Jidan cepat membuka ponsel, menekan tombol panggilan pada seseorang.“Assalamu’alaikum, Naya,” ucap Jidan.“Wa’alaikumussalam Pak Yai,” jawab Naya.“Saya akan segera pulang. Di hari jum’at besok saya akan bertemu dengan orangtuamu,”“Ha? Pak Kyai bukankah baru saja sampai di Cairo?” tanya Naya terheran.“Persiapkan saja,” tegas Jidan.“Mas Jidan? Kenapa?” tanya Sofia melihat keanehan prilaku sang kakak.“Mas akan kembali ke Malang besok,”“Hah? Kenapa Mas? Ada apa?” mata Sofia membelalak terkejut.“Mas kerumah Hikam dulu Sof. Titip Kakak. Saya pulang dulu Ren, assalamu’alaikum,” tanpa menghiraukan siapapun. Jidan pergi meninggalkan Inda tanpa sepatah katapun.Rena dan Sofia saling pandang melihat tingkah Jidan. Keduanya mulai memahami apa yang telah terjadi di dalam saat Inda keluar mengejar Jidan.“Mas, tunggu!” pekik Inda. Namun tidak dihiraukan lagi oleh Jidan.Meski Jidan tidak menoleh sedikitpun ke arah Inda. Ia tetap mengikuti Jidan sampai mereka menunggu taksi di tepi jalan.“M
Alarm ponsel berbunyi setelah jam menunjukkan pukul empat pagi. Inda lebih dulu bangun dan bergegas ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuh lalu menunaikan salat sunnah. Seperti biasa, aktifitasnya akan dimulai sebelum subuh. Begitu juga dengan Jidan yang sudah terbiasa dengan jadwal yang sama.Mengerjakan salat sunnah, berdzikir, membaca Al-Qur’an hingga waktu subuh tiba, kemudian dilanjut dengan membaca kitab sebagai rutinitas belajarnya hingga pukul enam pagi barulah ia melakukan aktifitas dunia. Ia memulai aktifitas dunianya dengan memasak. Di tengah Inda sedang menyiapkan bahan masakan, ia berniat untuk memasak lebih banyak dari biasanya, mengingat mantannya yang tak berdaya di rumah sakit. Disisi lain, Inda takut akan niatnya itu. Ia bimbang dan ragu untuk meminta izin pada Jidan. Belum selesai masalah salahpaham antara mereka, sudah menambah masalah baru dengan ia yang begitu perhatian pada Zein.“Mas, aku masak lebih banyak dari biasanya,” ucap Inda ragu.“Terimakasih Sayang,”
“Naya. Aku menaruh janji padanya untuk segera pulang dan akan menemui ibunya di hari jum’at besok,”“Astaghfirullahal adzim,” keluh Inda seraya menekan dada yang terasa nyeri.Sakit. Kenapa semua menjadi rumit seperti ini.“Aku minta izin padamu Sayang, atas keiklasan dan keridhoanmu, Mas menerima perjodohan itu,”“Pulanglah Mas, penuhi janjimu pada Naya,”“Aku mau kita pulang bersama. Aku tidak mau membahagiakan wanita lain disana sementara istriku menangis sendiri disini,” tuturnya.“Bagaimana dengan tugasmu Mas? Selesaikan!” Tegas Inda menyadarkan Jidan akan tugasnya.Terlihat raut wajah Jidan yang tersadar dengan ucapan Inda. Ia harus bertanggungjawab atas kepercayaan orang lain atas dirinya.TING NONG!Suara bel rumah berbunyi. Suara dua wanita terdengar bergantian dari luar, tidak lain, suara itu adalah suara Sofia dan Rena yang baru pulang dari rumah sakit.“Ren, Sof. Eh kalian sudah sarapan?” sambut Inda.“Ini kami beli tomiyah bil bidh di simpng empat depan,” kata Rena sambil
