Kedua netra beradu dengan syahdu. Naya, dia akan segera menyalami punggung tangan seorang istri kyai muda sekaligus wanita yang akan menjadi kaka madu dalam rumahtangganya nanti.“Jangan,” cegah Inda dengan lembut.Naya tertegun, kemudian melihat kembali sorot mata indah wanita di hadapannya. Terlihat wanita itu tersenyum dan mengelus punggung tangan Naya.“aku tidak mengerti, mengapa ada wanita sebening ini hatinya,” bisik hatinya terkagum.Kali ini Naya akan bersalaman pada sang kyai. Oh, tidak. Ada apa dengan dadanya kali ini. Mengapa degupannya seakan menghentikan nafasnya. Seperti biasa, Naya tidak bersentuhan saat menyalami Jiddan, hanya untuk menjaga hukum antara laki-laki dan perempuan.Inda menoleh memperhatikan sepintas bagaimana cara mereka bersalaman yang berbeda dengan yang lain. Tunggu, sepertinya Jiddan sudah hapal sekali dengan cara bersalaman Naya. Terlihat dengan otomatis tangan Jiddan menangkup tanpa canggung saat wanita itu telah sampai di hadapannya bahkan terliha
Inda menghampiri Jidan dan duduk di sebelahnya.“Kenapa pucat sekali Sayang? Pasti Lelah sekali ya akhir-akhir ini?” Jidan memeriksa kening Inda untuk memastikan suhu tubuh sang istri. “Panas Sayang. Sebentar, Mas telpon dokter Rio agar mengutus temannya untuk kesini,” Jidan Bersiap untuk mengambil ponselnya di kamar.“Tidak usah Mas, Istirahat saja sudah cukup,” Cegah Inda.“Makan dulu ya? Setelah itu istirahat lagi,” Inda hanya mengangguk lesu.Keduanya beranjak menuju meja makan yang sudah tersedia beberapa menu kesukaan keduanya. Tumis kangkung, sambal cumi, tomyam udang, juga semangka yang sudah dipotong-potong, bolu pisang, juga pudding pandan yang tersedia sebagai makanan penutup pada malam itu.Setelah semua siap tersaji, Kana hendak keluar membiarkan mereka makan terlebih dahulu sebagaimana yang biasa ia lakukan untuk menjaga adab pada keluarga pak kyai.“Kan?” panggil Inda.“Iya Ustazah?” sahut Kana.“Ayo makan Bersama kami,”“Ha? Tidak usah Ustazah, Kana nanti saja makannya
Kekhawatiran Naya seakan masih harus menabrak dinding kokoh. Tidak bisa berbuat apa-apa selain melihat Jidan dari belakang, dan berharap semua akan baik-baik saja.Jidan memasuki kamar membawa semangkuk bubur ayam serta air hangat untuk sang istri. Namun, Wanita cantik bak bidadari itu sedang tertidur dengan wajahnya yang lesu dan pucat pasi. Jidan meletakkan bubur itu di meja samping ranjang, kemudian meraih handuk kecil yang membalut dahi Inda dan membasahinya Kembali dengan air hangat lalu meletakkannya di dahi Inda.“Mas?” Inda terbangun karena terasa ada sesuatu di dahinya.Jidan memandangi Inda dalam-dalam.“Maaf Mas membangunkanmu,” ucap Jidan.“Tidak apa-apa Mas. Aku menunggu Mas sejak tadi lalu tertidur,”“Kalau begitu mau makan bubur sekarang?” tawar Jidan dibalas anggukan oleh Inda.Jidan membantu mengubah posisi Inda untuk bersandar di ranjang dan mengambilkan bubur untuknya. Suapan pertama berhasil ditelan oleh Inda, suapan kedua, hingga suapan ketiga, Inda tidak bisa mel
