Hancur Karena Notifikasi M-banking
Part 27**
"Nurma, bagaimana usahamu? Kudengar baru buka cabang kedua, ya?" tanya Bude Tutik memecah keheningan.
"Em ... Iya Alhamdulillah, Bude. Ternyata Tuhan itu tidak tidur Bude, dibalik sakit ini ternyata terselip sebuah kejutan dari Tuhan," jawabku setengah menyindir.
Para keluarga Mas Bayu menundukkan kepala setelah aku memberikan pukulan telak pada mereka. Aku memang wanita polos dan pendiam. Tapi sekali aku disakiti maka pembalasanku akan jauh lebih kejam dari apa yang telah mereka lakukan.
"Yasudah, minum dulu sembari menunggu Bang Hamid datang," sahut Bude Tutik mengalihkan pembicaraan.
Aku pun lantas menyeruput teh yang telah disediakan sembari mengecek beberapa pesan yang telah masuk ke dalam ponsel.
Ternyata ada sebuah pesan balasan dari Deva yang belum sempat kubuka.
[Baik, aku juga masih ada satu file yang belum kusampaikan padamu perihal kasus kita yang kemarin. Karena ak
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 28**Kukemasi beberapa bajuku yang tersimpan di dalam almari. Hidup ini serasa tak adil, lebih baik aku pergi meninggalkan mereka daripada aku merasakan sakit yang seperti ini.Tidak ada yang perlu aku pertahankan di sini. Mereka semua jahat, tak punya hati. Sia-sia saja selama ini aku memutuskan untuk tetap tinggal dan bersama Mas Bayu, karena nyatanya ia jauh lebih menyakitiku."Kamu mau kemana?" tanya Mas Bayu dari ambang pintu.Aku diam tak menjawab pertanyaannya, suhu tubuhku seakan naik tiba-tiba. Dia sudah keterlaluan dengan menyeretku masuk ke dalam lubang hitam ini."Jangan jadi istri durhaka. Jawab!" bentaknya ketika aku masih sibuk menata beberapa bajuku di dalam koper.Tanganku diam membeku, kemudian beralih menatapnya yang telah lebih dulu menatapku dengan tatapan dingin."Jika memang seorang istri dapat durhaka pada suami, lalu apa jika suami yang dengan sengaja mendzo
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 29**Pukul sepuluh siang, dan aku sudah berdiri di samping mobil fortuner yang baru kubeli beberapa saat yang lalu sembari menunggu Deva datang. Kami janjian pukul sepuluh siang di depan Toko Antara, aku juga menyuruhnya untuk tidak membawa mobil agar kami bisa pergi ke rumah Mira dengan satu kendaraan.Kutengok beberapa kali jam yang melingkar di lenganku, Deva terasa sangat lama sekali. Tak biasanya dia akan mundur dari waktu yang telah kami janjikan.Hari ini pun cuaca sangat lah terik, hingga akhirnya aku memutuskan untuk membeli dua air mineral di Toko Antara terlebih dahulu sembari menunggu Deva."Astaghfirullah," pekikku ketika masuk ke dalam mobil dan sudah mendapati Deva duduk di kursi depan samping kemudi.Deva menyeringai, lalu membuka masker yang menutupi wajahnya."Nyonya, lain kali kalau meninggalkan mobil tolong kunci mobilnya di bawa serta, ya. Sekalian di kunci pakai alarm
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 30**Sudah hampir seminggu ini aku dan Deva berusaha mencari keberadaan Mira, tentunya dengan bayaran yang setimpal, karena Deva juga butuh uang atas kerja kerasnya selama ini. Aku memilih mengajak serta Deva meskipun harus mengeluarkan uang daripada berjalan sendiri dan tak tau kemana arah tujuannya.Sejak kepergianku dari rumah, aku hanya sekali menghubungi Arfan, sekedar menanyakan istrinya dan suamiku. Apa mereka sudah bersatu atau belum."Mas Bayu masih tinggal di sana, Mbak. Kalau Linda juga masih di sini, dia belum wajib keluar sampai kami resmi bercerai," tuturnya kala itu lewat sambungan telepon."Kamu serius mau pisah sama dia?""Serius lah, bila perlu aku juga tak akan menganggap Mas Bayu sebagai kakakku lagi. Terlalu kejam, Mbak," ucap Arfan lagi dengan desahan nafas yang dapat kudengar."Sabar, kita harus kuat dan bangkit dengan kedua kaki kita sendiri. Jangan sampai mereka ta
