Beranda / Romansa / Handsome CEO / two; bring it back

Share

two; bring it back

Penulis: Nrshfms
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-08 19:04:52

"Masuk!"

Pintu tinggi yang barusan diketuk dari luar itu terbuka, menampakan seorang lelaki muda berjas hitam yang tersenyum pada seseorang yang duduk di kursi singgasananya.

Lelaki yang duduk itu membuka kacamatanya, lalu menyandarkan punggungnya di kursi.

"Pak Alvis-"

"Gausah basa-basi, lo! Udah keluar, juga." Lelaki yang duduk di kursi singgasananya itu bersuara, memotong panggilan dari lelaki berjas itu.

Lelaki yang masih berdiri di ambang pintu itu tertawa pelan mendengarnya. Kakinya lalu melangkah masuk lebih dalam dengan sebuah map berwarna coklat yang dibawanya. Ia berjalan santai menghampiri lelaki yang tadi dipanggilnya Pak Alvis.

Hingga akhirnya ia sampai di samping meja Alvis yang berantakan. Di sana terdapat banyak kertas dan juga map-map yang bertebaran. Juga 1 gelas, dan tanda pengenal yang di ukir pada kaca dengan tulisan;

Alvis Lucifer Gideon

Presiden Direktur

"Gimana, Dave? Pengganti lo, kapan datengnya?" Alvis bersuara. Ia mengacak rambutnya pelan, lalu menatap lelaki yang masih berdiri di depannya dengan tatapan datar.

Devan. Lelaki yang akrab di panggil Dave itu, menyimpan map cokelat yang ia bawa di atas meja milik Alvis. Devan tersenyum senang menatap sahabatnya. "Besok pagi dia dateng. Lo tunggu aja. Namanya Nadiar."

Alvis mengangguk mengerti. Ia mengambil map itu, kemudian menyimpannya di sisi kiri meja. "Oke. Kapan lo pergi?"

"Malam ini," jawab Devan, lalu tersenyum miring. "Kenapa? Lo mau nganter gue?"

Alvis menatap Devan datar. "Bercanda? Lo mau gue di lempar ke ban pesawat ama bonyok lo?"

Devan tertawa, namun Alvis hanya tersenyum tipis. Memang, sebenarnya, orangtua Devan benar-benar memblack list Alvis. Karena saat itu, Alvis mati-matian membantu Devan di saat yang Devan lakukan itu di anggap salah. Yaitu, mencari seorang perempuan di saat Devan sendiri akan ditunangkan dengan perempuan lainnya.

Masalah percintaan dalam perjodohan. Klise. Tapi akhirnya, Devan mendapat yang terbaik, yaitu perempuan yang tadinya ditinggalkan Devan.

Dan karena itulah Devan mengundurkan diri. Karena Devan diperintahkan untuk menjadi Presdir di perusahaan ayahnya setelah menikah. Devan setuju-setuju saja dan harus mengurus beberapa urusan dulu dengan ayahnya yang kini sedang berada di Turki, lalu kembali ke Indonesia.

"Bro," kata Devan sambil mengadukan kepalan tangannya dengan bahu Alvis. "Saat gue kembali, gue harap, lo juga kembali."

Alvis menaikan sebelah alisnya dengan bingung. "Maksud lo? Lo ngigo ya?"

Devan tersenyum simpul sambil menggelengkan kepalanya. "Jadi Alvis yang dulu. Yang kerjaannya ngurusin kerjaan doang, bukan ngurusin pernikahan orang."

Alvis tersenyum sinis. "Maksud lo? Lo nyuruh gue berhenti?"

Devan mengangguk pelan. "Dia udah sama yang lain. Lo juga harus cari kebahagiaan lo sendiri."

Alvis tertawa merendahkan. "Jangan nasihatin gue, Dave."

"Gue nggak kasih lo nasihat. Gue cuma ngasih jalan keluar biar lo gak tersiksa lagi."

