Hantaran Diminta Kembali"Ibu pulang duluan, ya!" pamit Bu RT pada Lila. Wanita itu segera saja mendahului Lila menuju ke rumahnya.Lila segera mendekati mobil yang parkir di depan rumahnya itu.Lila merasa ada firasat tak baik. Ia tak nyaman melihat ibu yang terlihat berwajah muram itu. Ada sesuatu yang terjadi. Lila menoleh ke samping. Bapak sudah berdiri di halaman samping rumahnya dan tampak melepas tali jemuran itu. "Ibu dan bapak pulang?" sapa Lila keheranan. Ia hafal kebiasaan orang tuanya yang akan pulang di hari libur saja."Kamu ngapain di rumah?" teriak ibu marah. Lila tersentak melihat sikap ibu yang tiba-tiba membentaknya. Ibu bahkan mengacuhkan tangan Lila yang terulur akan menyalami ibunya itu."Kenapa, Bu?" tanya Lila heran. Lila melirik Rizal yang berjalan mendekati mereka. "Bibimu menelpon ibu, dia bilang kamu sudah merayu Dimas, suaminya Sari!" seru Ibu marah. Ibu seolah menekankan kata suami Sari itu untuk menyindirnya.Lila menoleh ke belakangnya. Keempat o
Hantaran Diminta Kembali Ibu membuka tudung saji dan menatap masakan yang terhidang di meja itu. Tumis sayuran dingin dan beberapa iris tempe goreng dingin. Ibu mengingat, ibu tadi telah kenyang makan dengan masakan yang enak dan mewah di rumah Bu Anggraini sedangkan Lila di rumah makan seadanya. Itupun hasil masakan Lila sendiri. Ibu memilih berjalan ke dapur. Melihat rak dapur.Tidak ada telor atau mi instan yang bisa dimasak. Ibu akhirnya memilih memanasi sayur untuk diberikan pada Lila. Dalam hati ibu merasa tak tega melihat Lila. Wajar jika Lila berkeras ingin bekerja dan memperbaiki kehidupan mereka. Karena gadis itu mungkin sudah lelah menjalani kesederhanaannya. Dalam hati tentu ia ingin seperti gadis seusianya yang bisa bersenang-senang dan bermain.Ibu dan bapak masih bisa makan enak di tempat mereka bekerja. Tetapi Lila setiap hari menghemat uang dan menerima apa yang diberikan orangtuanya. Pernah beberapa kali ibu membawa makanan pemberian Bu Anggraini, tapi leb
Hantaran Diminta KembaliLila menyerah. Gadis itu telah berusaha menghadang kesulitannya sendiri tapi saat ada yang memintanya untuk peduli, ia pun jatuh simpati. Ia ingat cara membalas budi dan ia yang akan menebusnya sendiri. Bu Anggraini tersenyum menatap Lila yang termangu. Ia menepuk punggung tangan Lila dengan lembut. Membuyarkan lamunan gadis itu."Ibu pastikan kamu akan baik-baik saja!" janji Bu Anggraini pada Lila. Lila mengangguk. "Lilaaa!"Mereka seketika tersentak dengan suara seruan yang nyaring itu. Gedoran keras di pintu dan suara ribut di luar rumah membuat mereka seketika berdiri. "Sari! Mau apa anak itu!" geram bapak dengan wajah marah.Lila seketika menyusut airmatanya dengan kasar"Keluar kamu!" teriak Sari sambil menggedor pintu rumah. Terdengar suara sayup seorang pria mencoba menenangkan wanita itu. Suara teriakan dan gedoran di pintu terdengar sangat bising membuat Rizal dengan cepat berdiri dan segera beranjak membuka pintu dengan gusar. Sari tampak