Luna sedikit berlari menuju lantai dasar, disana para pegawai pun ikut ramai ingin tahu apa yang terjadi.“Pak Dani kecelakaan!” teriak seorang pegawai yang berhasil melihat kejadian tersebut.Mata sipit Luna membulat sempurna.Tidak lama kemudian terdengar sirine ambulance menguar di udara memberikan duka.‘Semoga dia baik-baik saja ya Allah’ bathin Luna.Entah mengapa, pertemuan kali ini sangat berbeda, menyisakan jejak baru untuk seorang Dani setelah terakhir kali pria itu mengganggunya. Ingin peduli, namun terlanjur jauh. Tetali Luna tidak membenci. Ada sesuatu yang ia lihat dari mata pria atletis itu. Setitik makna yang berbeda dalam penuh nafsu. Ia akan mencari tahu.Klik. Tombol telpon telah Luna tekan. Satu nama yang ingin sekali ia hubungi tadi.“Assalamu’alaikum?” sapa kyai tampan khas dengan suara beratnya.DeghSenyum mengembang dari bibir manis Luna. Apakah rindu menjadi penyebabnya?“Wa’alaikumussalam, Jidan?” jawab Luna.“Ada apa Lun?”“Tidak apa-apa Jidan. Saya baru s
“Ya. Abi memang suka padamu karena kamu memiliki pribadi yang teguh dan tegas Sayang, Abi sering memujimu dulu saat kita baru saja menikah dan Abi tahu semua tentangmu,” beber Jidan.“Tentangku Mas? Yang bagaimana?” heran Inda tak percaya ternyata kyai Nur pernah memuji dirinya.“Kamu tidak akan menyadari itu Sayang. Begitu banyak yang menyukaimu, entah karena prestasi, paras yang cantik atau pribadi yang menarik,”“Bisa aja sih Mas,” kilah Inda tersipu.***Di ruang rawat inap pukul 20:00 CLT. Disana sudah ada Sofia, Rena dan Firhan. Terasa kosong bagi Zein, karena tidak ada kekasihnya di antara mereka.“Inda nitip salam buat Ka Zein,” kata Rena menyadari bagaimana perasaan Zein saat ini.“Pasti suaminya melarang dia untuk tidak kesini kan?” tanya Zein.“Inda Cuma mau menjaga perasaan suaminya Ka. Ka Jidan juga bertanya keadaan Kaka. Sebenarnya Ka Jidan sangat pengertian,” jelas Rena.“Ka. Sofia tadi bikin bubur sumsum. Dimakan ya?” sela Sofia.“Terimakasih Sofia,” ucap Zein melirik
Setelah melihat keadaan Zein, Inda dan Jidan berniat untuk melihat rumah sewa yang ditawarkan oleh Hikam di sekitar taman Azhar. Udara dingin 16°c serasa menembus jaket tebal yang mereka kenakan. Meski begitu, malam-malam musim dingin masih tetap ramai oleh aktifitas penduduk dan hulu hilir kendaraan.“Cairo itu indah jika musim dingin,” ucap Jidan sambil terus menggenggam erat jemari sang bidadari.“Ya, tapi aku lebih suka musim semi sih Mas,” timpal Inda.“Kenapa?”“Bukan cuma alam yang warna-warni, namun dia adalah puncak kebahagiaan dan keindahan setelah musim panas yang datang membuat emosi meningkat, musim gugur yang menghabisi pepohonan juga musim dingin yang membuat sebagian orang malas untuk beraktifitas. Musim semi lah musim yang memperbaiki suasana ketiga musim tersebut Mas,” jelas Inda.“Betul, semoga cinta kita selalu bersemi sebagaimana kita dulu memupuknya dengan kebahagiaan,”Mereka tersenyum bersamaan. Menaut rindu yang kian lama tersimpan. Berjalan berdua, berganden
Esoknya, Jidan kembali mengurus pemberkasan ke lima anak yang tereliminasi dari data asrama. Bekerjasama dengan Yusuf, setelah membawa bukti-bukti dari KBRI dan konsuler, tahap akhir adalah mengajukan kembali kelima nama anak tersebut ke asrama Cairo.“Assalamu’alaikum Pak, Permisi. Saya ada perlu dengan ketua pengurus asrama Pak,”“wa’alaikumussalam, ahlan-ahlan,” sambut pria paruh baya yang beberapa kali sudah bertemu dengan Jidan. “Tunggu sebentar disini, saya akan temui beliau,”“Baik Pak, terimakasih,”Tak lama petugas jaga asrama tersebut menyampaikan kedatangan Jidan dan Yusuf pada ketua pengurus asrama. Ia pun mengabarkan Jidan dan Yusuf untuk segera masuk ke ruang pribadi ketua.“Assalamu’alaikum Ustadz Muhsin,” ucap Jidan penuh hormat.“Wa’alaikumussalam, ahlan ya abnai,” jawab Ustadz Muhsin tak kalah hormat pada tamunya.“Kedatangan kami disini adalah untuk menyampaikan sebuah kesalahan yang ada saat ujian seleksi Timur Tengah di Indonesia, Ustadz,” beber Jidan mulai menyam