"Pergi."

"Berhenti bikin hidup mereka susah. Apalagi, Irene lagi ngandung-"

"Pergi, Dave!"

"Kalo lo beneran cinta sama Irene, biarin dia bahagia."

"Devan, pergi."

Devan bungkam. Jika Alvis sudah memanggil namanya tanpa nama panggilan, berarti Alvis benar-benar marah. Dan Devan tahu jika disanalah ia seharusnya berhenti. "Gue pergi," ucapnya, lalu berlalu meninggalkan Alvis yang menghela napas panjang.

Alvis memejamkan matanya, lalu memijit pelan pelipisnya. Devan sukses membuat kepala Alvis pening.

Alvis menghela napas panjang kembali. Tangannya kemudian terulur untuk membuka laci dimejanya. Alvis mengambil lembaran foto yang berada disana. Ia menatap lekat pada foto itu, lalu kembali menghela napas panjang. "Selangkah lagi, Rene." bisiknya lirih.

** *

Suara ketukan sendal di tangga terdengar nyaring saat Nadiar melangkah dengan kaki yang di hentak. Matanya melirik sekeliling ruangan, mencari sesosok manusia yang sedari tadi menjadi alasan mengapa dirinya sangat kesal. Menemukannya, Nadiar melangkah cepat dan langsung melompat ke atas sofa. "ABANG NYEBELIN!!" teriaknya tepat di depan wajah lelaki yang sedang ia tindih.

Tangan Nadiar tak tinggal diam. Ia menjambak rambut abangnya dengan membabi buta. "Sebel! Sebel! Sebel! Abang ngapain, sih, bilang-bilang kalo Nadi masih manja?! Nadi selalu dewasa kalo di depan pacar-pacar Nadi, tau!!"

"Aw! Aw! Aw! Sakit, Diar!"

Mendengar nama Diar di sebut, Nadiar langsung menghentikan amukannya, namun tetap duduk di perut abangnya. "Nah, gitu dong! Kan Diar lebih macho daripada Nadi."

"Yee, lo sendiri yang manggil diri lo Nadi."

"Iiihhh abang kok nyalahin Diar?"

"Eh monyet, turun! Berat, ini!!"

"Gamau! Empuk! Anget! Kenyal! Diar suka!"

"Apasih yang lo gak suka?"

"Kecoa!"

"Minggir, monyet!"

"Diar bukan monyet! Diar itu bidadari!"

"Minggir!!"

"Abang, Diar mau ngasih info kalo Diar sekarang punya kerjaan."

"Gue udah tau!! Tadi kan gue bajak hape lo! Lo ngasih tau semua umat di sosmed. Dari grup line sampe caption postingan IG lo. Sekarang, minggir!"

"Kan Diar ingin cerita!!"

"Minggir!! Ini aduh gue gak bisa napas!!"

Nadiar buru-buru turun dari perut abangnya, lalu menatap abangnya dengan khawatir. "Aduuhh, abang maaf. Diar kira Diar gak berat. Abang jangan mati ya. Ntar gaada yang bisa Diar siksa lagi."

Abang Nadiar buru-buru duduk. Lelaki itu, Jevord Aldendi Irawan menatap pada Nadiar dengan tatapan sebalnya, lalu menendang paha Nadiar dengan pelan.

"Abang gak boleh kasar!!" Diperlakukan seperti itu, Nadiar menjitak kepala abangnya keras-keras.

"Aduh!" seru Alden, lalu melotot pada adiknya. "Elo yang kasar bego! Jitak pala abang kok gak pake bismillah?"

"Bismillahi rahman ni rohim," Nadiar mengucap, lalu menjitak kepala Alden kencang. "Alhamdullilah."

Alden makin melotot. Tangannya mengusap bekas jitakan Nadiar dengan raut tidak percayanya. "Gila ya, lo!"