Laila telah pamit pulang. Jidan cepat menuju kamarnya, sementara Kana Kembali ke kamarnya sendiri dengan rasa penasaran atas keadaan Inda.“Sayang,” tegur Jidan yang baru saja memasuki kamar.Inda tersenyum sambil memandangi Jidan. Ia seka pipi mulus bersih milik Jidan yang kini sudah duduk di sebelah Inda.“Dokter tidak mengatakan apa-apa tentang keadaanmu Sayang. Kenapa?” tanya Jidan dengan lembut.“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan Sayang. Aku baik-baik saja,” jawab Inda. “Sini istirahatlah Sayang, besok harimu akan berat sekali,” titah Inda meminta Jidan segera tidur di sampingnya.Inda memeluk Jidan dengan penuh kenyamanan, menumpahkan segala rasa yang baru saja hadir di hatinya, sebuah kebahagiaan yang baru saja diucapkan oleh bidan Laila pada dirinya. Memandangi Jidan yang sudah mulai tertidur, mengeratkan pelukannya sekali lagi dan tenggelam dalam pelukan sang suami hingga menghantarkannya ke dalam mimpi yang Indah.*** TOK! TOK! TOK!“Pak Kyai!” panggil Kana dari depan pint
Ini adalah saat pertama kali Naya menginjakkan kaki di kamar Inda dan Jidan. Kamar yang begitu indah dan megah, dilengkapi dengan furniture mahal dan antik. Sebagian pajangan di dalamnya adalah barang antik dari Mesir, terlebih dengan adanya kamar mandi kecil disudut kiri yang membuat kamar ini semakin mewah.Inda sudah dibaringkan di ranjang. Kana mulai mencari minyak kayu putih untuk diberikan pada Inda. Sementara Naya, membuka kaus kaki yang masih terpasang di kaki Inda.Persis seperti seorang ratu yang tertidur, wajah pucatnya masih terlihat sangat cantik, bahkan jemari kakinya begitu lentik, kuku-kukunya bening mengkilap.‘Ustadzah Inda pasti mengurus dirinya dengan baik, beruntung sekali mereka saling memiliki satu sama lain. Indah luar dalam’ bathin Naya memuji.Jidan mulai mengoleskan minyak penghangat di bagian hidung dan tangan Inda dengan perlahan, kekhawatiran sangat jelas terlihat di wajahnya. Ia dekatkan wajah tampannya pada Inda yang masih tak sadarkan diri, membisik ha
Setelah sampai di rumah, Kana gelisah sekali atas kejadian hari ini. Entah saat Inda mengizinkan Naya untuk menemani Jidan, atau saat Jidan marah pada wartawan yang menanyakan dirinya. Kana memutuskan untuk pergi dari rumah, hanya sekedar ingin menyegarkan fikirannya.‘sepertinya tidak ada celah untukku membuktikan perasaanku. Bahkan bukan hanya Bersiap untuk pergi dari pesantren, tapi sekaligus memikul rasa malu karena lancang telah jatuh cinta pada Pak Kyai’ gelisah Kembali melanda hati Kana.“Stop Pak. Berhenti disini saja,” pintanya kala taxi yang ia tumpangi telah sampai di suatu tempat dimana ia akan menghabiskan waktunya disana.Suatu taman yang masih satu pemilik dengan rumah sakit Asy-Syifa tempat Rio bekerja. Entah mengapa sejak saat ia bercerita dengan Rio, membuat Kana nyaman untuk ingin mengunjungi taman itu lagi.Ia duduk di sebuah kursi Panjang dekat dengan gerbang pembatas jalan yang ditumbuhi rumput kecil, menambah suasana menjadi teduh dan nyaman. Ia pandangi ponsel
Matanya melebam merah, tangis perih telah menyisakan bekas di wajah teduhnya. Ia tidak bisa berfikir jernih saat ini, yang ingin ia lakukan hanya mengemas baju dan pergi sejauh mungkin dari rumah itu.Dengan berat hati, ia beranjak dari ranjang untuk mengambil kopernya diruang penyimpanan barang. Ia memberanikan diri untuk meluapkan segala kepedihannya di hadapan semua. Ketika ia keluar kamar, sudah tidak ada siapapun disana. Sepertinya mereka sudah selesai membicarakan pernikahan kedua Jidan. Ini adalah waktu yang tepat untuk Kana mengemas barang kemudian baru meminta izin untuk berhenti bekerja dan Kembali ke kampung halaman untuk selama-lamanya.Berhasil ia mengambil koper. Namun, baru saja ia hendak membawa koper it uke kamarnya, Jidan sudah berdiri di ruang keluarga, dan melihat dirinya yang sedang menarik koper.“Untuk apa koper itu Kana?” tanya Jidan mengerutkan dahi.Kana terdiam sejenak, kali ini ia tidak bisa menyembunyikan apapun lagi, terlebih dengan wajahnya yang lebam