Hantaran Diminta Kembali Lila menumpuk kardus barang elektronik itu di pojok ruangan dengan susah payah. Rizal benar-benar memberinya pekerjaan baru, beberes rumah. Ia harus merombak total tatanan perabota rumahnya karena datangnya barang yang dikirim tanpa konfirmasi terlebih dahulu. Pria itu juga mengirim barang yang tak terlalu dibutuhkan Lila. Lila memutuskan ke dapur dan membuat minuman karena ia merasa sangat haus. Dering suara telepon membuat Lila meletakkan kembali gelasnya. Lila segera beranjak kembali ke ruang tamu dan mengambil ponselnya. "Kita ketemuan di restoran Victoria jam tiga nanti." Terdengar suara berat dari ponsel Lila. "Ada apa, Pak?" tanya Lila penasaran."Bisa enggak langsung jawab "iya" tanpa bertanya alasannya apa?"sergah suara itu lagi dengan suara kesal. "Iya, Pak!" jawab Lila dengan kesal. "Kamu nggak mau, ya? Nggak ikhlas?" cecar suara itu lagi. Lila menggemeretakkan giginya kuat-kuat. "Mau, Pak. Saya suka diajak ke restoran, kok!" Se
Hantaran Diminta Kembali"Kok tiba-tiba saja Lila mau menikah?" tanya Bi Pur dengan nada menyelidik.Ibu sudah menduga pertanyaan ini akan terlontar saat ia mengundang keluarga adiknya itu untuk datang ke pesta pernikahan Lila. "Iya, memang acaranya mendadak. Karena sudah saling merasa cocok satu sama lain!" jawab ibu kalem. "Ya, daripada direncanakan jauh-jauh hari, ternyata masih gagal, ya, kan?" janjut ibu sambil menatap Sari. Seketika Sari mengalihkan wajah dengan jengah. Ia merasa tersindir. Dimas hanya melirik Sari. Pria itu tampak salah tingkah. "Lila menikah dengan siapa? Apa anak kampung sini?"tanya Bi Pur mengalihkan pembicaraan. "Iya, calon suami Lila orang perumahan kampung sebelah!" jawab bapak datar. "Ooooh!" seru Sari dan Bi Pur sambil saling pandang. "Oh, orang kampung sebelah!" ucap Sari mengulang kalimat itu sambil manggut-manggut. Bapak dan Ibu saling berpandangan, mengangguk sambil tersenyum. Mereka tahu ucapan Sari itu bermaksud merendahkan. Ibu lega
Hantaran Diminta Kembali Lila menatap lekat-lekat pria yang menjadi suaminya itu. Berusaha membaca mimik wajah dan menyelami arti tatapan mata itu. Yang jelas terlihat oleh Lila adalah tatapan dari seorang pria pada seorang wanita. Tatapan tajam sekaligus sendu. Rizal tak menyadari Lila sedang menatapnya dan membaca dirinya, ia terlalu fokus melihat wanita cantik bergaun silver itu sedang berfoto mesra dengan seorang pria. Sang pria melingkarkan tangan di pinggang ramping itu dan mereka tersenyum lebar sambil menatap kamera. Entah itu tatapan cemburu atau tatapan kagum, tapi Lila berharap ia berpikiran salah, bahwa Rizal terpaku menatap wanita yang masih menjadi adik iparnya itu. Wanita itu adalah Aiza, istri Zain."Ehem!" Deheman Lila seketika mengalihkan pandangan Rizal. Rizal menatap Lila dan seketika tatapan mata itu berubah dingin. Lila termangu.Bagaimana bisa ia tidak mendapatkan tatapan yang sama seperti wanita itu. Wanita yang tak seharusnya dipandang Rizal s
Hantaran Diminta Kembali"Bisa agak cepat, Yud!" perintah Rizal gusar. "Telpon ke ponselnya ibu saja, Pak!"ucap Yuda sambil melirik Rizal lewat spion. "Ibu siapa?"tanya Rizal sambil mengerutkan kening. "Bu Lila, pak!""Masa Bu Tejo!" gumam Yuda dalam hati saja. "Kenapa panggil Ibu, dia juga lebih muda dari kamu!" seru Rizal kesal sambil merogoh ponselnya. "Bu Lila majikan saya sekarang, Pak, masa saya panggil namanya,"kilah Yuda merasa panik. Yuda sebenarnya juga tak nyaman memanggil Lila dengan sebutan Ibu. Tidak cocok untuk Lila yang masih cukup muda itu. "Ya panggil dengan sebutan yang lain kan bisa,"sahut Rizal sambil menghubungi nomer ponsel Lila. Wajah pria itu makin terlihat gelisah."Saya panggil siapa, Pak?""Terserah kamu!"Sahut Rizal kesal. Nomer Lila tidak aktif. "Tidak bisa dihubungi, Yud!" keluh Rizal. Ia meremas ponselnya gemas. Entah tiba-tiba saja ia merasa khawatir. Rizal biasanya bisa bersikap tenang meski keadaan sedang gawat sekalipun. Tapi kapi ini