"Emang!" balas Nadiar sambil memeletkan lidahnya, lalu duduk di samping sang kakak. "Abang!! Ayo beli es krim."

"Ogah. Lo aja sendiri."

"Abang, ih!" Nadiar melotot sambil mencubit lengan abangnya dengan kencang.

"Anjir, sakit bego!"

"Mau beli es krim!!"

"Beli sendiri, Nad."

"Diar tar pake mobil abang, ya? Ntar pulangnya Diar tabrakin ke pohon depan rumah sampe ringsek."

Alden menoleh, dan melotot galak pada adiknya. "Sadis banget otak lo, Nad."

"Enggak," ucap Nadiar sambil menggeleng polos. "Itu bukan kata otak Diar. Itu kata hati Diar. Dan kata hati itu harus dituruti karena hati selalu benar."

Alden memutar kedua bola matanya sambil berdecak sebal. "Lo bulan ini punya pacar berapa?"

Nadiar diam sebentar. Alisnya berkerut, sedangkan matanya memincing dengan raut menerawang. "Eum ..., sekarang 4. Soalnya, kemarin satu orang minta putus. Dan dia gak gentle sama sekali karna mutusin lewat chat."

Alden tersenyum kecut, lalu menggeleng. "Lo ini! Punya pacar 4, tapi gak dimanfaatkan. Minta apa kek ama mereka, bukan malah minta anter gue."

Nadiar mengerutkan alisnya dengan murka, lalu memukul lengan kakaknya dengan kencang. "Abang, ih! Nadiar kan bukan cewek matre."

"Ya lagian, lo pacaran itu malah mereka yang manfaatin lo. 4 orang sekaligus, lagi. Coba catat berapa mantan lo? Siapa tau, lo lupa ngundang mereka buat dateng ke acara nikahan lo."

Nadiar memamerkan cengirannya. "Hal itu sudah kulakukan sekian tahun yang lalu, abangku tersayang."

Alden melotot, sedangkan mulutnya terbuka setengah. Kepala Alden menggeleng tidak percaya. "Astaga dragon, gue punya adek kok playgirl amat."

"Udah ih! Gak penting, abang! Ayo anter beli es krim!"

Alden menghela napas panjang. "Gue kasih tau lo satu hal ya, Nad. Lo jangan ampe punya pacar di tempat kerja lo. Kalo sampe pacar lo tau lo playgirl, lo bisa tamat. Dunia kerja sama dunia perkuliahan beda, Nad."

Nadiar mengangguk cepat. "Mereka ber-4 terakhir, kok. Setelahnya, Nadiar bakalan serius karna sekarang gue udah umur 21 tahun!"

"Good."

Nadiar nyengir lebar. Ia lalu berdiri dengan cepat. Tangannya menarik sang kakak dengan sekuat tenaga. "Ayo Jepri! Anterin gue," paksanya dengan memplesetkan nama depan sang kakak yang aslinya Jevord menjadi Jepri.

"JANGAN PANGGIL GUE JEPRI!!"

___

Bab terkait

  • Handsome CEO   three; closer

    Nadiar menatap tampilan dirinya di cermin dengan mata berbinar senang. Ditubuhnya, melekat sebuah kemeja berwarna putih yang dilapisi blazzer hitam dan rok hitamnya yang berjarak sedikit di atas lutut. Sambil tersenyum, Nadiar merapikan rambutnya dan menyimpan gumpalan rambutnya melewati bahu. Senyum Nadiar melebar melihat tampilan dewasanya. "Aduhh, cantiknya ciptaanmu, Ya Allah ..." ucapnya sambil mendesah, kagum pada dirinya sendiri.Setelah bercermin beberapa menit, Nadiar lalu menggunakan sedikit bedak dipipinya. Setelah itu, memoleskan lipstik berwarna merah tebal dibibirnya. Melihat tampilan tante-tantenya, Nadiar cekikikan sendiri. "Aaa! Nadiar udah gede!"Tak tahan berlama-lama mengagumi diri sendiri, Nadiar mengambil tas di kasurnya, lalu memilih satu heels berwarna hitam di rak sepatunya. Ia kemudian keluar dari kamar dengan senyum yang memenuhi pipinya. Sampai di lantai 1 rumahnya, ia memasuki ruang makan dima