Hari ini tepat Jidan dan Yusuf akan menemui sang pemilik asrama yang berada di Giza. Di temani oleh Mustafa, tangan kanan Ustadz Muhsin yang telah diperintah untuk membantu mereka.Pagi ini cuaca sangat dingin mengembus tubuh, kali ini Jidan dan Yusuf memakai pakaian musim dingin yang lengkap, mengingat daerah Giza adalah daerah gurun yang akan terasa sangat dingin menusuk tubuh. Memakai jaket kulit tebal serta syal berwarna hitam yang melilit menghangatkan leher dengan bagian kepala dibiarkan tanpa penutup. Keren sekali penampilan keduanya pagi ini.Setelah beberapa menit menunggu Mustafa di kursi depan gedung pemberkasan. Akhirnya yang ditunggu pun datang. Mustafa tak kalah keren dalam berpenampilan, memiliki ketampanan khas pribumi, membuat pesonanya semakin menguar memakai pakaian musim dingin yang sama.“Ayo ke dekat gerbang, kita akan menaiki mobil milik asrama,” kata pria Arab yang hampir sebaya dengan Jidan.“Oh oke,” sahut Jidan.Mereka telah masuk kedalam mobil sedan hitam d
Jum’at, 13 maret 2023. Acara akad dan walimatul ‘ursy akan dilaksanakan. Semua persiapan selama tiga minggu lalu telah berbuah pada hari ini.Koordinasi pengurus yang sangat solit hingga terlihat begitu memuaskan. Mulai dari pengaturan para santri, tata letak dekorasi, serta sususan acara telah siap dimulai pada detik ini.Acara sakral, yaitu pengucapan janji suci, akan segera dimulai. Para tamu agung mulai berbondong menuju masjid dengan pelataran yang sangan indah. Dikhiasi bunga-bunga cantik bernuansa putih hijau, kursi-kursi yang berjejer rapi berselimutkan putih, karpet merah yang terbentang Panjang hingga tangga masjid yang sudah di dekor lengkungan bunga di depannya sebagai tempat penjemputan mempelai wanita saat ijab qabul telah dilantunkan. Semua tersusun rapi dan sangat khidmat.“Jidan sudah siap?” tanya penghulu.“Insyallah siap,” jawabnya mantap.“Ankahtuka wazawwajtuka Inayatu Shalihah binti H. Hasan Asy-Syadzuli bi mahril madzkur haaaalan,”“Qobiltu nikahaha wa tazwijaha
“Sofi,” panggil Inda yang sangat mengerti apa yang sedang terjadi pada Sofia.“Ya Ka,” Sofia menoleh masih dengan wajah lesunya.“Dengarlah apa yang dikatakan oleh hatimu,” titah Inda tiba-tiba.Sofia hanya mengangguk lalu kembali berlalu.“Banyak yang menderita hatinya di rumah ini karena aku,” ucap Inda menyesal.“Kalau saja Ustadzah Inda saat itu tidak berterus terang memberitahu perasaan Kana pada Pak Kyai. Mungkin sampai kapanpun Kana akan terjerat oleh rasa yang membingungkan itu, dan menjadi benalu di rumah tangga Ustadzah. Karena untuk pergi dari pesantren ini pun Kana tidak mampu. Ternyata, cinta Kana pada pesantren ini, ketulusan Kana pada Umi dan Abi lebih besar dari apapun,”Inda terdiam, tertegun mendengar ucapan Kana.“Hingga akhirnya, Kana menemukan hikmah saat Kana berada di kampung. Seorang pria yang selama ini hanya sibuk dalam mempertaruhkan nyawa seseorang datang untuk menyatakan perasaannya dan telah berhasil membuka fikiran Kana dan memberi ruang padanya,”“Janga
