. Wanita yang memakai gaun sutra yang flowy itu sudah terlihat begitu anggun dan cantik di matanya. "Kamu cantik dan seksi sekali!" Rizal berkata sambil mengambil selembar scarf untuk Lila. Namun Lila tidak terpengaruh pujian itu. Ia hanya mengira Rizal hanya sedang menghiburnya saja. Menurut Lila, mana ada wanita hamil dengan perut membuncit dan b

  • Hantaran Diminta Kembali   Bab 92

    Hantaran Diminta Kembali Dimas tersentak, bibirnya sampai terbuka saking terkejutnya. "Bangun, nggak! cari kerja sana!" Sari menghardik sambil menunjukan jari ke pintu ke pintu."Kau tahu aku juga setiap hari pergi melamar kerja," sahut Dimas seraya bangkit dari ranjangnya Ia melihat Sari sudah mengenakan seragam warna khakinya. Wanita hamil itu sudah siap bekerja. "Aku menyuruhmu kerja, bukan hanya mencari kerja!" Sari berseru marah. "Aku kan sudah berusaha, Sari!" Dimas menyahut sambil meruyak rambut dengan kasar. "Berusaha itu ada hasilnya, tapi ini tidak!" Sari memotong dengan suara melengking. "Ingat, aku hampir melahirkan, Mas dan aku masih terus bekerja, bahkan cari obyekan ke sana kemari demi cicilan mobilmu," seru Sari makin emosional. "Iya, iya, aku akan kerja!" Dimas menyahut gusar."Aku seperti ini juga gara-gara kamu!" Dimas balik berteriak dan segera beranjak menuju ke kamar mandi dan menutupnya dengan keras. Bu Eni yang sedang menjemur baju di samping ruma

  • Hantaran Diminta Kembali   Bab 91

    Hantaran Diminta Kembali Selvi memasuki mobilnya dengan wajah ceria. Sebuah telepon pagi ini membawa kabar yang membuat mood-nya seketika membaik. Tumben pria angkuh itu menelpon, meminta dirinya datang ke kantornya jam sepuluh pagi ini. Rizal tak perlu memohon, Selvi seketika menyanggupi akan datang saat itu juga."Tentu, dengan seneng hati," sahut Selvi dengan nada manja. Selvi melonjak girang, melempar ponsel di atas ranjang dan gegas menuju kamar mandi, memakai baju terbaik dan sedikit mengekspos keindahan tubuhnya, menyemprotkan parfum beraroma seksi seluruh tubuhnya, bahkan ia sibuk memilih sepatu dan tas termahalnya. Semua harus istimewa demi memenuhi panggilan Rizal. "Kamu yakin mau datang memenuhi panggilan Pak Rizal?" Elsa bertanya ragu. Melirik Selvi yang asyik mengemudi sambil bersenandung. "Tentu saja, kapan lagi aku memuaskan rindu pada Zal, kalau tidak mendatanginya pagi ini," sahut Selvi seraya mengibaskan rambut panjangnya. "Entahlah, aku merasa ia akan

  • Hantaran Diminta Kembali   Bab 90

    Hantaran Diminta Kembali Rizal perlahan membuka pintu kamar. Ia tersenyum melihat sosok yang berbaring di atas ranjang. Lila sudah pulas dengan posisi seenaknya. Kakinya bahkan menggantung begitu saja. Rizal mendekat dan membenahi posisi kaki Lila yang menggantung. Rizal terkejut saat melihat kaki Lila agak bengkak. Diusapnya pelan kaki itu, membuat Lila terusik. Ia hanya menggerakkan kaki dan kembali pulas. Rizal berdiri dan beranjak keluar dari kamar. Rizal segera menuju ruang tengah, karena masih mendengar suara dari televisi dari ruang itu. Ibu dan bapak masih duduk sambil selonjoran di sofa. Rizal dan Lila memang memutuskan menginap di rumah mertuanya itu. "Kenapa belum tidur, Mas?" Bapak bertanya pada menantunya itu. Rizal dengan santai duduk di dekat kaki ibu mertuanya. Bu Eni tersenyum, kebiasaan Rizal saat kecil dulu masih tak berubah hingga ia menjadi dewasa."Belum ngantuk, Pak," sahut Rizal sambil menoleh pada ibu yang kini membenahi letak jilbabnya. "Buk,