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-08
  • Handsome CEO   four; all i ask

    Nadiar menghela napas untuk menenangkan dirinya. Ia lalu melepaskan pelukannya dari laki-laki yang kini bersamanya di dalam lift. Tangan Nadiar menarik jas lelaki itu, sedangkan ia melangkah mundur dan kembali menyandarkan tubuhnya di dinding lift. "Hey, sini dong! Gue takut, tau!!" suruhnya saat sadar tubuh lelaki itu masih terpaku di tempat."Lepas."Nadiar cemberut mendengar suara dingin itu. Ia lalu menghempaskan pegangannya di jas lelaki itu dengan sebal. Mata Nadiar kemudian menatap sekelilingnya yang gelap, membuatnya berdecak sebal. "Ini lift kenapa, sih? Perusahaannya elit, tapi liftnya gak elit."Sesaat setelah mengatakan hal tersebut, cahaya muncul saat lelaki yang bersama Nadiar menyalakan ponsel dan terlihat mengutak atik layarnya. Nadiar lalu mengambil ponsel di tasnya, kemudian menyalakan flash agar mendapat cahaya lebih banyak."Halo?"Tatapan Nadiar beralih pada lelaki

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-08
  • Handsome CEO   five; believe

    Nadiar menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Kepalanya tertunduk dalam saat Alvis membawanya masuk dan berhenti tepat di sebuah meja di luar ruangan lain dalam pintu tersebut."Di sini meja kamu," ucap Alvis dingin. "Kamu boleh masuk ke ruangan saya kalau saya yang suruh. Selebihnya, kalau ada apa-apa, telfon saja. Mengerti?"Sambil menelan ludahnya, Nadiar mengangguk cepat. "Me-mengerti, Bos."Alvis mengangguk. "Bagus," katanya. "Kalau begitu, saya masuk dulu. Nanti saya beri kamu tugas."Nadiar mengangguk cepat, bersamaan dengan Alvis yang langsung berlalu dihadapannya. Akhirnya, Nadiar bisa bernapas. Ia lalu menghela napas lega, mencoba menetralkan detak jantungnya yang meloncat gila-gilaan.Benar, kan? Hari ini akan sial. Soalnya, tadi Nadiar sudah terpeleset dengan tidak elitnya.Nadiar jadi ingin menangis. Matanya sudah berkaca-kaca dan bibir bawahnya sudah maju ke depan. "I

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-08
  • Handsome CEO   six; cold water

    Alvis menutup pintu ruangannya, lalu menatap Nadiar yang sedang sibuk dengan komputer didepannya. Melihatnya, membuat Alvis mendengus pelan. "Saya ada pertemuan siang ini."Nadiar mendongak, lalu mengangguk. "Ya, bos. Di kafe dekat kantor ini.""Iya."Lalu hening. Keduanya saling menatap. Dan Alvis menunggu. Menunggu reaksi Nadiar selanjutnya. Namun, Nadiar tetap duduk dan menatap Alvis datar, lalu mengedip. Terus melakukan hal tersebut, dan Alvis terus menatap Nadiar."Bos?""Hm?""Bos ngapain masih di sini?" tanya Nadiar dengan alis yang bertautan."Kamu sendiri, ngapain masih duduk?""Saya kan kerja, bos.""Kamu gak akan menemani saya?""Hah?" Alis Nadiar bertaut dalam. Tangannya terangkat lalu menggaruk tengkuknya pelan. "Harus, ya, bos?"Alvis mendelik sebal. "Ya kamu pikir saja. Gunanya kamu ap

