Satu Minggu kemudian
Labbaik Allahumma labbaik. Labbaik laa syarika laka labbaik. Innal hamda wan ni'mata laka wal mulk laa syarika lak.Terdengar merdu dan meneduhkan hati ketika mendengar lafaz talbiyah berkali - kali dilantunkan.Melaksanakan Shalat didepan kabah serta mencium kabah adalah keinginan semua umat muslim. Termasuk yang dilakukan oleh Mazaya saat ini, ia dengan khusyu memanjatkan do'a kepada Tuhannya.Hari ini adalah hari terakhir dimana Mazaya beserta rombongan jamaah yang lainnya melaksanakan ibadah umrah.Selama menjalani ibadah umrah Mazaya sama sekali tidak menghiraukan ponsel miliknya, hanya sesekali saja ia memotret Kota Makkah dan hanya sekali ia abadikan pada story sosial media."Mbak Mazaya sama Mas Gema masih sama - sama single, siapa tau nanti ketemu lagi di Indonesia dan berjodoh." Ucap salah satu Wanita paruh baya jamaah Umroh saat sesi makan malam berlangsung."Do'a baik memang dianjurkan,Beberapa hari menikmati masa cuti untuk beribadah Umrah dan jalan - jalan di Turki. Dan hari ini Mazaya bersama Eran serta rombongan telah sampai di Bandara Soekarno Hatta. Karena kedua orang tuanya belum juga menjemput, Ia dan Eran menunggu disebuah Cafe sembari mengganjal perut yang sudah lapar. Mengapa ia tidak beli di Restaurant saja? Karena sang Ibu sudah menjanjikan untuk memasakkannya Sambal goreng kentang dengan hati sapi, ya tentu saja ia tidak ingin melewatkan menu favoritnya.Sebuah ponsel berbunyi, namun bukan ponsel miliknya. Saat ia mencari, terdapat sebuah ponsel dibawah tempat duduknya. Ia dan Eran saling pandang, dan berakhir mengangkat panggilan yang ada di ponsel tersebut."Selamat pagi." Katanya, ia tidak mengucap salam karena belum tentu sang penelepon seorang muslim.[0812xxxxx : Selamat pagi, Alhamdulillah ada yang mengangkat telepon saya.] Seru sang penelepon."Apa Bapak mengenal pemilik HP ini?" Tanya Mazaya.[081
Setelah menunggu hampir kurang lebih satu jam, Kakak Beradik itu telah sampai di Kediaman kedua orang tuanya. Raut wajah lelah tergambar nyata pada wanita muda yang tengah menyeret koper miliknya. “Assalamu’alaikum.” Seru keduanya. “Wa’alaikum salam. Eh anak ganteng sama anak cantik Bunda udah pulang, capek?” Farida mencium pipi kanan kiri Mazaya setelah keduanya salim dengan sang Ibu. “Capeknya waktu nunggu jemputan.” Gerutu Mazaya sembari melirik kearah Mafaza. Ya , mereka berdua dijemput oleh Mafaza dan Liam. Bukan dengan kedua orang tuanya. “Duh ilah gitu aja ngeluh. Makan sana, Bunda udah masakin makanan favorit elo.” Mazaya memilih berganti pakaian terlebih dahulu baru lah ia menyantap makanan yang telah disediakan oleh Farida – Ibunya. Eran pun juga tengah bersiap untuk makan setelah bermain dengan putra semata wayangnya “Zaya abis nolongin orang tuh, kali aja Bapak – bapak tadi punya anak laki.” Ledek Eran.