Hari ini, pagi-pagi sekali Inda sudah terbangun untuk menyiapkan sarapan, karena Kana sudah berangkat ke kampung halamannya kemarin. Terasa lengang rumah ini tanpa Kana, tanpa ada suara yang biasa terdengar saat ia mengerjakan sesuatu.Suara denting piring yang diletakkan di atas meja sudah terdengar di ruang makan, menandakan bahwa Inda telah selesai membuat sarapan yang nikmat sebelum suaminya pergi ke kantor beberapa saat lagi.“Mas, ayo kita sarapan dulu,” ajak Inda sambil tangannya begitu lihai menata sajian makanan di atas meja kaca.“Belum pakai dasi Sayang,” sahut Jidan dari dalam kamar. Inda bergegas masuk kedalam kamar untuk membantu Jidan mengenakan dasi.Ia pasangkan dasi biru muda pada kerah kemeja dengan warna senada yang suaminya pakai, kemudian meraih jas hitam yang menggantung dan memakaikannya pada tubuh sekal Jidan.“Sudah siap semua?” Inda memperhatikan penampilan Jidan.Inda lekas mengecek tas kerja Jidan yang sudah ia siapkan sebelum membuat sarapan setelah subuh
Jum’at, 13 maret 2023. Acara akad dan walimatul ‘ursy akan dilaksanakan. Semua persiapan selama tiga minggu lalu telah berbuah pada hari ini.Koordinasi pengurus yang sangat solit hingga terlihat begitu memuaskan. Mulai dari pengaturan para santri, tata letak dekorasi, serta sususan acara telah siap dimulai pada detik ini.Acara sakral, yaitu pengucapan janji suci, akan segera dimulai. Para tamu agung mulai berbondong menuju masjid dengan pelataran yang sangan indah. Dikhiasi bunga-bunga cantik bernuansa putih hijau, kursi-kursi yang berjejer rapi berselimutkan putih, karpet merah yang terbentang Panjang hingga tangga masjid yang sudah di dekor lengkungan bunga di depannya sebagai tempat penjemputan mempelai wanita saat ijab qabul telah dilantunkan. Semua tersusun rapi dan sangat khidmat.“Jidan sudah siap?” tanya penghulu.“Insyallah siap,” jawabnya mantap.“Ankahtuka wazawwajtuka Inayatu Shalihah binti H. Hasan Asy-Syadzuli bi mahril madzkur haaaalan,”“Qobiltu nikahaha wa tazwijaha
“Sofi,” panggil Inda yang sangat mengerti apa yang sedang terjadi pada Sofia.“Ya Ka,” Sofia menoleh masih dengan wajah lesunya.“Dengarlah apa yang dikatakan oleh hatimu,” titah Inda tiba-tiba.Sofia hanya mengangguk lalu kembali berlalu.“Banyak yang menderita hatinya di rumah ini karena aku,” ucap Inda menyesal.“Kalau saja Ustadzah Inda saat itu tidak berterus terang memberitahu perasaan Kana pada Pak Kyai. Mungkin sampai kapanpun Kana akan terjerat oleh rasa yang membingungkan itu, dan menjadi benalu di rumah tangga Ustadzah. Karena untuk pergi dari pesantren ini pun Kana tidak mampu. Ternyata, cinta Kana pada pesantren ini, ketulusan Kana pada Umi dan Abi lebih besar dari apapun,”Inda terdiam, tertegun mendengar ucapan Kana.“Hingga akhirnya, Kana menemukan hikmah saat Kana berada di kampung. Seorang pria yang selama ini hanya sibuk dalam mempertaruhkan nyawa seseorang datang untuk menyatakan perasaannya dan telah berhasil membuka fikiran Kana dan memberi ruang padanya,”“Janga