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-08
  • Handsome CEO   seven; fix you

    Alvis baru saja keluar dari gedung perusahannya saat melihat Nadiar yang berdiri di halaman perusahaan sambil memeluk dirinya sendiri. Alvis mengerutkan alis. Ia memperhatikan dengan seksama saat ada mobil sedan berwarna merah yang terparkir tepat di depan Nadiar. Pengemudi sedan itu lalu keluar, dan menatap Nadiar dengan wajah berbinar senang.Nadiar buru-buru lari ke arah lelaki itu, lalu mereka berpelukan di sana. Si lelaki kemudian mengecup puncak kepala Nadiar, lalu mengelus pelan rambut perempuan itu.Walaupun dari jauh, Alvis masih dapat mendengar laki-laki itu bersuara. "Gimana kerjanya, sayang? Lancar?"Nadiar mengangguk cepat. "Lancar, tapi capek.""Capek banget?" tanya lelaki itu lagi.Nadiar kembali mengangguk, lalu menenggelamkan wajahnya di dada lelaki itu. "Kangen kamu."Lelaki yang di peluk Nadiar itu tertawa, lalu kembali mengecup puncak kepala Nadiar. "Kalo git

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-08
  • Handsome CEO   eight; trouble is a friend

    "Psst! Cewek! Godain abang, dong~""Abang! Apaansih! Minggir, ah!""Godain abang, dong, cantik!""Abang!! Jangan ganggu!!""Psst, neng, godain abang, dong!!"Nadiar mengeraskan rahangnya. Tangannya kemudian mengambil bantal sofa, lalu melemparnya pada Alden yang sedang berdiri menghalangi tv. Dan sialnya, Alden berhasil menangkap bantal tersebut dan menatap Nadiar dengan seringai mengejek. Sekali lagi, Nadiar mengambil bantal dan melempar kembali ke kepala Alden. Kali ini, bantal tersebut malah melayang melewati kepala Alden. Dan sekali lagi, Alden memberi seringai mengejek dengan tatapan segitu-doang-kemampuan-lo?Nadiar menggeram kesal, lalu mengambil seluruh bantal di sofa untuk melempar pada Alden dengan membabi buta. Alden kabur, sedangkan Nadiar terus mengejar sambil melempar dan berteriak, "Harus kena, abang!! Ngalah dikit ama adek!!"Alden hanya

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-08
  • Handsome CEO   nine; heart attack

    No edit.Ternyata, Alvis tidak mati.Sesaat setelah Nadiar menangis kencang, Alden datang dengan mobilnya dan menghampiri Nadiar yang masih sesegukan. Sadar ada orang lain di sana, Nadiar mengangkat kepalanya, dan tangisnya semakin kencang. "Abang!! Bos Diar meninggal, Bang!"Alden lalu berjongkok dan mengulurkan jarinya ke bawah hidung Alvis. "Dia masih hidup!" ucap Alden sambil berdecak dan menjitak kepala Nadiar kencang. "Lo kenapa lama banget, sih?! Gue di marahi nyokap, tau!"Nadiar sesegukan dan menyedot ingusnya kuat-kuat. "Abang mau marahin Diar? Sedangkan di sini ada orang yang lagi sekarat gara-gara Diar."Alden berdecak, lalu menarik tangan Alvis, kemudian menopang tubuh Alvis dengan punggungnya. Kepala Alden mengedik pada mobil yang ternyata sudah terparkir di sisi jalan. "Masuk!"Nadiar mengangguk, lalu buru-buru masuk ke dalam mobil.