Hantaran Diminta Kembali Rizal berjalan mendekati Lila. Gadis itu sekarang sedang duduk mencangkung di sofa sambil melamun. Pandangannya kosong menatap ke sembarang arah."Minumlah!" ucap Rizal pelan. Pria itu mengulurkan Secangkir coklat panas itu pada Lila.Lila menerima cangkir itu dan menggenggamnya begitu saja. Ia merasakan panas cangkir itu menghangatkan tangannya yang dingin. Pelan Lila menyesap minumannya. Rizal melihatnya lekat-lekat. "Kamu lapar?"tanya Rizal pelan, Lila hanya menggeleng. Sejurus mereka hanya diam. Tenggelam dalam pikiran masing-masing. "Maaf, aku tadi pergi karena ada urusan di cafe," cerita Rizal tanpa diminta. Diam-diam pria itu merasa sedikit bersalah, karena telah meninggalkan Lila sendirian di tempat itu. Apalagi Lila menjadi korban dari pria yang menjadi musuh Rizal. Hardi bahkan tak ada urusan dengan Lila."Ada razia narkoba di cafeku, kemungkinan ada yang melapor pada pihak kepolisian,"cerita Rizal sambil melirik Lila. Ia mencoba menar
Hantaran Diminta Kembali"Yud, cepat, ya!" seru Rizal dengan gusar. Ia menatap Lila yang nampak duduk dengan gelisah sambil beberapa kali menghembuskan nafas dengan cepat. "Ambil nafas, sayang!" ucap Rizal sambil mengusap keringat di dahi Lila. "Ambil nafas mulu, sudah ngos-ngosan ini!" seru Lila marah sambil melirik dengan tatapan tajam. Rizal bungkam seketika. "Iya, sabar, ya!" ucap Rizal tetap bersikap tenang sambil mengelus pinggang Lila. Dengan cepat Lila melesakkan dirinya dalam pelukan Rizal. Mencoba tenang dan menikmati sensari nyeri dan mulas yang semakin terasa. "Tenang, ya!" kata Rizal kembali sambil melirik ke depan. Jalanan di depan terlihat padat dan gelap. Banyak lampu terlihat di depan mereka, menandakan kondisi jalan yang sedang ramai. Lila diam, merasakan dada suaminya yang berdegub keras tak beraturan. Menandakan pria itu juga panik dan merasakan ketegangan yang sama. "Macet, pak!" keluh Yuda sambil membuang nafas kasar. Ia melirik Lila di jok belakang den
Hantaran Diminta Kembali Lila menajamkan pandangannya saat ia melihat sosok berbaju putih dengan rok lilit batik berwarna hitam itu, terlihat sibuk di antara meja prasmanan. "Yulia!" seru Lila tak percaya. Gadis yang dipanggil segera menoleh dengan cepat dan tampak terkejut. "Lila! Oh ... maaf, Nyonya!" Yulia menyapa dengan gelagapan. Lila tampak terkejut, ia mendekati Yulia dan menggamit lengan Yulia untuk ke pinggir ruangan. "Ngapain manggil Nyonya?" Lila bertanya sambil mendongakkan dagu. Yulia tersenyum kikuk. "Eh, Nyonya-" Yulia menyebut lagi panggilan resmi itu dengan kaku. "Kenapa harus bersikap formal begitu, kalau teman, ya, sapa saja seperti biasa, Mbak," sela Rizal sambil mendekat. "Maaf, Pak, kan para tamu tamu di sini semua orang terhormat," Sahut Yulia malu-malu sambil membenahi celemek kecil yang melingkari pinggangnya. "Saya kok malah sok akrab sama ...." Yulia tidak melanjutkan ucapannya. "Ya ampun! bisa-bisanya, ya kepikiran begitu?"sergah Lila kes