"Jen. Jena!" Sontak Rinda memanggil Jena dengan suara sedikit keras.Mazaya yang tadinya berada tak jauh dari meja itu, sontak berlari kearah Tim nya untuk memastikan apa yang terjadi disana sehingga membuat beberapa orang berkerumun."Jen.. Jena.. Ini kenapa bisa begini?" Mazaya menatap semua timnya secara bergantian."Kita juga gak tau Bu Bos, dia ketawa paling kenceng tadi. Tiba - tiba aja jadi kayak gini." Jelas Rendi."Yaudah bawa ke Rumah Sakit Bakti Wiayata, cuma Rumah Sakit itu yang deket dari sini." Kondisi Jena saat ini adalah wanita muda itu tidak dapat menutup mulutnya, sembari menangis meratapi nasib ia dipapah oleh Rendi dan Rosa. Sedangkan Rinda membawa barang bawaan ketiga rekan timnya."Jia.. Jia..." Mazaya menghampiri salah satu Pegawai di Restaurant itu sembari berjalan keluar."Ya Bu Mazaya, ada yang bisa saya bantu?""Saya titip mobil, biar Pak Kamim yang ambil mobilnya." Mazaya menyerahkan
Keempat rekan tim nya telah pergi berlalu meninggalkan Mazaya di Loby Rumah Sakit. Saat tengah mengotak atik ponselnya untuk memesan Taksi online, seorang pria tinggi berbadan tegap dengan aroma khas yang familiar diindera penciumannya tengah berada tepat disebelahnya."Saya antar saja, sudah malam." Kata Daffa yang membuat Mazaya mengalihkan atensinya pada suara tersebut."Aku udah pesen taksi online." Kata Mazaya sembari memperlihatkan aplikasi didalam layar ponselnya. Dengan gegas Daffa meraih ponsel milik Mazaya dan membatalkan pemesanan, untung saja belum ada driver yang menerima."Apa - apaan sih?""Ayo kita bicara." Ajak Daffa."Apa yang harus dibicarakan lagi sih Mas? Kita udah selesai, jangan sampai ada fitnah. Aku gak mau berurusan sama Istrimu itu!" Mazaya memang terkesan ceplas ceplos saat berbicara, terlebih saat ia tidak menyukai seseorang yang tidak ada angin tidak ada hujan mencoba untuk bermusuhan dengannya."Zay
Daffa mencoba menghubungi rekannya, kebetulan Cafe tersebut milik rekan dekatnya sesama Dokter di Rumah Sakit Bakti Wiyata. Ingin sekali ia memastikan sesuatu, dan sekarang ia tengah meluncur menuju ke Cafe dimana ia makan bersama Ratih setelah Fitting baju pengantin.Lima belas menit berlalu hingga saat ini ia tengah berada di Parkiran Cafe tersebut. Cukup ramai meski bukan hari libur, dengan segera ia menghampiri salah satu pegawai yang telah ditunjuk oleh Gema - rekan dekatnya."Pak Daffa?" Seorang pria menghampirinya."Iya, Mas Nino?""Betul Pak, tadi Pak Gema sudah bilang buat bantuin Bapak. Mari saya antar ke Ruang CCTV Pak.""Ah ya terima kasih."Setelah berjalan hingga menapaki anak tangga, tibalah mereka berdua disuatu Ruangan yang memang tidak besar dan tidak kecil dengan empat monitor didalamnya. Cafe milik Gema cukup luas, bahkan tidak pernah sepi pengunjung sehingga membutuhkan banyak CCTV disetiap sudutnya agar keam
Mazaya menautkan kedua alisnya, suara pria terdengar dari seberang sana. Namun ia sangat asing dengan suara tersebut."Iya saya Mazaya, dengan siapa?"[0822XXXXX : Halo Mazaya ini saya Gema.]"Oh hai Mas Gema, ada yang bisa dibantu?"[0822XXXXX : Enggak Mazaya, saya cuma mau simpan nomor kamu boleh?]"Emmm.. Iya silahkan Mas."[0822XXXXX : Kamu sibuk Mazaya?]"Kebetulan lagi mau jalan anter Saudara." Mazaya mengatakan hal itu sembari melirik kearah luar mobil dan mendapati Mafaza masuk kedalam mobil dengan dibantu Burhan - sang Ayah."Jangan ngebut, kasihan Mafaza Zay." Peringat Burhan."Iya Yah." Jawabnya sembari menjauhkan ponselnya.[0822XXXXX : Maaf ganggu, nanti kita sambung kembali Mazaya. Assalamu'alaikum.]"Wa'alaikum salam.""Siapa yang hubungi lo?""Ada kenalan waktu Umrah kemaren.""Cowok?""Iya." Mazaya manggut - manggut sembari mengopera