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-08
  • Handsome CEO   ten; crazy

    "AYAH!!" Nadiar berteriak kencang mendengar pertanyaan Ayahnya yang sangat membuat Nadiar ingin menenggelamkan diri sekarang juga. Apa-apaan itu?! Kenapa Ayahnya bertanya seperti itu kepada bos Nadiar? Dan pertanyaannya tidak melihat situasi dan kondisi.Itu anak orang sedang babak belur, dan baru saja bangun dari pingsan. Bisa-bisanya bertanya hubungan Nadiar dan Alvis yang jelas sekali tidak penting di pagi ini.Pak Sultan menoleh sambil nyengir lebar pada Nadiar. "Bercanda, sayang," katanya, lalu kembali menatap pada Alvis. "Maafkan saya, dan terima kasih karena telah menolong anak saya kemarin."Alvis hanya tersenyum tipis. Amat tipis, lalu di susul anggukan kepalanya."Sombong amat," komentar Alden dengan suaranya yang pelan. Dan Nadiar yang berada di belakang Alden mendengar dengan jelas kalimat tersebut.Nadiar mendengus. "Iyalah! Makanya, gue blacklist dia."

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-08

Bab terbaru

  • Handsome CEO   thirty four; bad things

    Langit sudah gelap saat mobil yang Nadiar tumpangi kini berhenti di depan rumah milik Nadiar. Sisa tawa akibat celotehan Nadiar yang direspon menyebalkan oleh Alvis pun, perlahan terhenti. Nadiar tersenyum lebar pada Alvis. "Bye honey, sampai ketemu di kantor!"Baru saja tangan Nadiar menyentuh gagang pintu mobil, suara Alvis yang berseru, "Tunggu!" membuat Nadiar membatalkan niatnya dan menoleh pada Alvis."Kenapa?" tanya Nadiar dengan alis yang terangkat sebelah.Alvis melepaskan sabuk pengamannya, lalu tersenyum miring pada Nadiar. Dan sial, ketampanan Alvis berlipat-lipat! "Aku yang bukain pintunya," ucapnya sambil mengedipkan sebelah mata.BUNUH GUE!! Nadiar tidak bisa merespon kelakuan Alvis sedikitpun. Ia hanya diam saat Alvis keluar dan mengelilingi mobil. Sifat Alvis yang amat sangat jarang Nadiar lihat kini seketika membuat darah Nadiar berdesir. Dan harus Nadiar akui. Untu

  • Handsome CEO   thirty three; always be my baby

    Mulut Nadiar menganga lebar, sedangkan matanya mengedip cepat. Apa tadi? Apakah Alvis baru saja ..., menembak Nadiar? Be my baby, katanya? Nadiar melotot pada Alvis. "Bos ..., tadi, Bos nembak saya?"Alvis tersenyum, lalu menjauhkan wajahnya dari wajah Nadiar. Ia mengangguk mantap. "Ya, saya ingin kamu jadi pacar saya. Kenapa? Kamu menolak?"Nadiar tertawa hambar. "Saya bego kalo saya nolak Bos. Tapi ...," jeda, Nadiar mengubah raut wajahnya menjadi ekspresi tidak mengerti. "Kayaknya, Bos yang bego deh, mau-maunya sama saya. Kenapa? Terpukau sama teori penjahat berhak bahagia, ya? Wah, kalo emang itu penyebabnya, saya udah ngomong kayak gitu di depan Justin Bibier.""Kamu meledek saya?"Nadiar menggeleng cepat sambil menggoyakan tangannya di depan tubuh. "Bukan! Bukan gitu, Bos! Tapi, aneh aja. Kok, Bos bisa-bisanya nembak saya? Kalo saya yang suka Bos rasanya gak aneh. Tapi, saya gak nyangka