“Tapi…”“Kenapa?”“Naya malu Pak Kyai,”“Malu pada siapa?”“Anak santri. Mereka belum mengetahui acara ini. Dengan pergi berdua seperti ini, Naya khawatir ini akan menjadi fitnah,”Jidan menghela napas memperbaiki posisi duduknya berhadapan dengan Naya.“Kana,” panggil Jidan.“Baik Pak Kyai,” sahut Kana yang muncul dari ruang keluarga.“Tolong kumpulkan semua pengurus disini sekarang,”“Sekarang Pak Kyai?” tanya Kana memastikan.“Ya,”“Nggeh Pak Kyai,” angguk Kana lalu bergegas keluar mengerjakan perintah Jidan.Naya terbelalak mendengar ucapan Jidan yang tiba-tiba memanggil semua pengurus untuk berkumpul disini. Keputusan itu, pasti karena ucapannya barusan yang merasa malu karena para santri belum ada yang tahu.“Pak Kyai?” suaranya lirih tak percaya.“Kita cukup memberitahu pengurus saja kan?”“Kenapa tiba-tiba begini Pak Kyai? Pak Kyai semakin membuat Naya malu,” ujarnya mengerucutkan bibir manisnya.“Siap-siap saja dengan tanggapan mereka nanti,”Mendengar kalimat itu, wajah Naya
Dua hari kemudian, kondisi bayi dalam kandungan Inda dinyatakan normal, dan sudah diperbolehkan pulang.Sore hari, Inda dan Jidan sudah sampai di halaman pesantren. Suasana yang tenang, beberapa kegiatan masih berlangsung. Ada yang sedang menghafal di gazebo, ada yang sedang gotong royong membersihkan kamar masing-masing, dan ada juga yang sedang mengikuti ekstrakulikuler karena hari ini adalah hari minggu, dimana kegiatan kesenian dijadwalkan pada hari itu sebagai waktu refreshing bagi para santri.Juga, di area lahan kosong yang terletak di samping rumah pengasuh terlihat Pak Maman sedang mengkordinasi para pegawai yang mulai merancang Pembangunan sebuah rumah yang akan dihadiahkan untuk Naya nanti.“Apa Naya sudah memilih desain interiornya Mas?” tanya Inda yang melihat-lihat area tersebut.“Dia masih melihat-lihat katalog yang diberikan arsitek kemarin Sayang,” jawab Jidan santai.“Assalamu’alaikum Ustadzah?” sapa para santri yang berlalu didekatnya dan tak lupa mereka menyalami J
Sungguh ingin ia mempertahankan sang mantan agar dapat kembali padanya. Sudah sejauh ini ia memperjuangkan sang kekasih, berharap masih ada ruang baginya untuk mendapat cinta yang selama ini telah ia pupuk hanya untuk wanita pemilik wajah anggun nan cantik, yang matanya mampu meluluh lantakkan hati yang memandangnya, yang senyumnya mampu meruntuhkan benteng pertahanan.‘In, siapa yang akan menutup luka yang tergores dalam di hati ini In? Aku masih menyayangimu bahkan entah sampai kapan. Bisakah kamu melihat itu In? aku akan selalu menunggumu’ Pemandangan di balik jendela bus menuju kota Jakarta terasa sedang mengiba ikut merasakan pilunya cinta seorang pria yang baru saja menerobos masuk dalam kehidupan sang mantan. Dengan penuh resiko dan bahaya.KLING KLINGPonsel Zein berbunyi. Panggilan dari Firhan sang wakil keamanan.“Halo assalamu’alaikum Han,”“wa’alaikumussalam Zein,” jawab Firhan tergesa. “Zein gawat Zein. Ada pengeroyokan antar kekeluargaan di distrik 10 Zein,”Zein terteg
TAK TAK TAKLangkah kaki terdengar gagah mendekat memasuki ruang tunggu.“Sofi. Bagaimana keadaan Kakak?” panik Jidan.“Kak Inda masih harus istirahat Kak,” jawab Sofia.Zein hanya melirik sinis pada Jidan dan Naya yang baru saja sampai di ruangan itu. Jidan melangkah sampai di depan Zein yang hanya duduk tak menghiraukan kedatangan Jidan.“Silahkan tinggalkan ruangan ini,” perintah Jidan pada Zein.Zein beranjak dari kursinya dan memandang tajam pada lawan bicaranya.“Jika kamu tidak bisa membahagiakannya. Lepaskan dia dari jerat hidupmu yang rumit itu!” ucapannya penuh penekanan dan mengintimidasi.“Apa hak kamu berbicara seperti itu hah?” cecar Jidan.“Aku. Tidak akan pernah menyerah untuk ini! Ingat itu!”“CUKUP!” teriak Sofia menghentikan perdebatan keduanya. “Jika masih ada yang belum selesai antara kalian, kenapa kamu meminta aku untuk memulai suatu hubungan Kak Zein? Kenapa?” derai air mata tak sanggup untuk dibendung. Kenyataan itu cukup menyakitkan bagi Sofia yang hanya menj