"Permisi.. Gimana Za?" Seorang wanita masuk dan langsung menghampiri Saudara kembarnya."Wah saya baru liat orang kembar semirip ini." Kata seorang perawat dengan kagum."Mazaya?" Gema mengenali wanita yang baru saja masuk itu. Pantas saja Mafaza sangat mirip dengan Mazaya, rupanya mereka saudara kembar."Mas Gema?" Mazaya mengalihkan pandangan pada pria berjas putih dibalik meja."Oh jadi yang dimaksud wanita yang Dokter kenal dan mirip saya itu Mazaya?""Iya Bu Mafaza anda benar.""Mazaya adik saya, kami kembar.""Ah benar - benar suatu kebetulan." Kata Gema sembari mencuri pandang kearah Mazaya, sedangkan wanita muda itu hanya tersenyum canggung.Pemeriksaan telah selesai dilakukan, hasil akhir Mafaza adalah wanita itu tengah hamil dan usia kandungannya sudah memasuki lima minggu. Masih sangat rawan memang, jadi Mazaya sebisa mungkin menjaga calon keponakan didalam perut Mafaza."Anak gue aja uda mau
Rumah Sakit Bakti WiyataAntrian pasien cukup ramai dimasing - masing Dokter spesialis. Saat pasien mulai berkurang dan berangsur lama mulai habis, Daffa melihat rekan sejawatnya - Gema tengah berjalan menyusuri koridor Rumah sakit sembari tersenyum saat menatap layar ponsel."Dokter Gema tumben senyum - senyum gitu." Suara sumbang dari sebagian pegawai Rumah sakit itu terdengar riuh. "Lagi jatuh cinta kali ya." Jawab yang lainnya.Daffa pun cukup heran dengan rekan sejawatnya, pasalnya saat ia berkenalan dengan wanita tidak akan seperti ini meski tetap agresif."Daf, ngelamun aja lo." Panggil Gema saat melihat Daffa terdiam diri ditengah koridor Rumah Sakit."Gue lagi memastikan diagnosa apa yang cocok buat lo." Celetuk Daffa."Sialan lo, lo pikir gue ada gangguan jiwa? Gue lagi seneng.""Tumben gak kayak biasanya.""Iya lah, lamaran gue diterima sama cewek itu.""Alhamdulillah, selamat bro."
Note untuk semua pembacaku : Hai semuanya, maaf banget ya uda ber bulan-bulan aku g update. Nenek tercinta aku meninggal dibulan Maret 2024 tepatnya beberapa hari sebelum puasa, disitu aku bener - bener down banget. Setelahnya aku repot banget karena Ade Ipar lahiran, fokus puasa juga, lebaran kedua orang tuaku pulang ke Jawa Timur. Jadinya selama orang tuaku di Jawa Timur, waktuku bener - bener buat mereka. Setelah lebaran aku sibuk urus ini itu buat pendaftaran sekola TK anak semata wayang aku dan disibukkan lagi sama lomba kontes fotogenic anak aku (Alhamdulillah masuk 5 besar, meskipun bakal sibuk sama Grand Final se Jawa Timur dan pekerjaan utamaku yg super duper sibuk banget tp In shaa Allah aku tetep usahakan mulai update bab baru.) do'ain ya semua, semoga kalian mengerti. **** Satu Minggu kemudian Kepulangan Mazaya dan kembali nya wanita itu di Kantor tempat ia bekerja disambut hangat oleh para Direksi dan Karyawan lainnya. Bahkan tak segan untuk melakukan syukuran kar