  • Handsome CEO   thirty two; versace on the floor

    "Bos, kita sebenernya, mau kemana, sih?"Pertanyaan itu membuat Alvis melirik sejenak ke arah Nadiar yang tengah duduk di kursi samping pengemudi. Matanya berkedip heran, dan bibirnya mengerut akibat penasaran. Ya, setelah mereka menghabiskan makanan dan saling bertukar sapaan selamat tinggal pada Devan-Dizi, Alvis dan Nadiar langsung pergi ke tempat yang ingin dikunjungi oleh Alvis. Dan disinilah mereka. Dalam perjalanan menggunakan mobil untuk sampai ke pantai."Bos, kok perasaan, gak nyampe-nyampe, ya?" Nadiar kembali bertanya, namun, belum juga Alvis menjawab, Nadiar kembali membuka suara. "Bos, saya pengen dengerin lagu lewat radio mobil ini, boleh? Biar gak terlalu sepi, hehe.""Hm," balas Alvis sambil mengangguk pelan. Alvis melihat Nadiar yang mengaduk tasnya, lalu mengeluarkan ponsel dan kabel data.Nadiar langsung menghubungkan radio mobil dan ponselnya dengan menggunakan kabel data. "Mobil Bos bagus

  • Handsome CEO   thirty one; stitches

    "Mana coba mulutnya? Sini ..., am nyam, nyam, nyam. Enak?"Lelaki itu menelan makanannya, lalu nyengir lebar. "Enak!"Mereka tertawa lalu kembali melanjutkan makan.Alvis dan Nadiar kompak menggeleng melihat kelakuan mereka. Sesuai keputusan, Alvis dan Nadiar meluangkan waktu mereka untuk makan sebentar. Namun ternyata, walaupun mereka mengajak Alvis dan Nadiar makan bersama, dunia seolah milik mereka berdua. Sedari tadi, mereka saling suap, lalu saling menghapus remah di bibir pasangannya tanpa mempedulikan orang lain yang menjadi obat nyamuk keduanya.Nadiar menghela napas panjang. "Plis, deh, Dizi, gue yang banyak mantan aja gak pernah, tuh, yang namanya suap-suapan di depan lo."Dizi seolah tersentak. Matanya melotot, sedangkan mulutnya terbuka lebar. "Ya ampyun, gue lupa ada lo di sini! Omaygat! Maaf, ya, sayang."Nadiar ha

  • Handsome CEO   thirty; that's what i like

    Baga$kara : sayangBaga$kara : kita putus aja yaBaga$kara : aku gak tahan pacaran sama kamu 😿🙏😘😘Nadiar GP : serah lu, nyetNadiar GP : waktu putus aja lu manggil aku-kamuNadiar GP : waktu masih pacaran, lu sering banget nistain gueBaga$kara : dihBaga$kara : lu emang nista, kaliBaga$kara : jadi, kita putus nih, yang?😘😘😘Nadiar GP : itu tolong panggilan dan emotnya di kondisikanNadiar GP : yaiyalah, kita putusNadiar GP : mana tahan gue pacaran ama loNadiar GP : ini adalah awal menuju kebahagiaanNadiar GP : BUAHAHAHAHHABaga$kara : kamu emang mantan teranjingBaga$kara : mantan ternista

  • Handsome CEO   twenty nine; sorry

    Basah, dan berat. Nadiar merasa tidak mampu membuka matanya. Ia merasa dirinya sudah bangun dari tidur, namun matanya sulit untuk di buka. Perlahan, Nadiar membuka kelopak matanya sedikit, lalu kembali menutup matanya saat cahaya menyerobot masuk memenuhi penglihatannya. Sekali lagi, Nadiar berusaha membuka matanya saat ada panggilan dari sana sini. Nadiar penasaran, suara siapa dan berapa banyak orang yang memanggilnya. Mengapa terdengar banyak? Ada berapa kira-kira?Mata Nadiar akhirnya sepenuhnya terbuka. Awalnya, penglihatan Nadiar buram, namun setelah berkedip beberapa kali dan melihat siluet yang menutupi cahaya, pandangan Nadiar menjadi jelas dan ia dapat melihat wajah khawatir Bundanya yang berlinang air mata."Nadiar! Syukurlah ..." ucap sang Bunda, lalu memeluk Nadiar dengan erat, hingga Nadiar merasa tubuh bagian atasnya sedikit terangkat. Bunda lalu melepaskan pelukannya, kemudian mengelus pipi Nadiar penuh haru. "Kamu tidak apa-