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 31(POV Bayu)"Tapi aku juga butuh keturunan, Mas. Kamu itu mandul, sampai kapanpun nggak bakal bisa kasih aku anak." Itulah ucapan Linda yang masih terngiang di kepalaku hingga kini.Ya, aku mandul. Sampai kapanpun tak akan bisa memiliki anak. Tapi aku pun juga tak rela ketika harus melihat Linda pergi dariku. Ia bagai candu bagiku.Cintaku pada Linda mengalahkan segalanya, termasuk rasaku pada Mira, kakaknya. Jahat? Memang, tapi bukankah cinta itu tidak bisa di salahkan?"Lagipula kamu juga akan menikah dengan wanita pilihan orang tuamu," lanjutnya lagi, ketika aku menuntut kesetiaannya."Aku terpaksa, semua kulakukan bukan atas dasar cinta. Kamu tahu sendiri, kan? Keluargaku bangkrut. Dan hanya lewat wanita itu lah keuangan keluargaku akan kembali seperti dulu lagi. Tapi aku mohon dengan sangat, jangan tinggalkan aku," pintaku padanya. Karena sungguh, aku tak rela jika harus berpisah darinya.
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 32**"Nih, pesananmu," ucap Deva sembari menyodorkan semangkuk bubur ayam kesukaanku.Pagi ini kita akan berencana mengunjungi Mira setelah seminggu ini ia tinggal lagi di rumah sakit jiwa. Aku pun juga telah mengajukan berkas-berkas perceraianku dengan Mas Bayu setelah pertimbangan yang matang.Jika dulu aku bersamanya tanpa cinta, maka kini aku juga akan melepasnya tanpa cinta. Cinta bisa datang dengan seiring berjalannya waktu, tapi aku pun yakin bahwa cinta ini akan pudar dengan seiring berjalannya waktu pula. Karena untuk bertahan pun hanya akan menghancurkan diriku sendiri."Terimakasih," sahutku dengan menerima pemberiannya.Sudah seminggu ini pula Deva selalu menemaniku tanpa bayaran. Ia berkata bahwa kini ia hanya akan menjadi temanku, bukan orang suruhanku. Tak enak memang, tapi aku pun juga butuh teman yang bisa menemaniku saat aku butuh."Jangan lupa di aduk dulu, baru dimakan,
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 33**Kupandangi langit jingga di ufuk barat sana saat Deva sedang membeli minum untuk kami berdua. Angin berhembus pelan, menerpa tubuhku yang kian kurus dan kesepian ini. Deva berjalan kearahku dengan membawa dua botol air mineral, dia adalah sosok lelaki yang kuat dan tanggungjawab. Sayang, sampai detik ini dia masih betah menyendiri."Nih, minum lah," ucap Deva seraya menyodorkan minuman dingin itu padaku.Aku tersenyum dan meraih botol yang ia sodorkan. Kembali aku menatap pertunjukan indah di langit senja. Sepasang burung berterbangan menambah indahnya warna jingga di ufuk sana."Sini aku bukain, kamu lama banget," ucap Deva saat aku tak kunjung membuka botol minumanku."Aku bisa sendiri, Deva." Aku menatapnya sekilas dengan bibir mengerucut."Kamu kenapa? Kambuh lagi diemnya. Mau ikutan kaya Mira?" ledek Deva tak lucu."Apaan, sih. Kamu moga-mogain aku depresi? Gila? Git