Daffa meletakkan ponselnya diatas nakas setelah ia memutuskan panggilan dari sang Ayah dan kembali berbaring disebelah Mazaya."Ada apa Mas?""Orang tua almarhumah datang kerumah.""Ngapain?" "Minta tolong Mas buat bantu usut kejanggalan peristiwa yang dialami Almarhumah.""Hah? Kok bisa?""Erika sepupu Almarhumah satu - satunya saksi di Tempat itu, setelah sekian lama mengalami trauma akhirnya dia bangkit dan membuka suara. Disitu lah Pak Zaenal ingin mengusut tuntas kejadian tersebut.""Hmmm.. Aku jadi ada ide."***Waktu masih menunjukkan pukul dua pagi, udara diluar sana tampak dingin meski berada dibilangan Ibu Kota. seorang pria berjalan sempoyongan bersama wanita berambut pendek, didepan pintu wanita itu menekan bel rumah dan tak lama seorang paruh baya membukakannya."Astaga Wibi." Begitu kata paruh baya itu saat mendapati Putra bungsunya dalam keadaan mabuk berat. Ia membantu memapah sang Putra dan mengalihkan pandangannya pada wanita muda didepannya."Terima kasih sudah men
Beberapa bulan kemudianBandar Udara Internasional Soekarno - HattaHiruk pikuk suasana Bandara di Sore hari membuat area kedatangan dari Luar Negeri tampak padat. Banyak wanita muda berkerumun didekat pintu keluar dan beberapa wartawan berada disana."Nduk.. Mazaya..." Seorang wanita paruh baya memecah belah kerumunan itu saat sang Putri terlihat batang hidungnya."Bunda." Serunya sembari berlari kecil dan memeluk sang Ibu."Jangan disini, ada yang lagi nunggu idola nya dateng tapi malah elo yang keluar." Kata Mafaza sembari memeluk saudara kembarnya.Ketiga wanita beda generasi itu menyingkir dari kerumunan dan memilih untuk menepi. Daffa tampak tersenyum saat mendapati wanita yang selama ini ia rindukan disetiap harinya.Mazaya menghampiri sang Suami, Ayah serta Kakak Iparnya dengan hati membuncah. Rasa rindu tak tertahankan kini tumpah ruah tak terbendung lagi."Seharusnya cium tangan suamimu dulu baru Ayah Nduk. Karena sekarang kamu sudah memiliki suami.""Lupa kalo udah punya su
Apartement Lee Garden"Hari ini IGD gila - gilaan ya?" Ungkap salah seorang wanita berprofesi sebagai perawat yang tengah bersama dua rekan wanita seprofesinya."Hhh bener banget, tadi juga ada Ibu Hamil yang diharuskan operasi darurat karena Kecelakaan itu.""Iya iya, untung Dokter Daffa gercep sampai Rumah Sakitnya.""Eh ngomong - ngomong, kalo bahas Dokter Daffa kenapa dia nikahnya buru - buru ya? Apa jangan - jangan si cewek itu hamil duluan?""Hus sembarangan lo kalo ngomong. Dokter Daffa di Yayasan bokapnya dijuluki Ustad.""Apa hubungannya? Siapa tau si cewek itu yang ngebet terus jebak Dokter Daffa.""Kalo gak tau apa - apa mending diem, asumsi lo jatuhnya fitnah. Mereka udah punya hubungan yang sempat kandas karena Dokter Daffa dijodohin orang tuanya. Sekarang mereka bersatu lagi setelah si cewek dan Dokter Daffa ditinggal tunangan masing - masing. Si cewek gak ada waktu kalo harus lakuin hal rendahan kayak yang
Bandar Udara Internasional Baiyun Guangzhou - TiongkokWaktu menunjukkan pukul sebelas malam, Daffa tengah berada di Bandara Guangzhou. Setelah pagi hari mengucap Ijab Qabul dihadapan Burhan, sore hari ia berangkat ke Negeri Tirai Bambu tanpa sepengetahuan Mazaya. Ia ingin memberi kejutan untuk sang Istri di Negara itu.Tiga puluh menit ia tempuh untuk sampai di Kediaman Ranggana dan Lin Jin Gouw. Tidak ada kemacetan di Kota ini, karena pemerintah memberikan beberapa pilihan transportasi umum untuk bepergian guna menekan kemacetan di Kota tersebut. Jadi hal itu membuat Daffa memilih menggunakan Taksi agar cepat sampai ditempat Mazaya berada.Sepasang paruh baya tengah menunggunya didepan Gerbang saat ia sampai di Kediaman itu. Senyuma hangat tercetak jelas pada bibir Yunita. "Selamat atas pernikahan kalian berdua." Itu lah kata sambutan yang lolos dari Yunita."Terima kasih Bu.""Jaga Mazaya seperti kamu menjaga dirimu sendiri."