  • Handsome CEO   twenty eight; kid in love

    Kasih aku satu alasan, kenapa kalian pengen banget Alvis sama Nadiar bersatu?Alvis duduk lesu di tempatnya sambil membiarkan Devan berjalan mondar mandir dengan bahu yang bergetar hebat akibat tertawa, menertawakan Alvis. Ya, menertawakan kebodohan Alvis, dan entahlah. Kenapa juga Devan harus tertawa selama itu hanya untuk menertawakan kebodohan Alvis? Ayolah, ini sudah 5 menit terjadi."Oke," Devan berhenti mondar mandir dan mulai bersuara dengan nada orang menahan tawa. Devan lalu mengembuskan napas panjang, dan mencoba untuk tidak membiarkan bibirnya melengkung ke atas. "Coba lo ulangi? Apa tadi? Lo? Lepasin si Andra demi Nadiar?""Lo salah paham-""Lo sendiri yang bilang kalo 2 hari ini Nadiar gak seceria dulu, dan bikin lo terpaksa lepas si Andra," Devan memotong cepat, membuat Alvis bungkam dengan rahang yang mengeras. Devan kembali tertawa. "Ayolah, dude. Lo akui aja kalo lo d

  • Handsome CEO   twenty seven; can't stop the feeling

    Ada yang aneh dengan Nadiar 2 hari ini. Ya, 2 hari ini. Nadiar terlihat jadi lebih diam, dan sering melamun menatap ponsel atau layar komputer. Setelah itu, Nadiar hanya diam lesu di tempatnya dengan bahu yang merosot. Nadiar juga jadi tidak fokus dalam pekerjaannya. Alvis yang merasa agak aneh pun langsung memanggil detektif swasta yang waktu itu ia sewa. Namun, laporan mengatakan bahwa tidak ada yang salah dengan kegiatan Nadiar dan semuanya sama saja. Sehabis bekerja, gadis itu langsung pulang dan tidak keluar lagi ataupun kemana-mana lagi. Lalu, kenapa? Apa yang membuat Nadiar tidak seceria biasanya? Apa yang membuat Nadiar tidak menampilkan senyumnya lagi?Alvis mendengus karenanya. Ia lalu mengangkat gagang telfonnya, kemudian menekan satu nomor di sana. Lama, namun tidak ada jawaban di sebrang sana. Mata Alvis memincing, menatap Nadiar yang ternyata sedang duduk diam menatap kosong ke depan. Alvis menghela napas panjang melihatnya. Ia kemudian berdir

  • Handsome CEO   twenty six; love yourself

    Alden memarikirkan mobilnya di depan rumah kediaman keluarga Inandra, saat ternyata tidak ada satpam yang sigap dan biasanya langsung membuka pagar untuk kendaraan masuk. Mereka lalu keluar dari mobil dengan tangan Alden yang menggenggam erat tangan Nadiar. Alden berjalan perlahan ke arah pagar, dan ternyata pagar tersebut tidak tertutup. Alden menggeram karena keteledoran satpam rumah tersebut.Alden berjalan masuk dengan tangannya yang semakin erat mengenggam tangan Nadiar. Dapat Alden rasakan tangan Nadiar panas dingin dan embusan napas Nadiar yang juga terasa bergerak cepat akibat takut. Alden menelan ludah, lalu menghampiri pos satpam. Dan Alden terlonjak saat kepala satpam tersebut tepat berada di satu jengkal ujung sepatunya."ABANG!" Nadiar memekik, lalu langsung menutup mulutnya saat Alden menatap Nadiar dengan mata tajamnya.Mereka kembali meneruskan langkah saat melihat perut satpam itu bergerak dan menunjukan bahw

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status