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 34**"Ada apa? Cepat katakan, aku sibuk," lanjutku dengan nada malas, berhubungan dengannya bak menyiram air garam ke atas luka yang baru saja hampir kering ini."Em ... Anu, aku ... Mau m-minta m-maaf. Juga ... Aku ingin kamu mencabut perceraian kita,"Kedua mataku membelalak mendengar penuturannya, jika dia minta maaf aku sudah pasti memaafkannya, tapi untuk mencabut berkas perceraian itu adalah hal yang mustahil."Sudah aku maafkan," jawabku ketus."Apa? Kamu serius? Berarti kita rujuk?" tanyanya lagi dengan suara menggebu.Dahiku mengernyit, maunya apa, sih?"Rujuk? Memangnya aku mengatakan hal itu?""Terus? Katanya kamu udah maafin aku?"Huufftt haaahhBicara sama Mas Bayu memang harus menggunakan otot, harus detail."Memaafkan bukan berarti rujuk, kan? Lagian aku kasian sama kekasih gelapmu itu. Udah nemenin sejauh ini terus mau kamu tin
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 35**"Kita lihat saja, begitu kita bisa membuktikan kebenaran ucapan Mira. Linda dan Bayu pasti akan langsung masuk penjara," lanjut Deva yakin, membuat hatiku girang.Tak sabar rasanya bisa menjerat mereka berdua di dalam penjara. Karena aku tak bisa berbuat banyak tanpa bukti-bukti yang kuat."Baiklah, besok biarkan aku ke tempat Mira. Semoga saja kesehatannya lebih baik lagi, dan aku bisa mengorek informasi lebih dalam darinya," ucapku kemudian."Aku temani?"Kualihkan pandangan darinya, takut jika nantinya pandanganku akan menjadi momok menakutkan bagiku."Em ... Tidak usah. Aku bisa sendiri. Mungkin aku akan kesana pulang kerja. Lebih baik kamu cari informasi dimana Linda dan Rio berada," jawabku.Deva terlihat kecewa, tapi aku sungguh tak ingin ada orang yang salah faham dengan kedekatan kami. Biarlah aku menjaga jarak dengannya jika memang itu yang terbaik."Yasudah, a
Janda Terhormat (39)Extra Part.."Pakeettt ...."Kutajamkan indera pendengaranku. Sepertinya ada seorang kurir yang mengantarkan paket di depan sana.Aku lantas berdiri dan membukakan pintu depan. Rupanya Pak Amin, satpam di rumahku hendak membawakan paket itu ke dalam rumah."Maaf, Bu. Ada paket," katanya.Aku tersenyum, lalu mengambil bungkusan itu dari tangannya. "Terimakasih, Pak," kataku lalu kembali masuk ke dalam rumah dan hendak membuka paket itu.Aku sedikit heran, karena setahuku aku sama sekali tidak mempunyai paket atau barang yang kubeli melalui online. Shima masih sekolah hari ini, jadi aku hanya di rumah sendirian.Kubuka perlahan paket yang tak kutahu dari siapa itu. Ukurannya besar, tapi tak terlalu berat. Sebetulnya aku sedikit khawatir, takut jika ternyata ini adalah sesuatu yang membahayakanku ataupun keluargaku karena memang paket ini ditujukan untukku, tertera nama dan nomor ponselku. Besar kemungkinan, orang yang mengirimkan paket ini adalah orang yang tela
Janda Terhormat (38).."Kenalkan, ini Adis, calon istriku," ucap Deva membuatku dan Adit terkejut.Secepat itu dia mendapatkan calon istri?Wanita itu mengulurkan tangannya padaku, lalu kusambut dengan senyuman lebar. Tak masalah bagiku Deva telah mendapatkan penggantiku, toh memang ini yang aku inginkan."Nurma ...." Dia tersenyum, manis sekali."Dia anak dari guru ngajiku, ayahnya memintaku untuk menikahinya. Jadi kuputuskan untuk menikah dua minggu lagi. Dan aku harap, kalian jadi anggota yang turut serta mengurus semua acaraku nanti, ya," tutur Deva menerangkan, bahwa ternyata wanita itu adalah anak dari seorang guru tempatnya belajar soal agama. Mungkin bisa jadi dia dan Adis bertaaruf, itulah sebabnya mereka langsung akan menikah."Tentu, kami akan menjadi orang pertama yang akan mengurus acara pernikahan kalian. Tenanf saja," terang Adit dengan gembira.Aku lantas menganggukkan kepala, setuju dengan kata-kata Adit bahwa kami akan membantu semua acara pernikahannya. Aku senang,