Hantaran Diminta Kembali Lila berdiri menghadap kaca besar di kamarnya. Ia menipiskan bibir melihat bentuk tubuhnya yang terpantul di kaca itu. Kemudian melempar pandangan ke arah ranjang dengan lelah. Tampak setumpuk baju tergeletak di atas ranjang. "Belum siap, juga?" Rizal berjalan memasuki memasuki kamar dan melihat istrinya itu masih belum bersiap. "Kenapa? Bajunya sudah jelek semua?" Rizal bertanya dengan nada lembut sambil mengamati gaun-gaun itu. "Bukan bajunya yang jelek, aku yang yang terlihat jelek," keluh Lila sambil menatap lagi bayangan dirinya di cermin. Rizal tersenyum menatap wanita yang tengah hamil besar itu. Wanita yang memakai gaun sutra yang flowy itu sudah terlihat begitu anggun dan cantik di matanya. "Kamu cantik dan seksi sekali!" Rizal berkata sambil mengambil selembar scarf untuk Lila. Namun Lila tidak terpengaruh pujian itu. Ia hanya mengira Rizal hanya sedang menghiburnya saja. Menurut Lila, mana ada wanita hamil dengan perut membuncit dan b
Hantaran Diminta Kembali Dimas tersentak, bibirnya sampai terbuka saking terkejutnya. "Bangun, nggak! cari kerja sana!" Sari menghardik sambil menunjukan jari ke pintu ke pintu."Kau tahu aku juga setiap hari pergi melamar kerja," sahut Dimas seraya bangkit dari ranjangnya Ia melihat Sari sudah mengenakan seragam warna khakinya. Wanita hamil itu sudah siap bekerja. "Aku menyuruhmu kerja, bukan hanya mencari kerja!" Sari berseru marah. "Aku kan sudah berusaha, Sari!" Dimas menyahut sambil meruyak rambut dengan kasar. "Berusaha itu ada hasilnya, tapi ini tidak!" Sari memotong dengan suara melengking. "Ingat, aku hampir melahirkan, Mas dan aku masih terus bekerja, bahkan cari obyekan ke sana kemari demi cicilan mobilmu," seru Sari makin emosional. "Iya, iya, aku akan kerja!" Dimas menyahut gusar."Aku seperti ini juga gara-gara kamu!" Dimas balik berteriak dan segera beranjak menuju ke kamar mandi dan menutupnya dengan keras. Bu Eni yang sedang menjemur baju di samping ruma
Hantaran Diminta Kembali Selvi memasuki mobilnya dengan wajah ceria. Sebuah telepon pagi ini membawa kabar yang membuat mood-nya seketika membaik. Tumben pria angkuh itu menelpon, meminta dirinya datang ke kantornya jam sepuluh pagi ini. Rizal tak perlu memohon, Selvi seketika menyanggupi akan datang saat itu juga."Tentu, dengan seneng hati," sahut Selvi dengan nada manja. Selvi melonjak girang, melempar ponsel di atas ranjang dan gegas menuju kamar mandi, memakai baju terbaik dan sedikit mengekspos keindahan tubuhnya, menyemprotkan parfum beraroma seksi seluruh tubuhnya, bahkan ia sibuk memilih sepatu dan tas termahalnya. Semua harus istimewa demi memenuhi panggilan Rizal. "Kamu yakin mau datang memenuhi panggilan Pak Rizal?" Elsa bertanya ragu. Melirik Selvi yang asyik mengemudi sambil bersenandung. "Tentu saja, kapan lagi aku memuaskan rindu pada Zal, kalau tidak mendatanginya pagi ini," sahut Selvi seraya mengibaskan rambut panjangnya. "Entahlah, aku merasa ia akan
Hantaran Diminta Kembali Rizal perlahan membuka pintu kamar. Ia tersenyum melihat sosok yang berbaring di atas ranjang. Lila sudah pulas dengan posisi seenaknya. Kakinya bahkan menggantung begitu saja. Rizal mendekat dan membenahi posisi kaki Lila yang menggantung. Rizal terkejut saat melihat kaki Lila agak bengkak. Diusapnya pelan kaki itu, membuat Lila terusik. Ia hanya menggerakkan kaki dan kembali pulas. Rizal berdiri dan beranjak keluar dari kamar. Rizal segera menuju ruang tengah, karena masih mendengar suara dari televisi dari ruang itu. Ibu dan bapak masih duduk sambil selonjoran di sofa. Rizal dan Lila memang memutuskan menginap di rumah mertuanya itu. "Kenapa belum tidur, Mas?" Bapak bertanya pada menantunya itu. Rizal dengan santai duduk di dekat kaki ibu mertuanya. Bu Eni tersenyum, kebiasaan Rizal saat kecil dulu masih tak berubah hingga ia menjadi dewasa."Belum ngantuk, Pak," sahut Rizal sambil menoleh pada ibu yang kini membenahi letak jilbabnya. "Buk,