“Tapi…”“Kenapa?”“Naya malu Pak Kyai,”“Malu pada siapa?”“Anak santri. Mereka belum mengetahui acara ini. Dengan pergi berdua seperti ini, Naya khawatir ini akan menjadi fitnah,”Jidan menghela napas memperbaiki posisi duduknya berhadapan dengan Naya.“Kana,” panggil Jidan.“Baik Pak Kyai,” sahut Kana yang muncul dari ruang keluarga.“Tolong kumpulkan semua pengurus disini sekarang,”“Sekarang Pak Kyai?” tanya Kana memastikan.“Ya,”“Nggeh Pak Kyai,” angguk Kana lalu bergegas keluar mengerjakan perintah Jidan.Naya terbelalak mendengar ucapan Jidan yang tiba-tiba memanggil semua pengurus untuk berkumpul disini. Keputusan itu, pasti karena ucapannya barusan yang merasa malu karena para santri belum ada yang tahu.“Pak Kyai?” suaranya lirih tak percaya.“Kita cukup memberitahu pengurus saja kan?”“Kenapa tiba-tiba begini Pak Kyai? Pak Kyai semakin membuat Naya malu,” ujarnya mengerucutkan bibir manisnya.“Siap-siap saja dengan tanggapan mereka nanti,”Mendengar kalimat itu, wajah Naya
Dua hari kemudian, kondisi bayi dalam kandungan Inda dinyatakan normal, dan sudah diperbolehkan pulang.Sore hari, Inda dan Jidan sudah sampai di halaman pesantren. Suasana yang tenang, beberapa kegiatan masih berlangsung. Ada yang sedang menghafal di gazebo, ada yang sedang gotong royong membersihkan kamar masing-masing, dan ada juga yang sedang mengikuti ekstrakulikuler karena hari ini adalah hari minggu, dimana kegiatan kesenian dijadwalkan pada hari itu sebagai waktu refreshing bagi para santri.Juga, di area lahan kosong yang terletak di samping rumah pengasuh terlihat Pak Maman sedang mengkordinasi para pegawai yang mulai merancang Pembangunan sebuah rumah yang akan dihadiahkan untuk Naya nanti.“Apa Naya sudah memilih desain interiornya Mas?” tanya Inda yang melihat-lihat area tersebut.“Dia masih melihat-lihat katalog yang diberikan arsitek kemarin Sayang,” jawab Jidan santai.“Assalamu’alaikum Ustadzah?” sapa para santri yang berlalu didekatnya dan tak lupa mereka menyalami J
Sungguh ingin ia mempertahankan sang mantan agar dapat kembali padanya. Sudah sejauh ini ia memperjuangkan sang kekasih, berharap masih ada ruang baginya untuk mendapat cinta yang selama ini telah ia pupuk hanya untuk wanita pemilik wajah anggun nan cantik, yang matanya mampu meluluh lantakkan hati yang memandangnya, yang senyumnya mampu meruntuhkan benteng pertahanan.‘In, siapa yang akan menutup luka yang tergores dalam di hati ini In? Aku masih menyayangimu bahkan entah sampai kapan. Bisakah kamu melihat itu In? aku akan selalu menunggumu’ Pemandangan di balik jendela bus menuju kota Jakarta terasa sedang mengiba ikut merasakan pilunya cinta seorang pria yang baru saja menerobos masuk dalam kehidupan sang mantan. Dengan penuh resiko dan bahaya.KLING KLINGPonsel Zein berbunyi. Panggilan dari Firhan sang wakil keamanan.“Halo assalamu’alaikum Han,”“wa’alaikumussalam Zein,” jawab Firhan tergesa. “Zein gawat Zein. Ada pengeroyokan antar kekeluargaan di distrik 10 Zein,”Zein terteg
TAK TAK TAKLangkah kaki terdengar gagah mendekat memasuki ruang tunggu.“Sofi. Bagaimana keadaan Kakak?” panik Jidan.“Kak Inda masih harus istirahat Kak,” jawab Sofia.Zein hanya melirik sinis pada Jidan dan Naya yang baru saja sampai di ruangan itu. Jidan melangkah sampai di depan Zein yang hanya duduk tak menghiraukan kedatangan Jidan.“Silahkan tinggalkan ruangan ini,” perintah Jidan pada Zein.Zein beranjak dari kursinya dan memandang tajam pada lawan bicaranya.“Jika kamu tidak bisa membahagiakannya. Lepaskan dia dari jerat hidupmu yang rumit itu!” ucapannya penuh penekanan dan mengintimidasi.“Apa hak kamu berbicara seperti itu hah?” cecar Jidan.“Aku. Tidak akan pernah menyerah untuk ini! Ingat itu!”“CUKUP!” teriak Sofia menghentikan perdebatan keduanya. “Jika masih ada yang belum selesai antara kalian, kenapa kamu meminta aku untuk memulai suatu hubungan Kak Zein? Kenapa?” derai air mata tak sanggup untuk dibendung. Kenyataan itu cukup menyakitkan bagi Sofia yang hanya menj