Janda Terhormat (37)...Hari ini kami bertiga berencana pergi ke kebun binatang. Tak lain, itu semua untuk menyenangkan hati anak perempuan kami, Shima. Sedari pagi dia sudah sangat antusias dengan liburan kami kali ini.Sudah seminggu ini aku resmi tinggal di rumah Adit, menemani tumbuh kembang Shima sembari belajar menjadi istri yang baik dari sebelumnya. Jika kemarin aku gagal dalam pernikahan, tapi kali ini aku tidak boleh gagal lagi. Sebisa mungkin pernikahan ini harus menjadi yang terakhir di hidupku."Bundaaa ... Ayo berangkat," teriak Shima dari ruang tamu ketika aku tengah menyiapkan bekal.Ya, sejak aku resmi menjadi ibunya dia memanggilku dengan sebutan bunda. Bukan aku yang meminta, melainkan dia sendiri yang memanggilku seperti itu.Tak masalah, toh semua panggilan itu tetap bagus, terlebih jika ditujukan kepada orang tersayang. Adit pun juga setuju ketika Shima ingin memanggilku dengan sebutan bunda."Iya, sebentar, Sayang. Panggil papamu, sudah siap belum," jawabku dar
Janda Terhormat (36)..Tiga bulan kemudian ...."Bagaimana para saksi? Sah?" ucap penghulu menggema di ruangan yang telah di dekor dengan nuansa warna pastel ini.Dadaku bergemuruh, ketika kutunggu jawaban dari para saksi yang duduk di samping penghulu. Kulihat butiran bening sebesar jagung juga memenuhi dahi Adit yang tengah duduk di sampingku dengan berjabat tangan dengan penghulu.Ya, hari ini adalah hari pernikahanku dan ayah mewakilkan kepada penghulu karena tak kuasa menikahkanku sendiri. Seketika tubuhku terasa ringan ketika para saksi mengatakan kata 'SAH' secara serempak. Adit mengulurkan tangannya, lalu kusambut dengan menciumnya penuh takzim. Hatiku sejuk, ketika bibirku menyentuh punggung tangan Adit yang kini telah menjadi suamiku.Akhirnya, kesendirianku selama ini terbayar sudah dengan acara hari ini. Kekosongan dalam hatiku beberapa tahun ini telah terisi dengan hadirnya sosok Adit di sampingku saat ini.Adit lantas mengambil kotak cincin, lalu memasangkannya di jari
Janda Terhormat (35).."Hallo, Tante ...." sapa Shima begitu sampai di rumahku.Aku sengaja menunggunya di teras, selain tak ada pekerjaan juga karena memang aku sangat senang begitu Shima akan kemari. Meskipun dia tidak ada ikatan darah denganku, tapi rasa sayangku melebihi apapun padanya. Mungkin jika aku memiliki seorang anak, rasaku akan seperti ini juga."Hallo, Sayang," sapaku dengan mencium pipinya singkat.Adit berdiri di belakang Shima, lalu mengelus singkat puncak kepala anaknya itu. Tak kusangka, sebentar lagi Shima akan menjadi anakku. Semoga saja aku bisa menjadi seorang ibu yang baik untuknya."Kamu nggak sibuk, Nur?" tanya Adit begitu Shima telah melepaskan pelukannya dari tubuhku.Aku menggeleng singkat lalu menatapnya, "enggak, emangnya kenapa?""Kalau kamu sibuk, Shima nggak aku tinggalin."Mendengar penuturannya aku lantas mencebik. "Enggak lah. Kalau aku sibuk mana mungkin sekarang santai-santai di sini," jawabku dengan sedikit cemberut."Ya siapa tahu kamu sedang