Hantaran Diminta Kembali Lila menyalami para tamunya dengan wajah ceria. Sementara para mereka mengucapkan terima kasih dan mendoakan kebaikan untuk Lila. Para tamu mendapat hidangan yang berlimpah dan mendapat sufenir yang mewah.Lila dan Rizal telah menjamu tamunya dengan baik. Mereka tidak membedakan antara tamu relasi Rizal atau para warga kampung dan keluarga, semua berbaur bersama dalam satu ruangan. Hanya berbeda tempat antara tamu pria dan wanita saja. Satu hal yang tak akan mereka lupakan dalam acara itu adalah upaya Sari yang hampir mencelakai Lila dengan mencoba mencampur pil penggugur kandungan itu pada minuman Lila. Para tamu dan tetangga kini sibuk bergunjing, bagaimana nasib Sari setelah ini, apakah wanita hamil itu akan mendekam di penjara untuk waktu yang lama. "Kalau aku yang jadi Lila, akan aku laporkan si Sari ke kantor polisi," bisik Bu Eneng dengan ketus. "Iya, Bu. Ini kejahatan yang direncakanan, efek obat itu berbahaya sekali, Bu!" sahut Bu Ema, wani
Hantaran Diminta Kembali"Pinternya, playing victim!" Yuda berdecak muak. "Aku tidak bersalah!" Sari berteriak histeris mengundang kerumunan para tamu. Mereka merubung, ingin mengetahui perselisihan dua keluarga yang memang sudah sejak lama mereka ketahui itu. Sudah bukan rahasia lagi jika dua keluarga itu tidak akur. Ada yang pro dan kontra, meski tak sedikit yang ikut membenci keluarga Lila karena hasutan Bi Pur dan rasa dengki mereka."Jangan asal menuduh, Mas, kalau tak ada bukti!" Seorang wanita yang merupakan tetangga mereka ikut mendukung. "Bukti ini kurang jelas?" Sentak Yuda menunjukkan pecahan gelas dan butiran tablet yang hampir larut itu. "Pasti ada orang lain yang meletakkan di sana, dan kebetulan Sari yang mengambilkan minuman untuk Lila!" seru Bi Pur berang. "Maksud baik dibalas fitnah!" imbuh Bi Pur memanaskan suasana. "Sungguh aku tidak bersalah, Bu, aku difitnah!" Sari menangis tersedu-sedu sambil bersimpuh. Para tamu yang kebanyakan ibu-ibu itu merasa jat
Hantaran Diminta Kembali Sari takjub melihat suasana acara empat bulanan itu, Kemeriahannya seperti sebuah pesta pernikahan. "Duh, ini berlebihan! mereka mau pamer kalau sudah jadi keluarga sultan!" Bi Pur bergumam nyinyir.Sari hanya diam, dongkol sekaligus iri melibas hatinya. Acara empat bulanan kehamilan Sari tidak semeriah acara ini, biasa saja. Hanya pengajian ibu-ibu kampung. Mereka memasuki tenda yang penuh hiasan bunga segar itu. Seluruh bagian dan isi tenda yang berhias kelambu satin dengan warna pink dan putih itu tak luput dari perhatian mereka. Lila menjadi seorang ratu dengan pakaian yang indah, duduk di kursi putih dikelilingi bunga dan didampingi, suami, orangtua, mertua, bahkan bahkan ipar dan semua keponakannya yang semua memakai baju bernuansa biru muda. Lila seperti ratu dengan kecantikan paripurna. Rizal terlihat beberapa kali melirik dan tersenyum menatap istrinya. Mereka terlihat sangat bahagia. "Perasaan, si Lila makin cantik, ya?"Salsa, adik bu