Pagi yang segar di hari sabtu, Inda memutuskan untuk memulai harinya dengan menyirami tanaman bunga di halaman depan rumah. Para santri pun yang hendak masuk ke kelas berlalu Lalang menyapanya dengan santun, beberapa mereka menyalami Inda dengan takzim.“Kamu tau gak Ser? Kemarin Pak Kyai pergi sama Ka Naya loh!”“Kemana ya kira-kita?”“Kalo akau perhatiin ya, akhir-akhir ini Ka Naya selalu dipanggil ke rumah pengasuh tau,”Tak sengaja Inda mendengar percakapan segerombol santriwati sedang membicarakan suaminya dengan ketua putri. Rasanya tidak etis sekali ada pembicaraan seperti itu di pesantren ini, terlebih itu menjurus kepada fitnah nantinya.Larut dalam fikiran, seketika perut Inda terasa nyeri seperti ada yang meremasnya dengan kuat. Inda merintih kesakitan, wajahnya memucat, tubuhnya membungkuk menahan sakit. Selang air yang semula di tangan, ia jatuhkan seketika.Dua oran santriwati yang melihat Inda hampir terjatuh di tanah, segera berlari untuk menopang tubuh Inda. Seluruh s
“Kyai?” panggil Naya.“Ya?” sahut Jidan.“Apa Ustadzah Inda telah menyiapkan semua isi tas Pak Kyai?” tanya Naya yang masih terkesima dengan ketelatenan Inda dalam menyiapkan perjalanan Jidan.“Iya. Kenapa?”“Masyaallah sekali Pak Kyai, sangat lengkap dan rapi,” puji Naya.“Kamu sudah membuka semua bagian?” tanya Jidan memastikan. Naya menggeleng.“Di bagian paling besar, itu berisi pakaian, termasuk handuk kecil dan sapu tangan, di bagian ke tiga, ada perlengkapan untuk perawatan mulut. Dan yang paling kecil ini, Inda berpesan,”kalau ada receh kembalian, taruh disini ya Mas, biar dompet Mas tidak gembung” Begitu katanya,”Naya tersenyum mendengar penjelasan Jidan, kemudian menunduk merasa insecure denga napa yang dilakukan Inda untuk Jidan. Dia tidak yakin bahwa dirinya akan seperfeksionis Inda atau malah menyusahkan mereka.“Kamu, tetaplah jadi dirimu sendiri. Aku akan mencintaimu dengan apa adanya dirimu,” kata Jidan melihat perubahan sikap Naya.“Terimakasih Pak Kyai,” ucap Naya
Waktu itu telah tiba. Hari dimana Jidan dan Inda akan segera berangkat menemui ibunda Naya.Jam dinding menunjukkan pukul delapan pagi, seperti jadwal yang sudah ditentukan, Inda akan pergi untuk memeriksakan kehamilannya terlebih dahulu Bersama Jidan.Setelah mengantri menunggu giliran, akhirnya Inda dan Jidan sudah berada di ruangan dan akan segera dilakukan USG yang ditangani langsung oleh bidan Laila.“Sepertinya Ustadzah terlalu banyak fikiran ya?” tebak Laila.“Tidak juga sih Dok, biasa saja, tidak ada yang saya fikirkan berlebihan,” tanggapan Inda mencoba mengelak.“Harus badrest dulu ya Ustadzah. Jangan terlalu melakukan yang berat-berat dulu,”“Apa melakukan perjalanan jauh akan berpengaruh pada bayi kami Dok?”“Kemana?”“Bandung misalnya,”“Emmm. Sepertinya tidak bisa Ustadzah, khawatir terjadi sesuatu pada bayinya nanti,”Inda hanya melirik pada sang suami. Mengisyaratkan hari ini ia tidak akan bisa menemani sang suami.“Baik kalau begitu Dok, terimakasih ya Dok,” ucap Jida