Pagi yang segar di hari sabtu, Inda memutuskan untuk memulai harinya dengan menyirami tanaman bunga di halaman depan rumah. Para santri pun yang hendak masuk ke kelas berlalu Lalang menyapanya dengan santun, beberapa mereka menyalami Inda dengan takzim.“Kamu tau gak Ser? Kemarin Pak Kyai pergi sama Ka Naya loh!”“Kemana ya kira-kita?”“Kalo akau perhatiin ya, akhir-akhir ini Ka Naya selalu dipanggil ke rumah pengasuh tau,”Tak sengaja Inda mendengar percakapan segerombol santriwati sedang membicarakan suaminya dengan ketua putri. Rasanya tidak etis sekali ada pembicaraan seperti itu di pesantren ini, terlebih itu menjurus kepada fitnah nantinya.Larut dalam fikiran, seketika perut Inda terasa nyeri seperti ada yang meremasnya dengan kuat. Inda merintih kesakitan, wajahnya memucat, tubuhnya membungkuk menahan sakit. Selang air yang semula di tangan, ia jatuhkan seketika.Dua oran santriwati yang melihat Inda hampir terjatuh di tanah, segera berlari untuk menopang tubuh Inda. Seluruh s
“Kyai?” panggil Naya.“Ya?” sahut Jidan.“Apa Ustadzah Inda telah menyiapkan semua isi tas Pak Kyai?” tanya Naya yang masih terkesima dengan ketelatenan Inda dalam menyiapkan perjalanan Jidan.“Iya. Kenapa?”“Masyaallah sekali Pak Kyai, sangat lengkap dan rapi,” puji Naya.“Kamu sudah membuka semua bagian?” tanya Jidan memastikan. Naya menggeleng.“Di bagian paling besar, itu berisi pakaian, termasuk handuk kecil dan sapu tangan, di bagian ke tiga, ada perlengkapan untuk perawatan mulut. Dan yang paling kecil ini, Inda berpesan,”kalau ada receh kembalian, taruh disini ya Mas, biar dompet Mas tidak gembung” Begitu katanya,”Naya tersenyum mendengar penjelasan Jidan, kemudian menunduk merasa insecure denga napa yang dilakukan Inda untuk Jidan. Dia tidak yakin bahwa dirinya akan seperfeksionis Inda atau malah menyusahkan mereka.“Kamu, tetaplah jadi dirimu sendiri. Aku akan mencintaimu dengan apa adanya dirimu,” kata Jidan melihat perubahan sikap Naya.“Terimakasih Pak Kyai,” ucap Naya
Waktu itu telah tiba. Hari dimana Jidan dan Inda akan segera berangkat menemui ibunda Naya.Jam dinding menunjukkan pukul delapan pagi, seperti jadwal yang sudah ditentukan, Inda akan pergi untuk memeriksakan kehamilannya terlebih dahulu Bersama Jidan.Setelah mengantri menunggu giliran, akhirnya Inda dan Jidan sudah berada di ruangan dan akan segera dilakukan USG yang ditangani langsung oleh bidan Laila.“Sepertinya Ustadzah terlalu banyak fikiran ya?” tebak Laila.“Tidak juga sih Dok, biasa saja, tidak ada yang saya fikirkan berlebihan,” tanggapan Inda mencoba mengelak.“Harus badrest dulu ya Ustadzah. Jangan terlalu melakukan yang berat-berat dulu,”“Apa melakukan perjalanan jauh akan berpengaruh pada bayi kami Dok?”“Kemana?”“Bandung misalnya,”“Emmm. Sepertinya tidak bisa Ustadzah, khawatir terjadi sesuatu pada bayinya nanti,”Inda hanya melirik pada sang suami. Mengisyaratkan hari ini ia tidak akan bisa menemani sang suami.“Baik kalau begitu Dok, terimakasih ya Dok,” ucap Jida