Janda Terhormat (34).."Bagas gimana, Nur?" tanya Adit ketika aku telah berada di dalam mobilnya.Aku yang semula masih melamun lantas menoleh kearahnya. "Em ... Dia udah mendingan. Semoga saja dalam waktu dekat ini kondisinya semakin membaik."Kuhela nafas panjang, "sedih rasanya melihat ada orang yang sampai sedepresi itu hanya karena kegagalan cinta."Adit justru terkekeh, "untung aja kamu dulu enggak, ya?""Maksud kamu?""Ya, untung aja kamu nggak depresi setelah kegagalam cintamu yang berkali-kali itu. Kamu kan bucin parah sama suamimu dulu," ucapnya meledek.Aku hanya mencebik, lalu mengalihkan pandangan ke luar jendela lagi. Memang benar kata Adit, dulu aku terlalu cinta dengan mantan suamiku. Hingga rasanya duniaku telah tertutup dengan semua sikap manisnya yang palsu.Tak hanya sekali, aku seakan terombang-ambing dalam dunia percintaan tak hanya sekali. Dengan Deva sekalipun. Saat itu hatiku sempat patah, rapuh dan seakan tak ingin membuka hati lagi sampai pada akhirnya soso
Janda Terhormat (33)..Aku masih berdiri dengan seluruh tubuhku bergetar. Ya, sejujurnya saja aku juga takut kalau Bagas beralih menyerangku. Hanya saja aku tak punya pilihan lain ketika Della pun sedang ada di posisi sulit.Kuhembuskan nafasku panjang, berusaha menenangkan diriku untuk berusaha mendekati Bagas. Sebenarnya dia tidak jahat, hanya saja saat ini pikirannya sedang terguncang. Jadi wajar jika dia bersikap demikian."Bagas, tolong lepaskan pecahan vas itu dari tanganmu," kataku lembut.Entah kenapa Bagas bisa kambuh seperti ini. Aku belum sempat mencari tahu penyebabnya, yang penting sekarang adalah aku menyelamatkan Della terlebih dahulu.Bagas masih terdiam, memandangku tanpa menurunkan vas bunga dari hadapan Della. Aku maju selangkah demi selangkah mendekatinya.Meskipun Della memberi isyarat agar aku tak mendekat, tapi rasa kemanusiaanku tetap berjalan di depan. Terlebih, aku tahu bahwa sebe
Janda Terhormat (32)..Hari ini mungkin bisa kukatakan adalah hari yang sangat bahagia untukku. Dimana hari ini, Adit menyatakan perasaannya langsung di depan kedua orang tuaku.Ya, setelah kemarin siang aku juga mengutarakan perasaanku bahwa aku pun juga memiliki rasa padanya. Malam ini dia datang dengan di temani Shima, anak perempuannya yang sebentar lagi akan menjadi anakku juga."Nak Adit. Terimakasih kamu sudah mau menerima kekurangan dan keburukan Nurma. Bapak dan Ibu tidak bisa berbuat banyak untuk kalian. Semua hal kami serahkan pada kalian," tutur ayahku menasehati.Aku dan Adit saling berpandangan, tapi kini aku sudah mulai membiasakan diri untuk tidak terlihat gugup di depannya. Padahal sebelum ini, aku sama sekali tidak canggung ataupun gugup jika sedang berada di dekatnya. Namun entah kenapa, sekarang justru seperti ini."Baik, Pak. Terimakasih juga, Bapak dan Ibu mau menerima saya. Semoga kedepannya kita bisa menjadi keluarga
Janda Terhormat (31)..Dear Nurma ....Hai, semoga kamu selalu dalam keadaan baik-baik saja. Maaf jika aku terkesan seperti pecundang yang tak berani menghampirimu secara langsung, atau mengatakan hal ini secara langsung padamu.Nurma, maaf jika kehadiranku selama ini selalu mengganggu harimu, membuat hidupmu seakan penuh dengan tekanan. Kini aku sadar, bahwa aku tidak bisa memaksakan apa yang kuinginkan. Aku salah ... Dan sangat berdosa.Tidak sepantasnya, aku memaksa cintaku pada Adit. Atau menginginkan agar Adit kembali lagi padaku. Sejujurnya, aku melakukan semua itu semata-mata bukan karena aku terlalu tergila-gila atau terobsesi pada Adit, melainkan semua itu hanya kujadikan pelarian atas kisah cintaku dengan Bang Dewa.Sekarang kamu tahu, bagaimana rusaknya hidupku, kan? Mengenai skandalku dengan Bang Dewa hingga akhirnya aku keguguran. Rasanya hidupku sangat hina, ketika aku telah menyia-nyiakan pria sebaik Adit. Bahkan kini kamu pu