Satu Bulan KemudianHingga lah dihari yang ditunggu - tunggu oleh Daffa dan Mazaya. Setelah kedua Keluarga menyelesaikan pemberkasan persyaratan pernikahan untuk putra putrinya, hari ini Daffa tengah berada di Ruang Keluarga Kediaman Burhan dengan dekorasi bunga segar minimalis dan Panggilan Video tergambar jelas pada proyektor. Mazaya tampak berada disuatu Rumah yang tak asing bagi Daffa, Ruang Keluarga penuh kehangatan dengan unsur China yang sangat kental. Wanita muda itu sekarang berada di Kediaman Ranggana Prasetyo dan Lin Jin Gouw - Ayah dan Ibu Yunita. Mazaya tampil cantik dan anggun dengan balutan kebaya berwarna putih dan make up tipis menghiasi wajah cantiknya. "Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau Ananda Daffa Khafid Irsyad bin Efendi Mufid Mu'tashim dengan anak saya yang bernama Mazaya Eiliya Syakib dengan maskawinnya berupa Satu Unit Rumah, Emas Logam mulia seberat dua puluh gram, tunai." Burhan mengucapkan Ijab Kabul dengan suara bergetar
"Pak Burhan, Bu Farida. Saya Daffa Khafid Irsyad ingin meminta izin Bapak dan Ibu untuk meminang Mazaya Eiliya Syakib menjadi Istri dunia akhirat saya. Apa Bapak dan Ibu berkenan?" Daffa mengatakannya dengan bersungguh - sungguh, dan pastinya ia menatap kearah Mazaya dengan tatapan teduh.[Abi : Nak Daffa, jawabannya saya serahkan ke Mazaya. Tapi hanya satu permintaan saya ke Nak Daffa kalau Mazaya menerimanya. Tolong jaga dan bahagiakan dia seperti kami menjaganya selama ini.]"Baik Pak, In shaa Allah akan saya penuhi permintaan Bapak.""Mas aku belum jawab loh." Kata Mazaya."Jawabanmu apa Zay?""Bismillah.. Karena aku pernah nazar buat nerima seseorang yang ajak aku nikah, jadi aku gak akan nolak kamu kalau memang kamu sungguh - sungguh sama aku Mas. Aku harap memang kamu laki - laki yang sudah Allah tetapkan buat aku, anggap kedua orang tuaku seperti orang tuamu sendiri. Begitu juga sebaliknya, aku akan anggap Abi dan Umi sebagai kedua orang tuaku." Jawab Mazaya dengan kemantapan
"Beliau mengubah sudut pandangnya tentang kamu sekarang. Kamu percaya kalau kebaikan akan membawa keberkahan buat diri kita?""He em.. Kenapa emang?""Ada kebaikan yang kamu lakukan dan buat Abi mengubah sudut pandangnya tentang kamu.""Ih maksudnya gimana sih?""Zay, waktu kamu pulang umrah. Ada Bapak - Bapak yang kamu tolong.""Bapak - Bapak? Ah ya inget, Mas tau darimana?""Bapak - Bapak itu Abi saya Zay.""Pak Mufid?""Hmm.. Bahkan kamu ingat namanya.""Iya ingat. Aku tau suatu kebaikan akan membawa berkah, tapi dalam konteks pembahasan kita ini berkah yang kayak gimana?""Abi minta saya buat ngejar kamu, Abi gak nuntut saya lagi buat nikah sama orang - orang yang beliau jodohkan. Zay, saya serius sama kamu. Kamu mau melanjutkan hubungan kita yang sempat terhenti?""Tapi Mas --""Kamu bisa pikir - pikir dulu." Daffa berdiri hendak meninggalkan unit Mazaya, namun dengan cepat wanita muda itu menahan pergelangan tangan Daffa. Tatapan sendu wanita itu membuat Daffa mengurungkan niatn
Setelah pulang bekerja dan kembali ke Apartement, Mazaya dikejutkan dengan keberadaan beberapa orang tengah mengobrol menggunakan bahasa. Bahkan saat berada di Elevator pun ia menjumpai sekelompok orang dengan koper dan ransel menuju lantai yang sama.Beberapa dari mereka terlihat menyapanya meski hanya menganggukkan kepala dan tersenyum ramah. Elevator pun berhenti dilantai unit miliknya, ia keluar dari benda kotak itu dan masuk ke dalam unit.Sedangkan sekelompok orang itu bertemu dengan seorang pria berbadan tegap dan berwajah tampan yang baru saja keluar unit."Dokter Daffa, saya tadi liat wanita berhijab cantik banget. Apa jangan - jangan orang Indonesia juga ya? Atau orang Malaysia?" Kata seorang pria yang berprofesi sebagai perawat dengan antusias."Sama kayak kita." Jawabnya singkat."Wah beneran? Tapi Dokter kok bisa tau?""Ini kunci kalian, masing - masing unit diisi tiga orang. Terserah siapa mau satu kamar sama siapa." Setelah memberikan kunci kepada rekan tim medis, Daffa