  • Hantaran Diminta Kembali   Bab 89

    Hantaran Diminta Kembali Lila menyalami para tamunya dengan wajah ceria. Sementara para mereka mengucapkan terima kasih dan mendoakan kebaikan untuk Lila. Para tamu mendapat hidangan yang berlimpah dan mendapat sufenir yang mewah.Lila dan Rizal telah menjamu tamunya dengan baik. Mereka tidak membedakan antara tamu relasi Rizal atau para warga kampung dan keluarga, semua berbaur bersama dalam satu ruangan. Hanya berbeda tempat antara tamu pria dan wanita saja. Satu hal yang tak akan mereka lupakan dalam acara itu adalah upaya Sari yang hampir mencelakai Lila dengan mencoba mencampur pil penggugur kandungan itu pada minuman Lila. Para tamu dan tetangga kini sibuk bergunjing, bagaimana nasib Sari setelah ini, apakah wanita hamil itu akan mendekam di penjara untuk waktu yang lama. "Kalau aku yang jadi Lila, akan aku laporkan si Sari ke kantor polisi," bisik Bu Eneng dengan ketus. "Iya, Bu. Ini kejahatan yang direncakanan, efek obat itu berbahaya sekali, Bu!" sahut Bu Ema, wani

  • Hantaran Diminta Kembali   Bab 88

    Hantaran Diminta Kembali"Pinternya, playing victim!" Yuda berdecak muak. "Aku tidak bersalah!" Sari berteriak histeris mengundang kerumunan para tamu. Mereka merubung, ingin mengetahui perselisihan dua keluarga yang memang sudah sejak lama mereka ketahui itu. Sudah bukan rahasia lagi jika dua keluarga itu tidak akur. Ada yang pro dan kontra, meski tak sedikit yang ikut membenci keluarga Lila karena hasutan Bi Pur dan rasa dengki mereka."Jangan asal menuduh, Mas, kalau tak ada bukti!" Seorang wanita yang merupakan tetangga mereka ikut mendukung. "Bukti ini kurang jelas?" Sentak Yuda menunjukkan pecahan gelas dan butiran tablet yang hampir larut itu. "Pasti ada orang lain yang meletakkan di sana, dan kebetulan Sari yang mengambilkan minuman untuk Lila!" seru Bi Pur berang. "Maksud baik dibalas fitnah!" imbuh Bi Pur memanaskan suasana. "Sungguh aku tidak bersalah, Bu, aku difitnah!" Sari menangis tersedu-sedu sambil bersimpuh. Para tamu yang kebanyakan ibu-ibu itu merasa jat

  • Hantaran Diminta Kembali   Bab 87

    Hantaran Diminta Kembali Sari takjub melihat suasana acara empat bulanan itu, Kemeriahannya seperti sebuah pesta pernikahan. "Duh, ini berlebihan! mereka mau pamer kalau sudah jadi keluarga sultan!" Bi Pur bergumam nyinyir.Sari hanya diam, dongkol sekaligus iri melibas hatinya. Acara empat bulanan kehamilan Sari tidak semeriah acara ini, biasa saja. Hanya pengajian ibu-ibu kampung. Mereka memasuki tenda yang penuh hiasan bunga segar itu. Seluruh bagian dan isi tenda yang berhias kelambu satin dengan warna pink dan putih itu tak luput dari perhatian mereka. Lila menjadi seorang ratu dengan pakaian yang indah, duduk di kursi putih dikelilingi bunga dan didampingi, suami, orangtua, mertua, bahkan bahkan ipar dan semua keponakannya yang semua memakai baju bernuansa biru muda. Lila seperti ratu dengan kecantikan paripurna. Rizal terlihat beberapa kali melirik dan tersenyum menatap istrinya. Mereka terlihat sangat bahagia. "Perasaan, si Lila makin cantik, ya?"Salsa, adik bu

DMCA.com Protection Status